Review: Harbour Bay Amir Batam

Selama ini kan saya sering bahas hotel-hotel di Bandung atau Jakarta. Desember 2018 kemarin ini ada kerabat yang nikahan di Batam. Saya dan keluarga pun akhirnya ke sana untuk menghadiri pernikahan itu. Nah, sudah ada hotel buat saya dan keluarga yang lokasinya nggak jauh dari wedding venue.

Kunjungan ke hotel ini sebetulnya semacam jadi surprise buat saya karena saya nggak tahu hotelnya apa dan lokasinya di mana sebelumnya. Jadi ketika tiba di hotel dan menginap di sana selama 2 malam, ya lumayan sih buat saya ada hal-hal baru yang both unik and aneh. For the record, saya tegaskan lagi kalau saya nggak cari tahu tentang hotel ini sebelumnya. Secara keseluruhan sih pengalaman menginapnya oke lah, tapi tetap ada cerita-cerita yang asyik buat dibahas.

a957efce1a7c8d78c416abb028300ec0
Fasad Harbour Bay Amir Hotel. Foto milik pihak manajemen. 

Harbour Bay Amir Hotel adalah akomodasi yang berlokasi di Jalan Duyung Sel Jodoh, Batu Ampar, Batam. Hotel bintang tiga ini dekat banget dari Harbour Mall Batam dan Harbour Bay Ferry Terminal yang melayani rute Batam-Singapura. Walaupun lokasinya bersebelahan, hotel ini accessible dari mal dengan jalan kaki, tapi nggak kalau bawa mobil. Gate masuknya beda soalnya.

Fasad hotel ini mengingatkan saya sama hotel-hotel mewah di tahun 80 atau 90an dulu. Bangunannya tampak “padat”, dengan dinding berwarna kuning gading. Untuk menuju lobi, kita harus naik ke semacam portico yang juga berfungsi sebagai area drop-only kendaraan. Jalan kakinya lumayan menguras tenaga karena nanjak cukup tinggi.

Ada 125 kamar di Harbour Bay Amir Hotel yang terbagi ke dalam lima tipe: Standard, Superior, Executive Business, Junior Suite, dan Amir Suite. Kamar yang saya tempati saat berkunjung adalah kamar Superior (ini hasil upgrade karena ayah saya ingin kita semua dapat kamar yang non-smoking, sementara kamar Standard sebelumnya yang kita dapat merupakan kamar smoking). Fasilitas-fasilitas seperti restoran, lounge, spa, banquet room, dan business center juga tersedia. Di hotel ini juga kita bisa minta antar jemput ke golf course katanya. Hanya saja golf is not my thing dan emang nggak bisa juga sih mainnya. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya bilang sebelumnya, hotel ini mengingatkan saya sama hotel-hotel mewah di tahun 80 atau 90an. Interiornya menurut saya sih bergaya modern yang elegan dan “khas” untuk masanya. Bau kamarnya pun bahkan “khas”. Beberapa orang nggak suka dengan properti lama, tapi kalau saya sih bukan nggak suka. Lebih ke memandangnya sebagai “old charm” karena properti-properti lama seperti ini tuh khas. Selama kualitas layanannya bagus dan kamar tetap terawat sih saya nggak masalah sebetulnya.

Dengan ukuran 28 meter persegi, kamar Superior ini rasanya cukup luas. Nggak salah sih kalau Agoda melabeli kamar ini sebagai “spacious room“. Kamar saya berada di lantai 8 dan view yang saya dapatkan dari kamar adalah view kota. Sebetulnya nggak begitu kelihatan sih, dan justru yang kelihatan adalah hotel dengan bangunan bergaya kapal pesiar yang berada nggak jauh dari kawasan Harbour Bay.

This slideshow requires JavaScript.

Desain interior kamar sendiri mungkin jatuhnya ke arah modern sih, tapi nggak ke klasik. Tipikal contemporary elegance lah, tapi khas di era 80-90an. Keliatan banget ini furnitur-furniturnya masih asli dari jaman dulu belum diganti. Untuk televisi, untungnya sih sudah pakai widescreen TV. Nah, AC-nya masih AC jadul tuh, tapi berfungsi kok. Salah satu sisi positifnya adalah, meskipun dated, furnitur di kamar masih berfungsi dengan baik. Jujur, saya suka wall lamp yang ada di kedua sisi tempat tidur.

Di salah satu sudut ruangan ada kursi lengan yang empuk dan floor lamp dengan desain yang mirip sama desain wall lamp. Study area posisinya di samping jendela jadi sambil kerja, kita bisa lihat pemandangan di luar. Hanya saja, jujur sih pemandangannya nggak begitu bagus. Kehalangin mal pula. Tempat tidurnya sendiri ukurannya cukup besar, terutama karena saya sendiri di kamar. Headboard-nya ini ukurannya kecil, berbentuk persegi panjang, dan nggak menyatu sama kasur.

Untuk maintenance kamar sendiri, dari segi furnitur sih memang terjaga. Hanya saja, ada semacam bekas setrika di karpet sisi kiri tempat tidur. Dinding di sisi itu juga keliatan kotor, seolah belum dicat udah lama. Oh ya, kunci pintu kamar di Harbour Bay Amir Hotel ini masih pakai kunci manual. Ya, kunci yang beneran kunci, bukan card. Sebetulnya card ada sih, tapi dipakai buat nyalakan listrik kamar. Ini yang bikin saya agak parno sih karena kesannya kalau pakai kunci manual itu less secure, meskipun tetap ada selot tambahan di pintu. Meskipun bising dari luar nggak kedengaran, saya bisa tetap dengar suara-suara ribut dari koridor kamar. Bisa dibilang kamarnya kurang sound-proof.

Kamar Mandi

Khas hotel-hotel lama, kamar mandi di kamar saya punya bathtub dan surprisingly, ukurannya panjang! Kalau untuk kamar mandi, desainnya ke arah modern klasik, tampil mewah dengan dinding dan lantai marmer warna gading dan hijau zamrud. Sayangnya, maintenance-nya kurang baik menurut saya. Di beberapa sudut, dindingnya keliatan kotor.

img_20181214_153151_hht
Kloset dan bathtub
img_20181214_153140
Area wastafel
img_20181214_153010
Kloset dan bathtub

Perlengkapan mandi yang ditawarkan cukup lengkap. Ada sikat dan pasta gigi, sabun, shower cap, dan semacamnya. Oh ya, di kamar mandi ada stiker peringatan tentang air. Jadi di sini, kita diminta untuk menyalakan keran air selama sekitar 1-2 menit untuk mendapatkan air yang lebih bersih. Ketika pertama kali saya buka keran air, yang keluar memang air berwarna kecokelatan dan bau besi. Ini jadi PR besar buat pihak hotel supaya tamu nggak harus menunggu 1-2 menit dan buang-buang air sebelum mandi.

Kehadiran bathtub ini sebetulnya tak disangka-sangka dan saya suka. Berhubung selama di Batam saya banyak pergi ke sana sini dan jalan kaki, berendam di bathtub berisi air panas yang udah ditambahi bath bomb malam-malam itu rasanya menyenangkan. Ukuran bathtub yang panjang dan kedalaman yang pas juga bikin saya bisa selonjoran lega. Memang sih kalau properti-properti lama biasanya masih punya bathtub di kamar mandinya. Beda sama properti-properti baru yang pasang shower sebagai pengganti bathtub, mungkin untuk alasan penghematan ruang dan biaya pembangunan.

Fasilitas Umum

Dari fasilitas-fasilitas yang ada, saya cuman sempat berkunjung ke restoran dan lounge-nya. Sebetulnya, lounge ini bergabung dengan bar, tapi dipisahkan dari restoran pakai railing. Waktu jam sarapan sendiri, banyak tamu yang justru makan di lounge karena kehabisan tempat duduk di restoran.

This slideshow requires JavaScript.

Sebetulnya ada pengalaman enak nggak enak dengan restoran di Harbour Bay Amir Hotel ini. Jadi saya tiba di Batam itu hari Jumat sekitar jam 3 sore. Karena belum sempat makan siang, akhirnya saya dan keluarga makan di restoran hotel ini. Setelah pesan, ternyata makanan kami lama banget datangnya. Kayaknya kami harus nunggu sekitar setengah jam lebih. Minuman sih datang, tapi makanannya yang lama banget, sampai saya coba intip ke dapurnya.

Akhirnya makanan datang juga setelah nunggu lama, dan untungnya makanannya enak. Saya pesan calamari dan itu segar banget cuminya, mungkin karena dekat dengan laut juga. Makanan lainnya juga nggak kalah enak, walaupun nggak sempat difoto. Oh ya, untuk sarapan sendiri menunya nggak bisa dibilang special, tapi decent. Di hari terakhir, saya suka dengan ayam saus Thailand-nya karena pedas manisnya pas.

This slideshow requires JavaScript.

Area lobi dan resepsionis hotel mencerminkan banget atmosfer hotel lawasnya. Untuk resepsionis sendiri sih kelihatannya udah mengalami renovasi, tapi area lift dan lobinya kelihatannya masih sama. Waktu check-in, ada satu resepsionis laki-laki dengan tampilan perlente ke arah flamboyan yang kurang ramah. Macam nggak sabar menghadapi kami yang mau check-in. Untungnya, temannya yang pakai kacamata bisa bersikap jauh lebih ramah sama saya dan keluarga.

Lokasi

Dari segi lokasi, Harbour Bay Amir Hotel ini cocok buat yang perlu bepergian ke Singapura atau destinasi lainnya melalui Harbour Bay Ferry Terminal. Dari hotel, lokasinya mungkin sekitar 2 menit kalau pakai kendaraan. Kalau mau belanja atau nonton, tinggal nyeberang ke Harbour Bay Mall. Malnya sendiri masih sepi sih, tapi udah ada beberapa tenant kayak J.Co dan Starbucks.

Kalau mau belanja sih, saran saya mendingan langsung ke kawasan Nagoya. Dari hotel, jaraknya sekitar 5-10 menitan kalau pakai kendaraan. Oh ya, dari Bandara Internasional Hang Nadim sendiri hotel ini jaraknya sekitar 20 menitan.

Ah jadi ingat! Kalau mau makan seafood, nggak perlu jauh-jauh pergi. Berada di kawasan Harbour Bay Mall, ada restoran yang direkomendasikan sama teman ayah saya. Nama restorannya Wey Wey. Seating area-nya luas. Bahan-bahannya fresh dan menu yang ditawarkan juga enak-enakRekomendasi saya sih kalau ke sana, jangan lupa pesan Udang Nestum dan Sup Asparagus. Cocok banget dinikmati malam-malam, apalagi dengan view laut dan alunan live music yang asyik.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 250 ribu rupiah (berdasarkan Tripadvisor), Harbour Bay Amir Hotel bisa jadi akomodasi terjangkau di kawasan Harbour Bay. Jaraknya sangat dekat dari Harbour Bay Mall dan Harbour Bay Ferry Terminal. Selain itu, di belakang kawasan Harbour Bay juga banyak restoran-restoran seafood yang menawarkan sajian boga bahari yang mantul alias mantap betul! Sayang banget lah kalo ke Batam nggak nyoba.

Dari segi desain sendiri, interiornya mencerminkan atmosfer hotel mewah di era 80 atau 90an. Furnitur-furniturnya memang dated, tapi mostly masih berfungsi dengan baik (bahkan AC-nya pun begitu). Hanya saja, memang pihak hotel masih punya banyak PR yang harus dikerjakan, terutama maintenance kamar. Selain itu, kayaknya akan lebih baik kalau pintu kamar diganti pakai card. Soundproofing juga perlu ditingkatkan supaya istirahat nggak keganggu dengan suara dari koridor kamar.

Namun, hadirnya bathtub di kamar Superior bisa jadi semacam media relaksasi yang pas. Hanya saja, imbauan untuk menyalakan keran selama 1-2 menit supaya bisa mendapatkan air bersih rasanya inconvenient, terutama karena kita perlu menunggu dan jatuhnya jadi buang-buang air.

Secara keseluruhan, Harbour Bay Amir Hotel memberikan pengalaman menginap yang, meskipun nggak sempurna, tapi cukup nyaman. Selama nggak super finicky tentang desain interior atau ketenangan kamar, saya rasa hotel ini bisa jadi opsi akomodasi yang terjangkau.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Rate-nya relatif terjangkau.
  • Tipikal old charm. Desain interiornya menunjukkan banget kalau ini properti lama, meskipun beberapa aspek sudah diperbarui, tapi tetap ada “sisa-sisa” kemewahan yang layak dicoba.
  • Lokasinya dekat dari mal dan terminal feri.
  • Ada bathtub di kamar mandi dan cukup panjang. Untuk rate yang terjangkau, kehadiran bathtub sih jadi luxury affordable rasanya.
  • Ukuran kamarnya luas. 28 meter persegi itu lumayan loh.
  • Hotel ini dekat dari kawasan kuliner Harbour Bay. Jangan lupa ke Wey Wey buat pesta seafood!

👎🏻 Cons

  • Furniturnya dated. Buat yang finicky soal interior, mungkin ini bisa jadi bahan omelan.
  • Buat dapat air bersih, kita harus nyalakan keran selama 1-2 menit. Ini buang-buang air, dan juga buang waktu.
  • Pelayanan staf masih harus ditingkatkan, terutama dari aspek keramahan dan kecepatan (untuk makanan). By the way, resepsionis yang pakai kacamata sih ramah banget. One plus point for him.
  • Kebersihan kamar harusnya lebih terjaga. Bekas setrika di karpet dan dinding yang kotor harus ditangani.
  • Soundproofing kurang bagus. Suara dari koridor kamar kedengaran. Buat yang gampang keganggu pas tidur, ini pasti ngeselin.
  • Kunci kamar masih pakai kunci manual, bukan card. Kita dikasih card untuk nyalakan listrik kamar saja. Kurang praktis dan lebih berat buat dibawa-bawa.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌⚪️⚪️ (satu bonus poin buat bathtub-nya)
Desain: 😆😆😶⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩😶⚪️
Harga: 💰💰

Review: Ascott Sudirman Jakarta

Waktu kemarin saya ke Jakarta pas libur Natal, saya cari properti yang pas buat ngundang teman-teman dan ngadain Christmas eve dinner. Awalnya saya sempat kepikiran pesan suite room dengan living area terpisah, tapi setelah dipikir-pikir lagi, kayaknya lebih asyik kalo dinner itu kita yang siapin makanannya sendiri. Walhasil, saya pun cari serviced apartment dengan unit yang punya kitchenette dan dining area.

Karena dari tanggal 21-22 Desember saya nginap di kawasan Rasuna Said, saya harus cari properti yang masih deket-deket kawasan sana supaya nggak terlalu capek pindah-pindahnya. Sebetulnya saya suka hotel-hopping, tapi saya nggak suka dengan ribetnya packing dan unpacking. Setidaknya kalau propertinya deket, saya nggak perlu tambah capek dengan kemacetan. Setelah menimbang-nimbang berbagai faktor, akhirnya pilihan saya jatuh kepada Ascott Sudirman Jakarta.

ascott-sudirman-jakrata
Ascott Sudirman Jakarta. Foto milik pihak manajemen.

Berlokasi di kawasan terpadu Ciputra World 2, Ascott Sudirman Jakarta merupakan properti yang masih baru. Seinget saya hotel bintang lima di Jakarta ini buka di pertengahan atau kuartal terakhir 2018 karena di awal 2018, saya belum lihat properti ini di listing Agoda dan Tripadvisor. Akomodasi bintang lima ini punya 192 unit serviced apartment yang terbagi ke dalam empat tipe utama, yaitu Studio Premier, One-Bedroom Premier, Two-Bedroom Premier, dan Three-Bedroom Premier. Untuk unit Studio dan One-Bedroom sendiri, kita bisa pilih mau kamar dengan double bed atau twin bed.

Saya lupa ada berapa lantai pastinya di tower apartemen ini, tapi pengunjung hanya bisa mengakses sampai lantai 30. Sepertinya sih lantai-lantai ke atasnya lagi belum siap dibuka buat publik. Fasilitas yang tersedia di Ascott Sudirman Jakarta cukup komprehensif dan family-friendly. Cocok lah buat yang mau liburan ke Jakarta sama keluarga atau bawa anak kecil.

Kunjungan saya ke apartemen ini selama tiga hari dua malam. Nah, pada awalnya saya pesan unit Studio Premier, tapi karena di malam berikutnya saya berencana untuk adakan makan malam dan undang teman-teman, akhirnya saya upgrade ke unit One-Bedroom Premier. Ada juga cerita lucu tentang teman saya ketika nginap di sini. Ulasan dan cerita lucunya akan saya bahas di segmen berikutnya. Karena saya coba dua unit yang berbeda, saya akan buat dua segmen yang masing-masing subpoints untuk desain kamar dan kamar mandi.

Studio Premier
Desain Kamar

Sebelumnya, saya sering lihat-lihat properti Ascott yang lain. Di Jakarta sendiri, ada tiga properti Ascott: Ascott Jakarta (di Kebon Kacang, dekat Grand Indonesia), Ascott Kuningan (tetanggaan dengan Raffles Jakarta dan Somerset Grand Citra), dan yang paling bungsu ini Ascott Sudirman Jakarta. Rate hotel memang fluktuatif, dan kadang-kadang naik turunnya signifikan. Waktu merencanakan kunjungan ke Jakarta, rate Ascott Sudirman Jakarta ini yang paling murah di antara properti-properti Ascott yang lain. Dengan rate yang lebih terjangkau dan usia properti yang masih sangat muda, pilihan saya ya jatuh ke sini.

Bicara tentang desain kamar, sebetulnya desain unitnya nggak jauh beda dengan desain unit di Ascott Kuningan. Dua-duanya sama-sama menerapkan interior bergaya kontemporer. Hanya saja, di Ascott Sudirman interior unitnya cenderung terasa lebih ceria dan berwarna karena ada mural di belakang headboard tempat tidur. Ini ngingetin saya sama interior kamar di de Braga by ARTOTEL yang pernah dibahas seblumnya. Bedanya, ambience di sini lebih hangat dan dewasa, sementara di de Braga itu cenderung lebih adem dan youthful.

Unit Studio Premier saya berada di lantai 12, dengan jendela mengarah ke timur. Posisi kamar ini punya keuntungan tersendiri karena ketika pagi, cahaya matahari bisa langsung masuk ke kamar. Kekurangannya ya kalo cahaya mataharinya lagi terik banget, lumayan panas sih suhu kamarnya. Eh, tapi posisi kamar juga memberikan view yang menurut saya sih lebih bagus karena menurut pihak hotel, kamar-kamar yang ada di sisi berlawanan punya view yang kurang asik karena kehalangin Tokopedia Tower.

img_20181223_130006
Area cuci di kitchenette
img_20181223_125943
Entrance dan kitchenette
img_20181223_130104
Living and study area
img_20181223_125952
Tempat tidur dan sofa
img_20181223_130347
View dari kamar
img_20181223_130354
View dari kamar
img_20181223_130122
Studio premier
img_20181223_130010
Mesin kopi. Mesin cuci ada di bawahnya
img_20181223_130333
Living area, dengan Samsung Soundbar

Dengan ukuran 48 meter persegi, unit apartemen saya terasa luas nggak luas. Apa ya istilah yang lebih tepatnya? Mungkin pas-pasan. Unit terasa kecil karena fitur-fitur di dalamnya sebetulnya. Kita mulai dulu dari entrance. Begitu masuk, kita langsung disambut kitchenette berbentuk koridor yang diapit oleh counter dan kabinet di kedua sisinya. Kitchenette ini lengkap dengan kompor induksi, kulkas mini, rice cookercoffee maker, teko pemanas air, bak cuci, dan mesin cuci (plus pengering). Alat-alat makan dan masak disimpan di dalam counter dan kabinet.

Living area punya ukuran yang seadanya, menyatu dengan area tidur. Jarak dari sofa ke televisi cukup dekat dan nggak besar, meskipun meja kopi yang digunakan juga berukuran kecil dan berbentuk silinder. Oh ya, untuk hiburan unit ini dilengkapi dengan entertainment box (ada iFlix) dan Samsung Soundbar yang bisa di-pair ke HP atau laptop buat dengerin lagu sambil goyang dua jari ala lagu tetew.

tenor
Popular culture anak jaman now susah dipahami

Furnitur-furnitur di kamar bergaya modern kontemporer, tapi nggak ke arah Scandinavian atau industrial. Atmosfernya lebih ke arah elegan dan bukan minimalis-fungsional. Untuk sejenak, saya bisa “menjauh” sejenak dari interior-interior khas Ikea. Oh ya, dari kitchenette ke area tidur nggak ada pintu atau pembatas yang lebih permanen jadi pastikan nggak masak yang baunya terlalu menyengat. Otherwise, kasurmu nanti bau.

giphy-1
Sehun muntah~

Salah satu spot yang saya suka dari unit Studio Premier ini area kerjanya. Membelakangi jendela, kalau malem-malem area ini bisa jadi spot foto yang bagus buat foto ala ala eksekutif muda dengan latar belakang pemandangan kota. Lampu mejanya punya desain yang unik.

Kamar Mandi

Di unit Studio Premier, kamar mandinya punya ukuran yang cukup luas. Ada lemari pakaian di kedua sisi jalan menuju kamar mandi. Salah satunya memuat ironing board dan bathrobe. Pas lah kalau perlu nyetrika baju, perlengkapannya udah tersedia. Ada juga safe box buat mengamankan barang berharga dan hati yang retak.

tenor3
Hatiku sedih, hatiku gundah

Untuk kamar mandi sendiri sih, desainnya tampak mewah dengan balutan dinding dan lantai berwarna gading. Area wastafel dilengkapi dengan vanity mirror. Kalau mau dandan, kebantu lah. Bath products-nya punya aroma yang beda-beda. Beberapa punya bau yang terlalu menyengat, sementara yang lainnya cukup pleasant di hidung. Oh ya, di kamar mandi juga ada timbangan badan. Waktu saya cek, berat badan saya ternyata 55 kilogram. Apakah ini karena dua hari sebelumnya saya kebanyakan jajan?

img_20181223_130256
Shower area
img_20181223_130232
Area wastafel
img_20181223_130240
Kloset
img_20181223_130155_hht
Safe box
img_20181223_130304
Bathtub
img_20181223_130211
Ironing board dan bathrobe

Area shower berada di samping bathtub dan dibatasi oleh dinding kaca dari area kamar mandi yang lain. Di unit ini, ada rainshower yang cocok untuk saya yang senang merenung. Bathtub-nya sendiri cukup panjang dan dalam, pas buat deep soaking. Intinya sih no objection lah kalau untuk shower dan bathtub. Nah, yang harus saya sesali adalah pintu kamar mandinya. Pintu yang digunakan adalah pintu geser ganda tanpa kunci. Bahkan, ketika pintu ditutup pun saya semacam harus memastikan kedua pintu sudah menempel rapat dan nggak ada celah. Ini jadi hal yang disayangkan karena privasi kita bisa jadi dalam bahaya. Kalau mau tahu apakah ada orang di kamar mandi atau nggak, ya kita harus lihat pintunya ketutup apa nggak. Sayangnya, kadang ada aja orang yang langsung buka pintu tanpa ketuk dulu. Kan nggak lucu kalau lagi doing your business tiba-tiba digrebek.

One-Bedroom Premier
Desain Kamar

Dari segi desain, sebetulnya nggak ada perbedaan signifikan antara setiap kelas unit di Ascott Sudirman Jakarta. Kalau ukuran unit, jelas beda. Unit One-Bedroom yang saya tempati berada di lantai 20, beda 8 lantai sama unit sebelumnya. Namun, jendelanya masih tetap menghadap ke timur dan dengan ketinggian seperti ini, view yang saya dapatkan sedikit lebih bagus (dan lebih tenang karena semakin jauh dari jalan).

Dengan luas 65 meter persegi, jelas One-Bedroom Premier memberikan lebih banyak ruang. Perubahan yang paling kentara adalah kitchenette-nya. Kalau di unit sebelumnya kitchenette menyatu dengan koridor menuju living area, kalau ini dia punya space sendiri yang sebetulnya bergabung dengan living area. Hanya saja, ada meja bar di kitchenette-nya yang menjadi pembatas. Dapurnya juga lebih besar jadi cukup leluasa lah kalau mau masak dengan beberapa orang. Waktu itu, saya masak-masak dengan empat orang dan nggak terasa begitu sesak sih. Senggol sedikit nggak apa-apa, asal nggak pake bacok.

Fasilitas dapur masih sama. Ada mesin cuci, bak cuci, oven, kompor induksi, dan semacamnya. Alat-alat masak dan makan ditempatkan di counter dan kabinet. Ah, perbedaan lainnya dengan unit sebelumnya adalah kulkasnya di sini lebih besar. Kita bisa simpan makanan beku di freezer-nya.

img_20181224_134903
Kitchenette dan mesin cuci
img_20181224_134927_hht
Living area di One-Bedroom Premier
img_20181224_134933
Kamar tidur, masih dengan mural di belakang headboard
img_20181224_134857
Area cuci di kitchenette, ada oven dan alat pembuat kopi
img_20181224_134949
Fasilitas hiburan di kamar tidur
img_20181224_134956_hht
Meja rias di kamar tidur, ada sentuhan midcentury-nya sedikit

Untuk living area, ukurannya memang cenderung lebih luas, tapi kalau rasionya disamakan, jatuhnya sih sama-sama “mepet”. Study area digabungkan dengan living area dan jadi lebih sempit. Di belakang meja kerja ada pintu ke balkon yang dikunci oleh pihak manajemen. Furnitur yang dipakai masih bergaya kontemporer, dengan dominasi warna-warna earthy yang hangat. Samsung Soundbar dan entertainment box juga dihadirkan di unit ini. Waktu malam Natal, saya seneng putar playlist Christmas Jazz di Spotify buat menemani masak-masak.

Kamar tidur berada terpisah dari ruang keluarga dan kitchenette jadi say goodbye to bau asap gorengan! Ukuran kamar tidurnya cukup luas, dengan TV layar datar, meja rias, dan armchair di dekat jendela. Ini jadi spot yang pas buat baca buku sambil ngopi, atau untuk sekadar ngegalau (aktivitas ini tidak disarankan). Mural kontemporer terpasang di belakang headboard. Dominasi warna-warna earthy juga ditemukan di kamar, bikin tidur terasa nyaman.

Kamar Mandi

Luasnya unit One-Bedroom Premier berimbas pada ukuran kamar mandi yang juga lebih besar. Di unit ini, ada his-and-hers bathroom sink. Jadi buat yang datang sama pasangan, nggak perlu takut rebutan wastafel dan bisa dandan bersama. Seperti unit sebelumnya, kamar mandi di unit ini tampak mewah dalam balutan warna beige.

img_20181224_135013
Shower area, sekarang terpisah dari bathtub
img_20181224_135006
His-and-hers bathroom sink
img_20181224_135002
Area bathtub
img_20181224_135027
Kloset kamar mandi

Perlengkapan kamar mandi sendiri ngga berbeda. Bath products seperti yang ada di Studio Premier masih bisa ditemukan di sini. Bathtub-nya dari segi ukuran pun sama. Nah, shower area di unit ini terpisah dari bathtub, dibatasi oleh dinding kaca. Saya sendiri ketika nginap di unit ini nggak sempat pakai bathtub-nya, tapi kehadiran rainshower cukup menjadi pelipur lara.

Kamar mandi bisa diakses melalui “foyer” kecil yang diapit oleh lemari pakaian. Sama seperti unit Studio Premier, lemari ini memuat safe box, ironing board, dan bathrobe. Pintu yang digunakan pun masih sama, double sliding door kayu kunci. Lagi-lagi privasi terpaksa “disunat” di unit ini. Meskipun demikian, kalau kita mau mengundang tamu, mereka nggak harus pakai kamar mandi en suite karena di unit ini, ada half bathroom di koridor menuju kitchenette dan living area.

Fasilitas Umum
Restoran

Untuk bersantap, Ascott Sudirman Jakarta punya restoran yang berada di lantai lobi. Nah, restoran ini punya akses ke taman. Waktu saya berkunjung, tamannya sebetulnya sudah rapi dan cantik. Hanya saja, masih keliatan ada pembangunan yang masih berlangsung. Di outdoor seating area, ada mesin pemanggang yang kayaknya dipakai untuk barbeque party atau semacamnya.

img_20181223_212906
Lobby, dengan pohon Natal
img_20181223_212936_hht
Lobby
img_20181223_212857_hht
Lobby
img_20181223_212926_hht
Restoran
img_20181223_212840
Lobby
img_20181223_212917_hht
Restoran dan tangga menuju The Library
img_20181223_212931_hht
Restoran

Lobinya sendiri menurut saya sih sedikit sempit. Mungkin karena penempatan set meja kursinya terlalu berdekatan satu sama lain. Di dekat restoran, ada tangga menuju The Library, salah satu public space di Ascott Sudirman Jakarta yang saya suka. Oh ya, di tangga juga ada mural besar yang pas buat dijadikan backdrop foto Instagram.

img_20181223_230754_hht

img_20181223_230805_hht

img_20181223_230819_hht

Naik satu lantai dari lobi lewat tangga, ada beberapa hall serbaguna untuk berbagai acara. Nah, di depannya ada area bernama The Library yang pada dasarnya sih semacam lounge dengan bar. Ketika saya keliling-keliling, saya nggak nemu rak-rak berisi buku (despite the name). Mungkin buku-bukunya belum disiapkan ya. Saya datang pas tengah malam jadi The Library ini kosong banget. Ada juga pintu menuju balkon, tapi sayangnya pintunya terkunci jadi saya nggak bisa main di balkon. The Library ini tampil mewah dan elegan dalam furnitur bergaya kontemporer, balutan palet warna gading, mahogany, dan putih, dan pencahayaan yang redup, tapi seksi.

Kolam Renang, Sauna, dan Steam Room

Nah, kalau menginap di sini, fasilitas yang satu ini jangan sampai dilewatkan. Berada di lantai 30, kolam renang di Ascott Sudirman Jakarta menghadirkan pemandangan kota ke arah barat. Kolam renangnya sendiri berbentuk memanjang, dengan dinding kaca sebagai pembatasnya.

img_20181224_102439

img_20181224_102350

View dari kolam renang bikin saya dan teman-teman betah nongkrong di sana. Ada juga beberapa kursi santai dan “sarang burung” gantung sebagai tempat duduk pengunjung. Sayangnya, area ini kekurangan tempat duduk. Mungkin karena keterbatasan ruang juga. Untuk bilas, pengunjung bisa pakai shower yang ada di salah satu sudut kolam renang atau langsung ke kamar mandi.

Habis berenang, pengunjung bisa coba relaksasi di sauna dan steam room yang ada di kamar mandi pria dan wanita. Untuk kapasitasnya sendiri memang nggak besar, mungkin sekitar enam atau tujuh orang. Waktu saya berkunjung, kebetulan lagi kosong saunanya jadi kita bisa coba tanpa ngerasa ditungguin.

 

img_20181224_122851
Wastafel
img_20181224_122855_hht
Area shower
img_20181224_122927_hht
Steamroom. Kelihatan masih belum beres
img_20181224_123040_hht
Sauna

Selain sauna, di kamar mandi ada dua shower box. Ada juga steam room di samping suana yang kelihatannya masih unfinished karena di bawah tempat duduk, masih ada keramik-keramik. Untuk ruangannya sendiri sih udah berfungsi karena kerasa banget uapnya. Hanya saja, ya itu tolong mungkin pihak manajemen ruangannya lebih dirapikan.

Gym

Nggak jauh dari kolam renang, ada gym dengan peralatan yang cukup lengkap. Di hari kedua kunjungan, gym ini penuh sama anak-anak kecil yang olahraga. Yap. Anak-anak kecil. Untungnya mereka berada di bawah pengawasan orang tuanya. Ada juga ruang yoga di ujung gym. Saya olahraga di sini di pagi hari terakhir. Kebetulan lagi sepi, saya bisa olahraga tanpa dikejar-kejar waktu.

This slideshow requires JavaScript.

Berseberangan dengan gym, ada satu ruangan bernama The Sanctuary. Sebetulnya, ruangan ini itu semacam ruang relaksasi sederhana dengan tiga massage chair yang menghadap ke arah dinding kaca. Sambil dipijat, kita bisa lihat pemandangan kota dan kolam renang. Fasilitas ini ternyata cukup populer karena yang ngantri pengen coba kursi pijatnya cukup banyak.

Gamesroom & Cubbies Kids’ Club

Di hari terakhir, saya berencana mengunjungi dua fasilitas umum di Ascott Sudirman Jakarta. Kedua fasilitas ini berada di lantai 29, hanya beda satu lantai dari lantai kolam renang. Menurut saya, gamesroom dan Cubbies Kids’ Club ini jadi fasilitas andalan properti.

This slideshow requires JavaScript.

Kalau datang bawa anak-anak, Cubbies Kids’ Club bisa jadi tempat yang pas buat ngasuh. Ruangannya cukup luas, dilengkapi dengan mainan anak, rumah-rumahan, kolam bola, set meja kursi untuk menggambar, dan televisi. Suasananya ceria, dengan mural-mural warna warni di setiap sisi dinding. Lantainya pakai karpet yang empuk. Saya ambil beberapa foto di sana karena properti dan ruangannya gemesin.

Untuk gamesroom, sayangnya fasilitas ini hanya bisa digunakan by request. Ini artinya kalau mau pakai, kita harus hubungi pihak hotel dulu. Di dalamnya, ada meja bilyar, televisi, dan sofa-sofa empuk. Oh ya, di sini juga kita bisa main PS4, tapi ya begitulah. Kita harus ngomong dulu ke pihak hotel.

Lokasi

Bicara soal lokasi, Jalan Prof. Dr. Satrio memang terkenal cukup padat pas jam berangkat atau pulang kerja. Untungnya, kondisi lalu lintas justru sepi waktu saya ke sana. Mungkin karena lagi musim liburan.

Berada di kompleks Ciputra World 2, Ascott Sudirman Jakarta tetanggaan dengan Tokopedia Tower. Properti ini juga berjarak sekitar 5 menit aja dari Lotte Shopping Avenue dan DBS Tower dengan berjalan kaki. Kalau dari Mega Kuningan, jalan kaki mungkin sekitar 15 menit (saya bahkan sempat joging pagi ke kawasan Mega Kuningan dari hotel).

Soal aksesibilitas, properti ini memudahkan kita buat ke mana-mana. Mau ke mal? Tinggal jalan kaki. Ada rapat di Tokopedia Tower? Tinggal jalan ke tower seberang. Hanya saja karena properti ini masih baru, kadang-kadang orang suka salah kira, seperti kasusnya teman saya. Jadi waktu itu, teman saya mau datang berkunjung untuk nginep. Saya udah bilang bahwa saya nginep di Ascott Sudirman. Karena sama-sama berakhiran “-an” dan berlokasi di Dr. Satrio, teman saya mengira saya nginep di Ascott Kuningan. Walhasil, dia kepaksa jalan kaki dari Ascott Kuningan ke Ascott Sudirman, malam-malam sekitar jam 11.

Kesimpulan

Sebagai properti yang masih seumur jagung, Ascott Sudirman Jakarta punya beberapa hal yang memang harus dibenahi, seperti pembangunan beberapa fasilitas yang belum diselesaikan. Untuk kualitas layanan sendiri, saya nggak ada objection tertentu. Kondisi unit juga bagus, dengan perlengkapan yang berfungsi dengan baik. Bahkan, ada buku manual lengkap yang memuat cara menggunakan berbagai peralatan di kamar, termasuk Samsung Soundbar dan mesin cuci.

Interior kamar bergaya kontemporer dengan balutan warna-warna earthy membangun suasana hangat dan nyaman. Christmas eve dinner saya dengan teman-teman terasa ceria. Kitchenette yang lengkap dan kehadiran fasilitas hiburan membuat pengalaman menginap jadi lebih menyenangkan. Ukuran unit memang segitu-gitunya, tapi seenggaknya masih terasa nyaman, bahkan untuk menjamu lima orang (termasuk saya).

Yang kurang disukai sih sebetulnya pintu kamar mandinya. Dengan double sliding door tanpa kunci, saya agak takut ada orang yang langsung masuk ke kamar mandi tanpa ketuk pintu, sementara di kamar mandi lagi ada orang yang pakai. Bath products-nya menarik. Memang secara personal saya kurang suka beberapa aromanya.

Dengan rate mulai dari kisaran 1,2 juta rupiah per malam (berdasarkan rate yang saya dapat waktu booking dari Agoda), saya mendapatkan pengalaman menginap yang cukup menyenangkan. In-room amenities dan fasilitas umum bintang lima tentunya menjadi faktor yang membuat pengalaman saya berkesan. Selain itu, lokasinya juga memudahkan saya untuk pergi ke mana-mana. Kalau ada rencana liburan di Jakarta bersama keluarga, saya rasa Ascott Sudirman Jakarta bisa jadi pilihan hotel bintang lima di Jakarta yang tepat dengan harga yang relatif terjangkau di kelasnya.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya prima. Ke mana-mana deket. Untuk kunjungan bisnis atau liburan, hotel ini menawarkan akses yang mudah, baik ke area perkantoran maupun mal.
  • Dibandingkan dengan teman-teman sejawatnya, Ascott Sudirman Jakarta ini si bungsu dengan rate yang bisa dibilang lebih terjangkau.
  • Usianya masih baru. Jadi, berbagai furnitur dan perlengkapan unit ya masih baru juga. Desain kontemporernya cocok buat orang-orang yang punya preferensi ke arah modern.
  • Fasilitas umumnya lengkap, dari mulai kolam renang, gym, sauna, steam room, sampai gamesroom.
  • Ada Cubbies Kids’ Club buat anak-anak. Cocok lah kalau menginap sama anak kecil.
  • Samsung Soundbar dan entertainment box (iFlix) jadi fasilitas hiburan en suite yang mengasyikkan. Pas banget buat movie night bareng teman-teman.

👎🏻 Cons

  • Ukuran living area untuk unit Studio Premier dan One-Bedroom Premier nanggung. Luas nggak, sempit juga nggak.
  • Akses ke tower apartemen dari gerbang Ciputra World 2 lumayan jauh. Datang pakai mobil pun, alur lalu lintasnya agak “membingungkan”.
  • Beberapa area hotel masih belum selesai dibangun. Persentasenya mungkin 80% beres lah. Fungsional, tapi ya secara estetika kurang enak dipandang aja.
  • Kamar mandi di unit Studio Premier dan One-Bedroom Premier pakai double sliding door tanpa kunci. Privasi bisa jadi agak terancam kalau ada orang yang tiba-tiba buka pintu dan nyelonong masuk ke kamar mandi, tanpa ngetuk dulu.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰💰

Review: Ibis Budget Asia Afrika

Halo semuanya! Ini merupakan post pertama dan juga ulasan hotel pertama di tahun 2019. Tahun 2018 udah lewat. Yang baik-baiknya silakan dikenang, yang buruknya dijadikan pelajaran saja. Sama halnya dengan kehidupan pribadi, saya sendiri punya harapan-harapan baru untuk blog ini. Selain traffic yang lebih ramai dan pembaca yang lebih banyak, harapan saya juga akan ada lebih banyak hotel yang di-review dan bisa kerjasama atau kolaborasi dengan pihak hotel. Sounds like a big dream ya? Tapi saya yakin meskipun dengan langkah-langkah kecil, usaha dan kerja keras pasti akan membuahkan hasil.

Di blog ini, tahun 2018 saya akhiri dengan review Ibis Budget Menteng. Nah, kali ini pun saya masih akan bahas tentang Ibis Budget. Kalau sebelumnya saya bahas Ibis Budget di Jakarta, sekarang saya pulang ke kampung halaman di Bandung. Saya pernah nginep di hotel ini dua kali dan bisa dibilang, pengalaman menginapnya nggak jauh berbeda.

exterior-view
Bangunan hotel Ibis Budget Asia Afrika. Foto milik ICE Portal.

Berlokasi di jalan Asia Afrika, Ibis Budget Asia Afrika merupakan hotel budget yang jadi salah satu opsi hotel murah di Bandung untuk para wisatawan . Akomodasi bintang dua ini beralamat lengkap di Jl. Asia Afrika nomor 128, Bandung. Berada di lokasi prima, hotel ini cuman sekitar 10 menit dari Tugu 0 KM Bandung dan Museum Konferensi Asia Afrika atau 15 menit ke kawasan Alun-Alun Bandung atau Jalan Braga, dan jarak itu bisa ditempuh dengan jalan kaki. Cocok lah buat yang suka jalan-jalan (literally jalan ya).

Hotel ini punya 164 kamar dengan satu tipe yang sama, yaitu Standard. Namun, yang membedakan adalah jenis tempat tidurnya dan kapasitas tamu. Di hotel ini, pilihan-pilihan tempat tidur yang tersedia adalah 2 single beds, 1 double bed, dan 1 double bed with bunkbed. Nah, opsi terakhir ini cocok buat trio backpackers. Saya sendiri belum pernah dapat kamar tipe itu, tapi kayaknya asyik ya tidur di ranjang susun gitu.

Dari segi fasilitas dan desain sih, Ibis Budget Asia Afrika nggak jauh beda dengan hotel-hotel Ibis Budget lainnya menurut saya. Tipikal Ibis Budget aja lah. Kalau dibandingkan dengan Ibis Budget Menteng yang sebelumnya saya bahas, hotel ini menerapkan palet warna berbeda untuk interior yang lebih saya sukai secara pribadi. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain, interior kamarnya modern minimalis dan tampil cantik dalam palet warna putih dan lemon green. Warna putihnya sendiri memberikan kesan modern, sementara warna lemon green membangun nuansa ceria dan youthful. Mirip tembok kelas di TK sih jatohnya (in a positive way ya).

Dengan luas 13 meter persegi, kamar terasa banget sempitnya. Memang nggak sampai claustrophobic sih (thanks to the colour palette), tapi kalau kebetulan kita bawa banyak barang ke kamar, bakalan kerasa hareurin kalau dalam bahasa Sunda alias serba sempit.

IMG_20181019_142449
Interior kamar. Twin beds dan televisi
IMG_20181019_142454
Area wastafel di depan shower box

Kamar saya dilengkapi dengan fasilitas wajib seperti TV dan AC. Meja kerja ada di belakang wastafel yang desainnya semi-futuristic. Kalau perlu nyalakan lampu cermin wastafel, kita bisa sentuh (in my case, tekan agak keras) tombol hijau di cermin. Keren sih ala ala pencet panel kapal luar angkasa lah ya.

Penempatan meja belajar di belakang wastafel dan beam sebetulnya kurang bagus karena air dari wastafel gampang banget ciprat dan membasahi meja (sudah mengalami soalnya). Dua botol air mineral tersedia di kamar. Ini sih wajib ya. Kalau memang airnya habis, bisa isi ulang pakai galon yang ada di koridor luar.

Nggak ada closet di kamar karena memang space-nya pun kecil. Sebagai pengganti, ada gantungan baju di dekat tempat tidur. Oh ya, seperti hotel-hotel Ibis Budget kebanyakan, Ibis Budget Asia Afrika nggak menyediakan alat mandi (kecuali sabun dan sampo) dan slippers. Jadi seperti biasa saran saya adalah bawa sendiri dental kit, facial wash, dan pisau cukur.

IMG_20181019_142601
View dari kamar.

Pencahayaan ruangan cukup baik. Lampu end table digantikan oleh lampu dinding kecil yang dipasang di atas tempat tidur. View dari kamar juga bagus karena menghadap ke arah kawasan Alun-Alun Bandung (meskipun kehalangin gedung bank BCA). Sebagai saran, coba minta kamar yang view-nya ke arah barat karena skyline-nya menurut saya sih lebih cantik.

Kamar Mandi

Nah, untuk kamar mandi saya harus jujur bahwa saya nggak suka dengan penempatan dan konsepnya. Kurangnya space kamar juga berimbas pada kamar mandi. Kamar saya nggak punya space kamar mandi khusus. Shower box ditempatkan di dekat wastafel, tepat di samping tempat tidur. Area shower ini hanya dipisahkan oleh dinding kaca yang tingginya nggak full-height. Selain itu, nggak semua bagian dinding kacanya buram.

Penggunaan dinding kaca sendiri sebetulnya memberikan kesan kamar yang lebih luas. Hanya saja, the idea of lagi mandi diliatin sama temen sekamar is not good. Buat yang sekamar dengan lawan jenis, mungkin bakalan awkward sih ini. Well, sama teman yang satu gender pun pasti awkward sih. Mungkin kamar mandi untuk kamar tipe 1 double bed with bunkbed akan berbeda, mengingat nggak mungkin dong shower box dibiarkan berada satu area dengan space utama kamar, sementara ada ranjang susun di atasnya.

IMG_20181019_142515
Shower box, dengan shower tangan dan dispenser sabun/sampo.
IMG_20181019_142539
Kloset, di ruangan kecil terpisah

Di dalam shower box ada dispenser sabun dan sampo, serta shower tangan. Shower tangannya sendiri punya desain yang sebetulnya bagus karena ketika keran dibuka dan air mengalir, lampu warna-warni di kepala shower akan menyala. Saya pernah ngerasain ini waktu nginap pertama kali di Ibis Budget Asia Afrika. Sayangnya di kunjungan terakhir, lampunya sudah mati. Mungkin lampunya habis baterai apa gimana.

Untungnya, kloset tetap ada di ruangan tertutup yang terpisah. Buat saya, si “bilik merenung” ini ukurannya terlalu sempit. Bisa dibilang claustrophobic, meskipun dari segi pencahayaan sih cerah. Ruangan kloset ini dilengkapi tempat sampah, bidet, dan tisu. Sejujurnya, saya ngerasa kurang nyaman ketika buang air di sini. Mungkin karena terlalu sempit.

Fasilitas Umum

Meskipun masuk ke kategori hotel budget, Ibis Budget Asia Afrika punya fasilitas yang cukup mumpuni buat akomodasi di kelasnya. Di lantai lobi, ada restoran yang menyajikan makanan untuk sarapan. Ukurannya cukup luas, dengan furnitur warna-warni bergaya minimalis yang membangun suasana ceria. Di samping restoran, ada area duduk dengan pohon-pohon artifisial.

IMG_20181019_142226_HHT
Restoran hotel
IMG_20181019_142218
Restoran hotel
IMG_20181019_142213
Restoran hotel

Dalam kunjungan kedua, saya mengalami kejadian yang agak kurang menyenangkan dan merepotkan. Waktu itu, saya pesan makanan sore-sore pakai layanan antar. Karena ada restoran di lantai lobi, saya memutuskan untuk makan di restoran itu dan pakai piring dan sendok dari sana. Meskipun restoran lagi kosong dan nggak ada tamu, saya dilarang buat makan di restoran itu karena katanya restoran itu khusus buat yang mau beli menu makanan dari hotel. Tapi, saya diizinkan pinjam piring dan alat makan buat dibawa ke kamar. Buat saya sih policy macam gini merepotkan, terlepas dari apa pun alasan yang mereka punya. Rupanya hotel ini mengadopsi juga aturan “dilarang membawa makanan dari luar”.

Berada di CBD-nya Bandung, hotel ini menunjang kebutuhan produktivitas pengunjung dengan menghadirkan empat meeting room dengan ukuran terluasnya 188 meter persegi yang bisa menampung maksimal 100 orang. Seingat saya, ruang rapat ini ada di lantai-lantai teratas gedung (saya lupa lantai berapanya, tapi saya pernah iseng main ke lantai-lantai atas).

Lokasi

Buat para wisatawan, hotel ini bisa jadi opsi yang tepat karena jaraknya dekat dari kawasan Alun-Alun Bandung. Di kawasan itu sendiri ada open space luas dengan rumput sintetis, Masjid Raya Bandung, dan shopping street Dalem Kaum dan Kepatihan. Hotel ini juga hanya berjarak sekitar 5 menit kalau berkendara ke Museum Konferensi Asia Afrika dan Jalan Braga.

Lokasi hotel ini berada di Jalan Asia Afrika pre-Preanger. Ini artinya ada banyak gedung perkantoran di sekitar hotel dan suasananya pun relatif lebih tenang. Akses ke minimarket terdekat sekitar 10 menit dengan jalan kaki. Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa dicapai dengan berkendara selama sekitar 10 menit. Kalau dari Bandara Husein Sastranegara, kira-kira 20 menitan. Ya, tergantung kondisi lalu lintas sih pada akhirnya.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 300 ribu rupiah per malam (berdasarkan Tripadvisor), Ibis Budget Asia Afrika bisa jadi opsi hotel murah di Bandung, terutama buat para backpacker. Lokasinya prima, memungkinkan kita buat pergi ke pusat kota Bandung dengan mudah. Di sisi lain, suasana di sekitar hotel pun relatif lebih tenang karena masih berada di kawasan CBD (Asia Afrika pre-Preanger).

Untuk tamu yang nggak rewel, ukuran kamar mungkin nggak jadi masalah, terutama kalau menginap sendirian. Hanya saja, dengan luas 13 meter persegi dan penempatan shower box yang terlalu “vulgar”, mungkin akan sedikit kurang nyaman sih. Desain interior kamar untungnya “menyegarkan”, dengan balutan warna putih dan lemon green yang ceria dan menggemaskan.

Fasilitas penunjang hotel juga cukup bagus untuk level budget hotel. Ada restoran hotel di lantai lobi dan empat meeting room untuk menunjang kebutuhan bisnis. Hanya saja, saya nggak suka dengan policy yang melarang saya untuk menghabiskan makanan pesanan lain di restoran hotel, hanya karena saya nggak beli makanan dari hotel. Mereka kasih pinjam alat makan memang, tapi dengan kondisi kamar yang sempit dan meja kerja yang kurang representatif, in-room dining bakalan ribet.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Dekat ke pusat kota, terutama kawasan Alun-Alun Bandung dan Jalan Braga.
  • Meskipun di pusat kota, suasana di sekitar hotel relatif lebih tenang.
  • Rate-nya terjangkau. Cocok buat backpacker yang pengen nginep murah di private room (bahkan bisa menampung tiga orang kalau pilih tipe kamar 1 double bed with bunkbed).
  • Ada meeting room, cocok buat pebisnis yang ingin cari opsi hotel murah di Bandung.

👎🏻 Cons

  • Penempatan dan desain shower box kurang pas, bikin mandi rasanya kurang nyaman.
  • Beberapa fasilitas perlu diperbaiki (mis. lampu di kepala shower).
  • Ukuran kamar sempit, dan penempatan furnitur pun bikin kamar terasa makin kecil.
  • “Bilik merenung” terlalu tertutup dan terasa claustrophobic, bahkan ketika lampu dinyalakan.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😶⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

Review: Ibis Budget Menteng

Waktu libur Natal di Jakarta kemarin, saya sempat menginap satu malam di kawasan Menteng. Akhirnya setelah cukup lama menunggu liburan, yang dinanti datang juga. Hotel yang saya tempat untuk hari pertama di Jakarta ini ternyata memberikan akses mudah ke berbagai tempat makan dan kafe. Pembukaan ini nggak akan terlalu panjang dan aneh-aneh karena saya ingin langsung ke ulasan hotel.

exterior-view
Fasad Ibis Budget Menteng. Foto milik pihak hotel. 

Ibis Budget Menteng merupakan akomodasi bintang dua yang berlokasi di jalan HOS Cokroaminoto no. 79, Jakarta. Hotel ini berada tepat di samping Taman Menteng dan berseberangan dengan Menteng Central. Dari segi lokasi, hotel ini menawarkan akses mudah ke berbagai tempat makan, dari mulai warung pinggir jalan sampai bistro. Intinya sih kalau lapar, ada banyak pilihan tempat makan.

Hotel ini punya 135 kamar yang disebar di tiga lantai. Untuk tipenya sendiri hanya ada satu tipe, tapi yang membedakan hanya jenis kasurnya (double atau twin). Secara keseluruhan, Ibis Budget Menteng menawarkan fasilitas dan kamar standar, tipikal Ibis Budget lah (nggak jauh beda sama Ibis Budget Bandung). Hanya saja, lokasinya ini yang menurut saya bagus karena ke mana-mana deket. Ditambah lagi, kawasan ini relatif lebih tenang dengan lalu lintas yang nggak begitu padat.

Waktu menginap, kamar saya berada di lantai satu. Posisi kamar saya berada tepat di atas Starbucks, dengan jendela menghadap ke jalan HOS Cokroaminoto. Ekspektasi saya untuk hotel ini nggak neko-neko sebetulnya, meskipun ada beberapa hal yang disayangkan sih saat kunjungan. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Dari segi interior, Ibis Budget Menteng ini nggak banyak beda dengan hotel-hotel Ibis Budget lainnya. Satu tipe lah intinya karena memang satu line juga. Kamar saya berada di lantai satu jadi saya nggak perlu repot-repot naik turun lift atau eskalator. Hanya saja, buat mencapai kamar saya harus melewati koridor-koridor rumit yang rasanya kayak labirin. Ditambah lagi, suasana koridornya agak remang dan sepi. Agak-agak ngeri sih.

IMG_20181221_155620
Tempat tidur. Ukurannya standar lah ya.
IMG_20181221_155627
Meja kerja di bawah TV. Kalau mau nonton TV, kepalanya mesti nengadah. Pegel.
IMG_20181221_155647_HHT
Tak ada closet, gantungan pun jadi. 

Ukuran unit kamar terbilang cukup lapang untuk kamar Standard. Area kamar utama tampil youthful dengan dinding navy blue di belakang tempat tidur. Sebetulnya, pemilihan warna yang gelap ini memberikan kesan dingin pada kamar, terutama dengan pencahayaan yang ngga begitu terang. Namun, penggunaan lantai kayu menurut saya memberikan elemen hangat buat kamar, walaupun tetep sih suasana kamar masih kerasa dingin. Furniturnya sendiri standar Ibis Budget banget: minimalis, tapi fungsional. Full-height windows menghadap ke arah jalan raya. Kalau malem, lumayan sih bisa liat pemandangan jalan yang rame. Yang unik adalah ada railing di belakang kaca jendela. Mungkin railing ini dipasang supaya tamu nggak sampai kepeleset dan jatuh kena kaca, lalu jatuh ke bawah. Nggak tahu juga sih. Apa mungkin sebelumnya pernah ada insiden? Hopefully nggak ya.

IMG_20181221_155809
Area wastafel. No dental kit, no slippers. Kalau mau, harus beli.

Di dekat pintu keluar, ada wastafel dengan cermin. Di atas wastafel, tersedia dua botol air mineral. Udah, itu aja. Biasanya kan di atas wastafel ada dental kit atau shaving kit, tapi di Ibis Budget Menteng, kalau mau pakai dental kit, pengunjung harus beli sendiri. Untungnya saya sih bawa sendiri sikat gigi dan semacamnya, tapi buat pengunjung yang nggak bawa, this could be an inconvenience. Apa-apa harus beli jatohnya. Slippers juga loh.

Kamar Mandi

 

Penempatan wastafel di luar kamar mandi memberikan ruang yang lebih besar. Kamar mandi unit sendiri dilengkapi dengan kloset dan shower area yang dipisah oleh shower curtain.

IMG_20181221_155829_HHT
Kloset di kamar mandi
IMG_20181221_155840_HHT
Shower area. Lantainya licin dan kurang nyaman diinjek. 

Berbeda dari area utama di kamar, kamar mandi unit justru lebih cerah dengan tiled wall putih yang memberikan sentuhan industrial. Produk sabun plus sampo sudah tersedia di shower area. Secara pribadi, saya lebih suka pake produk sabun dan sampo terpisah. Sabun ya sabun, sampo ya sampo. Gitu.

Shower area dipisahkan oleh tirai. Keluaran air dari shower lumayan kencang, enak buat pijat bagian pundak. Hanya saja, saya sih kurang suka dengan penggunaan lantainya yang lebih cocok dipasang di dinding. Permukaan lantainya lebih licin jatohnya.

Fasilitas Umum

Ibis Budget Menteng punya satu restoran yang menyajikan makanan untuk sarapan. Posisi restoran ini ada di lantai lobi. Saya nggak sempat foto restorannya tapi menurut saya sih, tempatnya kurang nyaman karena jarak antara setiap meja terlalu dekat rasanya.

Di dekat lobi, ada lemari display yang menampilkan barang-barang yang dijual untuk pengunjung, seperti dental kit atau slippers. Ada juga boneka kanguru gemas. Tadinya mau beli sih tapi karena banyak pengunjung yang lagi mau check-in, jadi malu takutnya diliatin. Takut disangka nggak sadar umur.

tenor1

Oh ya, posisi kamar saya berada tepat di atas Starbucks. Kalau buka gorden, bisa keliatan tuh tulisan Starbucks. Di ground level ada beberapa restoran dan kafe. Dua kafe terdepan adalah Starbucks dan Liberica. Nah, Liberica ini ternyata punya live music performance kalau malam-malam. Dengan posisi kamar paling depan dan berada di atas ground level, bising dari luar kedengaran sampai kamar. Kalau kondisi lagi fit, saya nggak masalah sebetulnya. Hanya saja, waktu itu saya lagi agak sakit dan nggak bisa tidur akibat suara dari luar.

This slideshow requires JavaScript.

Lokasi

Aspek lokasi jadi salah satu keunggulan hotel ini. Berada di kawasan Menteng, Ibis Budget Menteng ini deket ke mana-mana. Di samping hotel ada Taman Menteng. Cocok lah buat ngadem atau jogging pagi-pagi. Di seberang hotel ada Menteng Central, shopping arcade yang juga punya beberapa restoran. Kalau mau jalan sedikit, ada Wendy’s. Nah, salah satu restoran yang saya kunjungi adalah Paloma Bistro yang berlokasi di lantai lobi Hotel Des Indes yang katanya bakalan dibuka Desember ini.

Kesimpulan

Melihat dari aspek lokasi, Ibis Budget Menteng cocok buat pengunjung yang butuh akses cepat ke mana-mana, terutama ke kawasan Bundaran HI. Di sekitar hotel ada banyak restoran dan kafe yang bisa dikunjungi, dari mulai warung pinggir jalan sampai bistro kece. Daerah sini juga relatif lebih tenang sih, dengan lalu lintas yang nggak begitu padat.

Untuk in-room amenities, hotel ini “ngirit”. Meskipun WiFi dan TV tersedia, dental kit dan semacamnya nggak dikasih secara gratis. Kalau mau pakai, ya harus beli. Saran saya sih mendingan bawa sendiri perlengkapan pribadi. Interior kamar ya standar lah. Minimalis nan fungsional. Suasana kamar cenderung dingin karena dindingnya berwarna navy blue, tapi balik lagi ke preferensi pribadi sih. Untuk kamar tidur, saya lebih suka suasana yang hangat.

Hadirnya dua kafe di ground level jadi kelebihan lain hotel ini. Mau ngopi? Tinggal turun ke ground floor. Hanya saja, perlu dipertimbangkan suara bising dari jalanan, terutama kalau kebagian kamar-kamar yang berada di bagian depan hotel.

Dengan rate mulai dari 350 ribu rupiah (berdasarkan Tripadvisor), Ibis Budget Menteng bisa jadi pilihan hotel murah di Jakarta dengan lokasi prima. Terlepas dari downside yang saya jelasin sebelumnya, hotel ini tetap memberikan kenyamanan beristirahat (in the end, saya tetep bisa tidur sih). Hanya saja, kalau finical dengan in-room amenities dan urusan kenyamanan yang lebih detail, mungkin ada pilihan hotel lain yang lebih baik.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasi hotel prima. Ke mana-mana deket. Ada banyak restoran dan kafe di sekitar hotel. Di samping hotel juga ada Taman Menteng.
  • Rate-nya terjangkau untuk ukuran hotel di lokasi strategis.
  • Ukuran kamarnya cukup luas untuk tipe Standard. Mungkin karena furniturnya juga nggak banyak.

👎🏻 Cons

  • Kamar-kamar yang ada di depan punya view bagus, tapi berisik kalau lagi ada live music performance.
  • Bathroom amenities harus pada beli. Kurang praktis kalau lupa bawa perlengkapan pribadi.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌⚪️⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

 

Review: Kollektiv Hotel

Sering kerja dari Starbucks PVJ, jalan Sutami merupakan rute yang biasa saya lewati. Sekitar kuartal terakhir 2017, ada satu restoran baru di jalan Sutami yang namanya Hara. Saya sama teman-teman pernah Christmas dinner di sana, dan ternyata bangunan besar itu nggak hanya mencakup restoran, tetapi juga hotel bernama Kollektiv.

Karena Hara ini sering ramai banget pengunjung, saya jarang banget ke sana (parkir pun susah sebelum akhirnya ada tanah kosong nggak jauh dari kawasan bangunan hotel yang dijadikan sebagai tempat parkir). Walaupun penuh, jujur saya suka dengan desain interior si restoran. Setelah melihat foto-foto kamarnya dari Agoda dan Traveloka, saya jadi penasaran juga seperti apa, meskipun pada awalnya saya agak gimana karena tampaknya ukuran kamarnya terlalu kecil. Akhirnya setelah cukup penasaran berbulan-bulan, saya datang ke Kollektiv untuk nginap satu malam.

IMG_20181221_092333
Fasad Kollektiv. Foto milik pribadi

Kollektiv Hotel merupakan akomodasi bintang dua yang berlokasi di jalan Prof. Dr. Ir. Sutami nomo 62, Bandung.  Kalau dari arah Universitas Kristen Maranatha, kita tinggal pergi ke arah Setrasari menuju Karangsetra. Dari segi fasad, bisa kita lihat kalau hotel ini memanfaatkan kontainer-kontainer truk dan kapal besar dan mengubah fungsinya jadi ruang tinggal. Kontainer-kontainer ini dipadukan dengan jendela dan railing berdesain modern minimalis yang menghasilkan perpaduan yang mantul alias mantap betul bro.

Hotel ini berada di sebuah bangunan besar yang menyatu dengan restoran bernama Hara. Kamar-kamar hotel menempati lantai dua sampai empat bangunan, sementara restoran ada di lantai satu. Ada 39 kamar di hotel ini yang dibagi ke dalam dua tipe: Superior dan Deluxe. Kalau ingin lihat foto-foto kamar yang lain, bisa berkunjung ke Instagram page atau official website mereka.

Ketika menginap di Kollektiv, saya dapat kamar Superior yang berada di lantai empat. Kalau melihat dari segi kepercayaan, sebetulnya angka empat itu kan angka ketidakberuntungan, tapi ya sudah lah dinikmati aja karena memang saya juga ada personal request kamar di lantai yang tinggi. Meskipun pada awalnya saya sempat curiga bahwa ruangannya akan sempit ketika lihat foto-foto kamar, tetapi pas ke TKP pendapat saya berubah. In fact, I think I am in love with the hotel! Ulasan lengkapnya ada di segmen berikutnya ya.

Desain Kamar

Berdasarkan informasi di situs web resminya, Kollektiv Hotel memadukan unsur kayu dan besi untuk menciptakan desain industrial murni. Interior bergaya industrial ini kerasa kental di public spaces seperti koridor kamar dan restoran. Namun untuk kamar sendiri (terutama kamar yang saya tempati), desain Scandiavian dengan sedikit sentuhan mid-century justru lebih kentara kalau menurut saya secara pribadi.

IMG_20181220_170152
Twin-bed yang tampil sederhana tapi manis dalam dominasi warna putih
IMG_20181220_170108
Cermin dan counter di depan kamar mandi yang memanjang
IMG_20181220_170207_HHT
Area kerja, lengkap dengan reed diffuser beraroma lemongrass

Kamar Superior yang saya tempati berukuran mungkin sekitar 13-15 meter persegi dan memanjang. Kasur ditempatkan di atas semacam platform kayu yang tampak “melayang” karena fondasinya dibangun lebih menjorok ke dalam. Di belakang tempat tidur ada jendela dengan roller blind pinstripes yang unik. Posisi jendela kamar yang menghadap ke barat dan roller blind unik itu memberikan efek pencahayaan alami yang kuat ke kamar, terutama di sore hari. Nggak ada end table di tengah atau samping kasur dan menurut saya ini ide yang tepat mengingat space kamar cukup terbatas. Sebagai ganti lampu meja, ada dua downlight untuk menerangi area tempat tidur.

Dengan space terbatas, wastafel ditempatkan di luar kamar mandi. Counter table-nya sendiri adalah papan kayu memanjang berdesain minimalis. Di atasnya ada cermin yang juga memanjang mengikuti counter table dan dinding kaca kamar mandi yang berhadapan dengan wastafel. Kamar Superior nggak dilengkapi dengan lemari baju. Sebagai gantinya, ada tiang gantungan dengan beberapa hanger untuk menggantung jaket, baju, atau celana yang nggak dipakai.

Untuk study area, papan kayu tebal yang dipasang ke tembok berfungsi sebagai meja. Ada kursi berbahan rotan di depan meja kerja. Di atas meja kerja sendiri ada telepon, lampu meja minimalis, vas tembikar yang memuat remote controller TV dan AC, dan reed aromatherapy diffuser dengan keharuman lemongrass yang segar, tapi nggak sampai bikin enek.  Televisi sendiri digantung, membelakangi dinding kamar mandi.

IMG_20181220_170137
Study area dan televisi
IMG_20181220_170057
Kamar Superior

Kelengkapan kamar lainnya ada tea/coffee maker, sandal hotel, dan hair dryer. Bicara tentang space, yang sebetulnya agak saya sayangkan adalah tinggi dinding. Karena dinding kamar nggak begitu tinggi, rasanya dekat banget kepala dengan mulut AC. Walhasil, lumayan lah dingin kerasa. This is not good for someone who is perpetually cold.

Secara keseluruhan, perawatan furnitur dan in-room amenities bisa dibilang baik. Kursi masih empuk. Kasur masih bersih. Pokonya sih semuanya dalam keadaan decent.

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, areanya memang nggak besar, tapi nggak sampai bikin klaustrofobik. Kamar mandi hanya dipisahkan oleh dinding kaca, tapi setengah bagiannya sand-blasted jadi privasi masih terjaga. You can still do your business safely and privately lah somehow.

IMG_20181220_170220
Kloset kamar mandi
IMG_20181220_170233_HHT
Area shower
IMG_20181220_170244_HHT
Sabun dan sampo

“Bilik merenung”-nya dilengkapi dengan bidet dan tisu. Untuk shower area, yang saya sayangkan adalah nggak ada rainshower (tapi bisa dimaklumi mengingat space-nya pun nggak luas). Sebagai gantinya, keluaran air dari shower tangan bisa diubah ke pengaturan sprinkle yang halus, tapi tetap dengan semburan yang kencang.

Yang saya suka dari sabun dan sampo Kollektiv Hotel adalah aromanya. Setelah dimanjakan aroma lemongrass yang menyegarkan, sabun dan sampo di kamar ini ada aroma bergammot-nya kalau menurut saya. Mungkin lebih tepatnya mirip-mirip aroma earl grey tea sih. Wanginya lembut dan nggak intens memang jadi ya jangan berharap wanginya akan awet sampai kita ke luar kamar mandi. Handuk wajah, sikat gigi, dan pasta gigi ada di luar kamar mandi, di samping wastafel.

Fasilitas Umum

Seperti yang saya bilang sebelumnya, desain Scandinavian terasa lebih kental di kamar. Namun ketika melangkah ke luar kamar, kita baru bisa merasakan sentuhan industrial yang kentara. Koridor kamar dihias oleh railing dan tanaman rambat. Void besar di tengah-tengah bangunan menawarkan view ke sitting area atau lobi di lantai dasar yang juga berfungsi sebagai area makan restoran Hara.

Banyaknya tanaman rambat dan pohon tinggi yang ditanam di lantai satu membuat area hotel terasa sejuk dan rimbun. Elemen alam ini cocok dipadukan dengan dinding-dinding kontainer yang dicat dengan warna cokelat krem.

Hara

Salah satu fasilitas utama Kollektiv Hotel adalah restorannya. Dibuka untuk umum, Hara menghadirkan beragam sajian dan suasana yang nyaman dalam balutan interior bergaya rustic industrial. Restoran ini cukup luas dan mencakup juga outdoor sitting area dan rumah kaca.

Salah satu spot yang saya suka adalah sitting area dengan langit-langit setinggi empat lantai. Di area ini ada set sofa, kursi, dan meja bergaya mid-century. Karena menyambut libur Natal, ada juga pohon Natal di area ini yang tampil cantik dengan dekorasi-dekorasi Natal yang dominannya berwarna putih dan emas. Di depan sitting area ini adalah ruangan terpisah yang bisa digunakan sebagai bagian dari restoran atau semacam tempat rapat. Di ujung restoran juga ada area makan lain yang menawarkan view jalan Sutami.

IMG_20181221_092238
Greenhouse
IMG_20181221_092328
Fasad hotel

Ketika indoor seating area penuh, tamu bisa makan di outdoor seating area atau di dalam rumah kaca. Rumah kaca ini bisa digunakan untuk acara-acara semiformal kayak pesta ulang tahun atau semacamnya. Kalau cuaca lagi bagus, outdoor seating area ini pas dipilih untuk makan malam karena cantik dengan lampu-lampu dekoratif.

Dengan desain yang menawan seperti ini, nggak heran kalau Hara banyak pengunjungnya. Sayangnya, tempat parkir di depan bangunan utama sendiri nggak luas jadi ketika lagi ramai, mungkin akan susah buat dapat tempat parkir. Untungnya, ada tempat parkir tambahan di dekat kawasan Kollektiv Hotel.

Lokasi

Berdiri di jalan Prof. Dr. Ir. Sutami, hotel ini punya lokasi yang cukup dekat dari mal Paris van Java (kira-kira 10 menit lah kalau pakai mobil, tergantung kondisi lalu lintas). Kalau dari Maranatha, pakai mobil ya sekitar 5-10 menit.

Di dekat hotel sendiri ada banyak kafe dan tempat makan lain yang bisa dikunjungi, seperti Level atau Hankook Kwan. Di Setrasari Mall sendiri ada lebih banyak pilihan tempat makan dan kafe. Sayangnya, area jalan Sutami ini sering kali macet di wkatu-waktu  tertentu, terutama jam pulang kerja atau weekend. Meskipun demikian, kawasan ini cukup tenang jadi buat beristirahat sih nyaman lah.

Untuk kebisingan sendiri, ketika saya menginap suara-suara musik justru berasal dari Hara. Kebetulan saat itu lagi ada acara (sepertinya Christmas dinner) dan suaranya terdengar sampai kamar, walaupun memang diadakannya bukan pas jam tidur jadi ya nggak begitu mengganggu lah. Kamarnya pun cukup kedap suara kok.

Kesimpulan

Mengedepankan desain industrial dan memanfaatkan kontainer-kontainer sebagai ruang tinggal, Kollektiv Hotel menawarkan pengalaman menginap yang berkesan dan mengasyikkan. Proses check-in mudah dan cepat. Kondisi kamar juga baik dengan desain yang simpel, tapi menawan. Selain itu, hotel ini juga punya banyak spot Instagrammable yang layak buat jadi background foto.

Interior kamar lebih cenderung bergaya Scandinavian atau mid-century, dan menurut saya ini lebih nyaman. Meskipun ukurannya nggak begitu luas, kamar saya punya in-room amenities yang cukup lengkap, dari mulai tea/coffee maker sampai hair dryer. Untuk hotel bintang dua, hair dryer sepertinya jarang ada di kamar tipe Superior (sejauh ini sih saya jarang nemu hair dryer, bahkan di kamar tipe Superior hotel bintang tiga). Selain itu, aroma lemongrass yang menenangkan, serta sabun dan sampo beraroma earl grey tea bikin saya nyaman di kamar.

Meskipun nggak berada tepat di pusat keramaian, kawasan jalan Sutami sering kali macet di jam pulang kerja atau weekend. Untungnya, suasana hotel yang teduh dan rimbun jadi semacam oasis di tengah ingar bingar kota Bandung. Dengan rate mulai dari sekitar 450 ribu rupiah per malam (berdasarkan info dari Tripadvisor), Kollektiv Hotel bisa jadi pilihan Instagrammable yang menawarkan pengalaman menginap yang menenangkan, tanpa harus jauh-jauh pergi dari pusat kota. Buat kabur sejenak atau nginep sambil bawa kerjaan sih cocok deh.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Konsep containers turn hotel menjadi kelebihan Kollektiv. Public space didesain dalam gaya industrial, sementara kamar-kamarnya lebih mencerminkan gaya Scandinavian dengan sedikit sentuhan mid-century.
  • Banyak tanaman di dalam hotel yang bikin suasana jadi sejuk dan teduh.
  • Lokasinya berada di antara kawasan Sukajadi dan Surya Sumantri. Mau ke Paris van Java lumayan dekat. Mau makan di daerah Maranatha juga lumayan dekat.
  • Sampo dan sabun di kamar mandi punya aroma earl grey yang menenangkan. Di kamar juga ada reed aromatherapy diffuser dengan minyak lemongrass yang bisa ngilangin stres.
  • Banyak tempat Instagrammable di hotel, termasuk greenhouse di luar restoran.
  • Untuk ukuran makanan hotel, harga menu untuk in-room dining masih masuk akal dan agreeable.
  • Ada hair dryer di kamar.

👎🏻 Cons

  • Meskipun nggak sampai claustrophobic, kamar tipe Superior nggak begitu luas.
  • Kawasan jalan Sutami bisa macet parah pada jam pulang kerja atau weekend.
  • Area parkir hotel nggak besar, tapi ada tempat parkir tambahan nggak jauh dari hotel (agak inconvenient kalau harus bolak-balik dari hotel ke area parkir ini).
  • Suara atau musik dari restoran (ketika ada acara) bisa kedengaran sampai kamar, bahkan di kamar saya yang posisinya di ujung lantai empat.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩⚪️⚪️
Harga: 💰💰💰

When we review hotels, please expect some humour. Unless stated, all hotel-related photos were taken by us. Please check the emoji map for scoring information.

Design a site like this with WordPress.com
Get started