Tag Archives: review hotel

Review: Holiday Inn Express Thamrin

Salah satu kawasan favorit saya di Jakarta adalah Dukuh Atas. Bukan tanpa alasan, saya pilih kawasan ini salah satunya karena ada stasiun MRT. Ditambah lagi, kawasan ini juga dekat ke Stasiun BNI Sudirman. Jadi, akan gampang banget buat saya naik kereta bandara kalau stay sementara di kawasan ini. Selain itu, jaraknya ke Grand Indonesia juga nggak begitu jauh. Nyaman deh intinya.

Ada satu properti di kawasan Dukuh Atas yang saya inapi. Secara pribadi, saya lumayan terkesan dengan layanan dan fasilitas yang tersedia di properti ini. Bisa dibilang sih saya nggak menyangka bahwa pengalaman menginap saya di hotel tersebut akan lebih menyenangkan dari dugaan. Tanpa berlama-lama, langsung aja saya bahas hotelnya, ya!

Holiday Inn Express Thamrin adalah hotel bintang 3 yang berlokasi di Jalan Tanjung Karang No. 1, Jakarta Pusat. Dari luar, bangunan hotel di Jakarta ini tampil simpel dalam fasad bergaya modern yang didominasi warna hitam . Oh, ya! Kunjungan saya ke sini jadi pengalaman pertama saya menginap di lini Express-nya Holiday Inn. Seperti yang mungkin sebagian pembaca sudah tahu, lini Express-nya Holiday Inn hadir dengan fasilitas yang lebih terbatas dan mengedapankan konsep cepat dan no-nonsense. Cocok banget buat kalangan pebisnis yang nggak perlu akomodasi yang ribet.

Berada di pusat kota, lokasi jadi salah satu kelebihan properti ini. Pasalnya, bicara soal moda transportasi, hotel ini menawarkan akses mudah ke Stasiun MRT Dukuh Atas yang terkenal dengan tangga dan eskalatornya yang puaaanjaaaang banget (kata Haikal, stasiun ini merupakan stasiun terdalam di Jakarta). Jalan kaki sekitar 2 menit, kita udah sampai di Stasiun BNI City ke bandara. Jalan lagi sedikit dan lewati terowongan, kita sampai di Stasiun Sudirman. Makanya saya bilang sebelumnya, hotel ini cocok buat kalangan pebisnis yang nggak membutuhkan akomodasi yang ribet (atau pelancong yang ingin akses dekat ke stasiun).

Dilansir dari situs web resminya, hotel budget di Jakarta ini punya 101 kamar yang tersebar di 10 lantai. Tipe kamar yang tersedia hanya satu, dan yang membedakan hanya pilihan kasurnya saja. Soal fasilitas, apa yang ditawarkan Holiday Inn Express Thamrin lebih banyak dibandingkan properti-properti bujet lain di kelasnya. Ada gym, laundry room, ruang rapat, dan beberapa perlengkapan penunjang produktivitas. Buat saya, kehadiran gym dan laundry room jadi sesuatu yang sangat membantu. Meskipun kita sibuk dan banyak kerjaan atau dikejar waktu, bisa olahraga pagi atau nyempetin cuci baju tentunya menyenangkan. Saat menginap, saya menempati kamar di lantai 5 yang ternyata merupakan kamar corner dengan ukuran yang relatif lebih luas, dan view ke arah Jalan Sudirman (terima kasih, Pak Slamet sudah di-arrange reservasi saya dengan baik). Pembahasan lebih lengkapnya di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya bilang di atas, hanya ada satu tipe kamar di Holiday Inn Express Thamrin. Seperti halnya properti-properti lain di lini ini, tipe kamar yang ditawarkan memang sangat terbatas. Namun, yang membedakan ya pilihan tempat tidurnya. Saya pilih kamar dengan double bed. Di situs web resmi hotel, saya nggak dapat informasi luas kamar. Kalau di Agoda, disebutkan bahwa ukuran kamar adalah 20 meter persegi. Kamar seluas itu bisa dibilang cukup lumrah untuk properti-properti kelas ekonomi. Namun, karena kamar saya ada di sudut, ukurannya saya rasa sedikit lebih luas atau, setidaknya, memiliki kesan yang lebih luas karena adanya dua jendela di dua sisi kamar.

Interior kamar mengusung desain kontemporer dan secara pribadi, saya nggak menemukan sesuatu yang benar-benar spesial dari interior kamar. Sleek, rapi, tapi ya ordinary. Penggunaan karpet berwarna biru menunjukkan ke-Holiday Inn Express-an kamar. Oh, ya! Headboard tempat tidur menggunakan semacam bantalan berpelapis kulit dengan dimensi memanjang. Di atas tempat tidur juga ada semacam lukisan (atau wallpaper, ya? Kayaknya sih wallpaper) yang menjadi dekorasi kamar. Ya, oke lah.

Meja kerja ditempatkan di sisi selatan ruangan (oh, ya! Jendela kamar saya menghadap ke utara dan timur). Sayangnya, tepat di atas meja kerja ada televisi. Walhasil, kalau kerja dengan kondisi televisi menyala, saya jadi pusing karena suara dari televisi bisa ganggu kerja. Ya, bisa di-mute sih sebetulnya. Hanya saja, posisi televisi yang dipasang di dinding juga relatif rendah sehingga pas lagi kerja, rasanya kayak lagi lihat dua monitor dalam jarak dekat, dan salah satu monitornya jauh lebih besar. ‘Kan kurang baik buat penglihatan. Solusinya ya kalau mau kerja, jangan nyalakan televisi. Hanya saja, buat orang kayak saya yang kalau kerja di kamar itu nggak bisa dalam keadaan super sepi dan sebisa mungkin harus ada televisi, solusi tersebut rasanya agak gimana…

View yang saya dapat dari jendela kamar cukup mengasyikkan. Jendela yang menghadap ke timur menawarkan view Jalan Sudirman. Nah, meja dan kursi kerja di kamar berada di samping jendela ini. Jadi, kalau sore atau malam saya mulai capek dengan kerjaan dan perlu istirahat sejenak, saya tinggal nyeduh kopi sambil lihat view di luar. Simpel, tapi cukup menenangkan. Sementara itu, jendela yang menghadap ke utara berhadapan dengan UOB Tower dan menara Thamrin 9 yang masih dibangun. Low-key privacy alert sih jendela yang ini, tapi untungnya ada sheer curtain yang setidaknya bisa mengurangi fokus mata-mata kepo yang pengen tahu ada apa di dalam kamar.

Oh, ya! Kelengkapan lain di kamar saya mencakup kulkas, coffee/tea maker, alarm, dan AC (wajib lah ini mah). Pretty standard lah, ya, untuk ukuran properti bintang tiga, tetapi mempertimbangkan konsep no-nonsense dan fokus dalam kecepatan, fasilitas-fasilitas yang ada di kamar sudah mumpuni. Ya, dipikir-pikir lagi aja. Buat orang yang ngga perlu fasilitas dan desain kamar yang neko-neko, udah ada fasilitas-fasilitas itu sih udah cukup, terutama buat orang-orang yang bakalan fokus kerja atau nggak akan stay lama di hotel karena harus ngejar flight ke bandara.

Kamar Mandi

Kamar mandi di kamar tamu Holiday Inn Express Thamrin Jakarta pun mengusung konsep yang nggak neko-neko, tapi bisa memenuhi kebutuhan tamu. Desainnya simpel dan seperti halnya interior kamar, nggak ada yang benar-benar spesial. Namun, seperti yang saya sebut di atas, kebutuhan saya sudah terpenuhi saat menginap.

Dimensi yang memanjang membuat kamar mandi terkesan sempit. Namun, pencahayaannya relatif baik sehingga ruangan nggak memicu klaustrofobia. Shower area di kamar mandi relatif kecil dan dipisahkan oleh dinding kaca. Di sini juga nggak ada rainshower, hanya shower tangan. Seandainya ada rainshower, bisa jadi nilai tambah, tapi ya, segini pun udah cukup sih sebetulnya. Kelengkapan kamar mandi yang lain mencakup hairdryer dan produk kebersihan pribadi. Ya, lumayan lah segini sih menurut saya.

Fasilitas Umum

Restoran

Holiday Inn Express Thamrin Jakarta punya satu restoran di lantai lobi yang juga berfungsi sebagai tempat rapat (disebut sebagai The Great Room). Dari segi ukuran, restoran hotel sebetulnya tidak begitu besar. Namun, di salah satu sisi ruangan, dipasang meja memanjang dengan kursi-kursi yang menghadap ke jendela. Nah, pas sarapan, saya duduk di kursi ini supaya bisa makan sambil lihat pemandangan ke arah luar (sebenernya nggak begitu asyik sih view-nya). Oh, ya! Reservasi di sini sudah termasuk sarapan, ya.

Saya sendiri nggak sempat foto-foto banyak di restoran ini karena pada jam sarapan, keadaan restoran cukup ramai. Ada juga pintu menuju teras kecil yang berfungsi sebagai smoking area. Dari segi interior, menurut saya sih restoran cukup cantik dalam balutan desain kontemporer yang menonjolkan warna maple pada elemen-elemen kayu. Simpel, tapi nggak terkesan biasa-biasa aja.

Soal menu, pilihan yang ada memang tidak begitu variatif. Bisa dipahami sih sebetulnya, mengingat properti ini pada dasarnya masuk ke kategori hotel budget di Jakarta. Kalau ingin scrambled egg, bisa minta ke staf yang bertugas. Oh, ya! Waktu saya menginap, salah satu pilihan minuman panas yang tersedia adalah hot chocolate. Wih! Saya jarang nemu properti yang menawarkan hot chocolate sebagai minuman panas untuk sarapan (for free). Hot chocolate disediakan sebagai produk sachet. Jadi, kita yang seduh sendiri (ya, sama seperti kopi dan teh di sini sih). Hanya saja, pas sarapan di hari terakhir, hot chocolate-nya sudah nggak ada. Duh! 😓 Selain itu, buat yang nggak sempat sarapan karena harus ngejar flight atau apa, Holiday Inn Express Thamrin menawarkan opsi express breakfast yang bisa kita pesan sejak awal. Jadi, pihak hotel akan siapkan menu breakfast simpel buat kita takeaway. Pas banget nih buat yang harus meninggalkan hotel pagi-pagi buta.

Yang saya sayangkan adalah staf yang bertugas di hari kedua menginap (saya nginap selama 3 hari) kurang gesit. Minta sendok, baru datang sekitar 10 menit kemudian. Soal keramahan sih, para staf memang ramah. Hanya saja ya, itu tadi, kalau bisa sih lebih gesit lagi dan jangan sampai lupa pesanan tamu.

Gym & Laundry Room

Dua fasilitas berikutnya yang ada di Holiday Inn Express Thamrin adalah gym dan laundry room. Keduanya berada berdekatan dan di satu lantai yang sama. Jadi, saya pikir sih, sambil nungguin cucian beres, kita bisa sambil nge-gym. Luas gym hotel sih memang tidak begitu besar, tetapi dari segi peralatan, jenis yang ditawarkan cukup beragam.

Karena space yang tidak besar, penempatan alat-alat gym menurut saya sangat berdekatan satu sama lain. Ada dua treadmill dan satu stationary bike yang ditempatkan menghadap jendela (eh, kalau si bike sih nggak karena justru menghadap ke arah cermin). Sambil lari di atas treadmill, saya bisa lihat pemandangan Jalan Sudirman. Ya, lumayan lah setidaknya ada view. Beberapa barbel juga tersedia dalam berbagai ukuran. Ngomongin soal barbel, saya pengen ngelatih dan ngebentuk otot lengan nih. Saya juga lagi ingin olahraga buat mengatasi perut buncit. Selama pandemi ini, saya banyak di rumah dan bisa ditebak, dengan tersedianya makanan hampir setiap saat, saya hobinya ngemil dan berdampak ke food baby yang makin sulit dikendalikan.

Oh, ya! Kamar mandi juga tersedia di dalam gym. Namun, kamar mandi ini sifatnya half-bath, ya. Jadi, kalau habis nge-gym ingin mandi, ya harus mandi di kamar. Selama menginap 3 hari, saya nggak pernah ketemu tamu lain di gym. Senangnya adalah saya bisa pakai gym dengan leluasa, tanpa harus diburu-buru karena gantian mesin dengan tamu lain.

Di samping gym, ada laundry room. Untuk menggunakan mesin yang ada, kita bisa beli koin dari resepsionis. Jumlah mesin yang ada terbatas sehingga ketika ada tamu lain, mau nggak mau kita harus ngantri. Di ruangan ini juga terdapat ironing board dan setrika. Urusan cuci dan setrika memang harus dilakukan sendiri oleh tamu dan saya rasa, inilah yang membuat rate lini Holiday Inn Express lebih terjangkau (ya, nggak murah-murah banget sih sebetulnya).

Fasilitas Lain

Selain restoran, gym, dan laundry room, di lantai lobi ada satu area yang saya rasa merupakan business center (karena ada dua iMac). Namun, di area ini ada satu ruangan dengan pintu lipat yang kalau dibuka, bisa berfungsi seperti ekstensi restoran. Saya sempat nongkrong di sini sebentar setelah balik dari Stasiun BNI City buat lanjutin kerjaan yang tertunda. Sambil duduk dan gawe di sini, kita juga bisa pesan makanan atau minuman.

Saat kerja, saya lihat ada beberapa tamu lain yang ngobrol dan ketemuan di area ini. Jadi, ya mungkin bisa dibilang area ini juga berfungsi sebagai kafe atau ekstensi lobi lah kurang lebih. Namun, karena tempatnya yang tertutup tanpa jendela, saya jujur ngerasa agak klaustrofobik di sini. Mungkin salah satu aspek pendukungnya adalah pencahayaan yang nggak begitu terang.

Lokasi

Kalau ngomongin soal lokasi sih, beuh, Holiday Inn Express Thamrin jangan diragukan. Ke mana-mana mudah. Stasiun MRT Dukuh Atas dan Stasiun BNI City bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 2 menitan aja. Jalan lagi sedikit dan lewati terowongan, ada Stasiun Sudirman. Untuk yang singgah sejenak di Jakarta dan harus ke bandara sih, properti ini layak dipertimbangkan. Taksi atau ojek online juga bertebaran di sekitar hotel. Nggak akan susah lah intinya buat bepergian, apalagi properti ini juga berlokasi di pusat kota.

Di sekitar hotel, sebetulnya ada banyak restoran dan kafe. Namun, sebagian berlokasi di seberang jalan dan ketika saya bilang seberang jalan, kita harus nyeberangin Jalan Sudirman yang lebar banget. Tentunya, kita bisa ke area sana lewat terowongan. Nah, minimarket terdekat juga adanya di Jalan Blora. Jadi, ya mau nggak mau harus lewat terowongan sih (tapi aman kok, tenang aja, dan banyak orang). Selain itu, hotel ini juga dekat dari Grand Indonesia. Kalau jalan kaki, mungkin jarak tempuhnya sekitar 3 menitan. Deket banget, lho, sebetulnya.

Dari Stasiun Gambir, Holiday Inn Express Thamrin Jakarta bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu sekitar 10-15 menitan, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, pakai KA Bandara yang turun di Stasiun BNI City sih jarak tempuhnya sekitar 45-50 menit. Dari stasiun, tinggal jalan sebentar, nyampe deh di hotel.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Saat menginap selama 3 hari 2 malam, saya bisa bilang pelayanan yang diberikan pihak hotel cukup memuaskan dan menyenangkan. Saat check-in, saya berkesempatan bertemu dengan Pak Slamet selaku general manager hotel. Nah, Pak Slamet membantu nge-assign kamar untuk saya di posisi yang cukup tinggi dan tenang, tapi masih punya view yang bagus. Terima kasih banyak, Pak Slamet! Beliau juga sebetulnya menawarkan saya check-out jam 2 siang, tapi saat saya konfirmasi lagi ke pihak resepsionis, staf bilang saya bisa dapat late check-out jam 1 siang. Mungkin ada informasi yang nggak tersampaikan ke staf resepsionis atau gimana, but it wasn’t a big problem sih.

Soal kebersihan dan kerapian kamar, saya ngga ada keluhan. Oh, ya! Waktu saya tiba, saya sebetulnya dikasih buah-buahan potong. Terima kasih banyak, Holiday Inn Express Thamrin Jakarta! Kebutuhan vitamin dan serat saya terpenuhi pada hari itu 😆 Yang saya sayangkan dari aspek pelayanan sebetulnya hanya di restoran saja. Seperti yang saya bilang di segmen sebelumnya, saya harus nunggu lama setelah minta diambilkan sendok. Menurut saya, nunggu 10 menit untuk satu sendok sih keterlaluan. Namun, para staf restoran yang bertugas ramah-ramah. But still, next time sih semoga jangan sampai terjadi lagi.

Secara keseluruhan, pelayanan di Holiday Inn Express Thamrin sudah cukup memuaskan dan menyenangkan. Meskipun ada gangguan atau masalah sepele, pengalaman menginap saya nggak sampai rusak.

Kesimpulan

Antiribet club. Holiday Inn Express Thamrin Jakarta, sesuai namanya, mengedepankan konsep ekspres, tapi tanpa mengesampingkan kualitas. Proses check-in berjalan dengan mulus dan cepat. Kebutuhan dasar di kamar dan kamar mandi sudah tersedia. Opsi express breakfast tersedia. Lokasi juga strategis. Untuk kalangan pebisnis dan “pengejar” flight sih, menurut saya hotel ini layak dilirik.

Interior kamar mengusung desain kontemporer yang menurut saya tidak begitu spesial. Namun, suasana kamar cukup nyaman untuk kerja dan istirahat, terutama untuk kamar corner. Kalau pusing dengan kerjaan dan perlu istirahat, cukup ngeteh dan lihat view Jalan Sudirman, atau nonton TV sebentar. Gym hotel jadi my go-to place di pagi hari buat olahraga. Sarapan tersedia dan, meskipun menunya nggak super variatif, setidaknya menunya decent (dan ada hot chocolate pula). Kunjungan saya sudah terasa lengkap sebetulnya, tentunya dengan mindset yang disesuaikan dengan apa yang hotel tawarkan dan konsep hotel (ya masa sih hotelnya akomodasi budget no-frill untuk pebisnis, tapi ekspektasinya ada lagoon pool dan whirlpool?).

Soal pelayanan, secara keseluruhan sih baik dan menyenangkan. Dari aspek lokasi, duh jangan ditanya lagi. Soal harga, menurut saya sedikit lebih mahal, meskipun masih masuk kategori akomodasi budget atau express. Mungkin semi-budget kali, ya, istilah yang lebih tepatnya? Tripadvisor menyebutkan rate hotel ini mulai 400 ribuan per malam. Kalau di aplikasi resmi IHG sendiri, saya sering lihat rate-nya pun di kisaran segitu (kadang-kadang 500an sih). Overall, pengalaman menginap di Holiday Inn Express Thamrin Jakarta sudah menyenangkan dan no ribet. Will I come back again? I guess I will kalau saya harus ke bandara dan singgah sejenak di Jakarta.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis banget. Mudah ke stasiun MRT, stasiun kereta bandara, dan stasiun KRL. Ke Grand Indonesia juga deket dan bisa jalan kaki.
  • No ribet. Untuk kalangan pebisnis, menurut saya konsep hotel ini cocok.
  • Setiap reservasi sudah mencakup sarapan. Ada juga opsi express breakfast buat yang harus ngejar flight pagi dan nggak sempat sarapan di hotel.
  • Ada fasilitas gym dan laundry room (berbayar, dan nyuci sendiri ya).

👎🏻 Cons

  • Rate masih terbilang tinggi untuk properti kelas budget/ekspres, terutama ketika harga lagi menyentuh kisaran 500an.
  • Desain kamar tidak begitu spesial.
  • Opsi menu sarapan kurang variatif.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😶⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

Review: Moxy Bandung

Wah! Saya hiatus berapa lama nih dari blog ini? Karena tanggung jawab pekerjaan, saya “terpaksa” menelantarkan blog review ini. Padahal, masih ada belasan hotel yang menunggu untuk saya ulas. Ke depannya, saya akan coba deh nyolong-nyolong waktu buat nulis ulasan lagi supaya blog ini juga bisa tetap jalan. This is one of my passion. Jadi, ya sayang banget kalau ditelantarkan. Sudah seperti anak sendiri, kalau kata salah satu iklan kecap sih.

Di bulan Agustus kemarin, saya sempat menginap di salah satu hotel yang berlokasi di kawasan Dago. Bos Permata (udah bukan di Panin lagi soalnya si Suneo) main ke Bandung untuk merayakan HUT RI dan dia pesan kamar di hotel ini atas referensi dari temannya yang juga reviewer hotel. Kalau saya kebetulan lagi main ke daerah Dago, saya sering lewati hotel ini, tapi ya hanya lewat. Saya pernah sih lihat foto-foto interiornya dan menurut saya cukup unik, tapi seunik apa itu, saya nggak yakin. Saya harus datang ke hotelnya langsung supaya bisa menilai lebih baik. Karena kebetulan si Pak Suneo nginap di sini, akhirnya ya sudahlah sekalian saya main dan review properti.

Moxy Bandung
Fasad Moxy Bandung. Foto milik manajemen hotel.

Moxy Bandung adalah hotel bintang tiga yang berlokasi di Jl. Ir. H. Djuanda No. 69, Bandung. Location-wise, hotel ini posisinya strategis karena ada di persimpangan. Oh, ya! Dari Balubur Town Square (Baltos) pun hotel ini cukup dekat jaraknya. Bisa lah jalan kaki. Dulu saya pernah paruh waktu kerja bantuin teman di kafe punyanya Baltos. Kalau dilihat dari luar, bangunan hotel cukup terhalangi oleh pohon-pohon besar. Sebenarnya, bangunannya sendiri unik karena berbentuk huruf L, dengan rooftop bar di atasnya.

Hotel ini merupakan salah satu hotel butik di Bandung yang mengedepankan desain yang unik. Kalau lihat di foto-fotonya (nanti juga bisa lihat di segmen berikutnya), interior hotel mengusung gaya Industrial yang kental. Desain ini dipadukan dengan sentuhan vintage dari penggunaan neon warna-warni dan beberapa pernak-pernik khas tahun 80/90-an. Bisa dibilang Moxy Bandung ini hotel Instagrammable banget. Saya sendiri selama nginap, banyak pakai HP buat foto-foto karena tempatnya emang Insta-worthy. Cocok deh buat avid Instagram users.

Ada 109 kamar di hotel ini yang terbagi ke dalam tiga tipe, yaitu Moxie, Dago Deluxe, dan Braga. Nah, tipe kamar terakhir itu merupakan suite room. Untuk fasilitas, Moxy Bandung punya restoran, lounge, meeting room, gym, ironing room, dan rooftop bar. Waktu menginap di sana, saya dapat kamar Dago Deluxe. Kebetulan, kamar saya merupakan corner room dengan view ke arah Dago dan Jembatan Pasopati. Ulasan lengkapnya ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain kamar, saya sih percaya sama Moxy Bandung. Sebagai hotel butik, tentunya desain interior yang cantik menjadi aspek yang penting. Di kawasan Dago, sebenarnya Marriott punya 4 properti, tapi yang secara jelas menargetkan muda-mudi sebagai segmentasi pasarnya ya hotel ini. Seperti yang saya bilang sebelumnya, hotel ini mengusung gaya Industrial sebagai desain utama. Nah, di hotel ini, akses kamar ada dua pilihan: lewat card atau aplikasi Marriott. Kalau kamar dipesan melalui aplikasi atau situs Marriott, akun yang terdaftar akan terhubung dengan pemesanan dan kita bisa masuk ke kamar dengan mendekatkan ponsel (yang ada aplikasi Marriott-nya) ke pintu. Praktis, deh!

Dengan luas 24 meter persegi, kamar Dago Deluxe terasa cukup lapang. Ada dua jendela yang menghadap ke utara dan barat di kamar. Ini artinya, ada banyak cahaya matahari yang masuk ke kamar sehingga bisa mengurangi penggunaan lampu. Sayangnya, di sore hari intensitas cahaya matahari yang masuk ke kamar cukup kuat. Walhasil, suhu di kamar pun jadi terasa lebih panas. Palet warna monokromatik yang cerah juga bikin kamar terasa lebih luas. Dinding semen ekspos di belakang tempat tidur menjadi semacam focal point di kamar. Headboard tempat tidur menggunakan warna gelap untuk membangun kontras dengan dinding.

Oh, ya! Karena si Pak Suneo ini member Marriott Bonvoy, begitu masuk kamar ternyata sudah ada kejutan dari para staf hotel. Ada dua flamingo dan beberapa dekorasi stik di atas headboard. String lights juga dipasang di atas headboard. Di atas tempat tidur, sudah ada papan catur dan balok-balok UNO Stacko yang disusun menjadi tulisan “AT THE MOXY”. Gemas banget!

IMG_20190818_132812
IMG_20190818_132902
IMG_20190818_132957

En-suite amenities yang tersedia memang terbatas. Di kamar tidak ada kulkas kecil dan lemari pakaian tertutup. Namun, fasilitas hiburan seperti TV dan koneksi WiFi sih tetap ada. Di sore hari, saya dan Suneo sempat ketemu dengan Pak Raksa, “kapten”-nya Moxy Bandung untuk ngobrol tentang properti ini, properti-properti Marriott yang lain, dan dunia perhotelan. Menurut beliau, hotel ini mengusung konsep yang lebih “simpel”. Beberapa fasilitas memang “disunat” dari kamar. Setelah diperhatikan, di kamar nggak ada kulkas dan coffee/tea maker. Memang disediakan dua botol air mineral, tapi kalau mau ngopi atau ngeteh, tamu harus ke lobby lounge buat bikin sendiri minuman (gratis kok, kecuali minuman lain kayak bir atau soju). Secara pribadi, menurut saya konsep ini agak merepotkan, tapi waktu menginap, saya memang nggak ada keinginan buat bikin teh atau kopi sih so it didn’t matter.

IMG_20190818_133022
IMG_20190818_133047
IMG_20190818_133109
IMG_20190818_133219_1

Kalau biasanya hotel menyediakan kursi lengan, di sini ada bean bag yang ditempatkan di salah satu sudut kamar. Ada wall lamp di belakangnya sebagai sumber cahaya kalau mau baca buku. Saya sih suka dengan penggunaan bean bag di kamar. Oh, ya! Staf hotel juga menyediakan ukulele (yang sayangnya fals) dan teddy bear raksasa berwarna pink. Unch maksimal deh buat foto-foto! Ada juga rubiks yang nggak bisa saya mainkan. Intinya sih, di kamar ada banyak mainan dan hiburan yang bikin betah. The inner child of me was so alive!

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, saya suka dengan skema warnanya yang cerah. Walaupun masih dalam balutan warna-warna monokrom, penggunaan tiles warna putih dengan pola running bond dan pencahayaan yang terang membuat kamar mandi terasa lebih lapang. Gaya Industrial terlihat dari penggunaan tiles dan furnitur berdesain Utilitarian.

IMG_20190818_133359
IMG_20190818_133354

Shower area-nya cukup luas dan dibatasi oleh dinding kaca. Ada rainshower di sini jadi lumayan lah untuk “galau time”. Dispenser sabun dan sampo sudah tersedia di shower area. Rak handuk bergaya Utilitarian dipasang di atas kloset. Desainnya simpel, tapi cantik. Bisa jadi inspirasi buat rumah idaman di masa mendatang. Sayangnya, nggak ada split level antara shower area dengan area kamar mandi yang lain. Ini artinya air masih bisa meleber dan meluas ke mana-mana.

IMG_20190818_133422
IMG_20190818_133435
IMG_20190818_133343_1

Amenities kamar mandi lainnya yang tersedia mencakup hair dryer, sikat & pasta gigi, hand soap, dan hand towel. Wastafel kamar mandi cukup besar dan bukan tipikal basin yang dangkal sampai airnya gampang tumpah ke mana-mana. Di samping cermin, ada lampu dinding Industrial khas kapal laut. Kalau pernah nonton Titanic, pasti nggak asing sama lampu kayak gini. Oh, ya! Saya lupa. Tepat di depan kamar mandi, ada satu dinding dekoratif yang juga fungsional. Di dinding ini terpasang beberapa foto dan typographical art berbingkai yang bersanding dengan beberapa gantungan pakaian. Walhasil, dinding ini jadi spot yang Instagrammable. Secara pribadi, ini bagian kamar yang saya suka, selain pojok bean bag.

Fasilitas Umum

Lobby Lounge

Moxy Bandung mengusung konsep lobi dan resepsionis yang menyatu dengan lounge. Check-in pun dilakukan di kasir lounge. Mekanismenya jadi terasa santai. Pas sih karena memang hotel ini menargetkan kawula muda sebagai pangsa pasarnya. Area bar berada di tengah-tengah ruangan dengan langit-langit setinggi dua lantai. Di belakang bar, ada beberapa counter dan lemari yang memuat makanan dan minuman, baik yang gratis maupun yang berbayar. Di lounge ini, saya dan Suneo ketemu sama Pak Raksa. Sementara mereka berdua ngobrol, saya ngabisin dua chocolate Martini yang dipesen karena si Suneo baru neguk sekali udah bilang kenyang. By the way, waktu itu lagi ada promo buy one get one. Lumayan lah kalau segelas nggak cukup.

IMG_20190818_143133
IMG_20190818_143817

Di sisi timur bar, ada area restoran hotel. Sarapan pagi dihidangkan di sini. Oh, ya! Di sini juga ada noodle bar. Ada satu rak bergaya Industrial yang punya banyak mi instan dengan berbagai rasa. Ada juga roulette wheel buat milih rasa mi yang bisa dicoba. Area restoran ini sendiri keliatannya kecil, tapi ketika pagi saya cek, ternyata nggak sesempit yang dikira. Sebetulnya, area ini cukup Instagrammable dengan mural di dinding, meskipun kalau untuk public space sih, game room-nya yang jauh lebih Instagrammable.

Mini Library

Naik satu lantai dari lobi melalui tangga, ada lounge area tambahan yang berfungsi sebagai reception area buat meeting room dan juga perpustakaan kecil. Di sini juga ada printer dan komputer yang ditempatkan di atas meja pendek. Kalau mau duduk, pakai bean bag. Ih, ini sih rasanya kayak warnet atau main komputer di rumah sendiri (which I like!). Untuk perpustakaan sendiri, meskipun koleksi bukunya nggak banyak, area ini tetep cozy buat dipake santai sambil baca. Ada meja bundar dengan beberapa kursi, atau sofa panjang yang nyaman. Mainan seperti UNO Stacko juga bisa ditemukan di sini. Waktu saya menginap, kebetulan lagi ada acara yang digelar di sana. Karena itu, saya jadi nggak bisa foto ruang rapatnya.

IMG_20190818_143218
IMG_20190818_143237
IMG_20190818_143531
IMG_20190818_143553

Gym

Di Moxy Bandung, kita bisa tetep liburan sambil olahraga. Ada gym yang buka 24 jam buat menjaga kebugaran tubuh. Nah, ada sesuatu yang bikin saya kesal, nih! Jadi, ceritanya saya udah foto-foto gym-nya tuh. Ketika saya pindahkan foto dari HP ke komputer, saya kaget karena foto-foto gym yang udah diambil ternyata nggak ada. Waktu saya cek di HP pun, saya nggak lihat foto-foto itu. Ada kemungkinan sih fotonya terhapus atau semacamnya. Kesal banget rasanya. Saya jadi nggak punya dokumentasi buat diunggah ke ulasan.

68904227_2483783665041360_1057789649742725120_n
69007451_2483783875041339_1024851803247738880_n

Meskipun demikian, foto saya lagi nyobain tinju ternyata masih bisa digunakan. Foto ini agak memalukan soalnya ada saya-nya, tapi nggak apa-apa lah sesekali muka reviewer-nya nongol di ulasannya sendiri. Untuk gym-nya sendiri, ukurannya nggak begitu besar, tapi nggak sempit juga. Ada treadmill, weight lifter, dan stationary bike. Uniknya, stationary bike yang digunakan adalah sepeda betulan. Ya, memang sih nggak ada layar indikator kecepatan dan segala macam (fitur-fitur yang sifatnya technologic pun nggak ada), tapi sepeda ini bisa jadi media unik buat berolahraga. Di sini juga ada punching bag dan dua pasang sarung tangan tinju.

Di dalem gym juga ada kamar mandi. Nah, kamar mandinya ini memang hanya satu, tapi lengkap karena sudah ada shower. Buat saya, kehadiran full bathroom ini convenient karena habis selesai olahraga, kita bisa langsung mandi, tanpa harus naik ke kamar dengan kondisi badan keringetan dan segala macem.

Game Room

Bisa dibilang fasiltias yang satu ini merupakan fasilitas andalan Moxy Bandung. Berada di lantai lobi, game room merupakan tempat yang Instagrammable dan cozy banget buat ketemu sama temen-temen sambil main. Interior area ini didominasi warna-warna monokrom yang keliatannya lebih berwarna karena neon-neon warna-warni yang membangun vibe musim panas, vintage, dan American diner.

IMG_20190818_142623
IMG_20190818_142649
IMG_20190818_142702
IMG_20190818_143003

Ukuran game room sendiri memang nggak besar, tapi terasa lapang karena nggak tertutup. Warna pink yang hadir di tengah-tengah palet monokromatis menjadi colour pop yang bikin ruangan ini tampak menarik. Ada meja bilyar dengan kain pelapis warna pink yang berada di tengah ruangan. Di sudut ruangan, ada dua dart machine. Ada juga pojok Instagram di salah satu sudut ruangan yang ditempati boks telepon umum, sepeda, dan beragam pernak-pernik bertema HUT RI. Kebetulan pas saya nginep ‘kan pas lagi 17 Agustusan. Di game room ini, pink jadi semacam primadona. Meskipun saya bukan penggemar warna pink, tapi sentuhan pink di ruangan ini menurut saya terlihat cantik dan keren, dan bikin game room ini makin stylish.

Ironing room

Di segmen desain kamar, saya udah bilang bahwa ada beberapa fitur kamar yang disunat. Nah, salah satunya adalah ketersediaan setrika dan ironing board. Meskipun demikian, tamu bisa tetap menyetrika pakaian di Moxy Bandung. Ada ironing room yang bisa dikunjungi ketika perlu menyetrika baju atau celana.

IMG_20190818_141956
IMG_20190818_142007

Ukuran ruangan sendiri nggak begitu besar dan bentuknya memanjang. Ada papan peraturan yang dipajang di dinding untuk tamu yang mau pakai ruangan ini. Nah, anak-anak berusia 16 taun ke bawah nggak boleh ke sini tanpa ditemani orang dewasa. Selain itu, ada poin yang bilang “Be careful. It can be hot and steamy inside“, dengan frasa “hot and steamy” yang digaris bawahi. Hmm… Bisa ae lu.

Moxy Sky

Kalau menginap di Moxy Bandung, tempat yang satu ini jangan sampai dilewatkan. Moxy Sky berada di lantai rooftop bangunan hotel dan merupakan rooftop bar yang kece. Waktu saya menginap, kebetulan barnya lagi tutup. Walhasil, saya cukup menikmati cocktail dan camilan di lobby lounge saja. Namun, tamu diizinkan naik ke sini untuk melihat pemandangan kota Bandung atau sekadar foto-foto.

IMG_20190818_145409
IMG_20190818_150239
IMG_20190818_150216
IMG_20190818_145809

Area rooftop bar sendiri luas dan terasa lapang. Di sini juga ada satu ruang rapat. Untuk desain sendiri sih, masih mengusung gaya Industrial. Elemen kayu dengan sentuhan rustic mendominasi rooftop bar ini. Lampu-lampu bergaya Industrial juga dipasang di beberapa titik untuk menerangi area bar di malam hari. Namun, atmosfer di sini terasa lebih ceria karena implementasi warna-warna cerah pada (terutama) kursi. Tanaman-tanaman hias tropis bisa ditemukan di area rooftop. Di siang hari sendiri, area ini kerasa banget panas karena memang terbuka (pohon yang ada juga kurang rimbun). Ya, memang sih Moxy Bar ini lebih hidup di sore/malam hari. Untuk view sendiri, saya rasa hampir seluruh Bandung kelihatan, tergantung kita lagi ada di sebelah mana.

Oh, ya! Salah satu daya tarik Moxy Bar di Moxy Bandung ini adalah glass platform-nya yang ada di sisi timur area rooftop. Sesuai namanya, platform ini punya dinding kaca yang menjorok ke luar gedung. Buat yang takut ketinggian, saya rasa jangan naik ke sini deh daripada fobianya ke-trigger. Platform ini sendiri bisa diakses lewat tangga dan dipercantik dengan arch putih berlogo Moxy. Dari platform, kita bisa lihat pemandangan ke arah Gedung Sate dan pusat kota Bandung. Instagrammable lah buat yang hobi foto-foto dan ingin melengkapi feed Instagram-nya.

IMG_20190818_145746
IMG_20190818_145615
IMG_20190818_150419

Lokasi

Bicara soal lokasi, Moxy Bandung sih bisa diandalkan untuk yang pengen liburan di pusat kota. Berada di persimpangan Jalan Ir. H. Djuanda dan Jalan Sulanjana, hotel ini dilewati rute angkot buat yang pengen coba ngangkot di Bandung. Ojek dan taksi online? Wah, jelas gampang lah. Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa ditempuh dalam jarak sekitar 20 menit menggunakan kendaraan roda empat. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, waktu tempuhnya sekitar 35 menitan, tergantung kondisi lalu lintas. Ya, kalau disuruh memperkirakan waktu tempuh di Bandung sih, agak susah ya. Tahu sendiri lalu lintas Bandung tuh sekarang jauh lebih parah.

Untuk makan, ada banyak pilihan kafe dan restoran di deket Moxy Bandung. Dengan jalan kaki pun, kita bisa nemu banyak tempat asyik buat makan. Kalau perlu belanja, ada Superindo di deket hotel (sebelahan sama Four Points Bandung). Ingin liat-liat baju murah meriah? Jalan kaki aja ke Balubur Town Square. Pusat perbelanjaan yang terkenal dengan sebutan Baltos ini juga langganan para mahasiswa karena ada buku dan perlengkapan kuliah yang dijual dengan harga lebih terjangkau. Sekitar 10 menit dari hotel, ada kawasan Merdeka yang terkenal dengan BIP dan Gramedia. Kalau udah di area situ sih, enak lah ke mana-mana.

Kesimpulan

Stylish. Itu satu kata yang bisa saya ucapkan untuk menggambarkan Moxy Bandung. Desain interior jadi keunggulan hotel bintang tiga ini, terutama karena menargetkan kawula muda sebagai pangsa pasarnya. Ada banyak banget tempat Instagrammable di hotel ini. Jadi, buat foto-foto sih, dijamin nggak akan kehabisan spot cantik. Untuk kamar sendiri, tipe Dago Deluxe cukup luas, terutama melalui penggunaan warna-warna monokromatik yang cerah dan dua jendela dengan view yang berbeda. Furnitur bergaya Utilitarian yang simpel juga bikin kamar terasa lebih lapang. Untuk kamar mandi, pemilihan ubin warna putih dan pencahayaan yang mumpuni bikin mandi terasa nyaman (terutama buat saya yang nggak suka kamar mandi yang gelap). Ada juga rainshower yang menjadi nilai tambah tersendiri.

Konsep yang diusung Moxy Bandung memang unik, tapi punya downside tersendiri. Di kamar nggak ada kulkas. Ini artinya kita nggak bisa dinginkan makanan atau minuman. Coffee/tea maker juga tidak tersedia. Kalau mau ngopi atau ngeteh, kita harus turun dulu ke lobi buat bikin di coffee/tea station. Repot sih buat orang yang males keluar masuk kamar. Meskipun demikian, akses kamar melalui card dan aplikasi Marriott jadi poin plus tambahan. Untuk fasilitas sendiri, saya rasa udah pas. Nggak ada kolam renang, tapi ada gym. Ada juga lobby lounge dan rooftop bar. Mau baca? Ada perpustakaan kecil dengan business centre. Untuk nyetrika baju, ada ironing room. Apa lagi ya? Saya secara pribadi sih ngerasa sudah cukup dengan fasilitas-fasilitas itu.

Dengan rate mulai dari 500 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), Moxy Bandung layak dijadikan pilihan hotel Instagrammable di Bandung untuk kalian anak gaul. Desain yang striking, konsep yang unik, dan rooftop bar kece bisa melengkapi liburan kamu di Kota Kembang. Lokasinya yang strategis juga menjadikan hotel ini pilihan tepat untuk beristirahat di pusat kota. Ketersediaan beragam mainan dan pernak-pernik gemas akan menghidupkan kembali the inner child dalam diri saat menginap.

Pros & Cons

Pros 👍🏻

  • Desainnya Instagrammable banget! Buat yang hobi foto-foto, Moxy Bandung cocok banget buat dipilih. Ada banyak spot foto yang cantik dan keren. Saran saya sih, coba bawa outfit bergaya vintage-retro buat foto-foto di Game Room.
  • Fasilitasnya cukup mumpuni: game room, perpustakaan/business centre, meeting room, ironing room, gym, lobby lounge, dan rooftop bar.
  • Gym-nya memang kecil, tapi ada punching bag dan beberapa pasang sarung tinju. Kayaknya jarang saya lihat punching bag di gym hotel. Stationary bike-nya gemesin, warna pink pula.
  • Rooftop bar hotel mantap banget buat kongkow sama temen di sore/malam hari. Ada juga glass platform yang Insta-worthy.
  • Lokasinya strategis. Dilewatin sama rute angkot pula. Mau makan dan belanja, ada banyak tempat yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Praktis (ya selama nggak males jalan).
  • Rate-nya masih bersahabat. Memang nggak masuk kelas budget, tapi untuk level midscale, hotel butik ini relatif terjangkau (apalagi kalau bayarnya patungan).
  • Bisa minta mainan dan teddy bear raksasa buat disediakan di kamar.

Cons 👎🏻

  • Nggak ada kulkas dan coffee/tea maker di kamar. Kalau mau ngopi, harus turun ke lobi buat bikin sendiri di coffee/tea station. Repot sih ini kalau harus naik turun ke kamar. Makanan atau minuman juga nggak bisa didinginkan. I can’t keep my beer cold.
  • Nggak ada lemari pakaian tertutup. Adanya gantungan baju.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😆
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰💰

Review: The 1O1 Bandung Dago

Bicara tentang pilihan hotel, saya sebetulnya buat satu thread Twitter yang memuat sekitar 20 atau 30-an hotel di Bandung yang Instagrammable dengan rate yang terjangkau. Salah satu goal saya adalah mengunjungi semua properti yang saya cantumkan di thread tersebut. Dari semua opsi yang saya cantumkan, baru 8 yang udah saya kunjungi. Sebetulnya saya ngerasa agak kecewa karena untuk bikin list rekomendasi, akan lebih baik kalau saya udah pernah menginap di hotel yang dicantumkan secara langsung. Jadi, saya bisa kasih komentar yang lebih legit berdasarkan pengalaman nyata.

By the way, hotel yang akan saya review ini adalah salah satu dari hotel yang sudah saya kunjungi dari thread tersebut. Saya udah dua kali menginap di sini dan di kedua kunjungan, saya menginap di tipe kamar yang sama. Bedanya adalah tipe tempat tidur dan posisi kamar. Secara pribadi, saya suka hotel ini karena lokasinya yang sangat strategis dan interior kamarnya yang unik dan youthful.

facade
Fasad The 1O1 Bandung Dago. Foto milik pihak manajemeh hotel.

The 1O1 Bandung Dago adalah akomodasi bintang 4 yang berlokasi di Jalan Ir. H. Juanda No. 3, Bandung, 40115. Buat orang Bandung asli yang udah tinggal di Kota Kembang dari tahun 90-an, pasti tahu bahwa sebelum jadi hotel, bangunan yang sekarang ini ditempat oleh The 1O1 Dago adalah Planet Dago, salah satu mal yang cukup ngetren di eranya, terutama karena bowling alley-nya. Nah, jangan sampai ketukar ya karena di kawasan Dago bawah juga dulu ada mal bernama Dago Plaza alias Dapla yang sama kecenya. Sayangnya, kedua mal sekarang sudah beralih fungsi. Yang satu jadi hotel, yang satu lagi jadi hardware store dan toko furnitur besar.

Ada 140 kamar di The 1O1 Dago yang terbagi ke dalam 5 tipe. Unit terkecilnya punya luas 24 meter persegi, sementara unit terluasnya merupakan unit duplex seluas 69 meter persegi untuk 4 orang, lengkap dengan ruang keluarga yang cukup luas. Secara keseluruhan, hotel ini mengusung desain yang trendi dan semi-resort-ish kalau dilihat dari luar. Apa lagi, di bagian depan hotel ada kafe dan taman yang cukup menyegarkan mata. Untuk desain kamar sendiri, interiornya memadukan sentuhan tropical resort, chic minimalism, dan mid-century.

Untuk menunjang kebutuhan para tamu, The 1O1 Bandung Dago punya kolam renang, spa, restoran (merangkap kafe), dan gym yang ternyata baru buka ketika saya berkunjung ke sana. Hotel ini juga 4 ruang rapat sebagai fasilitas bisnis. Ketika menginap, saya dapat kamar tipe Deluxe Smart di lantai 3. Nah, kamar ini dilengkapi balkon pribadi dengan pemandangan kawasan Jalan Ir. H. Juanda dan sekitarnya. Sayangnya, kehadiran balkon ini juga ternyata memberikan downside tersendiri. Terlebih lagi, kamar yang saya tempati punya connecting door dan saya harus bersebelahan dengan tamu yang cukup berisik. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Memiliki luas 24 meter persegi, kamar Deluxe Smart saya tidak terasa claustrophobic. Dulu, saya juga pernah menginap di The 1O1 Dago dan dapat kamar Deluxe Smart. Kamar di kunjungan sebelumnya terasa lebih lapang. Sayangnya, posisinya berada di lantai 5, dengan jendela menghadap ke arah utara dan tanpa kehadiran balkon pribadi. Jadi, view-nya lebih terbatas. Mungkin ukuran kamar itu lebih luas karena nggak ada balkon.

Bicara soal desain, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, interior kamar mengusung desain chic modern secara keseluruhan, dengan dominasi palet warna monokrom dan earthy. Interior kamar juga menonjolkan permainan tekstur. Dinding berwarna abu-abu tua tampil manis dengan mural kutipan warna-warni di atas tempat tidur. Di sisi seberangnya, ada dinding bertekstur kasar berwarna abu-abu kerikil. Headboard dan panel belakang televisi sama-sama memiliki tekstur sisik ikan dan warna light maple. Dari segi tekstur sih bisa dibilang there’s a lot going on, tapi untungnya nggak sampai overwhelming sih dan semuanya tetap membentuk kesatuan.

Bisa dilihat di gambar bawah, di dekat televisi ada pintu. Nah, itu connecting door ke kamar sebelah. Sayangnya, soundproofing kamar kurang baik karena suara dari kamar sebelah terdengar jelas. Terlebih lagi, saat itu tamu di kamar sebelah tampaknya adalah keluarga dengan dua orang anak kecil yang berisik banget. Bahkan, ada anak yang mau coba buka pintu kamar. Rasanya terganggu banget, terutama di pagi hari ketika salah satu anak itu nangis dan rewel. Don’t judge me but I don’t like kids.

IMG_20190630_142607

IMG_20190630_142543

In-room amenities dasar tersedia dan mencakup TV, AC, dan coffee/tea maker. Kulkas pun ada di kamar, ditempatkan di bawah rak gantung pakaian (bisa baca paragraf sebelumnya). Koneksi WiFi hotel secara keseluruhan sih cukup cepat dan bisa diandalkan. Saya kerja dari kamar dan koneksinya stabil dan cepat, terlebih lagi karena saya nggak banyak download konten dari internet dan sebatas pakai koneksi internet untuk upload kerjaan dan fetch teks sumber untuk diterjemahkan.

Vibe tropical resort terasa dari penggunaan furnitur minimalis dan upholstery dengan sentuhan eksotis. Kalau di foto sih nggak kelihatan jelas, tapi end table di samping tempat tidur punya sentuhan mid-century yang cukup kental. Di kamar memang tidak ada closet, tapi sebagai gantinya disediakan rak gantung pakaian yang posisinya berada di samping tempat tidur. Nah, di bawah rak gantung pakaian ada kulkas. Repotnya adalah untuk buka atau pakai kulkas ini, end table harus digeser dulu.

IMG_20190630_142650

IMG_20190630_142529

IMG_20190630_163140

Salah satu kelebihan kamar ini adalah private balcony dengan pemandangan kawasan Jalan Ir. H. Juanda. Ukuran balkonnya memang kecil, tetapi cukup nyaman untuk santai sore sambil ngopi atau ngeteh dan ngobrol-ngobrol. Bahkan, di malam hari pun saya sengaja buka pintu balkon supaya bisa nongkrong ketika lagi bosan. Sekali lagi, karena soundproofing kamar yang kurang baik (dan memang risiko kamar yang posisinya menghadap ke jalan yang ramai), suara kendaraan bermotor dari luar (terutama motor-motor yang berisik) terdengar sampai kamar, meskipun memang ributnya nggak sekencang suara dari kamar sebelah.

IMG_20190630_142848

IMG_20190630_142858

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, desainnya masih senada dengan ruangan utama kamar tidur. Interiornya didominasi warna-warna yang lebih terang. Penggunaan countertop beton dengan tekstur yang menyerupai batu memberikan sentuhan alami yang lebih kental pada kamar mandi. Sementara itu, di dekat kloset ada panel kayu bermotif sama dengan headboard tempat tidur. Di area bathroom sink, ada hair dryer dan dua stopkontak untuk shaver. Ada juga sabun cuci tangan dan produk-produk pribadi. Cukup lengkap lah.

IMG_20190630_142712

IMG_20190630_142749

Untuk shower box, areanya cukup luas dan dibatasi oleh dinding dan pintu kaca. Aliran airnya cukup kencang dan suhunya cukup stabil (untuk air panas). Memang tidak ada rainshower, tapi saya bisa atur posisi dan sudut kepala shower supaya air bisa diarahkan ke bahu. Niche untuk menyimpan botol sabun dan samponya tampak kotor dan ubin dinding area shower pun kelihatan kurang bersih. Agak disayangkan sebetulnya. Aroma sabun dan sampo hotel tidak menyengat. Jadi, cocok buat yang nggak begitu suka produk mandi berbau intens.

IMG_20190630_142740

IMG_20190630_142800

Fasilitas Umum
SODA Resto & Bar

Untuk fasilitas bersantap, The 1O1 Bandung Dago punya SODA Resto & Bar. Restoran ini juga bisa dikunjungi oleh umum, dan bukan hanya tamu hotel. Bertempat di lantai lobi, area restoran cukup luas dan didesain dalam gaya yang menurut saya cukup kompleks. Elemen-elemen rustic industrial dan boho chic bisa dilihat di SODA Resto & Bar. Waktu menginap, saya memang nggak reservasi dengan breakfast. Jadi, kedatangan saya lebih ke untuk foto-foto properti.

Penggunaan dinding bata ekspos berwarna putih di area prasmanan memberikan kesan sederhana dan bersih. Secara pribadi, saya nggak begitu suka desain langit-langit di sini karena jatuhnya semacam “there’s too much going on here“. Di beberapa sudut, ada tanaman (entah asli atau palsu ya) yang memberikan kesan segar dan rimbun. Opsi makanan yang disediakan juga cukup variatif. Ada long table bergaya industrial dengan selongsong lampu yang mengingatkan saya dengan lampu yang suka dipakai oleh tim lighting waktu jaman saya partisipasi pagelaran drama di kampus.

IMG_20190701_103125

IMG_20190701_103252

IMG_20190701_103306

Di bagian tengah restoran, dekat pintu keluar ada satu platform pendek dengan beberapa perlengkapan untuk penampilan musik seperti stand partitur dan pengeras suara. Di sini juga ada sofa berlapis kain perca dan sepintas, bentuk dan penempatannya mengingatkan saya sama sofa ikonik di Central Perk dari serial komedi F.R.I.E.N.D.S. Beberapa dekorasi bergaya shabby chic juga bisa ditemukan di area ini.

IMG_20190701_103333

IMG_20190701_103403

Area restoran ini meluas sampai ke teras depan. Nah, sejujurnya saya suka banget dengan teras ini karena terasa rimbun oleh tanaman rambat dan pepohonan. Outdoor seating area ini punya kanopi kaca sehingga cahaya matahari bisa masuk. Perlu diingat bahwa pepohonan dan tanaman rambat yang ada di sini berfungsi juga sebagai pembatas antara trotoar jalan dan area restoran.

Dekorasinya sendiri masih senada dengan interior bagian utama restoran. Hanya saja, di sini kesannya jauh lebih santai, mungkin karena posisinya di luar ruangan dan lebih banyak tanaman. Area ini digunakan juga sebagai smoking area untuk para tamu.

IMG_20190701_103516

IMG_20190701_103537

Tidak jauh dari area SODA Resto & Bar, di depan pintu masuk utama The 1O1 Dago ada semacam area duduk dan taman yang ukurannya memang kecil, tapi sangan rimbun dan menyegarkan mata. Di samping taman, ada jalan menuju jalur parkir dan di sisi kirinya terdapat tembok kayu setinggi bangunan hotel. Oh ya, area di depan pintu masuk utama ini cukup luas, tetapi tampak kosong karena memang nggak ada apa-apa (maksudnya, nggak ada furnitur apa pun). Ada gebyok warna sian di salah satu sisinya. Di sini juga, ada pintu kaca geser yang memisahkan antara area hotel dengan trotoar di depannya.

IMG_20190701_081147

IMG_20190701_081118

IMG_20190701_081059

Kolam Renang

Menurut saya, kolam renang di The 1O1 Bandung Dago ini lebih cocok sebagai kolam anak daripada kolam dewasa. Ya, bisa aja sih tapi mungkin jatuhnya semacam plunge pool karena memang ukurannya “nanggung” dan kedalamannya juga relatif dangkal, cocok lah buat anak-anak SD.

Di salah satu sisi kolam, ada dinding dengan tanaman rambat yang memberikan kesan sejuk. Lantai kolam pun berwarna kehijauan dan lebih cocok untuk konsep natural (warna biru memang memberikan kesan air yang bersih dan sejuk, tetapi memang kurang natural sih). Posisi kolam renang bersebelahan dengan SODA Resto & Bar dan saya secara pribadi sih merasa agak awkward ketika lagi berenang, eh diliatin orang-orang yang lagi makan.

Di dekat tangga menuju kolam renang, dipasang papan peraturan dengan desain teks dan gambar yang menggemaskan. Dengan kedalaman 90 sentimeter dan peraturan yang ternyata cenderung dialamatkan untuk anak-anak, bisa dibilang bahwa kolam ini memang kolam anak. Kolam ini hanya buka dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore.

IMG_20190701_102858

IMG_20190701_103109

IMG_20190701_103041

Di sisi barat kolam, ada area ganti pakaian dan toilet untuk tamu yang mau dan habis berenang. Ruang ganti pakaian dan toiletnya memang nggak banyak, tetapi waktu saya berkunjung pun bahkan nggak ada yang berenang. Entahlah kalau kebetulan tingkat okupansi hotel lagi penuh, dan dengan tamu keluarga, mungkin area ini akan sangat ramai.

IMG_20190701_102953

IMG_20190701_102940

Fasilitas Lain

The 1O1 Dago juga memiliki gym yang ternyata baru buka. Gym ini sebetulnya belum 100% siap dipakai karena masih proses persiapan. Dan karena alasan ini pula, saya nggak ke area gym. Posisi gym ada di sebelah SODA Resto & Bar, di bangunan kayu yang mungkin kelihatan di salah satu foto outdoor seating area restoran yang saya unggah sebelumnya. Hotel ini juga punya layanan spa dan pijat. Saya lupa kalau nggak salah Whales Spa & Massage itu ada di lantai 1 atau 2, yang jelas sih satu lantai di atas lobi.

Di area lobi hotel, ada banyak pernak-pernik dan beberapa dijual untuk para tamu. Area ini tampak elegan dengan kursi-kursi bergaya kontemporer, coffered ceiling berlampu neon biru, dan deretan jendela dan pintu besar menuju restoran. Di sisi barat lobi, ada meeting room yang kebetulan saat itu sedang digunakan untuk menggelar sebuah acara (dan entah gimana ceritanya, saya malah nyasar ke sana).

IMG_20190630_163528

IMG_20190630_163541

Lokasi

Bicara soal lokasi, The 1O1 Bandung Dago ini memang juara. Bertempat di persimpangan Jalan Merdeka, Jalan Ir. H. Juanda, dan Jl. Riau, posisinya memudahkan kita untuk mengunjungi dua mal terkenal di Bandung, BIP dan BEC Mall. Untuk menuju kedua mal itu, saya bisa jalan kaki selama 5 menit aja dari hotel. Selain itu, di kawasan Jalan Merdeka juga ada Gramedia dan beberapa restoran (untuk makan sih, saya malah pergi ke mal sebetulnya).

Kalau jalan ke arah utara sedikit, ada Harvest buat yang seneng kue dan segala kudapan berbahan cokelat. Dari hotel, kawasan butik Jalan Riau juga bisa ditempuh dengan berkendara selama sekitar 5 menitan. Jalan Ir. H. Juanda di depan hotel jadi tempat ajang car free day di hari Minggu, dan buat para tamu yang seneng jalan pagi di hari Minggu, ajang car free day tentunya jangan sampai dilewatkan. Oh ya, kawasan distro Jalan Sultan Agung juga cukup dekat dari hotel dan bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 10 menitan. Selain itu, The 1O1 Dago berjarak sekitar 15 menit dari Stasiun Bandung.

Kesimpulan

Lokasi dan desain jadi keunggulan hotel yang dibuka pada tahun 2013 ini. Mau ke mana-mana dekat dan bisa dengan jalan kaki. Hotel ini juga berada di kawasan yang dijadikan ajang car free day di hari Minggu. Intinya sih, kalau urusan lokasi, The 1O1 Bandung Dago ini salah satu opsi yang terdepan, terutama kalau ingin cari hotel yang posisinya di pusat kota dan dekat dari mal.

Untuk desain, saya senang dengan vibe tropical resort di kamar. Interior kontemporer yang chic dan youthful, terutama dengan mural dan panel kayu di dinding menjadikan hotel ini sebagai salah satu hotel Instagammrable di Bandung. Kehadiran private balcony di kamar juga jadi salah satu hal yang layak diunggulkan. Tidak semua kamar punya balkon memang, tetapi coba minta pihak hotel untuk siapkan kamar dengan balkon.

Hanya saja, perlu diakui bahwa posisi kamar yang menghadap ke jalan raya juga punya kelemahan tersendiri. Dengan soundproofing yang kurang mumpuni, suara rewel dan jerit-jerit anak dari kamar sebelah, serta motor berisik dari luar terdengar cukup jelas di kamar. Untuk kamar mandi, fasilitas yang disediakan sudah lengkap. Mungkin aspek kebersihannya perlu lebih ditingkatkan.

Saya nggak ada keluhan mengenai fasilitas hotel yang lain. Untuk kolam renang, dengan kedalaman 90 sentimeter tentunya lebih diperuntukkan bagi anak-anak. Orang dewasa ya bisa aja berenang, tetapi posisi kolam renang yang langsung bersebelahan dengan restoran bikin saya mikir-mikir lagi sih untuk berenang. Hotel-hotel lain banyak yang punya kolam renang dengan posisi bersebelahan dengan restoran. Hanya saja, mungkin karena ukuran kolamnya kecil dan posisinya sangat dekat dengan restoran, saya agak canggung kalau berenang dan dilihatin orang-orang yang lagi makan. Ini nggak jadi masalah besar sebetulnya dan sifatnya subjektif. Untuk gym, semoga saja persiapannya sudah selesai dan bisa segera digunakan oleh para tamu.

Dengan rate mulai dari 450 ribu rupiah per malam (berdasarkan info dari Tripadvisor), The 1O1 Bandung Dago bisa jadi pilihan sempurna buat staycation di pusat kota Bandung. Lokasi yang strategis dan desain kamar yang cantik dapat melengkapi liburan di Kota Kembang. Selain itu, kehadiran beberapa unit yang dapat mengakomodasi 3-4 orang juga memberikan kesempatan bagi para tamu yang datang dengan keluarga atau teman-teman untuk menikmati liburan dan beraktivitas bersama, tanpa harus terpisah kamar.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Untuk ke BIP atau BEC Mall, hanya perlu jalan kaki selama sekitar 5 menitan. Di hari Minggu, tamu bisa coba ajang car free day secara langsung dengan keluar hotel karena Jalan Ir. H. Juanda di depan hotel termasuk ke area ajang car free day Bandung.
  • Desain kamar cukup Instagrammable. Coba lihat mural kutipan di foto yang saya lampirkan di atas. So sweet 🐩.
  • Ada balkon pribadi (tersedia untuk kamar-kamar tertentu). Balkon ini menghadap ke arah jalan raya dan menampilkan pemandangan pusat kota Bandung yang cantik, terutama di malam hari. Cocok buat santai sore sambil ngopi.
  • Ada kolam renang ramah anak, dengan desain natural yang cantik.
  • SODA Resto & Bar bisa jadi tempat hangout yang gak cuma Instagrammable, tapi juga cozy. Apalagi kalau duduk di sofa ala F.R.I.E.N.D.S.
  • Rate-nya reasonable. Untuk properti unik di pusat kota, rate mulai dari 450 ribuan menurut saya reasonable.
  • Tersedia beberapa tipe kamar yang bisa mengakomodasi 3-4 orang tamu. Cocok buat staycation bareng teman-teman atau keluarga.
  • Saya secara pribadi suka dengan outdoor seating area SODA Resto & Bar karena terkesan rimbun. Sayangnya, area ini juga dijadikan smoking area. Buat saya yang nggak merokok, kenyamanannya berkurang dengan asap rokok harus diakui.

👎🏻 Cons

  • Soundproofing kamar kurang baik. Suara anak kecil rewel dan nangis dari kamar sebelah terdengar jelas (terutama saat dapat connecting room). Dengan balkon pribadi, suara bising kendaraan bermotor dari luar juga terdengar, meskipun memang nggak sekencang suara nangis anak kecil.
  • Kolam renangnya kurang besar dan lebih cocok sebagai kolam anak. Mungkin buat orang dewasa, saat ini cukup mengawasi anak-anak dulu aja ya.
  • Gym hotel masih dalam proses persiapan. Semoga saat tulisan ini dirilis, gym-nya sudah siap digunakan.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

Review: Erian Hotel Jakarta

Bulan Mei kemarin ini, saya ke Jakarta untuk urus perpanjangan paspor. Sayangnya, paspor saya nggak bisa diproses karena kurang satu berkas. Satu doang, loh! Padahal, saya udah jauh-jauh datang dari Bandung. Selain itu, saya juga udah baca persyaratan perpanjangan paspor apa saja dan persiapkan semuanya. Ternyata, hanya karena saya bukan pemegang KTP Jakarta, saya harus melampirkan surat domisili atau surat keterangan bahwa saya tinggal di Jakarta. Duh, repot ya.

Ketika ke Jakarta itu, saya nginap selama dua malam di salah satu hotel yang ada di Jalan Wahid Hasyim. Selain lokasinya yang strategis karena dekat ke Stasiun Gambir dan Bundaran HI, kawasan ini terkenal dengan deretan hotel, restoran, dan kafe yang beragam. Jalan Wahid Hasyim juga dekat sama Jalan Jaksa yang terkenal sebagai salah satu destinasi wisata murah, terutama buat para turis asing.

Awalnya, saya mikir untuk cari hotel di kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada, tapi berhubung ketika terakhir ke Jakarta, properti yang saya kunjungi bertempat di kawasan itu, saya pikir perlu cari lokasi lain buat ganti suasana. Akhirnya, pilihan saya jatuh ke properti ini.

erian-hotel
Fasad Erian Hotel Jakarta. Foto milik pihak manajemen hotel.

Erian Hotel Jakarta adalah akomodasi bintang 3 yang bertempat di Jalan Wahid Hasyim no. 45, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kawasan Jalan Wahid Hasyim ini cukup terkenal di kalangan wisatawan yang berlibur di Jakarta karena banyaknya pilihan hotel, restoran, dan kafe yang beragam. Kawasan ini juga dekat dengan Jalan Agus Salim yang jadi surganya para foodie. Alasan saya pilih hotel ini adalah karena lokasinya dekat dari Stasiun Gambir dan pusat kota, serta kawasan di sekitar hotel cukup hidup di malam hari. Jadi, gampang deh intinya kalau tengah malam lapar dan perlu cari makanan.

Ada 71 kamar di Erian Hotel yang terbagi ke dalam 4 tipe, yaitu Superior, Deluxe, Premiere, dan Family. Ukuran kamarnya mulai dari 15 meter persegi untuk tipe paling kecil (Superior) sampai 33 meter persegi untuk tipe terbesar (Family). Nah, untuk tipe Superior sendiri, ada satu single bed sehingga hanya bisa mengakomodasi satu tamu. Tipe-tipe lainnya bisa mengakomodasi 2-3 tamu (atau 4 mungkin kalau kepepet). Hotel ini punya satu restoran/kedai kopi di lantai 2 dan 4 pilihan ruang rapat dengan opsi terbesar dapat menampung maksimal 120 orang. Berdasarkan info dari website resminya, Erian Hotel Jakarta sedang mempersiapkan rooftop bar dan waktu saya berkunjung Mei kemarin ini, rooftop bar-nya memang belum siap. Semoga aja saat tulisan ini diunggah, rooftop bar-nya sudah buka.

Waktu menginap di sana, saya pesan kamar Deluxe Twin. Reservasi saya nggak mencakup sarapan karena dipikir-pikir lagi juga, saya bakalan bangun siang dan mungkin terlalu males ke restoran. Sampai saat artikel ini ditulis, hotel ini menyandang skor 9,0 dari 10,0 di Agoda, dan 9.2 di Booking.com. Kunjungan saya kemarin sekalian membuktikan apa yang membuat properti ini bisa dapat skor tinggi seperti itu. Ulasan lengkapnya seperti biasa ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Salah satu hal yang saya suka ketika nge-review hotel adalah bahas desainnya. Kamar Deluxe saya punya interior bergaya modern kontemporer. Desain seperti ini sebetulnya bukan hal yang asing di hotel-hotel bintang tiga atau hotel budget, tapi menurut saya, apa yang ditawarkan Erian Hotel cukup berbeda dari hotel-hotel lainnya dan nggak terkesan cookie-cutter.

Dengan luas 18 meter persegi, space yang ada sebetulnya terbatas, tetapi untungnya nggak sampai terasa sempit atau bahkan claustrophobic. Interior kamar didominasi palet warna hangat, dengan headboard dan panel dinding berwarna cokelat bergaya minimalis. Flooring lantai menggunakan ubin persegi panjang berwarna abu-abu tua yang dipasang dalam pola running bonds, seperti pola pemasangan bata untuk tembok. Penggunaan ubin ini bikin kamar tampak lebih unik dan memberikan semacam sentuhan Industrial. Ada satu jendela berbentuk tinggi ramping yang menghadap ke arah timur. View dari jendela sendiri sebetulnya nggak menarik karena tepat di samping bangunan hotel sedang ada konstruksi bangunan.

IMG_20190510_172715

IMG_20190510_172721

Furnitur yang digunakan bergaya kontemporer semi-IKEA-ish kalau pake bahasa saya sih. Walaupun dari segi desain sendiri nggak begitu wah, palet warna furnitur senada dengan panel dinding dan lantai. Kamar saya dilengkapi dua twin bed yang cukup luas kalau untuk tidur sendiri. Di kamar ada cukup banyak stopkontak. Jadi, nggak perlu rebutan ketika nginep bareng temen. Televisinya memang nggak begitu besar, tapi pilihan kanalnya cukup banyak. Koneksi internet hotel juga terbilang cepat.

Karena keterbatasan ruang, wastafel ditempatkan di dekat area utama kamar. Penempatannya mirip dengan penempatan wastafel di Ibis Budget Asia Afrika Bandung. Hanya saja, menurut saya si wastafel ini jaraknya terlalu dekat dengan tempat tidur. Kalau yang pakai wastafelnya apik sih, mungkin air nggak akan sampai tumpah ke sana ke mari, tapi waktu saya di sana pun, sebesar apa pun usaha saya supaya air nggak sampai ke sana ke mari, tetap aja ke luar dari bathroom sink. Untungnya memang nggak ada kejadian air atau sabun sampai tumpah ke atas kasur, tetapi ya tetap aja sih ada rasa waswas.

IMG_20190510_172735

IMG_20190510_172753

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, area shower dan klosetnya dipisah. Lagi, konsep seperti ini mirip dengan konsep kamar mandi di Ibis Budget Asia Afrika (dan mungkin beberapa hotel budget semacamnya). Namun, ada satu hal yang saya suka dari area shower di Erian Hotel ini. Dari segi ruang, shower box-nya terasa lebih luas dan dia punya rainshower. Yay! Ini yang saya suka!

Area shower dibatasi dinding kaca buram. Buat sebagian orang yang ngerasa nggak nyaman dengan konsep kamar mandi semiterbuka seperti ini, kayaknya nggak akan nyaman saat mandi, terutama saat nginap bareng teman, meskipun kaca yang digunakan adalah kaca buram. Mungkin ada rasa awkward atau semacamnya. Pintu area shower memang rapat, tetapi setelah beres mandi dan pintu dibuka, air yang nempel di pintu pada akhirnya tetap turun ke lantai di depan wastafel setelah pintu dibuka dan area wastafel pun tetap becek. Kalau kurang suka dengan rainshower, ada shower tangan yang bisa dipakai buat tembakkan air ke bahu dan leher. Pijat gratis!

IMG_20190510_172826

Untuk kloset, ada kubikel kecil di dekat pintu masuk. Kubikel ini ukurannya sempit dan dibatasi pintu kaca buram. Sebetulnya, penggunaan pintu kaca sendiri bisa memberikan kesan yang lebih lapang dan menghilangkan efek claustrophobic. Sayangnya, interior kubikel ini menggunakan palet warna gelap sehingga tetap aja sih kubikel kloset ini terkesan gelap dan sempit. Selain itu, jarak dari lutut ke pintu saat duduk di atas kloset pun nggak begitu jauh. Buat saya secara pribadi, buang air di kubikel sempit itu kurang nyaman.

IMG_20190510_173028

Fasilitas Umum

Mengenai fasilitas umum sendiri, Erian Hotel memang nggak menawarkan opsi yang beragam, tapi setidaknya fasilitas bersantap tetap hadir di hotel ini. Satu lantai di atas lobi, ada restoran hotel yang juga berfungsi sebagai kedai kopi. Nah, menurut resepsionis, kafe ini buka 24 jam. Jadi, cocok lah buat nongkrong malem-malem atau kalau tiba-tiba tengah malam lapar pengen ngemil.

IMG_20190511_113223

IMG_20190511_113143

 

Area restoran/kedai kopi ini cukup luas. Ada seating area di balkon dengan view Jalan Wahid Hasyim. Area ini cukup panas kalau siang-siang dan enaknya sih ditempati di malam hari. View dari balkon juga kalau malam-malam lumayan bagus soalnya. Rencananya sih, Erian Hotel Jakarta mau punya rooftop bar. Sayangnya, waktu saya menginap, barnya masih dalam proses persiapan. Semoga aja barnya segera dibuka.

Selain restoran dan kedai kopi, hotel ini juga punya beberapa pilihan ruang rapat. Mengingat lokasinya di kawasan Jakarta Pusat, Erian Hotel merupakan pilihan hotel yang cukup mumpuni untuk kalangan pebisnis. Oh ya, hotel ini juga menawarkan layanan drop off gratis ke beberapa tempat di sekitar hotel, termasuk Grand Indonesia dan Stasiun BNI City kalau tamu melakukan reservasi secara langsung dari situs web resmi hotel.

Kalau seneng bersepeda, hotel ini juga menawarkan penyewaan sepeda gratis. Tamu bisa pinjam sepeda (dengan keranjang kayu) buat keliling-keliling kawasan Wahid Hasyim dan sekitarnya. Di hari Minggu, kalau mau tamu juga bisa bersepeda ke kawasan Thamrin sambil menikmati momen car free day. Mungkin lain kali kalau saya nginep di sana lagi, saya coba pinjem sepeda deh untuk keliling-keliling.

IMG_20190510_201948

IMG_20190511_113157

Lokasi

Bicara soal lokasi, Erian Hotel berada di tempat yang strategis. Kawasan Jalan Wahid Hasyim ini gudangnya hotel, restoran, dan kafe kece. Selain itu, hotel ini pun dekat dari Jalan Jaksa yang biasanya dikenal sebagai kawasan wisata terjangkau di kalangan turis asing. Jalan lebih jauh sedikit, kita bisa ke Jalan Agus Salim yang jadi surganya para pecinta makanan. Bahkan, dari hotel ke Sarinah pun hanya memakan waktu sekitar 10-15 menit kalau jalan kaki. Menurut saya sih, jarak segini masih terbilang dekat. Nggak tahu sih kalau malas jalan kaki. Yang jelas sih saya pernah jalan kaki dari Starbucks Jakarta Teater ke hotel. Ternyata nggak jauh-jauh amat.

Dari Stasiun Gambir, hotel ini berjarak sekitar 10 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Stasiun Gondangdia, wih jalan kaki 5 menit sih nyampe malahan karena dekat. Dari Stasiun BNI City, Erian Hotel Jakarta bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan roda empat.

Kesimpulan

Sederhana tapi manis. Saya rasa itu frasa yang pas buat menggambarkan hotel ini. Erian Hotel memang nggak menawarkan fasilitas super hebat, tapi untuk kunjungan bisnis atau kunjungan lainnya yang nggak menuntut harus ada ini itu, hotel ini bisa jadi pilihan yang cerdas. Lokasinya strategis dan ukuran kamarnya representatif. Desain kamarnya pun menarik dan nggak memberikan kesan cookie-cutter hotel.

Sayangnya, desain kamar mandi di kamar Deluxe (dan tipe Superior kalau saya lihat dari fotonya) mungkin kurang pas buat orang-orang yang nggak nyaman dengan konsep shower area yang hanya dipisah oleh dinding kaca buram. Selain itu, kubikel toilet juga tetap terasa sempit dan gelap, walaupun sudah pakai pintu kaca dan lampu yang cukup terang. Sebagai solusi, mungkin bisa pesan tipe kamar yang lain dengan desain kamar mandi yang lebih “standar” (tipe Premier, misalnya). Sisi positifnya, ada rainshower di kamar mandi.

Kehadiran restoran/kedai kopi yang buka 24 jam bisa jadi salah satu keunggulan Erian Hotel Jakarta. Kafe-kafe di kawasan Jalan Wahid Hasyim memang nggak selalu buka 24 jam, dan kalau kamu cari tempat yang buka 24 jam selain minimarket, kedai kopi di hotel bisa jadi opsi alternatif yang cocok. Hotel ini juga rencananya akan buka rooftop bar. Semoga saja ketika tulisan ini dirilis (atau sesegera mungkin), rooftop bar-nya sudah buka.

Dengan rate mulai dari 450 ribu rupiah (berdasarkan info dari Tripadvisor), Erian Hotel merupakan pilihan hotel budget yang menghadirkan kenyamanan dalam kesederhanaan. Kalau cari hotel berkualitas dan terjangkau di kawasan Thamrin, hotel ini bisa jadi pilihan yang tepat.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Kawasan Jalan Wahid Hasyim sendiri punya banyak restoran dan kafe kece. Di dekat hotel juga ada Jalan Jaksa dan Jalan Agus Salim. Kalau pengen menikmati petualangan kuliner, gampang deh pokoknya!
  • Rate-nya terbilang terjangkau.
  • Meskipun tergolong hotel budget, interior kamar mencerminkan desain yang cukup unik, terutama dari penggunaan panel kayu dan ubin warna gelap dengan pemasangan pola running bonds.
  • Ada kedai kopi yang buka 24 jam di hotel. Cocok kalau ingin ngopi sambil ngobrol sampai malam banget.
  • Hotel ini menghadirkan sepeda yang bisa dipinjam secara gratis oleh para tamu. Lumayan lah bersepeda keliling Jakarta (meskipun mungkin panas, gerah, macet, dan polusinya bikin pusing).
  • Ada rainshower di kamar mandi.

👎🏻 Cons

  • Konsep shower area semiterbuka di tipe Superior dan Deluxe mungkin kurang cocok buat orang-orang yang ngerasa nggak nyaman dengan konsep tersebut. Sebetulnya, shower area ini dibatasi oleh dinding kaca buram, tapi tetap aja kan rasanya mungkin awkward.
  • Kubikel toiletnya terasa claustrophobic.
  • Rooftop bar-nya belum siap. Semoga saja sih saat artikel ini dirilis, rooftop bar-nya sudah buka.
  • Wastafel ditempatkan terlalu dekat dengan kasur. Kalau airnya ke mana-mana, bisa basah kena kasur.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😶⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

Review: The Mayflower Jakarta – Marriott Executive Apartments

Karena kerjaan saya udah pada beres, akhirnya hari Sabtu bisa bersantai sambil nulis review. Seminggu kemarin ini, saya memang sengaja beresin kerjaan sesegera mungkin dan ternyata Tuhan mengizinkan kerjaan untuk cepat beres. Jadi, sekarang saya bisa back to the business.

Nah, untuk tulisan kali ini, saya mau mengulas salah satu serviced apartment di Jakarta. Saya rasa saya belum banyak ngulas serviced apartment, padahal sebetulnya saya udah pernah berkunjung ke beberapa properti. Yang udah saya tulis ulasannya sih Ascott Sudirman, tapi sebetulnya sebelum ke sana, saya pun udah pernah berkunjung ke beberapa properti, seperti Somerset Grand Citra dan Aston Kuningan Suites. Hanya saja, kalau untuk ulasan, saya lebih suka datang langsung ke tempatnya dan ambil foto propertinya. Waktu berkunjung ke dua properti itu, saya nggak banyak ambil foto so bisa dibilang materinya kurang komprehensif, and I want to give something better to my readers.

Oh, ya, kunjungan saya ke properti ini bisa dibilang sangat mengesankan. Terima kasih banyak buat teman-teman saya yang diam-diam ternyata bersekongkol dengan pihak properti, saya dikasih kejutan ulang tahun! Padahal, ulang tahun saya itu udah lewat sekitar 2 mingguan.

IMG_20190615_154837
Kolam renang The Mayflower Jakarta. Foto milik pribadi

The Mayflower Jakarta – Marriott Executive Apartments berlokasi di Sudirman Plaza, Indofood Tower Jl. Jenderal Sudirman Kav. 76-78, Kuningan, Jakarta Selatan. Dari segi lokasi, properti ini bisa jadi opsi yang mumpuni karena ke daerah Kuningan dekat, ke daerah Thamrin juga lumayan dekat. Ditambah lagi, Stasiun MRT Setiabudhi Astra ada tepat di depan properti. Jadi, ke mana-mana gampang lah ya. The Mayflower Jakarta ini merupakan salah satu serviced apartment punya Marriott yang ada di Jakarta, selain The Residences at The Ritz-Carlton Pacific Place.

Kalau baca informasi dari Tripadvisor sih, ada 96 unit apartemen di The Mayflower Jakarta. Nah, 96 unit tersebut terbagi ke dalam 6 tipe, yaitu One-Bedroom Superior Suite, One-Bedroom Deluxe Suite, One-Bedroom Executive Suite, Two-Bedroom Deluxe Suite, Two-Bedroom Executive Suite, dan Three-Bedroom Executive Suite. Untuk fasilitas umum, serviced apartment ini punya gym, studio senam, kolam renang dalam ruangan, steam room, sauna, restoran, dan spa. Menurut saya sih udah lengkap fasilitas yang tersedia untuk para pengunjung, apa lagi kolam renangnya. Wih! Saya suka banget kolam renang di sini. Selain besar, view-nya keren banget, meskipun memang enclosed. 

Ketika berkunjung, saya dan teman-teman menginap di unit Two-Bedroom Deluxe Suite. Pada awalnya, yang menginap itu hanya berempat, tapi ujung-ujungnya malah jadi tujuh orang karena malam harinya saya ada makan malam sama teman-teman, dan ada tiga orang yang akhirnya ikut nginap karena kemalaman. Pembahasan lengkap termasuk kejutan ulang tahunnya saya ceritakan di segmen berikutnya, ya!

Desain Apartment
Living & Dining Area

Dengan luas 106 meter persegi, unit Two-Bedroom Deluxe Suite saya terasa lapang, bahkan untuk menjamu teman-teman yang datang. Apartemen ini punya kitchenette, ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan, master bedroom dengan en-suite bathroom, kamar tidur kedua, dan kamar mandi bersama.

IMG_20190615_132910

IMG_20190615_132920

Untuk ruang keluarga sendiri, space yang ada bisa dibilang luas. Jarak dari ujung sofa yang berada di depan jendela ke TV stand cukup besar. Saya dan Haikal malahan bisa latihan freestyle untuk main Pump It Up! di Funworld Grand Indonesia. Ada dua sofa untuk tiga sampai empat orang, satu armchair, dan coffee table. Ruang keluarga ini bisa menampung sekitar 7-8 orang kira-kira, atau lebih kalau ambil kursi dari ruang makan. Di ruang makan sendiri, hanya ada meja makan lingkaran dan 4 kursi makan.

Secara keseluruhan, interior ruang keluarga, ruang makan, dan kitchenette mengusung desain modern atau kontemporer. Namun, palet warna dan desain secara keseluruhan apartemen tidak begitu spesial dan cenderung “polos” dengan dominasi warna putih di dinding, tanpa aksen atau paneling. Sepintas, saya malah jadi ingat showroom unit apartemen-apartemen yang suka ditampilkan di mal. Lantai unit menggunakan marmer warna gading. Seandainya warnanya lebih gelap atau flooring-nya diganti sama parket, saya rasa akan ada semacam kontras biar ruangan nggak terkesan monoton. Sofa di ruang keluarga mengingatkan saya sama salah satu sofa termahal yang ada di base game The Sims 3, dengan warna yang sama. Furnitur di ruang keluarga dan ruang makan sebetulnya mirip-mirip sih, semacam satu paket.

Nah, di malam hari, pencahayaan ruang keluarga dan ruang makan ini cenderung redup. Saya jujur kurang suka suasana yang redup, tapi kalau buka sheer, kita bisa menikmati pemandangan kota yang keren banget. Posisi apartemen saya berada di sudut utara gedung, jadi saya dapat view ke Jalan Sudirman, baik di depan gedung maupun jalan menuju kawasan Bundaran HI.

IMG_20190615_132935

IMG_20190615_133000

Untuk kitchenette, peralatan yang tersedia sudah lengkap. Ada kompor induksi, bak cuci, oven, coffee maker, toaster, dishwasher, dan kulkas. Peralatan makan dan memasak disimpan dengan rapi di dalam counter dan overhead cabinet. Di samping kulkas juga ada dispenser air minum yang keliatan “jadul” dibandingkan perlengkapan dapur lainnya. Ini nggak jadi masalah sih buat saya dan teman-teman.

Nah, di unit saya juga ada mesin cuci dan ironing board yang disembunyikan dengan apik di dalam lemari di hallway menuju pintu keluar. Mesin cuci front load ini juga dilengkapi detergen. Jadi, saya nggak perlu beli lagi detergen ketika mau cuci atau keringkan pakaian.

IMG_20190615_142131

Nah, sekitar setengah jam setelah tiba di apartemen, pintu depan diketuk. Ketika dibuka, ternyata beberapa staf The Mayflower Jakarta datang untuk kasih selamat ulang tahun sambil bawa kue dan nyanyi bersama. Wah! Saya senang banget rasanya! Di kartu ada nama-nama stafnya tapi karena tulisannya kecil, saya nggak begitu bisa bacanya. Ada Ms. Pricilla, Mr. Daniel, Ms. Regina, Pa Supri. Kalau ada yang kelewat, aduh maaf karena nggak kebaca he he. Terima kasih banyak atas kejutannya! Saya senang sekali.

Kamar Tidur

Unit apartemen saya punya dua kamar tidur. Master bedroom dilengkapi king-size bed, TV, meja kerja, dan lemari pakaian yang cukup besar. Selain itu, posisinya ada di sudut gedung jadi saya bisa dapat dua view dari kamar.

IMG_20190615_133433

IMG_20190615_133443

Interior kamar mengusung desain yang kurang lebih sama dengan interior ruangan lain di apartemen. Di sini, flooring menggunakan lantai parket untuk membangun atmosfer yang lebih hangat. Warna-warna kayu juga lebih menonjol di sini dibandingkan di ruang keluarga dan ruang makan. King-size bed di kamar utama cukup untuk tiga orang, apalagi badan saya kan kecil. Jarak dari ujung tempat tidur ke TV stand memang sempit, tapi nggak jadi masalah. Malahan, saya nggak nonton TV yang ada di kamar dan justru nonton TV yang ada di ruang keluarga.

Di atas meja kerja, ada lampu dengan patung kuda yang menarik perhatian saya. Desainnya mengingatkan saya sama lampu-lampu meja bergaya modern klasik yang cukup terkenal di tahun 2000-an. Entah kenapa, kalau lihat sinetron-sinetron yang menampilkan rumah-rumah orang kaya di era tahun 2000-an, ada aja patung atau hiasan berbentuk kuda. Oh ya, dari jendela kamar, saya bisa lihat gedung-gedung “tetangga” di Jalan Jenderal Sudirman, termasuk Astra Tower dan AYANA Midplaza.

IMG_20190615_133527

IMG_20190615_133509

Untuk kamar kedua, ukurannya lebih kecil dengan jendela menghadap ke arah utara. Jadi, di kamar ini, kita bisa menikmati view ke arah Bundaran HI (meskipun bundarannya sendiri nggak keliatan). Kamar ini dilengkapi queen-size bed, dua lemari pakaian, dan TV. Secara keseluruhan, unit apartemen ini punya tiga TV, dengan TV yang paling besar ditempatkan di ruang keluarga. Ini cocok banget buat saya yang suka rebutan channel TV ketika liburan sama keluarga atau teman-teman.

Kamar kedua pun menggunakan parket sebagai flooring untuk membangun atmosfer yang lebih hangat. Kedua kamar punya pencahayaan yang baik di malam hari. Nah, kalau di kamar kedua, lemari pakaiannya ini bukan semacam walk-in closet. Selain itu, warnanya agak nabrak dengan warna furnitur lain yang gelap. Desainnya pun biasa-biasa saja, meskipun hal ini nggak jadi masalah, baik untuk saya maupun teman-teman yang lain. Oh ya, di kamar kedua ini nggak ada meja kerja. Jadi, kalau kebagian kamar ini dan harus kerja, mungkin bisa kerja di ruang keluarga atau ruang makan. Selain itu, di kamar ini, stopkontaknya nggak banyak.

IMG_20190615_133325

IMG_20190615_133339

IMG_20190615_133348

Kamar Mandi

Unit Two-Bedroom Deluxe Suite di The Mayflower Jakarta ini punya dua full bath. Satu kamar mandi ada di dalam kamar tidur utama. Sementara itu, satu kamar mandi lagi posisinya berseberangan dengan kamar kedua. Master bath dilengkapi dengan bathtub, sementara kamar mandi bersama dilengkapi shower.

IMG_20190615_133555

IMG_20190615_133544

Di kamar mandi utama, hanya ada satu wastafel. Sebetulnya, ini agak disayangkan karena kalau ada his-and-hers sink, tamu pasangan nggak perlu rebutan wastafel, terutama mengingat The Mayflower Jakarta ini termasuk properti bintang lima. Meskipun demikian, hair dryer, vanity mirror, produk mandi, dan beragam handuk tetap tersedia.

Tampil elegan dalam balutan marmer berwarna gading, master bath dilengkapi bathtub yang ditempatkan di samping jendela yang menghadap ke Jalan Sudirman. Bathtub-nya sendiri nggak begitu besar, tetapi cukup dalam. Di sore atau malam hari, view dari jendela ini keren banget. Berendam dan relaksasi di sini malam hari tuh asyik banget! Ada semacam tembokan juga di samping jendela yang bisa dipakai buat duduk dan foto-foto buat Instagram, seperti foto-foto yang banyak diunggah para tamu The Mayflower Jakarta.

IMG_20190615_133540

Oh ya! Satu hal yang harus diingat adalah di kamar mandi ini, keset hanya ada satu dan ditempatkan di dekat pintu. Karena berbahan marmer, lantai kamar mandi jadi licin banget ketika basah. Saya hampir kepeleset ketika keluar shower. Saran saya adalah kesetnya di bawa ke dekat bathtub atau shower ketika mau mandi. Agak repot sih, tapi lebih baik aman daripada celaka. Di satu sisi, full marble bath ini tampak elegan. Di sisi lain, aspek keselamatan jadi korbannya.

Untuk kamar mandi kedua, ukurannya lebih kecil karena nggak ada bathtub. Di kamar mandi ini, hanya ada shower aja, dan itu pun bukan rainshower. Perlengkapan seperti vanity mirror dan hair dryer pun nggak ada di kamar mandi ini, tapi nggak jadi masalah karena bisa pakai hair dryer di kamar mandi utama. Ah, saya lupa foto, tapi di samping shower box, sebetulnya ada half wall yang memisahkan area shower dengan satu space kosong. Mungkin dulunya mau dipasang sesuatu, tapi akhirnya nggak jadi. Tidak bermasalah, cuman memang bikin gereget aja sih ketika dilihat.

IMG_20190615_133251

IMG_20190615_133303

Fasilitas Umum
Kolam Renang

Nah, ini nih fasilitas unggulan The Mayflower Jakarta yang wajib dicoba dan sayang banget kalau dilewatkan. Kolam renang di serviced apartment ini punya ukuran setengah olimpik dan ini pun udah luas banget! Kebayang ‘kan kalau ada olympic-size pool di sini besarnya kayak gimana. Kedalamannya memang hanya 1,2 meter, tapi luas kolamnya itu loh yang bikin saya senang banget. Di sisi barat kolam, berjajar recliner dan meja-meja untuk para tamu. Posisi recliner dan meja ini membelakangi floor-to-ceiling window yang menghadap ke Jalan Jenderal Sudirman. Kece banget!

IMG_20190615_154936

IMG_20190615_154837

Oh ya, di sini nggak hanya ada kolam dewasa, tapi ada juga kolam anak di sisi selatan. Di sisi utara kolam dewasa, ada dua jacuzzi yang bisa dipakai (saya lupa ambil fotonya). Nah, kedua jacuzzi ini juga mantap jiwa dan bisa jadi spot yang Instagrammable karena berada di samping jendela yang menghadap ke arah utara (Bundaran HI). Kebayang ‘kan habis capek berenang, bisa berendam di jacuzzi sama teman-teman sambil ngobrol dan menikmati pemandangan kota. Kolam renang dan jacuzzi ini buka dari jam 6 pagi sampai jam 10 malam setiap hari. Di sini juga nggak ada penjaga. Jadi, tetap awasi adik-adiknya ya kalau berenang di sini.

IMG_20190615_154800

Ruang ganti pakaian berada di dekat area reception kolam renang dan spa. Ruangannya cukup besar, dan dilengkapi steam room dan sauna. Sehabis berenang, saya dan teman-teman coba steam room di sini. Sambil ngobrol-ngobrol, kami keluarin banyak keringat, ya hitung-hitung berkeringat karena selama ini jarang olahraga. Untuk sauna, saya coba sendiri, tapi hanya bertahan selama sekitar 10 menitan karena udah terlanjur gerah di steam room.

IMG_20190615_165738

IMG_20190615_165756

Ruang ganti ini punya cukup banyak loker. Untuk shower box, hanya ada 4 kubikel, tetapi waktu itu kolam renang lagi sepi. Jadi, nggak ada acara ngantri buat mandi. Di area wastafel disediakan perlengkapan seperti korek kuping, kapas, hair dryer, dan parfum. Oh ya, ruang ganti ini juga dipakai sama orang-orang yang habis nge-gym.

IMG_20190615_165714

IMG_20190615_165724

IMG_20190615_165810

Gym

Berlokasi di area yang sama dengan kolam renang, gym di The Mayflower Jakarta menawarkan pengalaman berolahraga dengan pemandangan kota Jakarta yang memukau. Untuk menuju gym, kita harus naik tangga dulu yang bisa diakses dari studio senam. Studio senamnya sendiri luas banget. Hanya saja, karena posisinya di sudut ruangan, cerminnya dipasang di satu sudut saja (sisi timur). Padahal, biasanya kan studio senam itu cerminnya di mana-mana. Studio ini juga dilengkapi stereo system. Jadi, pas lah buat latihan K-pop dance atau sekadar joget poco-poco. Saya sih sempet latihan dance di sini sebelum main ke gym.

IMG_20190615_172309

Untuk gym sendiri, ukurannya cukup luas, dengan peralatan olahraga kardio ditempatkan di dekat jendela yang menghadap ke arah selatan. Asyik banget rasanya ketika lari di atas treadmill, kita bisa dengerin lagu kesukaan sambil lihat view kota yang bagus. Mantap jiwa deh! Di dekat area kardio juga ada dispenser air minum dan keranjang handuk kotor.

IMG_20190615_172624

IMG_20190615_172324

Perlengkapan angkat beban ada di sisi timur ruangan. Area ini pakai rubber mat sebagai flooring untuk mencegah kepeleset, dan dinding di kedua sisi ruangan dipasangi cermin. Mungkin supaya bisa sambil mengagumi bentuk tubuh yang udah jadi sambil olahraga ya, atau sambil mirror selfie ala ala di gym. Secara keseluruhan, perlengkapan olahraga di gym sudah lengkap dan banyak sehingga tamu nggak perlu rebutan atau nunggu terlalu lama saat mau pakai salah satu alat.

IMG_20190615_172709

IMG_20190615_172658

The Cafe

Bertempat di lantai lobi, The Cafe merupakan dining venue di The Mayflower Jakarta yang menyajikan menu sarapan, makan siang, dan makan malam. Lokasinya berhadapan dengan area resepsionis. Kafe/restoran ini ukurannya menurut saya nggak begitu besar, tetapi jumlah mejanya cukup banyak. Hanya saja, mungkin nggak bisa menampung banyak tamu ketika tingkat occupancy properti lagi tinggi banget. Saya nggak sarapan di sana. Jadi, nggak tahu seperti apa kondisi restoran ketika jam sarapan. Hanya ya itu tadi, saya membayangkan restoran nggak bisa menampung semua tamu ketika tingkat occupancy sedang sangat tinggi, dan nggak tahu deh nanti para tamu yang nggak kebagian kursi, duduknya di mana.

Saya jadi ingat waktu menginap di Aryaduta Bandung bulan Januari kemarin ini. Tingkat occupancy hotel sedang sangat tinggi. Walhasil, untuk sarapan pun saya harus masuk daftar waiting list. Terlepas dari space restoran yang luas dan banyaknya tempat duduk, saya bahkan kesulitan cari meja kosong dan harus dibantu oleh staf di sana. Beberapa tamu malah diarahkan ke ruang VIP yang biasanya digunakan untuk momen tertentu.

IMG_20190615_132346

Di ujung restoran, ada bar untuk pesan beragam minuman. Dari segi interior, The Cafe tampil elegan dalam balutan warna-warna earthy dan furnitur bergaya kontemporer. Interiornya sendiri senada dengan interior lobi yang tampil cantik dengan double-height ceiling. Di samping The Cafe, ada eskalator menuju area parkir. Sebetulnya, akses masuk The Mayflower Jakarta ini ada dua, lewat area parkir dan lobi Indofood Tower (pintu masuk dari Jalan Jenderal Sudirman).

IMG_20190616_162141

IMG_20190615_132404

Lokasi

Bicara soal faktor lokasi, The Mayflower Jakarta merupakan properti yang strategis. Berada di Jalan Jenderal Sudirman, properti ini bisa jadi pilihan yang pas untuk kalangan pebisnis maupun wisatawan. Di lantai lobi Indofood Tower memang ada beberapa restoran, tetapi sayangnya pada tutup di hari Minggu. Cari minimarket pun agak susah dan minimarket terdekat ada di Jalan Setiabudhi Barat, di belakang kawasan Sudirman Plaza. Untuk ke sana, kita bisa jalan kaki dalam jarak yang nanggung–dekat nggak, jauh juga nggak, tapi jaraknya bikin males jalan kaki.

Di depan Indofood Tower, ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra yang bisa membawa kita ke Bundaran HI atau kawasan Senayan. Hadirnya mode transportasi ini bisa jadi alternatif yang efektif, terutama ketika kondisi lalu lintas lagi padat banget. Selain itu, karena bertempat di Jalan Jenderal Sudirman, di hari Minggu kita bisa turun langsung ke jalanan buat menikmati Car Free Day. Saya dan teman-teman jalan pagi di ajang Car Free Day sambil cari sarapan dan menikmati suasana pagi Jakarta yang ternyata jam 9 aja udah kerasa gerah.

Mengingat lokasi minimarket cukup jauh dari properti, saran saya sih kalau kebetulan lagi ke mal atau toko swalayan, sekalian aja beli bahan-bahan masak. The Mayflower Jakarta menghadirkan kitchenette di setiap unit apartemen yang bisa kita manfaatin buat masak sendiri. Lumayan ‘kan bisa hemat juga.

Kesimpulan

Urban retreat. Entah kenapa frasa itu yang muncul di pikiran saya untuk menggambarkan The Mayflower Jakarta. Kalau cari properti di pusat kota untuk berlibur, saya rasa properti ini bisa jadi pilihan yang tepat. Untuk urusan bisnis, serviced apartment ini menawarkan akses cepat ke area perkantoran di Jalan Jenderal Sudirman. Untuk liburan, kawasan Bundaran HI yang ikonik juga hanya berjarak sekitar 10-15 menitan. Ditambah lagi, ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra yang memudahkan kita untuk bepergian, terutama ketika kondisi lalu lintas lagi nggak bersahabat. Hanya saja, di properti nggak ada minimarket dan untuk menuju minimarket terdekat, kita harus jalan kaki cukup jauh ke Jalan Setiabudhi Barat. Kurang praktis sih, terutama ketika kita perlu beli jajanan atau makanan di malam hari.

Dari segi interior, sayangnya saya nggak menemukan sesuatu yang spesial. Rasanya ya kayak berkunjung ke apartemen modern aja. Bagus memang, tapi nggak spesial sehingga tidak meninggalkan kesan yang mendalam. At least, in-room amenities berfungsi dengan baik dan ruangan pun tidak menampilkan kerusakan. View dari berbagai ruangan di unit apartemen juga keren dan memukau. Ditambah lagi, ukuran apartemen yang luas sehingga cocok untuk menerima tamu, terutama untuk acara kumpul-kumpul atau pesta.

Fasilitas umum The Mayflower Jakarta sangat mumpuni. Ketika saya baca tanggapan dari pihak properti di review saya di Tripadvisor, mereka mengatakan bahwa kolam renang indoor-nya in fact merupakan yang terbesar di Jakarta. No wonder karena memang ukurannya pun luas. Setengah olimpik itu besar loh, terutama untuk kolam renang yang dibangun di dalam gedung bertingkat. Studio senam dan gym-nya pun mengesankan dan menawarkan pemandangan kota yang mengagumkan. Saya bisa bilang bahwa salah satu daya tarik properti ini adalah pemandangan kota yang bisa dinikmati dari berbagai fasilitas.

Satu hal lagi yang saya perhatikan adalah dining venue di properti. Dengan ukuran yang bisa dibilang kecil, saya agak ragu bahwa restoran bisa menampung semua tamu ketika tingkat occupancy properti sedang sangat tinggi. The Mayflower Jakarta punya lebih dari 90 unit apartemen, dengan kapasitas 2-8 orang. Kalau dihitung rata-rata menjadi 5 orang per unit, saya rasa akan banyak tamu yang masuk waiting list untuk sarapan di pagi hari.

Dengan rate mulai dari sekitar 1 juta rupiah (harga nett, untuk unit terkecil berdasarkan info rate dari Marriott Bonvoy), The Mayflower Jakarta layak diperhitungkan. Untuk unit apartemen lengkap, rate segitu menurut saya masih terjangkau, apa lagi dengan view kota yang keren dan fasilitas berkelas. Unit yang saya pesan sendiri kemarin itu ditawarkan dengan harga sekitar 1,2 juta rupiah per malam (mungkin karena lagi low seasons ya). Tentunya, rate 1,2 juta per malam untuk apartemen dua kamar itu a big steal lah! Akhir kata, properti ini bisa menjadi pilihan luxury affordable bagi kalangan pebisnis maupun wisatawan yang ingin menikmati fasilitas bintang lima dan pemandangan khas kehidupan urban yang mengagumkan di pusat kota Jakarta dengan harga yang bersahabat.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Ukuran apartemen terbilang luas di kelasnya. Meskipun hanya memiliki 2 kamar untuk (maksimal) 5 orang, ruang keluarga unit saya cukup luas dan bisa menampung 7-8 tamu. Cocok untuk kumpul-kumpul atau pesta. Bahkan, mungkin bisa bawa sampai 10 orang kalau kepepet banget sih (if you don’t mind sleeping on the couch).
  • The Mayflower Jakarta punya kolam renang indoor terluas di Jakarta. Sejauh ini, saya pernah ke beberapa properti di Jakarta yang punya kolam renang dalam ruangan di gedung bertingkat, tetapi nggak ada yang seluas kolam renang di sini.
  • Ada dua jacuzzi di area kolam renang, masing-masing menawarkan pemandangan kota yang keren.
  • Studio senam di sini pun saya rasa jauh lebih besar dibandingkan studio di properti-properti lain yang pernah saya kunjungi.
  • Gym properti menawarkan pengalaman berolahraga ditemani pemandangan kota yang memukau. Cocok lah buat yang bosan lari di atas treadmill tanpa ngeliat view keren.
  • Lokasi properti sangat strategis. Di depan Indofood Tower banget ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra. Selain itu, properti ini juga dikelilingi banyak gedung perkantoran sehingga pas untuk kalangan pebisnis.
  • Masih berkaitan dengan lokasi, di hari Minggu tamu bisa menikmati ajang car free day dengan langsung ke Jalan Jenderal Sudirman di depan Indofood Tower.
  • Rate-nya terbilang terjangkau. Unit terkecil bisa dipesan dengan harga sekitar 1 juta rupiah (pemesanan bisa dilakukan via aplikasi Marriott Bonvoy atau online travel agent).

👎🏻 Cons

  • Desain interior unit apartemen tidak begitu spesial. Bagus, tapi tidak sampai memberikan kesan yang membekas (halah bahasa gue).
  • Restoran properti dirasa terlalu kecil, terutama jika dibandingkan jumlah tamu yang banyak.
  • Minimarket terdekat jaraknya cukup jauh dari properti. Kalau jalan kaki, jaraknya ya lumayan bikin malas sih.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰💰