Review: Park View Hotel Bandung

Review kali ini sedikit spesial karena teman sekelas saya pernah kerja di hotel ini. Kalau saya pulang dari PVJ, pasti lewat depan hotel ini karena lokasinya nggak jauh dari mal itu (kira-kira lima menit lah kalau jalan kaki). Saya menginap di hotel ini bulan lalu sebetulnya, tapi baru sempat tulis review-nya sekarang karena sibuk.

Pemilihan hotel ini sebetulnya didasari oleh keinginan saya untuk buat dan review hotel-hotel yang nantinya bisa dimasukkan ke daftar luxury affordable buat Bandung. Semoga saja sih saya bisa segera dapat lagi opsi buat ditambahkan ke daftar.

park-view-hotel-bandung
Fasad hotel. Foto milik pihak manajemen hotel.

Park View Hotel Bandung adalah sebuah akomodasi bintang empat yang berada di kawasan Sukajadi yang terkenal dengan deretan toko-toko dan mal Paris van Java, salah satu upscale mall di kota Bandung. Alamat lengkapnya adalah jalan Sukajadi nomor 153, Bandung. Posisi hotel ini tepat menghadap ke arah Taman Sukajadi.

Kalau dilihat dari depan, fasadnya tampak majestic dengan empat pilar bergaya Corinthian yang menyokong langit-langit setinggi dua lantai dan dominasi warna batu. Mengusung tema Parisian, hotel ini punya 80 kamar yang terbagi ke dalam beberapa tipe, yaitu Deluxe, Super Deluxe, Executive, Junior Suite, dan Suite. Katanya sih mau ada Presidential Suite, tapi sepertinya belum jadi atau gimana. Setiap kamar punya desain yang sedikit berbeda, walaupun masih berada dalam cakupan tema yang sama. All about Parisian gitu lah intinya.

Untuk fasilitas, hotel ini punya restoran, meeting room, ballroom, dan kolam renang berair hangat (nah ini nih yang asyik!). Kamar yang saya tempati ketika menginap adalah kamar Executive di lantai tujuh. Secara keseluruhan, pengalaman menginapnya bisa dibilang oke lah, meskipun ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian pihak manajemen hotel. Ulasan lengkapnya saya tulis di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya menempati kamar Executive di lantai enam. Posisi kamar ini berada di sisi kiri hotel (kalau kita berdiri ke arah barat), jadi view yang didapat dari jendela adalah view kota. Dari segi view sendiri, nggak banyak hal menarik yang bisa dilihat berhubung jendelanya mengarah ke area Pasteur dan bandara, jadi nggak banyak bangunan tinggi.

Di lift hotel terdapat poster yang menampilkan tipe-tipe kamar dan “julukannya”. Untuk kamar saya, julukannya adalah “Midnight in Paris“. Ukuran kamarnya bisa dibilang cukup luas, terutama mengingat furnitur-furnitur yang ada berukuran lumayan besar. Headboard kasurnya adalah bantalan quilted leather berpola diagonal dengan dimensi tile yang cukup besar. Kalau mendengar julukan “Midnight in Paris“, saya membayangkannya suasana yang lebih romantis, tetapi dengan interior kamar seperti ini, saya lebih mendapatkan vibe Hollywood Glamour sebetulnya, terutama ketika disandingkan dengan satu set table lamp di kedua sisi tempat tidur, which is not bad actually.

IMG_20181124_143236_HDR
Kasur berukuran besar dengan headboard raksasa yang glamor.
IMG_20181124_143030
Televisi kamar. Ukurannya cukup besar.
IMG_20181124_142815_HHT
Tempat tidur. Warna sarung throw pillow dan seprai panjangnya senada dengan headboard.

Kamar saya dilengkapi dengan in-room amenities wajib seperti televisi, AC, meja kerja, tea/coffee maker, dan koneksi WiFi. Ada juga kulkas kecil yang ditempatkan di dalam wooden chest klasik di samping meja kerja (saya suka desain si wooden chest-nya). Untuk WiFi, koneksinya kurang bisa diandalkan karena berkali-kali koneksi ke-reset dan saya harus log in lagi (bahkan kadang-kadang mau log in pun nggak bisa).

Dinding kamar sendiri dilapisi wallpaper dengan dua desain. Wallpaper dinding televisi dan pemisah kamar mandi punya desain yang lebih sederhana dengan warna cokelat krem terang. Sementara itu, wallpaper dinding ruang kerja dan ruang duduk tampil lebih cantik dengan pola damask. Ruang kerja di kamar ini adalah spot favorit saya. Armchair dengan sandaran tinggi berwarna lilac kecokelatan ditempatkan di samping jendela dengan tirai berwarna senada. Berseberangan dengan area duduk ada meja belajar klasik, lengkap dengan kursi kerja dan lampu belajar antik.

IMG_20181124_143006
Area duduk favorit saya di kamar.
IMG_20181124_142850_HHT
Meja kerja dengan lampu meja antik.
IMG_20181124_143054_HHT
Lemari pakaian, lengkap dengan safe box, bantal tambahan, dan slippers.

Di dekat pintu keluar, ada lemari yang memuat safe box, bantal tambahan, dan slippers. Space-nya cukup besar sih untuk ngegantung jas atau jaket. Untuk kekurangan kamar sendiri, di dinding pemisah kamar tidur dengan kamar mandi, ada sebagian wallpaper yang terkelupas (bisa dilihat ada di foto sebelumnya). Selain itu, lantai karpetnya menurut saya kurang bersih karena masih ada semacam sisa remah-remah cracker.

Kamar Mandi

Alasan saya pilih kamar Executive adalah karena ada bath tub. Sesekali memanjakan diri dengan berendam air panas nggak dosa, ‘kan?

Untuk kamar mandi, saya cukup senang karena ada telepon di samping kloset yang bisa digunakan untuk minta cebok ke bibi (inget jaman kecil ya kalau udah buang air besar teriak-teriak “Bibi! Cebok!”). Bath tub dipasang di samping jendela kaca yang mengarah ke tempat tidur. Sayangnya, hanya ada shower tangan dan keran. Tanpa rain shower, rasanya mandi kurang greget.

IMG_20181124_143111_HHT
Kloset dan bath tub
IMG_20181124_143130
Alat-alat mandi. Kondisionernya baunya nggak enak.
IMG_20181124_143137
Jendela kaca di samping bath tub supaya bisa nonton TV sambil berendam.

Hair dryer juga tersedia di kamar jadi kalau perlu mengeringkan rambut, ya nggak perlu telepon room service untuk pinjam alat pengering. Sayangnya, ada beberapa hal yang nggak saya suka dari kamar mandi dan memang perlu diperbaiki. Pintu bathroom counter rusak dan hampir menimpa kaki saya. Selain itu, lubang drainase bath tub ternyata bocor. Lebih tepatnya, penutupnya nggak ketat jadi air tetap berkurang. Blinds juga robek dan rusak, mungkin karena sering terkena air.

IMG_20181124_143153_HDR
Blinds yang rusak
IMG_20181124_143201_HDR
Shower tangan

Oh ya, satu hal lain yang bikin saya nggak ngerti adalah kamar saya dilengkapi dua pesawat telepon. Anehnya, pesawat telepon utama di kamar itu nggak berfungsi. Saya sampai coba cabut dulu kabelnya dan pasang lagi, tapi tetap nggak berfungsi. Ketika saya iseng coba pakai telepon di kamar mandi, eh malah bisa. Jadi kalau mau telepon harus ke kamar mandi dulu dong? Quite inconvenient.

Fasilitas Umum

Park View Hotel Bandung punya beberapa fasilitas umum untuk para pengunjung. Fasilitas yang saya suka adalah kolam renangnya. Berada di belakang restoran, kolam renang ini ukurannya memang nggak besar dan memanjang, tapi airnya hangat. Bahkan ketika saya coba di malam hari, airnya tetap kerasa hangat. Pas lah buat yang nggak suka dingin-dinginan kayak saya. Di dekat kolam renang juga ada semacam courtyard kecil yang dipakai para pengunjung buat simpan tas atau baju ganti. Kolam renang ini tampil cantik dengan tanaman rambat dan lampu-lampu di sampingnya. Sepintas mengingatkan saya dengan Café Parisiene di RMS Titanic.

This slideshow requires JavaScript.

Hotel ini juga punya ballroom dan ruang rapat. Untuk mengakses ballroom, pengunjung bisa naik grand staircase yang berada di dekat lobi, atau naik lift. Grand staircase ini bentuknya melingkar, tampil cantik dalam balutan marmer putih dan hitam dan railing besi dengan ukiran yang rumit. Di atas grand staircase sendiri ada chandelier besar dan di dinding sisi barat tangga, ada jam besar yang dipasang di dinding. Di bawah tangga, ada semacam frame besar yang mengingatkan saya dengan cermin Maleficent, tapi ternyata isinya adalah kursi. Properti ini jadi salah satu favorit para pengunjung yang foto-foto. Secara pribadi saya kurang suka dengan properti itu dan lebih memilih benda lain yang lebih sederhana untuk ditempatkan di bawah tangga. Grand piano, misalnya.

IMG_20181124_230940_HHT
View dari grand staircase
IMG_20181124_231009_HHT
Grand staircase, tampil cantik dalam balutan marmer hitam dan putih
IMG_20181124_231020_HHT
Reception area depan ballroom
IMG_20181124_231034_HHT
Jam antik
Restoran

Hotel ini punya restoran bernama Le Jardin yang lokasinya nggak jauh dari lobi hotel. Dari segi ukuran, restoran ini cukup luas, dengan set kursi dan meja makan yang besar. Desainnya masih nggak jauh-jauh dari Parisian, walaupun untuk beberapa aspek saya justru kebayangnya rumah Syahrini (interior-interior cetar gitu lah ala-ala rumah di sinetron), Hollywood Glamour, dan modern klasik. Wall paneling-nya punya sentuhan gaya Louis XVI, dengan ornate keemasan yang rumit.

Dari restoran, ada pintu menuju area kolam renang. Pintu itu merupakan satu-satunya akses ke kolam renang, jadi bisa dibayangkan kalau kita mau berenang pas jam sarapan. Agak awkward sih pasti. Untuk makanan sendiri sih saya nggak banyak komentar. Dari segi rasa, sudah decent, meskipun nggak bisa dibilang outstanding. Untuk variasi makanan, jatuhnya standar sih, standar menu-menu sarapan hotel. Ada jamu kalau yang biasa pagi-pagi minum jamu.

This slideshow requires JavaScript.

Lokasi

Dari aspek lokasi sendiri, Park View Hotel Bandung memberikan kemudahan untuk pergi ke mana-mana. Walaupun kawasan Sukajadi sering terkenal dengan macetnya, karena lokasinya dekat, dari hotel saya bisa jalan kaki ke PVJ. Di seberang hotel juga ada taman yang bisa dikunjungi buat bersantai sambil bawa anak-anak main ayunan atau perosotan.

Kalau dari Stasiun Bandung, hotel ini berjarak sekitar 15 atau 20 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Selain itu, Rumah Sakit Hasan Sadikit juga hanya berjarak sekitar 10 menit dari hotel dengan kendaraan roda empat.

Kesimpulan

Mengklaim sebagai hotel pertama berdesain Parisian di kota Bandung, Park View Hotel Bandung memang punya desain yang cantik dan mewah. Meskipun secara pribadi saya merasa vibe-nya kurang kental, beberapa architectural elements di hotel ini mencerminkan sisi tersebut.

Interior kamar saya memberikan atmosfer romantis, tapi ke arah glamor. Sentuhan Parisian di kamar saya nggak begitu kentara, meskipun ya untuk kamar bertajuk “Midnight in Paris“, saya masih bisa membayangkan lah aspek romantisnya. Di malam hari ketika lampu-lampu kamar dinyalakan, efek pencahayaannya membangun suasana elegan. Terlebih lagi dengan jendela yang menghadap ke arah pusat kota. Bisa lah jadi “Midnight in Paris van Java“.

Maintenance kamar yang kurang baik jadi concern saya. Meskipun sederhana, masalah wallpaper yang terkelupas harusnya segera diperbaiki. Selain itu, kebersihan karpet kamar juga harusnya bisa lebih dijaga. Berhubung lantainya karpet, akan lebih mudah buat kuman dan kotoran menempel. Selain itu, fasilitas kamar mandi yang rusak juga harusnya diperbaiki, terutama pintu bathroom counter dan bath tub yang bocor.

Lokasi yang strategis membuat hotel ini jadi pilihan yang pas menurut saya, terutama dengan rate mulai dari 500 ribu rupiah per malam untuk kamar Deluxe (berdasarkan Tripadvisor). Kalau senang belanja di kawasan Sukajadi, hotel ini layak diperhitungkan. Di depan hotel juga ada taman kecil yang bisa dikunjungi buat bersantai sejenak dari ingar bingar perkotaan. Hanya saja, saran saya sih kunjungi taman ini di luar jam pulang kerja karena kemacetan jalan bikin suasana tenang di taman jadi hilang.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Interior kamar tampil mewah dan elegan dalam tema Parisian (setiap tipe kamar beda-beda desainnya). Furnitur dan wall paneling-nya “kawin” lah istilahnya.
  • Pencahayaan kamar membangun suasana romantis di malam hari. Cocok kalau ingin datang untuk bulan madu.
  • Banyak tempat-tempat Instagrammable di hotel (salah satu spot yang sering dipake foto-foto adalah grand staircase di lobi).
  • Kolam renangnya berair hangat, cocok buat anak-anak atau siapa pun yang alergi dingin.
  • Untuk kamar-kamar di sisi kiri hotel, view kotanya lumayan bagus.
  • Hotel berlokasi dekat dari Paris van Java dan Taman Sukajadi.
  • Untuk pengalaman menginap di hotel dengan interior berdesain Parisian, rate-nya agreeable dan terbiang terjangkau.

👎🏻 Cons

  • Staf seharusnya lebih profesional dengan nggak lashing out ke sesama staf di depan pengunjung.
  • Lift terlalu kecil dan suasananya suram.
  • Maintenance kamar kurang bagus. Wallpaper dibiarkan terkelupas, furnitur yang rusak juga didiamkan, telepon di atas nightstand nggak berfungsi, tirai kamar mandi rusak, dan lubang drainase bathtub bocor.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😶⚪️
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩😶⚪️
Harga: 💰💰💰

Review: Atlantic City Bandung

Wah, sepertinya sudah cukup lama sejak terakhir saya update blog ini. Kerjaan memang sedang banyak dan jadwal lagi padat, jadi saya belum sempat lagi buat entri. Nah, untungnya saya ada dua hotel yang sempat dikunjungi dan siap di-review. Untuk minggu ini sendiri, saya akan menginap di sebuah hotel di kawasan Sukajadi, Bandung yang rencananya sih mau saya masukkan ke daftar Luxury Affordable untuk kota Bandung.

Untuk sekarang, hotel yang di-review ini adalah sebuah hotel bintang tiga yang berada di jalan Pasir Kaliki. Lokasinya nggak jauh dari persimpangan Pasir Kaliki dan Pajajaran, dan dekat ke Istana Plaza dan Living Plaza.

1156691_17011217230050283383
Fasad Atlantic City Hotel. Foto milik pihak hotel.

Atlantic City adalah sebuah hotel bintang tiga yang berlokasi di jalan Pasir Kaliki nomor 126. Seperti yang saya bilang sebelumnya, lokasi hotel ini dekat dari persimpangan jalan Pasir Kaliki dan Pajajaran. Ini artinya lokasinya bisa dibilang sangat strategis, terutama karena jaraknya juga sangat dekat dari Istana Plaza dan Living Plaza. Waktu nginap di sana, saya nggak kesulitan ketika mau makan karena ada banyak restoran dan warung-warung tenda di dekat hotel.

Hotel ini punya 100 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe: superior dan grand deluxe. Nah, tipe kamar yang saya tempati waktu nginap adalah superior dan berada di lantai tiga. Meskipun bangunan hotel ini nggak begitu tinggi (dan juga lokasinya yang nggak begitu jauh dari bandara membuat hotel ini tampaknya kena aturan tinggi bangunan), view dari kamar saya cukup bagus karena jendelanya menghadap ke arah jalan Pajajaran.

Dari segi desain, sebetulnya nggak ada yang begitu waw dari hotel ini, baik interior kamar maupun ruang-ruang publik lainnya. Tapi, yang saya suka dari hotel ini adalah lokasinya yang enak ke mana-mana dan rate-nya yang terbilang terjangkau. Kalau saya bandingkan dengan hotel-hotel lain di kawasan ini, Atlantic City ini salah satu hotel bintang tiga dengan rate terjangkau di kelasnya. Ulasan lengkap tentang hotel ini saya jelaskan di segmen berikutnya. Review kali ini nggak banyak pakai GIF ya karena lagi nggak mood.

tenor3
Mohon pengertiannya ya. Lagi lesu.
Desain Kamar

Kalau bicara tentang desain utama kamar, bisa dibilang sih interiornya standar lah, tipikal hotel-hotel baru yang mengusung gaya arsitektur modern. Menempati kamar tipe superior, ukuran kamar saya sebetulnya nggak begitu luas (kira-kira sekitar 20 meter persegi), tapi furniturnya cukup lengkap. Kamar saya dilengkapi twin bed, meja belajar, kursi kerja, kursi lengan, meja kopi, dan lemari baju, lengkap dengan brankas.

This slideshow requires JavaScript.

Meskipun tergolong kecil, kamar saya nggak terasa claustrophobic, terutama dengan dinding bercat krem terang dan kombinasi warna-warna earthy (armchair-nya sepintas mirip kursi lengan yang ada di ruangan ayah saya di kantornya). Awalnya saya ragu apakah pencahayaan ruangan akan jelek, ternyata ketika malam tiba dan lampu kamar dinyalakan, pencahayaannya bagus. Seperti yang sering saya bilang di artikel-artikel sebelumnya, saya kurang suka ruangan yang remang, apalagi kamar mandi.

Sayangnya, di bawah meja kopi masih kelihatan debu yang menupuk. Di bawah kasur juga kelihatan. Selain itu, seprai tempat tidur dan bantal pun ada nodanya, meskipun kecil sih ukurannya. Tapi ya tetap sih, saya jadi ngerasa kalau seprai dan sarung bantal nggak dicuci dengan baik, dan kamarnya kurang teliti disapunya.

Untuk in-room amenities, ada televisi dengan kanal lokal dan internasional (pagi-pagi saya udah nonton The Walking Dead sambil ngemil Mi Gemes yang beli dari Indomaret), brankas, AC, dan tea/coffee maker. Koneksi WiFi juga relatif cepat untuk nonton video dari YouTube atau Instagram, walaupun saya kurang tahu pasti seberapa cepat kalau untuk download konten.

IMG_20181119_113952
View dari jendela kamar. Kelihatan Istana Plaza dan Living Plaza.
IMG_20181119_113955
Kalau malam-malam, view dari kamar bagus banget.

Kalau tertarik nginep di sini, saran saya sih minta kamar dengan jendela yang menghadap ke arah jalan Pajajaran karena kalau malam-malam, view-nya bagus! Saya suka ngeliatin keadaan lalu lintas di persimpangan dan cahaya terang dari megatron Living Plaza yang ngasih vibe ala-alat Times Square gitu lah.

Kamar Mandi

Sekarang waktunya saya bahas tentang kamar mandi. Untuk ukurannya, saya bilang sempit dan kurang nyaman, terutama untuk klosetnya. Dengan pintu yang dibuka ke arah dalam, orang yang lagi duduk di kloset bisa-bisa ketabrak pintu kalau ada orang lain yang buka pintu dari luar. Solusinya? Jangan lupa tutup dan kunci pintu kamar mandi ya kalau mau buang air.

Untuk wastafel sendiri ukurannya besar, dengan cermin rectangular yang cukup besar di atasnya. Sayangnya, kerannya ini agak membingungkan karena ketika saya geser ke arah kanan untuk keluarkan air dingin, lah airnya malah nggak keluar. Kalau digeser ke kiri, yang keluar air panas. Mungkin pihak hotel harus perbaiki kerannya.

This slideshow requires JavaScript.

Sebetulnya untuk kamar mandi, ada beberapa hal yang saya kurang suka, meskipun nggak bikin kunjungan terasa nggak nyaman sih. Pertama, shower area-nya terbilang sempit. Gorden penghalang airnya nggak efektif karena nggak ada pengait yang bisa menahan si gorden biar nggak ke mana-mana. Split level antara shower area dan area kamar mandi yang lainnya juga terlalu kecil. Dikombinasikan dengan shower curtain yang kurang efektif dan terlalu pendek, walhasil lantai kamar mandi yang lain tetap basah dan jadi becek ketika kita mandi.

Hal berikutnya yang kurang suka adalah shower-nya. Meskipun pakai semacam rainshower, tapi kepala shower-nya ini sepertinya jarang dibersihkan dan kurang efektif untuk mengeluarkan air. Selain itu, aliran air yang nggak stabil juga nggak memungkinkan saya untuk diam di bawah shower dan pijat bahu, seperti yang biasa saya lakukan kalau ada rainshower di kamar hotel lain. Oh ya, rainshower ini satu-satunya perangkat yang ada di shower box. Nggak ada shower tangan. Buat teman-teman Muslim, mungkin akan sedikit repot saat wudhu tanpa kehadiran si shower tangan.

Pencahayaan kamar mandi menurut saya terlalu redup. Lampunya berada di luar shower area. Sayangnya, dengan curtain yang puncaknya hampir nempel ke langit-langit, tetapi bagian bawahnya berjarak sekitar 5 sentimeter dari lantai, area shower terasa sangat gelap dan murky ketika gorden di tutup. Air juga masih bisa membasahi lantai di luar area shower. Kesannya jadi muram.

Ada hal “eh kok gitu?” yang saya sadari ketika mandi. Di shower area, ada jendela kaca setinggi langit-langit di salah satu dinding kamar. Jendela ini sebetulnya menghadap ke arah kamar. Hanya saja, kaca jendelanya dicat abu-abu, jadi nggak tampak sama sekali kamar dari area shower. Ya, dicat, bukan diburamkan. Setelah melihat kondisi shower area dan merujuk ke beberapa foto dari website hotel, ternyata kaca jendela itu dulunya tidak dicat abu-abu, melainkan dibiarkan transparan. Nah, si curtain itu dulunya dipasang di jendela itu buat menjaga privasi.

Fasilitas Umum

Atlantic City punya beberapa fasilitas untuk menunjang kebutuhan pengunjung. Di lantai lobi, ada restoran yang cukup luas, dan beberapa seating area-nya tampak cantik karena di dindingnya ada semacam vertical garden.

This slideshow requires JavaScript.

Untuk kebutuhan bisnis, ada lima ruang rapat dan satu ballroom di hotel ini. Setiap ruang rapat dan ballroom sudah dilengkapi fasilitas seperti layar proyektor, LCD projector, dan sound system standar. Atlantic Ballroom sendiri punya kapasitas maksimal 500 orang yang bisa dipakai untuk berbagai acara, dari mulai pernikahan sampai seminar.

Di lantai teratas hotel, ada sky lounge yang sayangnya nggak sempat saya kunjungi. Dari sky lounge ini, kita bisa menikmati suasana kota Bandung sambil ngemil-ngemil cantik. Ada juga stage kecil jadi buat adakan acara ulang tahun atau semacamnya sambil sewa band, bisa lah. Hotel ini juga menawarkan layanan spa yang beroperasi dari jam 9 pagi sampai jam 12 malam (last order-nya jam 11 malam).

Lokasi

Bicara soal lokasi, Atlantic City ini bikin saya gampang ke mana-mana. Dari Stasiun Bandung, hotel ini cuman berjarak sekitar 5-10 menit kalau pakai mobil. Kalau mau belanja, saya tinggal nyeberang ke Istana Plaza, mal dari jaman saya SD. Di sana, ada Matahari, Giant, Planet Sports, J.Co, KOI, Game Master, Gramedia, dan beberapa tenant lainnya. Kalau mau ngopi, ada Starbucks dan Chatime di Living Plaza.

Untuk urusan makan, kita tinggal keluar hotel dan jalan ke sebelah karena tepat di samping bangunan hotel ada KFC yang buka 24 jam. Di samping KFC, ada Richeese dan Kehidupan. Nyeberang sedikit, ada juga restoran di samping Melinda Hospital 2. Kalau perlu ke minimarket, kita bisa jalan sekitar 5 menit menuju Indomaret yang lokasinya nggak jauh dari Bobobox dan restoran Rijstafel.

Sayangnya, lokasi hotel ini tuh sebetulnya ada plus minusnya. Plusnya sudah dijelaskan sebelumnya. Minusnya, daerah ini tuh salah satu daerah macet di Bandung yang nyebelinnya minta ampun. Kalau misalnya kamu datang dari arah Pasteur, untuk ke hotel ini kamu mesti muter dulu, masuk ke jalan Pajajaran, lewatin dulu jalan Kebon Kawung, lalu belok lagi ke Pasir Kaliki dan terus ke arah atas menuju persimpangan.

Kesimpulan

Atlantic City menawarkan tempat beristirahat yang nyaman di pusat kota Bandung. Dengan desain kamar modern, fasilitas penunjang produktivitas, dan sky lounge, hotel ini bisa jadi pilihan yang tepat, terutama untuk rombongan besar yang mau mengadakan seminar atau acara semacamnya. Lokasinya juga strategis karena hanya berjarak sekitar 5-10 menit dari Stasiun Bandung, 15 menit dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, dan beberapa langkah doang dari KFC dan mal.

Kebersihan kamar dan beberapa fasilitas kamar yang kurang baik memang jadi faktor yang saya sayangkan, tapi secara keseluruhan, saya tidurnya nyaman dan nggak keganggu suara bising dari luar (kecuali ketika siang-siang karena kebetulan ada mobil pick-up lewat yang bawa rombongan entah apa yang pakai toa dan semacamnya).

Meskipun fasilitas hiburannya nggak banyak, kehadiran mal dan restoran di sekitar hotel bisa jadi pengganti yang pas. Dengan rate mulai dari 300 ribu rupiah per malam (berdasarkan TripAdvisor dan tagihan saya kemarin), hotel ini cocok untuk berlibur di Bandung, terutama buat young traveler yang nggak neko-neko urusan fasilitas hotel, tapi mau menikmati liburan yang sedikit lebih mewah.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasi strategis dan dekat ke mana-mana. Dari Stasiun Bandung, jaraknya kira-kira 10 menit kalau pakai mobil. Di dekat hotel ada Istana Plaza dan Living Plaza. Di sebelahnya malahan ada KFC (buka 24 jam), Richeese, dan Kehidupan. Gampang lah kalau malem-malem craving pengen ngemil.
  • Ada sky lounge.
  • Rate-nya masih terjangkau dan agreeable untuk hotel di kelasnya, terutama dengan lokasi yang prima.
  • Suasana kamar tenang, meskipun posisi hotel berada di kawasan yang ramai dan sering macet.

👎🏻 Cons

  • Maintenance kamar kurang baik. Masih ada sisa debu di atas karpet dan sekitar kaki furnitur.
  • Kamar mandi terlalu kecil dan redup, terutama shower area-nya.
  • Rainshower perlu perbaikan. Ada baiknya juga tambahin shower tangan atau keran untuk mengakomodasi pengunjung Muslim yang mau wudhu.
Penilaian Akhir

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩⚪️
Harga: 💰💰

Review: de Braga by ARTOTEL

Beberapa minggu yang lalu, saya berkesempatan untuk menginap di hotel ini. Kebetulan di hari kunjungan, ada Light Fest yang diadakan di sepanjang jalan Asia Afrika jadi bisa dibilang kunjungan saya lengkap deh dengan festival tersebut. Selain itu, karena dekat dari jalan Asia Afrika, bolak-balik dari hotel ke depan Museum Konferensi Asia Afrika juga nggak perlu jalan jauh.

de-braga-by-artotel
Fasad dan bangunan utama de Braga by ARTOTEL. Foto milik pihak manajemen.

de Braga by ARTOTEL berlokasi di jalan Braga no. 10, Bandung. Berada di kawasan jalan Braga pendek, lokasinya dekat banget dengan Museum Konferensi Asia Afrika (dan yang paling bikin saya senang, dekat banget dengan Starbucks Asia Afrika. Yay!). Sebelum menjelma jadi de Braga by ARTOTEL, di atas lahan yang ditempati hotel ini dibangun Sarinah, dan Sarinah ini masih sama dengan Sarinah yang di Jakarta. Di lantai lobi, Sarinah ini masih dipertahankan dalam bentuk satu toko kecil yang menjual barang-barang khas Indonesia, kayak kemeja batik, pernak-pernik etnik, dan semacamnya.

Dari segi eksterior, fasad asli bangunan Sarinah masih dipertahankan, hanya saja bangunannya dialih fungsikan jadi terrace café yang memanjang. Di belakangnya, ada bangunan utama hotel dengan desain yang mengingatkan saya sama salah satu gedung bergaya modernist tahun 60-an di New York. Ada semacam vibe Villa Savoye desain Le Corbusier kalo menurut saya sih.

Akomodasi bintang empat ini memiliki 112 kamar yang terbagi ke dalam 3 tipe: Studio 25, Studio 35, dan Suite. Untuk fasilitas, hotel ini punya kolam renang, restoran, terrace café, MEETSPACE, dan art space. Nah, kalau tentang fasilitas, saya sempat coba berenang di kolam renangnya. Untuk kamar, saya pilih Studio 25 yang, meskipun merupakan opsi kamar paling kecil, tapi masih bisa give something big for me. Ulasan lengkapnya di bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Berada di lantai 9, kamar saya berada di sisi selatan dengan jendela menghadap ke kawasan jalan Asia Afrika. Jendelanya besar, meskipun bukan berjenis floor-to-ceiling. Meskipun sedikit terhalangi hotel tetangganya, saya masih bisa mendapatkan view yang cantik dari kamar. Bahkan waktu ada Light Fest, karena cukup pusing dengan banyaknya orang yang nonton di sekitar jalan Asia Afrika, saya memutuskan untuk kembali ke hotel dan nonton festival dari kamar. Sambil duduk di samping jendela, saya bisa nonton festival dan ngemil biskuit. Nonton di bawah secara langsung pun agak rugi karena badan saya kecil, jadi kehalangin orang-orang yang lebih tinggi.

tenor
Aku ‘kan jadinya murka dalam hati

Nah, sekarang waktunya bahas desain kamar. Satu hal yang saya suka dari hotel ini adalah mereka bisa mengawinkan interior sleek modern dengan sentuhan contemporary industrial dan art-deco. Ini semacam beberapa layer bertumpuk-tumpuk, tapi sleek modern merupakan desain dasar kamarnya. Dua gaya lainnya jadi semacam pelengkap. Yang bikin kamar saya lebih artistik adalah adanya dua mural di dinding kamar, satu di belakang headboard, dan satu lagi di dinding sebelah tempat tidur. Pokoknya muralnya Instagram-material banget! Untuk pencahayaan, wall lights-nya berdesain simpel, berupa sphere berwarna putih dengan lampu berwarna kekuningan untuk memberikan kesan mewah di malam hari. Di atas meja belajar juga ada satu ceiling light dengan desain yang senada dengan wall lights.

IMG_20181021_121533
Interior kamar. Space-nya luas dan terasa sejuk.
IMG_20181021_121601
Dua mural di kamar. Unyu maksimal!
IMG_20181021_121540
Mural besar di atas headboard. Unyu maksimal!
IMG_20181021_121549
Televisi 42 inci dan meja kerja.

Palet warna kamar menggunakan warna putih sebagai warna utama yang memberikan kesan bersih dan sejuk. Pemilihan warna-warna monokrom seperti hitam, abu-abu, dan blue black memberikan kesan bold dan modern. Lantai kayu berwarna cokelat membangun nuansa yang lebih homyFor a colorful splash, ada mural warna-warni… karena hidup kalau monoton ‘kan nggak asik. You need some colors to make your life colorful, lah!

tenor31
Itu petuah dari Sehun ya. Harap diingat!

Bicara fasilitas kamar, ada televisi 42 inci lengkap dengan kanal-kanal lokal dan internasional, jaringan WiFi, dan AC. In-room amenities dasar sih sudah jelas ada jadi nggak perlu khawatir lah. Slippers juga tersedia dan desainnya lucu. Nah, di kamar juga ada mesin Nescafe Dolce Gusto Piccolo buat bikin kopi. Yang saya dapat adalah varian Espresso Intenso dan karena saya bukan penggemar berat kopi, saya tambahin krimer supaya rasanya lebih soft.

IMG_20181021_121834
Mesin Dolce Gusto Piccolo dan kopinya. Ngopi napa ngopi?!
Kamar Mandi

Kalau interior utama kamar mengusung sleek modern sebagai desain utama, kamar mandinya justru lebih kental dengan desain rustic industrial, dipadukan dengan sentuhan art-deco. Agak nabrak ya? Nggak kok!

Interior kamar mandi tampak cantik dalam balutan tiles berdesain “bata ekspos” warna putih. Supaya kontras, lantainya berwarna abu-abu tua. Kesan mewah ditampilkan melalui wastafel dan cermin kamar mandi. Wastafelnya punya marble countertop, dan di atasnya ada cermin berbentuk segi empat dengan kerangka besi yang desainnya mengingatkan saya dengan The Great Gatsby. Ya, bisa dibilang desainnya Gatsby-esque lah kalau nggak sepenuhnya art-deco ala Gatsby.

IMG_20181021_121713
Area shower
IMG_20181021_121731
Marble sink dengan cermin Gatsby-esque
IMG_20181021_121740
Bathroom amenities wajib

Handuk, tisu, dan alat-alat mandi lainnya sudah tersedia di kamar mandi. Untuk shower-nya, ada rainshower dan shower tangan. Aliran dan suhu airnya stabil jadi lumayan lah untuk ber-shower ketika galau. Kalau perlu mengeringkan rambut, ada hair dryer yang disimpan di dalam lemari pakaian, tepat di luar kamar mandi. Pencahayaannya juga decent karena, seperti yang saya sering bahas di artikel-artikel sebelumnya, saya nggak suka mandi di kamar mandi yang remang-remang karena rasanya muram.

tenor1
Aku nggak mau bermuram durja di bawah shower 😦
Fasilitas Umum

Buat melengkapi kebutuhan pengunjung, de Braga by ARTOTEL sudah dipersenjatai dengan beberapa fasilitas umum. Kalau mau ngopi, bisa ke terrace café yang ada di lantai lobi. Menurut saya, kafe ini cantik banget dari segi desain dan posisi. Berada di samping trotoar, sambil ngopi ‘kan bisa sambil menikmati suasana jalan Braga pendek yang relatif lebih tenang dibandingkan jalan Braga panjang.

IMG_20181021_153342
Kafe ini juga bisa dikunjungi oleh umum kok.

Kalau mau sarapan, ada restoran yang posisinya berada di samping rooftop garden yang pas buat main atau nongkrong. Karena palet dasar interiornya adalah hitam putih, furnitur-furnitur bergaya kontemporer dengan warna cerah dan mural-mural cantik memberikan colorful splash yang ceria buat menemani momen bersantap. Di luar restoran, ada area terbuka dengan rumput sintetis yang bisa jadi tempat yang pas untuk ngobrol bareng teman-teman di sore hari ketika matahari nggak begitu terik, atau main monopoli atau UNO.

This slideshow requires JavaScript.

Sebagai fasilitas hiburan slash olahraga, hotel ini punya kolam renang yang bisa diakses melalui pintu yang berada nggak jauh dari area restoran, tepatnya di dekat lift. Ukuran kolam renangnya cukup besar, hanya saja sayangnya dibatasi oleh dinding yang cukup tinggi sehingga saya nggak bisa melihat pemandangan daerah sekitar dengan mudah. Kalau mau lihat ke area jalan Braga pendek, saya harus jadi kayak anak-anak yang suka jinjit atau manjat tembok gitu. Padahal, view dari kolam renang sebetulnya bagus.

IMG_20181021_151606
Area kolam renang. Kursi dan recliner-nya nggak banyak.

Kedalaman kolam renang utama nggak melebihi 1,5 meter jadi buat yang mau belajar renang, masih aman lah (saya lihat banyak anak-anak kecil yang malah nyeburnya ke kolam renang utama). Kolam anaknya dipisahkan oleh semacam dinding pembatas yang di atasnya ada beberapa stepping stones warna krem. Ketika saya berenang, lagi ada beberapa pengunjung lain pula yang berenang. Sayangnya, karena kursi dan recliner buat pengunjung nggak banyak, pengunjung yang nggak kebagian harus simpan barang bawaannya di dekat planters. Selain itu, area kolam renang juga kekurangan spot teduh. Walhasil, produk elektronik kayak HP atau iPod akan terpapar cahaya matahari langsung kalau nggak dimasukkan ke tas (even dimasukkan pun tetap panas, berdasarkan pengalaman pribadi). Kamar mandi dan shower box untuk bilas bisa diakses melalui gang kecil yang ada di sisi timur kolam renang.

Selain fasilitas umum, beberapa public space di hotel ini juga artistik. Sesuai lah dengan embel-embel art-nya. Salah satu spot yang paling sering muncul di Instagram adalah tangga yang menghubungkan lantai restoran dengan lobi. Di lobi sendiri, ada beberapa instalasi seni, seperti wall art besar berwarna pink di samping lift.

This slideshow requires JavaScript.

 Lokasi

Nah, bicara soal lokasi, de Braga by ARTOTEL ini menurut saya pilihan terdepan, terutama kalau ingin nginep di kawasan Asia Afrika atau Braga. Kalau ingin dapat view kawasan Asia Afrika, minta kamar yang ada di sisi selatan. Kalau di sisi utara, bisa dapat view kawasan jalan Braga dan sekitarnya. Kembali lagi ke preferensi pribadi sih.

Hotel ini cuman berjarak sekitar 5 menit dari Museum Konferensi Asia Afrika. Mau makan atau nongkrong di Braga? Jalan kaki sepuluh menit juga jadi. Oh ya, dengan jarak yang sama juga kita bisa main ke kawasan Alun-Alun dan Masjid Raya Bandung. Dari sana, kita bisa lanjut jalan ke shopping district Dalem Kaum dan Kepatihan.

Nggak jauh dari hotel, ada Pasar Barang Antik Cikapundung. Kalau kamu penggemar barang-barang antik, di sini ada berbagai macam barang nostalgic, dari mulai furnitur, mainan, sampai old records yang masih bisa diputar pakai gramofon! 

Kesimpulan

Kalau dari segi kamar, saya bisa bilang Studio 25 yang saya tempati ini semacam little engine that could do big things. Meskipun kelasnya paling kecil, tapi ukuran kamarnya ternyata luas dan in-room amenities-nya lengkap, terutama dengan kehadiran si Nescafe Dolce Gusto Piccolo. Desainnya pun cantik dan Instagrammable, apalagi kalau foto di atas tempat tidur dengan latar belakang mural yang unyu maksimal.

Bathroom amenities juga lengkap. Rainshower ada, shower tangan ada, jadi urusan mandi sih saya bisa bilang nyaman dan syahdu (karena ber-shower itu syahdu loh, terutama di malam hari dan pakai air hangat). View dari kamar juga keren. Saya suka banget.

Fasilitas penunjang di de Braga by ARTOTEL ini memuaskan, terutama kolam renang dan rooftop garden-nya. Meskipun terasa agak sempit karena dinding pembatasnya yang cukup tinggi, saya tetap bisa lihat view di sekitar kolam renang yang keren. Kekurangan tambahannya ya nggak banyak kursi dan recliner buat pengunjung jadi please expect some “hunger games” ya. Untuk rooftop garden-nya sendiri, saya suka karena tempat itu jadi semacam spot yang pas buat main dan ngobrol bareng teman-teman. Dari aspek lokasi, hotel ini memungkinkan saya buat beraktivitas di pusat kota Bandung, tanpa harus berkendara jauh.

Ada satu hal lagi yang saya suka dari hotel ini. Ketika pesan, saya biasanya kirimkan personal requests. Saat tiba, semua personal requests saya terealisasi: kamar di lantai tinggi, no-smoking room, big bed, jendela dengan pemandangan kota, dan early check-in dan late check-out. Saya tiba di hotel ini sekitar jam 12 dan awalnya hanya ingin titip barang, setelah itu makan siang sambil nunggu waktu check-in. Ternyata, kamarnya sudah siap dan udah boleh masuk ke kamar. Oh, betapa senangnya Sehun~

tenor
AYAFLUUUU~

Dengan harga mulai dari sekitar 550 ribu per malam (perhitungan rata-rata dari Tripadvisor dan Agoda), hotel bintang empat ini menawarkan pengalaman menginap yang menyenangkan. Interior kamar kontemporer yang keren, mural-mural ceria, dan lokasi premium membuat de Braga by ARTOTEL layak jadi pilihan kalau kamu ingin menginap di kawasan Braga atau Asia Afrika.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Interior kamar tampil unik dan keren dengan perpaduan desain modern, contemporary industrial, dan sedikit sentuhan art deco.
  • Setiap kamar dipercantik dengan mural yang Instagrammable.
  • Ada mesin Nestle Dolce Gusto Piccolo buat bikin kopi.
  • Lokasi ada di jantung kota Bandung. de Braga by ARTOTEL hanya sekitar 2 menit aja jalan kaki dari Museum Konferensi Asia Afrika dan kawasan jalan Braga. Kalau Alun-Alun dan Mesjid Raya sih jalan kaki palingan sekitar 5-10 menit.
  • Di samping restoran, ada area terbuka dengan rumput sintetis yang cocok buat ngobrol atau main sama teman dan keluarga.
  • Rate-nya terbilang terjangkau dan agreeable untuk hotel di kelasnya.
  • Personal request saya berhasil dipenuhi semua (hopefully the same thing goes for you as well ya).

👎🏻 Cons

  • Area kolam renang kurang tempat duduk dan spot teduh.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰

Review: Belviu Hotel Bandung

Catatan: Nama properti sudah berganti dari Regata menjadi Belviu. 

Saya menginap di hotel ini sebetulnya udah beberapa bulan yang lalu, tapi baru sempat tulis review-nya sekarang. Kalau dulu, saya biasa lewati hotel ini ketika mau main ke CiWalk atau Dago dari kampus. Properti ini masih bisa dibilang cukup baru di kota Bandung, dan merupakan salah satu hotel kelas luxury. Yang saya suka dari hotel ini adalah lokasinya, fasilitas, dan harga 🤓

regata-hotel-bandung
Fasad Belviu Hotel. Foto milik manajemen hotel

Belviu Hotel berlokasi di jalan Prof. Dr. Setiabudhi nomor 35. Properti ini dulu menyandang nama Hotel Regata. Lokasinya sangat dekat dari Setiabudhi Supermarket dan eks-McDonald’s Setiabudhi. Ketika nginap di sini, saya bisa jalan kaki ke supermarket buat beli camilan, dan balik lagi ke hotel. Akomodasi bintang empat ini tampil cantik dengan fasad megah dan pilar-pilar bergaya ionic setinggi dua lantai yang menopang balkon di atasnya.

Hotel ini dilengkapi dengan restoran, lounge, karaoke, rooftop bar dan party pit, ballroom, ruang rapat, dan kolam renang. Nah, fasilitas terakhir ini saya suka banget karena saya bisa berenang sambil menikmati panorama kota Bandung dari ketinggian 11 lantai. Foto-foto yang diunggah para tamu di area kolam renang juga kece-kece, seperti yang bisa dilihat di akun Instagram resmi hotel.

Ada enam tipe kamar yang ditawarkan Belviu Hotel. Yang paling kecil adalah Superior, dan paling besar adalah President Suite Room. Ketika nginap, saya pesan kamar tipe Superior. Meskipun tipenya paling kecil, ternyata ukuran kamarnya nggak sekecil yang dibayangkan. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya sebut sebelumnya, saya menempati kamar tipe Superior. Lokasinya ternyata mojok dan view dari jendela pun kurang bagus 😞 Untungnya, kekecewaan saya terbayar semua dengan desain kamar yang cantik dan in-room amenities yang cukup lengkap.

IMG_20180917_114049
Double bed. Ukurannya cukup luas. Berantakan karena sudah dipakai tidur
IMG_20180917_114244
Televisi yang cukup besar dan area kerja di dekat jendela

Bicara soal desain, atmosfer mewah nan elegan bisa saya rasakan ketika masuk ke kamar ini. Warna-warna earthy mendominasi interior kamar, dari furnitur hingga dinding. Wall paneling terpasang di belakang headboard tempat tidur dan televisi, dan jadi semacam focal point kamar ini. Untuk wall paneling di belakang tempat tidur, ada ukirannya jadi tampak lebih classy. Dinding kamar dibalut warna krem yang satu frekuensi dengan warna-warna lainnya.

Untuk furnitur lain seperti kursi kerja, end table, meja kerja, dan lampu meja, desainnya masuk ke modern classic sebetulnya, tapi saya dapat semacam vibe Hollywood Regency, terutama dari lemari kabinet di samping meja kerja yang isinya adalah kulkas. Sayangnya, si kulkas tampaknya nggak dinyalakan sejak awal jadi mendinginkan minuman pun tiada gunanya. Kalau dilihat lagi, kamar ini mengingatkan saya sama rumah-rumah orang kaya yang sering ditampilkan di sinetron di tahun 2000-an awal. Mewah, tapi nggak sampai bling bling yang menyilaukan mata.

IMG_20180917_112007_HHT
Lemari pakaian yang tertutup dan pintu menuju kamar mandi
IMG_20180917_111949
Area kerja. Cukup panas ternyata kalau sore-sore.

Untuk in-room amenities, kamar saya “dipersenjatai” dengan televisi layar datar (lengkap dengan kanal satelit), meja belajar, kulkas (sayangnya mati 😞), AC, dan WiFi. Internetnya bisa dibilang cukup cepat dan reliable untuk dipakai kerja. Oh ya, saya juga sempat pinjam setrika dan ironing board dari housekeeping, dan fasilitas ini bisa digunakan secara gratis. Saya juga suka dengan lemari yang tertutup karena kesannya kamar jadi rapi tanpa kelihatan gantungan-gantungan pakaian.

Kamar Mandi

Belviu Hotel memang menawarkan pengalaman menginap berkelas. Kamar mandi saya tampak mewah dengan balutan marmer dan pencahayaan yang cantik. Ukurannya memanjang dan cukup luas. Hanya saja ketika lantai basah, harus ekstra hati-hati karena lumayan licin.

IMG_20180917_112028
Area shower di belakang. Kamar mandi dilengkapi vanity mirror dan hair dryer
IMG_20180917_112040
Kloset di kamar mandi. Di dalam boks ada bathroom amenities seperti sikat gigi

Kabinet dengan marble countertop bikin kamar mandi tampak semakin mewah. Ditambah lagi kehadiran vanity mirror, buat pengunjung yang mau dandan kayaknya semakin dimanjakan. Perlengkapan mandi dasar seperti sikat gigi, pasta gigi, sabun, dan sampo sudah tersedia.

Di area shower sebetulnya ada dinding kaca yang menghadap ke kamar. Nah, untuk jaga privasi ada tirai yang bisa ditarik sampai bawah jadi jangan khawatir ketika nginap bareng teman, kita bisa tetap mandi dengan santai tanpa takut diintip. Sebetulnya kebutuhan dasar di kamar mandi sudah terpenuhi semua. Hanya saja, ada satu hal yang menurut saya kalau ada bakalan melengkapi kunjungan saya: rainshower!

Fasilitas Umum

Di awal tulisan, saya udah menyebutkan fasilitas-fasilitas yang tersedia di Belviu Hotel, tapi yang saya nikmati hanya tiga: lounge, restoran, dan kolam renang. Sebetulnya, saya juga sempat ke rooftop bar yang ada di dekat kolam renang, tapi berhubung cuaca sangat dingin pas malam hari, saya pindah ke lounge yang suasananya jauh lebih tenang, tapi sangat elegan.

regata-restaurant
Restoran hotel. Foto milik manajemen hotel
IMG_20180916_225605
Tequila Sunrise di lounge hotel

Lounge hotel berada di lantai dasar Belviu Hotel, nggak jauh dari lobi. Tempat ini cocok buat ngobrol-ngobrol bareng teman-teman sambil ngemil atau main darts, dan suasananya lebih tenang. Kalau ingin vibe yang lebih “hidup”, bisa ke rooftop bar atau party pit di lantai 11.  Menu minumannya nggak beda sebetulnya dan kalau malam-malam, minuman justru dibuat di rooftop bar. Jadi ketika saya pesan di lounge, bartender di lantai 11 buat minuman dan bawakan pesanan saya ke lounge. Aduh jadi ngerepotin 😶

tenor3
Maapin Sehun 😣

Untuk sarapan, menunya sih sebetulnya standar buffet hotel. Restorannya memanjang ke arah belakang, tapi nggak lantas terkesan sempit. Ada juga seating area semi-outdoor yang biasanya ditempati oleh para tamu yang ingin sambil ngerokok. Dari segi rasa, makanan dan minumannya decent. I had no complaint about it.

Nah, sekarang masuk ke fasilitas yang paling saya suka dari Belviu Hotel: kolam renang!

IMG_20180916_165229
Kolam renang hotel. View-nya bagus banget!

Panorama kota Bandung yang saya lihat dari area kolam renang ini cantik banget. Memang nggak menghadap ke arah pusat kota, tapi menara-menara apartemen dan hotel yang ada di kawasan Ciumbuleuit dan Dago Bawah tetap jadi pemandangan yang cantik buat dilihat, terutama di sore atau malam hari.

Sayangnya waktu saya berenang, airnya dingin. Nggak dingin banget memang, tapi ya segitu sih terbilang dingin, terutama di pagi hari. Untungnya sih cuaca cerah jadi saya nggak sampai menggigil. Handuk bisa diminta ke bartender atau pegawai yang bertugas di sekitar area kolam renang. Kalau mau makan, bisa pesan ke bar atau party pit. Di kolam renang juga ada ban besar yang bisa dipakai buat bersantai atau berfoto. Saya nggak sempat naik ke ban besar itu karena dipakai terus sama anak kecil.

Dan ada satu kekurangan lagi tentang kolam renang ketika saya ke sana. Airnya agak keruh, jadi ketika saya coba foto-foto di dalam air, hasil fotonya kurang jernih. Semoga kalau kapan-kapan ke sana lagi, airnya sudah lebih jernih lagi.

tenor1

 

Lokasi

Urusan lokasi, Belviu Hotel bisa jadi pilihan yang tepat kalau ingin cari akomodasi di kawasan Setiabudhi. Kalau perlu belanja, kita bisa ke Setiabudhi Supermarket yang bisa ditempuh dengan jalan kaki selama lima menit aja. Mau ke mal? Ada Cihampelas Walk atau Paris van Java yang berjarak sekitar 15 menit. Mau belanja pakaian? Tepat di sebelah bangunan hotel ada Rumah Mode yang selalu ramai dikunjungi tamu luar kota di akhir pekan.

Untuk bersantap, di sekitar hotel banyak restoran, kafe, bahkan pub yang bisa dikunjungi. Jalan sedikit ke seberang, ada The Kiosk. Sekitar 5 menit berkendara dari hotel, ada Yoshinoya, Seorae, dan Common Grounds. Giggle Box dan Saka Bistro juga nggak jauh dari hotel.

Kesimpulan

Mengusung status sebagai hotel bintang empat, Belviu Hotel menawarkan pengalaman menginap mewah yang mengesankan buat saya dengan biaya yang relatif terjangkau. Dengan rate mulai dari 600 ribuan (saya dapat rate sekitar segitu waktu itu dari Agoda), kita bisa dapat kamar yang cukup luas dengan interior modern classic yang bergaya dan fasilitas berkualitas.

Lokasi yang strategis jadi salah satu kelebihan hotel ini. Ke mana-mana bisa dibilang dekat, terutama ke kawasan belanja Cihampelas dan Dago. Selain itu, rooftop swimming pool dengan panorama kota Bandung dari ketinggian 11 lantai juga jadi daya tarik tersendiri. Meskipun ada beberapa hal yang tak terduga (seperti kulkas yang nggak nyala dan air kolam renang yang ternyata dingin), saya rasa desain kamar dan kualitas layanan yang ditawarkan masih bisa menutupi kekurangan tersebut. Terlebih lagi dengan rate yang nggak begitu mahal, Belviu Hotel bisa masuk daftar luxury affordable untuk hotel-hotel di Bandung.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Dengan desain modern classic dan sedikit sentuhan Hollywood Regency, rate-nya masuk akal dan justru bisa dibilang terjangkau.
  • Kamar mandi mewah dengan bathroom amenities yang cukup komprehensif.
  • Ada rooftop swimming pool dan party pit yang menawarkan view kota Bandung dari ketinggian 11 lantai.
  • Lokasinya cocok buat para wisatawan; butik Rumah Mode ada tepat di sebelah hotel, Setiabudhi Supermarket bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 3 menit. Cihampelas Walk kira-kira sekitar 10 menit dari hotel kalau pakai mobil.

👎🏻 Cons

  • Lantai kamar mandinya licin banget pas basah, bahkan di luar shower area.
  • Area parkir hotel kurang besar kalau dibandingkan dengan jumlah kamar yang ada.
  • Air kolam renang pada saat kunjungan keruh.
  • Kulkas di kamar nggak nyala.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩⚪️
Harga: 💰💰💰

Review: MaxOne Platinum Hayam Wuruk

Tanggal 17 Oktober kemarin, Jakarta City Philharmonic mengadakan konser bertajuk “Yuwana” di Taman Ismail Marzuki. Sebagai penggemar musik klasik dan pianis yang masih hiatus karena kesibukannya di dunia translating dan content writing, kesempatan buat nonton konser klasik (dengan biaya yang relatif terjangkau) tentunya jangan sampai dilewatkan. Sebelum ke Jakarta, saya sempat bingung cari hotel untuk tinggal selama 2 malam. Setelah bersemedi di warnet selama satu jam, akhirnya saya putuskan untuk book hotel ini.

building
Fasad hotel MaxOne Platinum Hayam Wuruk. Foto milik manajemen.

MaxOne Platinum Hayam Wuruk adalah akomodasi bintang tiga yang berlokasi di jalan Hayam Wuruk nomor 5. Hotel ini bersebelahan dengan bangunan HXC yang juga jadi “rumah” buat Yello dan Harris Vertu.  Dari segi desain, fasadnya ini cukup nyentrik dan mainin banyak bentuk geometri, mirip kartu remi kalau ditumpuk, tapi ada beberapa kartu yang mencuat keluar. Oh ya, posisi lobinya ada di samping bangunan, dan bukan di depan. Berkali-kali naik Grab, driver-nya kira lobinya ada di depan. Eh taunya di depan ada rumah makan Padang.

Waktu menginap di sini, saya dapat kamar di lantai 7. Lucky number atau James Bond? Entahlah, tapi yang jelas posisi kamar saya cukup mojok. Teman saya udah takut kita dapat kamar di lantai 4. Ya, you know lah kepercayaannya gimana. Meskipun demikian view-nya lumayan bagus. Hotel ini juga punya restoran yang sayangnya nggak sempat dikunjungi karena saya bangunnya selalu siang dan setelah bangun, keburu sibuk siap-siap buat jalan-jalan atau pergi ke tempat lain.

Dengan interior kamar yang ceria, suasana lobi teduh, dan lokasi yang bagus, MaxOne Platinum Hayam Wuruk ini bisa jadi tempat nginap yang pas dengan harga cukup terjangkau. Sayangnya, ada beberapa hal yang kurang saya sukai dari kunjungan kemarin. Cerita lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Oh ya, sebelumnya saya bilang kalau saya kebagian nginap di kamar di lantai 7. Cukup tinggi kamarnya, sayangnya posisinya agak mojok, walaupun bukan yang terpojok.

IMG_20181017_153122
Interior kamar. Kasurnya besar. Meja kerjanya juga cukup luas, dan ada white board
IMG_20181017_153130
Kanal di televisinya cukup banyak. View dari jendela juga bagus, tapi terhalang pembangunan gedung sebelah.
IMG_20181017_153216
Lemari gantungnya nggak tertutup

Bicara soal desain interior, kamar saya tampak rapi, modern, dan ceria dengan balutan lantai kayu dan wall paneling di beberapa sisi kamar. Ukuran kamarnya memang nggak begitu besar, tetapi cukup luas lah buat ukuran hotel sekelas MaxOne. Ada kaca buram di dinding diagonal yang memisahkan shower box dengan ruangan utama kamar jadi kalau ada yang mandi, yang terlihat dari luar hanyalah lekuk tubuhnya saja (apasih).

Pencahayaan kamar membangun atmosfer hangat, tapi karena warna dindingnya kalem jadi ada semacam keseimbangan antara hot and cold, udah macam Katy Perry aja. Nggak redup, tapi nggak menyilaukan juga. Lagi pula, cahaya dari luar jendela juga kalau siang-siang cukup banyak. Di atas headboard, ada panel kayu dengan semacam lukisan atau potongan dengan desain cetak yang sepintas kayak batik, tapi bukan batik. Unsur youthful-nya didapatkan dari pernak-pernik macam ini.

Untuk in-room amenities, saya rasa sih udah cukup lengkap. TV ada, pilihan channel-nya banyak, meja kerja ada, white board ada. Hanya saja, koneksi WiFi selama saya nginap dua malam itu bisa dibilang kurang bisa diandalkan. Pertama, jumlah perangkat yang bisa pakai satu akun itu nggak banyak. Kedua, meskipun udah terhubung ke jaringan, tapi nggak ada arus keluar masuk data, macam “connected / no internet” kalau di HP Android saya. Untungnya ada paket data HP yang masih bisa diandalkan.

Kamar Mandi

Bicara tentang kamar mandi, saya mempertanyakan satu hal yang saya lihat pas pertama kali masuk kamar.

IMG_20181017_153148
Itu kenapa ada stool di bawah shower?!

Saya nggak paham kenapa bisa ada stool di bawah shower. Apakah penghuni sebelumnya sempat ber-shower sambil duduk? Atau mungkin dipakai buat duduk sambil nungguin creambath? Entahlah tapi yang jelas, petugas cleaning service-nya seharusnya mengembalikan lagi si stool itu ke tempatnya, dan somehow saya jadi penasaran dengan posisi asli stool itu di kamar. Itu aslinya ada di mana?

IMG_20181017_153202
Kamar mandi, lengkap dengan perlengkapan mandi, dan toilet plus bidet.

Ukuran kamar mandi unit saya sebetulnya nggak luas. Shower-nya nggak bermasalah dari segi aliran air, tapi kalau dari segi suhu memang fluktuatif. Ada rainshower juga di shower box jadi yang ingin menggalau bisa lah nyanyi lagu Melly Goeslaw di bawah cucuran air shower. Kalau dari segi desain, kamar mandinya tampak lebih mewah dengan dinding dan countertop marble. Ditambah lagi dengan adanya rainshower, bisa lah menikmati pengalaman mandi mewah. Hanya saja, tolong dong buat pihak hotel itu stool-nya dikondisikan 🙄

Fasilitas Umum

MaxOne Platinum Hayam Wuruk punya restoran yang ada di lantai teratas. Dari restoran, kita bisa menikmati pemandangan kota Jakarta yang cantik, apalagi kalau malam-malam. Sayangnya, saya nggak sempat ke restorannya sama sekali karena terlalu sibuk. Sibuk persiapan nonton konser, kesiangan bangun pagi jadi nggak sempat sarapan, dan pada akhirnya lupa karena lebih banyak beraktivitas di luar hotel.

This slideshow requires JavaScript.

Sebelumnya saya sempat sebut rustic industrial. Sentuhan gaya ini juga bisa kita lihat di beberapa public space seperti lorong hotel atau lobi lift. Kalau untuk lobi sendiri, desainnya lebih ke arah kontemporer, dengan suasana teduh karena ada dinding rumput sintetis yang dihiasi oleh sangkar-sangkar burung. Cute deh buat jadi latar belakang foto.

This slideshow requires JavaScript.

Nah, sekarang saya mau bahas hal yang bikin kunjungan saya kurang maksimal. Staf hotel yang melayani saya pada awalnya ramah, tapi ke sininya kok jadi dingin ya? Kurang ramah jatuhnya. Bahkan, resepsionis lupa kembalikan SIM saya dan ketika telepon ke kamar, bilangnya malah saya yang lupa ambil SIM (saya ingat betul resepsionisnya nggak kasih lagi SIM, kenapa jadi melemparkan kesalahan padaku).

Selain itu, di lobi saya minta tolong resepsionis untuk kirimkan mangkuk dan sendok ke kamar. Resepsionisnya bilang belum tahu karena restorannya udah tutup (waktu itu masih jam empat sore). Saya tegasin ke dia ya kalau alat-alat makan sih mau restoran tutup atau buka, harusnya masih bisa diakses 😒 Akhirnya, sekitar setengah jam setelahnya barulah ada pegawai yang datang ke kamar untuk kasihkan mangkuk, dan hanya mangkuk saja. Sendoknya ketinggalan. Saya harus telepon room service untuk minta sendok yang ketinggalan dan nggak diangkat oleh pihak hotel. Sendok baru datang ketika makanan saya udah mau habis. Menyebalkan 😒

Lokasi

Dari aspek lokasi, MaxOne Platinum Hayam Wuruk ini memang bagus. Mau ke mana-mana gampang karena Halte Busway Harmoni bisa ditempuh dengan jalan kaki selama sekitar 5 menit dari hotel. Di dekat halte, ada Carrefour Duta Merlin yang bisa dikunjungi buat belanja segala macem. Restoran-restoran juga banyak di sekitar hotel (apalagi rumah makan Padang, itu sih tinggal turun ke lobi).

Mau ke Grand Indonesia? Dari hotel kalau pakai mobil sih sekitar 15 menit (selama lalu lintas nggak dialihkan). Mau ke Kota Tua juga bisa, pakai busway bisa lebih cepat. Mau belanja murah? Bisa ke Glodok atau Tanah Abang. Restoran 24 jam? Ada McDonald’s berjarak sekitar 10 menit dari hotel dengan berkendara. Ngopi? Ke Starbucks aja yang lokasinya tepat di sebelah bangunan hotel. Waktu WiFi kamar ngadat, saya kabur ke Starbucks buat kerja.

Kesimpulan

Untuk hotel bintang tiga, MaxOne Platinum Hayam Wuruk saya rasa berhasil menawarkan dua aspek utama yang saya cari kalau lagi masuk ke mood “nggak banyak maunya”, yaitu lokasi dan kenyamanan istirahat. Aspek lokasi harus saya kedepankan karena hotel ini memang deket ke mana-mana. Halte busway, mal, Starbucks, atau restoran bisa dicapai dari hotel dengan jalan kaki. Sebetulnya, kawasan Hayam Wuruk dan Gajah Mada ini memang kawasan yang bisa dibilang asyik buat pilih hotel saat berlibur ke Jakarta. Mau makan mewah ada, makan murah banyak. Ke Kota Tua deket, ke mal juga dekat.

Untuk aspek kenyamanan istirahat, tidur saya nggak terganggu meskipun di sebelah lagi ada pembangunan. Selain itu, nggak ada masalah dengan air di kamar mandi, AC, atau televisi. WiFi-nya memang kurang reliable, tapi yang penting tidur saya nggak terganggu dan gak ada hal aneh-aneh terjadi di kamar (kecuali sliding door kamar mandi yang agak susah dibuka, tapi tetap fungsional kok).

Hanya saja, yang disayangkan adalah pelayanan stafnya. Untuk urusan ini, saya memang dan selalu “bawel”. Dengan rate 400 ribuan, MaxOne Platinum Hayam Wuruk bisa jadi pilihan akomodasi budget yang strategis dengan interior youthful buat kita-kita para young traveler. Namun, buat saya secara pribadi akan lebih nyaman dan kunjungan saya akan lebih terasa lengkap ketika staf bisa lebih ramah dan helpful. Semoga sih ke depannya kalau saya nginap lagi di sana, stafnya bisa lebih baik lagi.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Desain kamar bernuansa youthful dengan dinding artsy di belakang headboard tempat tidur sebagai focal point.
  • Lokasi strategis. Dekat ke supermarket (Carrefour Duta Merlin), kafe (Starbucks), restoran (Padang Merdeka), dan lain-lain. Halte busway Harmoni juga cuman sekitar 5 menit dengan jalan kaki dari hotel.
  • Restoran hotel menawarkan city view yang keren.
  • Rate-nya cukup terjangkau untuk hotel budget ke arah midscale.

👎🏻 Cons

  • Internet putus nyambung, kurang reliable kalau buat dipakai kerja.
  • Beberapa staf dan resepsionis hotel kurang ramah dan terkesan perfunctory, kurang responsif dengan kebutuhan pengunjung (I know everyone is tired but hey, we did not even ask for something unexpected like a white elephant or something. Semoga saja kualitas layanan dan keramahan stafnya bisa lebih ditingkatkan).
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌⚪️⚪️
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

When we review hotels, please expect some humour. Unless stated, all hotel-related photos were taken by us. Please check the emoji map for scoring information.

Design a site like this with WordPress.com
Get started