Tag Archives: maison teraskita

Review: Maison Teraskita Hotel Bandung

Ada yang spesial soal properti yang satu ini. Awalnya, saya nggak tahu kalau ini adalah sebuah boutique hotel. Seperti biasa, Instagram menampilkan banyak iklan dan tiba-tiba, iklan properti ini muncul. Namun, karena yang ditampilkan adalah foto makanan dan piano (oh! You guys know how much I love playing piano!), walhasil saya pun kepikiran datang untuk sekadar ngopi dan main piano. Kebetulan, waktu itu saya memang habis menginap di hotel lain. Waktu tiba, saya baru sadar kalau ternyata apa yang saya kira kafe ternyata merupakan bagian dari hotel. 

Saya pun langsung cek Instagram dan googling soal properti ini. Berhubung rate-nya sedang murah dan saya juga nggak begitu sibuk dengan kerjaan, saya putuskan untuk mendadak nginep di hotel ini. Ya, improptu aja. Bahkan, ada staf hotel yang sampai kaget karena saya tiba-tiba check-in, padahal awalnya hanya makan siang dan main piano. Turned out keputusan saya buat stay di hotel ini nggak salah because the hotel really lived up to its name.

review maison teraskita hotel bandung
Fasad Maison Teraskita Hotel Bandung

Maison Teraskita Hotel Bandung adalah salah satu hotel baru di Bandung. Properti bintang empat ini setahu saya beroperasi sejak tahun 2020 (di tahun 2019, kalau nggak salah bangunannya masih direnovasi). Bangunan hotel ini sendiri sebetulnya sudah unik. Saya coba cari tahu lebih lanjut soal bangunan peninggalan era kolonial Belanda yang sekarang menjadi hotel. Dilansir dari Property and The City, Maison Teraskita Bandung menempati bangunan kantor Waskita Karya yang juga merupakan salah satu bangunan cagar budaya grade B di Bandung. Bangunan tersebut konon sudah ada sejak tahun 1910an. 

Saya masih penasaran dengan sejarah gedung Maison Teraskita Bandung di era kolonial dulu. Pencarian di Google membawa saya ke sebuah artikel dari Cianjurpedia yang membahas riwayat gedung tersebut. Bagian bangunan yang menjadi wajah hotel ternyata dibangun di tahun 1913 dan digunakan sebagai kantor cabang Siemens. Anak milenial pasti nggak asing deh dengan nama Siemens. Pasalnya, Siemens adalah salah satu brand HP yang terkenal pada zamannya (ingat ringtone yang juga dipake sebagai ringtone HP Sanchai di serial  Meteor Garden?). Gedung ini sendiri sebetulnya bernama NV. Volker Aanemings Maatschappij, tetapi memang kemudian lebih dikenal sebagai Gedung Siemens. Di tahun 1961, gedung mengalami renovasi yang menyebabkan perubahan pada bentuknya. Setelah itu, gedung pun digunakan sebagai kantor Waskita Karya. 

review maison teraskita hotel bandung
Gedung kantor Waskita Karya sebelum menjadi Maison Teraskita | Credit: Sepanjang Jalan Kehidupan

Maison Teraskita Hotel Bandung adalah addition baru bagi portfolio The Gala Hotels Group. Berdasarkan informasi yang saya lihat dari situs resmi The Gala Hotels Group, hotel ini adalah properti pertama mereka di Bandung. Dua properti lainnya berada di Jakarta (and are definitely on my to-go list). Terdapat 84 kamar dan suite yang tersedia di hotel bintang 4 di Bandung ini. Soal fasilitas, ada rooftop swimming poolgym, restoran, dan kafe. Di koridor lift, ada beberapa ruangan kosong yang katanya sih akan jadi barbershop, tapi terakhir kali saya ke sana (saya sudah menginap dua kali, dan yang terakhir adalah bulan Agustus 2021), ruangan tersebut masih kosong. 

Ada 8 tipe kamar di hotel ini. Saat menginap di hotel ini, saya menempati kamar tipe Deluxe Maison Double. Oh, ya! Saya juga berkesempatan bertemu Bapak Alexander selaku director of sales marketing hotel (sayangnya beliau sudah tidak di Maison Teraskita lagi menurut salah satu staf hotel), dan juga chef hotel. Ulasan lengkap hotel dan cerita lainnya, as usual, saya bagikan di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Dari namanya, saya bisa menebak konsep yang dihadirkan oleh Maison Teraskita Hotel Bandung. Informasi ini juga diperkuat oleh pernyataan Bapak Alexander mengenai konsep hotel. Saat tiba di lobi, saya sudah bisa melihat manifestasi dari tema utama yang diusung hotel. Begitu tiba di kamar, saya bisa membayangkan diri berada di salah satu apartemen bergaya contemporary Parisian di pusat Paris. Hanya saja, dari jendela kamar, saya bisa melihat minaret Masjid Raya Bandung, dan bukan Menara Eiffel. Ya, setidaknya masih di Paris van Java lah ya.

Tipe Deluxe Maison Double memiliki luas 24 meter persegi. Bentuk kamar sebetulnya unik karena bukan persegi, melainkan trapesium. Dengan bentuk ruangan seperti ini, jendela kamar bisa diposisikan agar menghadap ke Masjid Raya Bandung, dan bukan langsung menghadap ke bangunan Jiwasraya. Hanya saja, dimensi jendela yang tinggi, dan bukan melebar, membuat pencahayaan alami di kamar terbilang kurang. 

Atmosfer khas apartemen bergaya Parisian langsung terasa begitu saya masuk ke kamar. Dinding kamar tampil mewah dalam balutan panel kayu berwarna putih. Untuk lantai, digunakan parket berwarna medium yang membangun kesan hangat. Sebagai focal point, dinding di belakang tempat tidur menggunakan panel kayu berwarna turquoise (tapi menurut saya, lebih biru sih). Langit-langit di area utama kamar cukup tinggi dan dilengkapi built-in lighting yang membuat ruangan terang, tanpa terasa terlalu silau.

Satu hal yang saya suka dari kamar ini adalah adanya potted plant. Ditempatkan di samping sofa, adanya tanaman membuat kamar terasa lebih segar dan lived-in, as if the room is really an apartment. Sayangnya, penempatan sofa dan meja kopi justru membelakangi televisi, dan bukan menghadap ke televisi. Walhasil, saya harus duduk di tempat tidur kalau ingin nonton televisi. Untuk tempat tidur sendiri, seperti yang bisa dilihat di foto, ternyata merupakan dua twin bed yang digabungkan. Saya sedikit kecewa sebetulnya. Headboard tempat tidur tampil sederhana dengan bentuk rectangular, tetapi unik karena dibuat dari anyaman rotan. Tidak ada end table di kedua sisi tempat tidur. Sebagai gantinya, lampu meja digantikan oleh wall lamp bergaya modern minimalist. Telepon pun dipasang di dinding dan, sayangnya, gagangnya sering jatuh. Buat yang biasa simpan HP atau jam tangan di end table, di sini HP harus disimpan either di meja kopi, meja kerja, or kasur.

Di ujung ruangan, terdapat nook dengan dinding bertekstur kasar yang dipisahkan oleh vitrage dan gorden berwarna hijau zamrud tua. Dengan meja kecil dan kursi rotan, area ini saya duga merupakan area kerja, meskipun sejujurnya kursinya kurang nyaman untuk dipake ngetik-ngetik kerjaan. Namun, dari area ini, saya bisa melihat bangunan Masjid Raya Bandung sambil kerja. Pemandangannya kurang “lega” memang, tapi setidaknya there was something I could see while working.

Di vestibule, terdapat satu kabinet untuk menyimpan kulkas mini dan coffee/tea maker. Untuk teh, Maison Teraskita Hotel Bandung menggunakan produk-produk teh Walini. Di sampingnya terdapat gantungan pakaian sebagai pengganti lemari atau closet. Sebetulnya, saya kurang begitu suka gantungan pakaian yang terbuka karena kesannya jadi rame atau riweuh, terutama ketika saya ngegantung banyak pakaian. Di setiap kamar, tersedia bathrobe dan slippers yang nyaman. Oh, ya. AC di kamar masih menggunakan unit terpisah, bukan AC sentral. Not a big problem for me sebetulnya.

Sayangnya, saya mengamati maintenance kamar tampaknya kurang optimal. Area di sekitar sakelar dan stopkontak tampak retak dan kurang rapi. Selain itu, cat pada dinding di sekitar bagian bawah jendela kamar mandi juga sudah mengelupas. Saya menyayangkan hal ini, mengingat properti ini masih terbilang baru dibuka. Semoga ke depannya maintenance kamar bisa ditingkatkan, ya.

Kamar Mandi

This is one of my favourite part waktu menginap di Maison Teraskita Bandung. Kamar mandi di tipe Deluxe Maison Double punya ukuran yang decent. Tidak besar, tapi nggak claustrophobic juga. Dari aspek desain, interiornya mengusung perpaduan Industrial dengan Art Deco. Interior kamar mandi ini mengingatkan saya dengan interior kamar mandi di de Braga by ARTOTEL. Pencahayaan kamar mandi juga bagus dan seperti yang mungkin kalian tahu, saya nggak suka kamar mandi yang redup.

Area shower dipisahkan dari area lain kamar mandi dengan dinding dan split level. Sayangnya, dinding pemisah ini kurang panjang dan split level-nya pun kurang signifikan untuk mencegah luapan air. Walhasil, saat saya mandi, air pun jadi luber ke sana sini. Adanya rainshower (meskipun piringannya nggak besar) membuat momen mandi saya jadi lebih menyenangkan. Bathroom fixture di kamar mandi pun memiliki desain modern classic (bisa dilihat dari desain shower tangan). What’s better, Maison Teraskita Hotel Bandung menghadirkan body wash dan shampoo dari koleksi Calming milik Sensatia Botanicals.

Kloset ditempatkan di sisi timur kamar. Di dinding di belakangnya terpasang foto salah satu sisi kota Bandung dengan filter hitam putih yang menambah kesan artsy pada interior kamar mandi. Sebetulnya, di kamar pun tersedia hair dryer, tetapi tidak disimpan di kamar mandi. Hair dryer disimpan di dalam tas kecil yang digantung pada gantungan, di dekat bathrobe. Jadi, kalau bicara soal fasilitas kamar mandi sih, saya rasa sudah lengkap. Actually, it was better than expected.

Fasilitas Umum

Teras Cafe

Salah satu fasilitas umum di Maison Teraskita yang menurut saya sangat prominent adalah kafenya. Teras Cafe berada di lantai dasar hotel dan menempati area lobid dan teras depan. Oh, ya! Untuk yang baru datang kali pertama atau mungkin sekadar lewat, mungkin nggak sadar kalau ini adalah hotel. Pasalnya, yang terlihat dari trotoar memang kafenya, meskipun outdoor area-nya cenderung tersembunyi di balik pagar bertanaman rambat. Namun, dengan konsep seperti ini, vibe Parisian cafe-nya justru dapet banget. Bisa dibilang, kafe ini jadi semacam oasis tersembunyi di tengah ingar bingar kawasan Alun-Alun Bandung. 

Focal point teras ini adalah air mancur bergaya klasik yang tampak cantik, baik di siang maupun malam hari (terutama malam hari karena ditambah pencahayaan yang pas). Meja-meja persegi dipadukan dengan kursi-kursi rotan dan beberapa parasol sebagai peneduhnya. Dikeliling bunga dan semak-semak, area teras kafe ini selain cantik juga cozy, terutama di sore hari. Di malam hari, area teras terasa romantis, terutama saat diterangi lampu-lampu. Sebagai penutup tanah, digunakan batu-batu kerikil yang, menurut saya sih, agak bikin was-was ketika jalan. Beberapa kali saya hampir jatuh karena kerikil-kerikil tersebut. Selain itu, kerikil-kerikil di tanah bikin kursi dan meja jadi kurang stabil. 

Pintu besar dengan frame berwarna teal gelap menyambut saya saat akan masuk ke lobi Maison Teraskita yang merangkap indoor area kafe. Tepat di sisi kanan pintu, ada tangga menuju lantai dua. Tangga berbentuk “L” ini masih menggunakan desain aslinya, tetapi dipercantik dengan runner bermotif foliage. Kurang “wah” untuk disebut grand staircase, tetapi sangat “wah” untuk sekadar disebut tangga biasa. Di dekat tangga, ditempatkan potted plant besar yang tidak hanya mempercantik ruangan, tetapi juga memberikan sentuhan segar “ijo royo-royo” pada interior kafe.

Lobi dan area indoor kafe diterangi jendela-jendela besar yang berada di sisi depan bangunan. Panel kayu berwarna putih melapisi dindingnya, sementara flooring menggunakan lantai kayu bermotif herringbone. Mungkin ada yang sudah tahu apa yang saya suka dari kafe ini. Ya, pianonya! Di bawah tangga, terdapat sebuah baby grand piano Yamaha (sepertinya tipe G1 karena ukurannya memang nggak begitu besar). Saat menginap (dan setiap ke kafe ini), saya selalu main piano itu dan para staf hotel ternyata senang (hore!). Kondisi piano baik, tetapi sering kali keyboard-nya berdebu. Maklum, dengan jendela dan pintu yang dibuka dan posisi hotel tepat menghadap ke Jalan Asia Afrika yang ramai, polusi dan debu dari luar bisa masuk dengan mudah. Hanya saja, terakhir kali saya main (sekitar satu dua minggu sebelum post ini diterbitkan), ada beberapa not yang agak fals.

Area indoor memiliki meja dan kursi yang lebih sedikit. Selain itu, para pengunjung kafe pun harus berbagi tempat dengan para tamu hotel. Kursi-kursi rotan digunakan pula di dalam kafe. Namun, dengan meja kopi, area indoor kafe sepertinya lebih cocok buat ngemil dan ngopi dibandingkan untuk makan with good posture. Lampu lantai dan gantung bergaya orb menjadi sumber penerangan sintetis. Desainnya pun memberikan sentuhan Art Deco pada interior kafe, terutama saat dipadukan dengan foto-foto berbingkai hitam di dinding. Dengan pencahayaan berwarna hangat, kafe ini terasa hangat, cozy, dan mewah, terutama saat hujan sore-sore atau di malam hari. 

Waktu kali pertama datang, saya pesan spaghetti aglio e olio untuk makan siang. Untuk minuman, saya lupa namanya apa. Untuk makanannya, jujur saya suka karena pesanannya sesuai custom order saya: tanpa keju sama sekali dan tingkat kepedasannya pas. Tingkat keasinannya ke arah rendah, tapi justru saya bisa merasakan gurih dari bahan-bahan lain. Rotinya renyah dan gurih, dan nggak sampai asin yang bikin pusing. Untuk minumannya, base-nya green apple syrup yang kentara. Sisanya sepertinya ada blue curacao-nya atau apa, tapi yang paling kentara sih green apple. Untuk rasanya, fine lah.

Dengan dwifungsinya sebagai lobi hotel dan indoor dining area, saya menduga area ini akan sangat ramai ketika hotel lagi banyak tamu, dan kafe lagi banyak pengunjung. Mungkin beberapa pengunjung kafe bisa diarahkan ke lantai dua atau teras. Nah, di lantai dua sendiri ada bar, dan di dekatnya ada pintu menuju restoran hotel yang digunakan sebagai tempat sarapan para tamu. Area lantai dua seingat saya hampir selalu kosong. Mungkin karena area ini tampaknya lebih difokuskan sebagai restoran, dan bukan kafe.

Singkatnya, Teras Cafe di Maison Teraskita Bandung bisa jadi tempat nongkrong cantik yang nyaman di pusat kota Bandung. Desain interiornya menjadi salah satu keunggulan kafe ini. Gaya modern Parisian, dipadukan dengan beberapa elemen vintage dan Art Deco membuat kafe ini makin cantik dan Insta-worthy. Namun, saya ingin ngasih tahu soal harga menu. Karena merupakan bagian dari hotel, perlu diingat bahwa pajak dan service charge-nya adalah 21%, dan bukan 10-15%. PPN + service charge sebesar itu bisa bikin harga nett jadi lebih tinggi secara signifikan.

Restoran

Restoran hotel berada satu lantai di atas lobi dan bisa diakses lewat lift maupun tangga. Area restoran cukup luas dan mencakup balkon sebagai smoking area. Dari segi interior, gaya modern Parisian tetap diusung. Restoran hotel berada satu lantai di atas lobi dan bisa diakses lewat lift maupun tangga. Area restoran cukup luas dan mencakup balkon sebagai smoking area. Dari segi interior, gaya modern Parisian tetap diusung. Hanya saja, terlepas dari luasnya, meja dan kursi yang tersedia cukup terbatas sih kalau saya amati. Di bagian tengah restoran, ada semacam island untuk bufet dan dari island tersebut, kita bisa “ngintip” ke arah dapur. Cukup seru sih, terutama ketika kita pada akhirnya bisa accidentally lihat live cooking show. Kursi-kursi rotan dipadukan dengan sectional sofa berlapis kain berwarna biru “horang kaya”, membangun atmosfer casual chic, tapi juga elegan. 

Soal menu breakfast, pihak hotel akan tanya kita mau makan apa saat check-in. Mereka akan kasih semacam form untuk kita isi, dan di form itu disebutkan makanan-makanan yang akan disajikan untuk sarapan keesokan paginya. Kita bisa centang makanan yang kita mau nikmati, dan kosongkan makanan yang kita nggak mau. Menurut saya, ini jadi sistem yang bagus karena pihak hotel hanya perlu menyajikan apa yang kita minta, dan nggak perlu menyajikan makanan atau minuman yang nggak kita akan ambil (dan mungkin pada akhirnya jadinya mubazir karena nggak dimakan). Less food waste, better life. Menu sarapan saya simpel, tapi cukup mengenyangkan. Dan entah, pom pom itu kenapa ya rasanya asin banget? Apakah setiap restoran atau gerai yang jual kentang pom pom itu nambahin garamnya kebanyakan, atau memang dari pabriknya garamnya udah banyak banget?

Kolam Renang

Fasilitas lain yang tersedia di Maison Teraskita Bandung (dan yang jadi favorit saya) adalah kolam renangnya. Berada di lantai rooftop, area kolam renang hotel menawarkan pemandangan pusat kota Bandung yang kece banget! Dari segi ukuran, kolam renang ini punya dimensi memanjang. Simpel, sebetulnya dan terbilang ramping. Namun, karena dimensinya memanjang, kolam renang ini cocok buat latihan bolak-balik beberapa lap.

Area duduk dibagi menjadi dua sisi. Karena bentuk kolam memanjang, kursi-kursi dan meja-meja ditempatkan di kedua ujung kolam renang. Sayangnya, nggak ada parasol untuk meneduhi tempat-tempat duduk di sini. Walhasil, kalau cuaca lagi panas banget, mau nggak mau harus siap-siap benar-benar berenang dan beraktivitas di bawah paparan cahaya matahari. Ini yang saya sayangkan sebetulnya. Selain itu, jumlah meja dan kursi yang ada juga sangat terbatas, mengingat area duduknya pun nggak begitu besar. Bisa dibayangkan kalau tingkat okupansi hotel lagi tinggi dan tamu-tamu pada berenang di jam yang sama. Siap-siap rebutan meja dan kursi ini sih. 

Buat yang bawa anak-anak, saya rasa faktor keselamatan di area kolam jadi salah satu yang harus diperhatikan. Pasalnya, karena konsep kolam renang bisa dibilang infinity pool, nggak ada dinding pembatas di sisi panjang kolam. Apalagi, dari area duduk, meskipun terhalang oleh planter, somehow orang tetap bisa pergi dan berdiri di atas dinding sisi panjang kolam (ya, nyelip-nyelip ke pinggir planter). Jadi, buat yang bawa anak-anak, harus dijaga ketat deh. To some extent, saya bahkan merasa kalau kolam ini nggak kids-friendly, terutama soal kedalamannya. 

Namun, yang paling keren lagi adalah view dari area kolam, dan rooftop secara keseluruhan. Seandainya ada rooftop bar di sini, udah deh lengkap banget Maison Teraskita Bandung tuh menurut saya. Pasalnya, view dari area kolam dan rooftop ini keren banget. Kawasan Alun-Alun Bandung, Masjid Raya Bandung, dan area komersial di sekitarnya (terutama gedung-gedung tinggi di daerah Kepatihan dan Dalem Kaum) terlihat jelas dan keren banget, apalagi di malam hari. Di arah barat, kita juga bisa lihat pemandangan Jalan Sudirman. Pemandangan gedung-gedung tinggi juga bisa terlihat di arah utara. Pokoknya, view dari area ini udah paling bagus deh menurut saya. Bahkan, saya bisa bilang bahwa Maison Teraskita Bandung adalah salah satu hotel dengan rooftop infinity pool terbagus di Bandung. 

Gym

Fasilitas berikutnya yang ada di Maison Teraskita Bandung adalah gym. Berada di lantai rooftop, gym hotel ini memang nggak besar. Kecil banget, kalau saya boleh bilang. Jumlah alatnya pun sangat terbatas. Lokasi gym ini berada di dekat kamar mandi dan ruang ganti pakaian.

Karena ruangannya yang terbilang kecil dan memanjang, bisa dipahami kenapa alat-alat yang ada di sini sangat terbatas jumlahnya. Namun, jendela-jendela full-height dipasang di salah satu sisi ruangan. Meskipun pemandangannya kurang bagus (view BRI Tower di sebelah hotel), jendela-jendela ini bikin cahaya alami bisa masuk dengan mudah dan melimpah ke ruangan sehingga kesan sempit jadi bisa diminimalisir. Selain itu, karena ukuran gym yang kecil, saya malah merasa seperti berada di home gym. Ada sedikit atmosfer homy yang saya rasakan di ruangan ini. 

Lokasi

Maison Teraskita Hotel Bandung berlokasi tepat di pusat kota Bandung, berseberangan dengan kawasan Alun-Alun Bandung dan Masjid Raya Bandung. Kalau soal lokasi sih, bisa dibilang kurang apa lagi coba? Stay di pusat kota Bandung dan dekat dari kawasan-kawasan turistik seperti Braga dan Asia Afrika, dan distrik belanja seperti kawasan Kepatihan, Dalem Kaum, dan Pasar Baru? Definitely a big yes! Ke mana-mana dekat. Mau main ke Alun-Alun atau belanja di daerah Kepatihan? Tinggal nyeberang jalan doang udah sampai. Kawasan Braga cuman sekitar 5 menit dari hotel dengan berjalan kaki. Soal transportasi, di depan Alun-Alun juga sebetulnya ada halte bis buat yang ingin naik kendaraan umum. Oh, ya! Yang saya suka lagi adalah meskipun berada di pusat kota dan dikeliling tempat yang ingar bingar, noise level di kamar terbilang kecil. 

Dari Stasiun Bandung, Maison Teraskita Hotel berjarak sekitar 10 menit menggunakan kendaraan roda empat, tergantung kondisi lalu lintas sebetulnya. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, jarak tempuh ke hotel dengan kendaraan roda empat bisa memakan waktu sekitar 15-20 menit atau bahkan lebih cepat, again tergantung kondisi lalu lintas. 

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Saya memang baru dua kali stay di Maison Teraskita Bandung (and to be honest, I’d love to come back again!), tetapi kualitas pelayanan di kedua kunjungan tersebut bisa saya bilang bagus. Saat tiba, saya dikasih welcome drink. Proses check-in juga cepat dan nggak ribet, dan pihak hotel sebisa mungkin kasih saya kamar sesuai request. Staf yang bertugas ramah-ramah, dan waktu saya main piano, mereka juga kasih saya tepuk tangan (dan bahkan ada yang request lagu). Wah, senangnya! 

Interaksi saya dengan para staf hotel nggak berhenti sampai di situ. Saya berkesempatan ketemu dengan sales marketing director Maison Teraskita Hotel, Pak Alexander. Jadi kehormatan bagi saya untuk ketemu Pak Alexander dan ngobrol soal properti keren ini. Bahkan, karena saya sampai dua kali pesan pasta aglio e olio, saya pun jadi ketemu dengan chef hotel dan beliau berterima kasih secara langsung. Senang banget rasanya. 

Kesimpulan

Paris van Java. Saya apresiasi usaha Maison Teraskita Hotel Bandung untuk menghadirkan suasana Paris di tatar Parahyangan. Interior bergaya modern Parisian yang chic berhasil dihadirkan oleh hotel ini, tanpa terkesan maksa atau gaudy. Desain yang sama juga diterapkan di area-area hotel yang lain. Salah satu yang cukup menarik adalah Teras Cafe-nya yang mengusung konsep cafe trottoir, meskipun ya nggak di trotoar juga. Namun, outdoor dining area kafe jadi semacam oasis sejuk di tengah ingar bingar kawasan pusat kota Bandung. 

Pada awalnya, saya sempat bingung karena hotel ini menyandang predikat hotel bintang empat. Namun, setelah saya main ke area rooftop, saya akhirnya give a nod. Kolam renang dengan pemandangan kota jadi fasilitas favorit saya, meskipun saya nggak sempat berenang (tapi saya udah puas kok santai dan lihat-lihat pemandangan Bandung dari ketinggian). Gym juga hadir sebagai fasilitas kebugaran untuk melengkapi kolam renang. Area rooftop akan lebih lengkap dengan kehadiran rooftop bar menurut saya. Karena lokasi hotel sudah bagus dan pemandangannya juga sudah keren banget, adanya rooftop bar akan jadi nilai tambah yang signifikan buat Maison Teraskita Hotel Bandung

Rate yang ditawarkan mulai dari kisaran 500 ribuan (waktu saya book dulu, saya dapat harga sekitar 650 ribu untuk tipe Deluxe). Dengan lokasi yang strategis, desain interior yang stylish, dan fasilitas yang cukup lengkap, rate segitu saya rasa masih sangat masuk akal (meskipun sering kali meledak, terutama di momen-momen liburan atau weekend). Overall, Maison Teraskita Hotel Bandung berhasil menawarkan suasana ala Paris ke jantung kota Bandung tanpa terkesan “maksa”. Properti ini layak dijadikan pilihan, terutama buat wisatawan yang memang ingin menginap di pusat kota Bandung dan banyak berakvitias di kawasan Sudirman, Braga, atau Otista Pasar Baru.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Desain interior modern Parisian yang diusung nggak “maksa” dan gaudy.
  • Fasilitas yang dihadirkan cukup komprehensif.
  • Lokasi sangat strategis dan bikin gampang ke mana-mana dengan berjalan kaki.
  • Pemandangan dari area rooftop dan kolam renang keren banget! Properti ini jadi salah satu hotel dengan rooftop infinity pool terbagus di Bandung.
  • Kamar mandi dilengkapi produk mandi dari Sensatia. Love it!

👎🏻 Cons

  • Area parkir sangat terbatas
  • Rate sebetulnya masih reasonable, tapi kalau sedang meledak, bisa sangat mahal.
  • Maintenance kamar masih perlu ditingkatkan.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰💰