Sebetulnya, saya masih agak bingung dengan block editor WordPress yang baru. Karena sudah sangat terbiasa dengan classic editor, rasanya mau ini itu jadi susah. Saya rasa ini juga berpengaruh ke format tulisan-tulisan saya ke depannya. Editor yang baru menggunakan konsep blok. Saya sendiri masih mencoba mendapatkan gambaran mengenai fungsi ini itu dan semacamnya. Beradaptasi dengan perubahan baru memang nggak selalu gampang.
Anyway, saya ingin bahas satu hotel mewah di Bandung yang, setelah bertahun-tahun saya tinggal di kota ini, baru saya inapi bulan Juli kemarin (tahun 2020). Sebetulnya, ada teman saya yang bekerja di hotel tersebut dan dia dari lama sudah minta saya buat datang untuk nge-review (bahkan ngasih breakfast gratis dan kalau udah makan, boleh main piano, katanya). Maap ya, Andre. Saya baru bisa mampir dan nginap bulan Juli kemarin. Akhirnya pecah bisul juga, ya.
![](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/08/20200704_133202.jpg?w=840)
Sheraton Bandung Hotel & Towers adalah hotel bintang lima yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 390, Bandung. Kawasan ini sendiri lebih dikenal dengan nama Dago dan kalau weekend, beuh! Jangan ditanya deh padatnya kayak gimana! Hotel mewah di Bandung ini sebetulnya menjadi salah satu hotel yang usianya paling tua. Dilansir dari Travelweekly, hotel yang berada di bawah naungan Marriott Hotels ini sudah beroperasi sejak tahun 1990. Ya, saya belum lahir pada tahun itu. Jadi, usia hotel ini sudah jauh lebih tua dari umur saya. Bandung sendiri punya beberapa hotel yang sudah beroperasi sejak tahun 90an, termasuk Hyatt Regency (sekarang Aryaduta Bandung).
Dari beberapa teman, saya dengar bahwa Sheraton yang dulu bukanlah yang sekarang (udah kayak lagunya si Tegar aja). Dilansir dari DestinAsian Indonesia, Sheraton Bandung mengalami renovasi besar-besaran di tahun 2014. Renovasi ini mengaplikasikan desain Art Deco pada eksterior dan interior bangunan. Nah, kalau saya lihat review atau cerita-cerita dari orang lain soal hotel ini, katanya zaman dulu hotel didominasi oleh elemen-elemen kayu berwarna gelap. Hmm… Saya malah jadi penasaran dengan perawakan hotel pada era sebelum renovasi.
Ada 145 kamar dan 11 suite di hotel mewah ini yang terbagi ke dalam 7 tipe: Deluxe, Executive, Tower Room, Junior Suite, Executive Suite, Tower Suite, dan Presidential Suite. Tipe Deluxe sendiri ada yang punya akses langsung ke kolam renang. Jadi, kalau dihitung sih totalnya sebetulnya ada 8 tipe. Sheraton Bandung Hotel & Towers juga punya fasilitas-fasilitas penunjang seperti gym, kolam renang, restoran, spa, sauna, jogging track, kids’ club, event room, meeting & business equipment, dan lain-lain. Bangunan-bangunan hotel juga dikelilingi oleh taman-taman yang asri dan cantik. Bahkan, ada area outdoor yang cukup luas yang, kata Andre, sering dipakai untuk acara-acara macam nikahan, ulang tahun, dan semacamnya. Saat menginap, rasanya memang seperti sedang di sebuah resor. Dari jendela kamar, kita bisa lihat pemandangan taman atau kolam (tergantung tipe kamar). Untuk beberapa tipe, bahkan ada balkon atau teras sendiri. Cocok lah buat escape in luxury di Bandung.
Waktu berkunjung, saya memesan kamar Deluxe dengan king-size bed. Selama menginap, hampir tidak ada kendala yang dialami dan jujur aja, saya ingin ke sana lagi, terutama saat okupansi hotel sedang agak turun dan suasana jadi jauh lebih tenang. Cocok banget buat kerja dan bersantai! Ulasan lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya, ya!
Desain Kamar
Tipe terkecil di Sheraton Bandung adalah tipe Deluxe. Dengan luas 32 meter persegi, tipe ini bisa dibilang “kecil-kecil cabe rawit” karena cukup luas, terlepas dari furnitur-furniturnya yang ukurannya relatif besar. Hanya saja, langit-langit kamar terasa lebih pendek dan pencahayaan yang cenderung redup membuat atmosfer di kamar saat malam hari terasa, what’s the word, mengekang (?). Namun, untungnya efek ini tidak sampai bikin claustrophobic.
Oh, ya! Kamar-kamar yang ada di hotel ini tersebar di beberapa bangunan. Setiap bangunan terhubung lewat jembatan atau koridor. Pada awalnya, saya sempat agak bingung mencari kamar saya saking pusingnya dengan koridor dan tangga yang ada. Namun, ada papan informasi yang membuat saya bisa kembali ke jalan yang benar *insert OST sinetron Hidayah here*. Buat anak-anak, konsep seperti ini mungkin agak memusingkan, walaupun anak-anak yang jiwanya petualang sih kayaknya bakalan seneng buat mengeksplorasi kompleks hotel yang luas ini.
Interior kamar menampilkan desain kontemporer dan didominasi oleh warna krem yang hangat. Pencahayaan pun menggunakan warna-warna hangat yang membangun kesan inviting dan cozy, terutama mengingat kawasan Dago ini jadi salah satu kawasan di Bandung yang terbilang lebih dingin. Lukisan bunga berwarna merah ditempatkan di belakang tempat tidur. Sebetulnya, ada banyak aksen atau motif bunga yang bisa ditemukan di kamar, termasuk di jendela kaca yang memisahkan area shower kamar mandi dengan area utama kamar tidur. Furnitur yang tersedia di kamar mencakup meja kerja, TV counter, kursi kerja, loveseat, dan lemari pakaian. Counter TV sendiri kelihatannya perlu diperbaiki karena pintunya tampak miring. Coffee/tea maker dan kulkas juga tersedia. Bahkan, di kamar pun disediakan Fire Chicken Cheese-nya Samyang (berbayar)! Di dalam lemari pakaian ada electronic safe, ironing board, dan setrika. Untuk fasilitas hiburan, ada TV dengan beragam kanal lokal dan internasional, dan alarm merangkap Bluetooth speaker. Untuk kerja, ada koneksi WiFi yang, anehnya, bisa diakses tanpa password. Hmm… Ini artinya semua orang, termasuk orang di luar hotel, bisa pakai koneksi hotel. Dampaknya, kecepatan koneksi bisa dibilang lebih lambat, meskipun masih bisa dipakai untuk ngecek e-mail atau YouTube-an. Duh, Sheraton Bandung, tolong dong koneksinya dikasih password. He he he.
Kamar saya punya balkon sempit yang menawarkan view taman. Posisi kamar saya yang berdekatan dengan kamar lain (yang kebetulan ada orangnya) membuat saya nggak bisa menikmati balkon ini dengan bebas. Untungnya, di hari terakhir, saya masih sempat membuka lebar pintu menuju balkon dan kerja sambil dimanjakan udara segar dan suara-suara alam. Seandainya saya nginap satu hari lagi, mungkin saya bisa menghabiskan satu sore tiduran di loveseat sambil dengar musik dan dimanjakan angin segar. Oh, ya! Mengikuti protokol kebersihan dan kesehatan, ada beberapa barang yang sengaja tidak disediakan di kamar. Barang-barang seperti bathrobe bisa kita minta dengan menghubungi operator. Saat masuk ke kamar pun, ada dua pak tisu disinfektan yang bisa digunakan untuk mengelap barang-barang seperti telepon, remote TV, sampai HP.
Kamar Mandi
Untuk tipe Deluxe, kamar mandi hanya dilengkapi shower, tanpa bathtub. Namun, shower yang tersedia ada dua jenis: shower tangan dan rainshower. Untuk kalian yang sering baca review saya, sepertinya udah tahu kalau saya suka banget rainshower. Kehadiran shower tangan juga sebetulnya sangat disukai, terutama saat dipakai dengan opsi semburan jet. Cocok banget buat pijat bahu, leher, kepala, lengan, dan kaki.
Shower area di kamar mandi sangat luas dengan bentuk ke arah memanjang. Biasanya, saya menghitung luas shower area dengan Sorry Sorry-nya Super Junior. Kalau saya bisa dance dengan nyaman dan lancar, berarti shower area-nya luas. Please teknik ini jangan ditiru, ya, karena joget-joget di shower area itu berbahaya, terutama pas lantainya basah dan licin. Teknik itu juga jadi salah satu dumb ways to die.
Kelengkapan kamar mandi mencakup kloset dengan water gun (saya lebih suka water gun daripada bidet yang dipasang langsung ke kloset), wastafel, produk mandi, dan hair dryer. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kalau perlu bathrobe, kita bisa minta ke operator. Kamar mandi terasa makin lapang dengan penggunaan warna-warna terang dan pencahayaan warna hangat. Cermin berbentuk persegi dengan pola herringbone di keempat sisinya memberikan sentuhan glamor pada interior kamar mandi. Secara keseluruhan, nggak ada yang benar-benar wah di kamar mandi. Namun, dari segi kelengkapan dan suasana, semuanya sudah pas buat saya.
Fasilitas Umum
Lagoon Pool
Soal fasilitas di Sheraton Bandung, saya ingin mulai dari fasilitas yang paling saya suka (walaupun saya nggak gunakan). Berada di bagian tengah kompleks hotel, kolam renang hotel mengusung konsep laguna yang dikelilingi taman-taman cantik, lengkap dengan pulau mini berpohon kamboja. Kolam utama punya ukuran yang cukup luas dan menarik perhatian para tamu, bahkan sejak tamu menginjakkan kaki di lobi. Beberapa tipe kamar punya akses langsung ke kolam.
Di sisi selatan, terdapat kolam kecil untuk anak. Shower bilas tersedia di beberapa titik. Di sisi utara kolam utama, terdapat semacam platform dengan beberapa lounge chair. Kata Andre, dulu sempat ada beberapa cocoon dipasang di area kolam, tapi fitur tersebut tidak lagi tersedia. Kursi-kursi malas yang ditempatkan di sisi timur dilengkapi parasol. Sayangnya, tidak semua kursi dan meja di area kolam dilengkapi payung. Jadi, kalau nggak kebagian kursi dan meja berpayung, siap-siap panas-panasan. Sebetulnya, kursi dan meja di sisi barat diteduhi oleh tanaman-tanaman besar dan bangunan lobi di atasnya. Waktu menginap, saya nggak berenang, tapi saya cukup bersantai di pinggir kolam di sore hari sambil menikmati complimentary Opera cake (thank you, Dre!). Bisa dibilang, lagoon pool ini jadi primadonanya Sheraton Bandung Hotel & Towers. Mungkin di kunjungan berikutnya, saya coba berenang deh.
Feast Restaurant
Untuk bersantap di Sheraton Bandung, para tamu bisa langsung berkunjung ke Feast Restaurant yang berada di lantai satu, atau selantai dengan area kolam renang. Kalau dari lobi, kita bisa mengakses restoran lewat tangga yang katanya sih jadi salah satu spot Instagrammable di hotel. Namun, setelah dikasih tahu si Andre, saya justru tahu spot lain yang jauh lebih Instaworthy.
Dari segi desain interior, secara pribadi saya tidak melihat sesuatu yang spesial di restoran ini. Interior bergaya kontemporer dengan dominasi warna krem dan putih sebetulnya banyak diusung oleh restoran atau hotel lain. Feast punya area yang cukup luas dan terbagi menjadi area indoor dan semi-outdoor. Untuk area semi-outdoor, ada dua teras di restoran ini, dan salah satunya menghadap ke arah kolam renang (tetapi view ke arah kolam terhalangi oleh tanaman-tanaman besar). Di sisi barat restoran, terdapat pintu menuju gym dan spa.
Foto interior saya ambil di malam hari saat restoran kosong. Setiap island ditempati oleh stan berbagai sajian. Menu yang disajikan untuk sarapan cukup variatif, meskipun selama menginap saya pilih menu yang kurang lebih sama. Untuk jus dan infused water, kita bisa datang langsung ke island yang bersangkutan, tetapi kalau ingin teh dan kopi, kita bisa minta langsung ke staf yang bertugas. Mengikuti protokol kesehatan dan keamanan, tamu tidak boleh mengambil sendiri makanan, tetapi diambilkan oleh para staf yang bertugas. Interaksi tamu dan para staf pun dibatasi oleh fiberglass. Setiap tamu juga diimbau untuk tidak duduk berdekatan dengan tamu-tamu lain. Oh, ya! Saat check-in, saya diminta memilih “shift” jam sarapan. Di Sheraton Bandung, jam sarapan dibagi ke dalam tiga shift dan setiap tamu diminta memilih satu shift. Saya sendiri pilih shift paling awal (jam 6 sampai 7.30 pagi) karena kata Winky, resepsionis yang handle check-in saya, shift itu yang paling sepi. Dalam kondisi kayak gini, saya mendingan bangun lebih awal dan sarapan dalam kondisi restoran yang masih sepi. In fact, yang sepikiran sama saya ternyata banyak. Meskipun demikian, shift pagi ini ternyata lebih sepi dibandingkan shift-shift berikutnya. Saran saya sih, kalau hotel yang kalian kunjungi menerapkan sistem shift untuk sarapan, tanya ke resepsionis shift yang paling sepi dan kosong itu apa, dan pilih shift itu. Jangan ambil risiko deh.
Pada hari kedua kunjungan, saya memutuskan untuk makan siang lagi di Feast karena malas kalau harus keluar hotel dan terjebak kemacetan (ya, Bandung udah mulai macet lagi di masa pandemi begini). Untuk makan siang, saya pilih light meal karena masih kenyang dengan cake yang super manis. Saya pesan kentang goreng dan calamari. Untuk minuman, duh, saya lupa namanya apa, tapi dia segar deh pokoknya dan banyak buahnya. Oh, ya! Yang saya suka dari Feast adalah harga yang tertera di menu ini sudah termasuk pajak. Jadi, saya nggak perlu repot-repot hitung pajak dan service charge-nya berapa. Ditambah lagi, dapat diskon dari si Andre. Duh! Memang, ya, tenaga orang dalam ini tenaga yang ampuh (nanti aku traktir makan di tempat lain, Dre!). Si Andre juga memperkenalkan saya dengan salah satu minuman signature di Sheraton Bandung, Bandrek Capuccino. Dari segi rasa, ya, rasanya seperti halnya bandrek pada umumnya, tetapi teksturnya lebih halus dan foam di atasnya memberikan pengalaman minum bandrek yang unik. Oh, ya! Rasa bandreknya pun nggak begitu strong. Jadi, cocok lah buat lidah saya yang lemah ini.
Tower Lounge
Fasilitas berikutnya yang saya suka di Sheraton Bandung Hotel & Towers adalah club lounge-nya. Posisinya masih satu lantai dengan kamar saya. Di awal tulisan, saya mengutip informasi dari sebuah sumber yang menyebutkan bahwa renovasi hotel di tahun 2014 turut menerapkan sentuhan Art Deco pada interior hotel, dan sentuhan tersebut terasa lebih kental di club lounge. Sebelumnya, mohon maaf untuk hasil jepretan kamera di malam hari tampak blur.
Tower Lounge kalau saya bilang sih merupakan salah satu tempat paling elegan dan mewah di Sheraton Bandung. Dari segi interior, saya melihat perpaduan beberapa desain atau aesthetics. Vaulted ceiling setinggi dua lantai dengan beam kayu yang dibiarkan terekspos dan perapian besar yang dibalut batu alam membangun kesan rustic lodge. Sayangnya, waktu saya menginap, club lounge masih belum beroperasi sehingga si perapian juga nggak dinyalakan. Pemilihan panel kayu berpola herringbone memberikan kesan hangat nan mewah. Sebagai aksen, beberapa bagian dinding dipasangi panel dengan motif clamshell khas Art Deco yang memberikan sentuhan elegan. Namun, yang bikin saya betah dan takjub lagi adalah dua chandelier besar bergaya gothic yang langsung mengingatkan saya dengan The Addams Family. I can’t get over them!
Maafkan filter jari saya. It’s the latest trend.
Food station berada masing-masing di sisi timur dan barat lounge. Meskipun saya dapat akses ke lounge, untuk sarapan saya tetap ke Feast. Saya ke lounge setelah sarapan untuk ngeteh sambil kerja. Di pagi hari, semua pintu menuju balkon dibuka. Area balkon sendiri menjadi dining area alternatif yang menawarkan pemandangan perbukitan yang asri, terutama di pagi hari. Kata Andre sih, dari balkon pemandangan sunrise-nya bagus banget, but I’m not a morning person so… begitulah. Area balkon juga terkena langsung paparan cahaya matahari. Jadi, kalau makan di sana, lebih cepat juga ngerasa gerah.
Selama menginap, saya sering banget ke lounge buat nyantai dan kerja. Lounge memang belum beroperasi (dan hanya buka pada jam sarapan karena afternoon tea dipindahkan ke lobi), tapi justru itu bikin saya senang karena bisa kerja tanpa gangguan. Di hari kedua dan ketiga, lounge sudah tutup sejak jam 10. Staf yang bertugas tahu kalau saya datang untuk kerja dan ngopi, dan mengizinkan saya stay di lounge selama yang diinginkan (hanya saja, setelah jam 10 sudah nggak bisa pesan makanan dan minuman). Tanpa siapa pun, rasanya kayak satu lounge itu punya saya sendiri. Oh, ya! Tangga di depan lounge juga jadi spot yang Instagrammable.
Gym
Fasilitas yang satu ini letaknya dekat dengan Feast Restaurant. Untuk mengakses gym, kita bisa lewat restoran atau jalan kecil di dekat area drop off. Gym hotel berada satu bangunan dengan venue acara dan spa. Sauna sendiri berada di dalam spa. Sayangnya, saat saya menginap, fasilitas spa belum buka.
Sebagai (bukan) seorang gym rat, bagi saya equipment yang tersedia di gym sudah cukup lengkap (toh saya biasanya cuman pakai treadmill, elliptical trainer, dan stationary bike). Jumlah alat-alatnya pun cukup banyak. Namun, karena mengikuti protokol kesehatan dan keselamatan, beberapa alat dinonaktifkan supaya pengguna bisa saling menjaga jarak. Dari segi teknologi, alat-alat yang tersedia pun nggak tergolong obsolete, meskipun ada beberapa alat yang tombolnya harus mulai diperbaiki, seperti mesin elliptical trainer. Sayangnya, di gym juga tidak ada area atau ruangan khusus untuk yang suka senam, yoga, atau pilates. Kalau mau coba pun, space yang ada sempit sih. Oh, ya! Untuk menggunakan fasilitas ini, saya harus mendaftarkan diri dulu ke resepsionis. Setelah itu, saya akan diantar oleh staf ke gym karena akses ke gym hanya bisa diberikan oleh staf. Lagi musim kayak gini sih, pengamanan harus ketat deh pokoknya dan kita pun nggak boleh bandel.
Lobby Lounge
Fasilitas Sheraton Bandung terakhir yang saya kunjungi dan gunakan adalah lobby lounge. Sebetulnya, area publik yang satu ini sih dikunjungi semua orang. Lha wong resepsionisnya ada di sini. Namun, di lobi juga ada bar yang menyajikan beragam minuman dan makanan. Afternoon tea yang biasanya digelar di Tower Lounge diadakan di lobi.
Bicara soal desain, area lobi tampil mencolok dengan instalasi seni/chandelier berwarna turquoise dengan bentuk memanjang. Sepintas, saya jadi ingat instalasi seni Kinetic Rain di Changi Airport. Bedanya, di sini sih tidak bergerak. Kebayang kalau harus membersihkan setiap gelasnya. Kata Andre sih, pernah ada kaca yang jatuh dan pecah. Saya sih nggak berani membayangkan. Seating area di lobi punya langit-langit yang tidak begitu tinggi, tetapi beratapkan kaca sehingga cahaya matahari bisa masuk. Untuk seating area di sini sendiri, sebetulnya ukurannya cukup luas karena memanjang. Set sofa, kursi, dan meja pun disebar di beberapa titik. Ada pula grand piano berwarna putih yang ditempatkan di stan wedding. Sayangnya, pianonya di kunci ๐
Dalam dominasi warna putih dan krem (serta beberapa warna earthy di sana sini), kehadiran warna turquoise menjadi elemen atraktif. Adanya warna tersebut membangun kesan tropis yang, bagi saya sih, membangun vibe pantai atau perairan dangkal ala ala Finding Nemo. Warna turquoise juga tercermin dari karpet yang digunakan di seating area. Ditambah lagi, di sisi timur lobi terdapat jendela-jendela yang menghadap langsung ke kolam renang. Bawaannya langsung ingin nyebur.
Lokasi
Berada di kawasan Dago Atas, Sheraton Bandung Hotel & Towers cocok untuk yang ingin menikmati liburan tropis dan sejenak kabur dari ingar bingar Bandung yang makin lama makin bikin keblinger (I do have a love-hate relationship with this city). Dengan posisi yang cukup tinggi, udara di kawasan ini terbilang segar, terutama di pagi hari. Taman-taman yang mempercantik kompleks hotel juga bikin mata segar.
Hotel ini masih berada di jalur yang dilewati angkutan umum. Berdasarkan pengalaman saya, jalan di depan Sheraton Bandung di akhir pekan sih “agak” kosong. Cuman, kalau naik atau turun sedikit, kita bisa melihat kemacetan. Maklum, baik kawasan Dago Atas maupun Dago Bawah ‘kan favoritnya para turis. Ada beberapa restoran, terutama di kawasan Dago Atas yang bisa dikunjungi. Di seberang hotel sendiri ada beberapa minimarket kalau-kalau ingin jajan. Toko swalayan yang lebih besar berjarak sekitar 5-10 menit dari hotel, tergantung moda transportasi yang digunakan. Secara pribadi, saya sendiri jarang main ke kawasan Dago Atas. Bisa dibilang, saya anak downtown.
Dari Stasiun Bandung, hotel ini berjarak kurang lebih 30 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara sih, mungkin jarak tempuhnya sekitar 30-35 menit, lagi-lagi tergantung kondisi lalu lintas. Saya nggak segan-segan mengingatkan. Berhubung Bandung ini kalau udah macet benar-benar mengesalkan, informasi dari saya ini nggak 100% akurat. Kalau jalanan lagi lancar, mungkin bisa lebih cepat sampai ke hotel. Hanya saja, sekali lagi, di akhir pekan kawasan Dago itu biasanya macet, terutama Dago Atas.
Pelayanan
Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel.
Untuk segmen ini, saya sebetulnya agak takut buat nulis. Bukan kenapa. Saya takut memberikan kesan bias karena punya teman yang menjadi staf di hotel. Namun, segmen ini saya tulis secara jujur dan objektif. Jadi, nggak ada bias, ya.
Dari aspek pelayanan, saya tidak punya keluhan serius. Hmm… Bisa dibilang juga, saya nggak punya hal yang perlu dikeluhkan. Namun, proses check-in berjalan lebih lama dari dugaan. Saya harus nunggu selama sekitar 20 menit (awalnya diminta menunggu 15 menit) karena ternyata kamar saya belum ready. Saya pun nunggu di lobi sambil kerja. Kalau saya nggak ada kerjaan yang harus dibereskan, mungkin saya bakalan ngerasa bete sih. Untungnya, sambil nunggu dan kerja, saya ditawari minuman, dan saya pilih lychee tea. Lamanya proses persiapan ini karena kamar harus dibersihkan secara lebih menyeluruh. Ditambah lagi, tingkat okupansi hotel pada hari saya check-in terbilang ramai. Sebenarnya, kalau bisa dibersihkan lebih awal, akan lebih bagus but who knows? Para tamu mungkin pada late check-out dan para staf hanya punya waktu singkat untuk bersih-bersih. Ya, semoga sih di kunjungan berikutnya, saya nggak perlu menunggu lama lagi.
Beberapa barang (mis. bathrobe) sejak awal tidak disediakan di kamar sebagai tindakan preventif. Untungnya, saya nggak harus menunggu lama saat menelepon minta barang-barang tersebut. Salah satu hal yang bikin saya sering kali kesal adalah barang yang datangnya lama banget. Padahal, yang diminta itu bukan sesuatu yang ribet dan perlu dipersiapkan dalam waktu lama (mis. Q-tips, slippers, atau semacamnya). Para staf segera membawakan barang yang saya minta, dan kecepatan ini layak diapresiasi.
Soal kebersihan kamar, ada satu hal yang menurut saya harus lebih diperhatikan. Waktu saya buka-buka kabinet, ada satu platter buah-buahan yang belum dibuang oleh staf housekeeping. Dari penampilannya sih, buah-buahannya memang nggak busuk dan ditutupi plastic wrap, cuman mungkin ke depannya staf housekeeping harus melakukan pembersihan secara lebih teliti lagi. Di luar itu, kondisi kamar sudah baik dan bersih. Saya juga dikasih dua pak tisu disinfektan untuk membersihkan berbagai surface di kamar.
Keramahan dan perhatian staf jadi hal yang membuat saya senang saat menginap. Di Tower Lounge, saya ketemu dengan Pak Enang (eh, betul nggak ya namanya? Maaf kalau salah). Selama di sana, Pak Enang ini yang “ngasuh” saya. Beliau yang handle pesanan saya dan ngajak ngobrol. Personalized service seperti ini sangat diapresiasi. Bahkan, Pak Enang sendiri yang bilang kalau saya boleh kerja di lounge, meskipun memang lounge tidak beroperasi setelah jam 10 pagi. Again, having the lounge for myself was so great! Oh, ya! Di musim pandemi seperti sekarang, saya juga memperhatikan ketegasan dan kedisiplinan pihak hotel. Saya senang dengan diadakannya sistem shift untuk sarapan karena memungkinkan saya untuk tidak bertemu terlalu banyak orang. Pengecekan suhu juga dilakukan di beberapa titik. Waktu bersantai di pinggir kolam renang, ada beberapa anak-anak yang mau menempati lounge chair di samping saya. Staf yang bertugas di kolam renang dengan tegas langsung menyuruh mereka untuk tidak menempati kursi tersebut supaya bisa menjaga jarak dengan saya (syukurlah sudah diingatkan karena kalau saya yang ngingetin, ada kemungkinan saya justru bakalan ngomel dan galak). Dengan langkah-langkah preventif yang dilakukan pihak hotel, saya merasa lebih lega dan tenang saat menginap. Kalau pihak hotel sudah melakukan langkah-langkah preventif, para tamu pun harusnya bisa, ya. Namun, pada kenyataannya, ya, ada aja tamu hotel yang bandel dan keras kepala. Kalau sudah begitu sih, biasanya saya yang menghindar dan menjauh.
Satu lagi! Saat tiba di kamar, saya dikirimi Opera cake sebagai hadiah selamat datang. Dan nggak tanggung-tanggung, slice-nya besar! Saya bahkan sampai harus bungkus kuenya karena selama menginap dua malam, si kue nggak habis-habis!
Kesimpulan
Sheraton Bandung Hotel & Towers berhasil membawa atmosfer tropis ala resor pinggir pantai ke dataran tinggi. Pada awalnya, saya tidak berekspektasi seperti itu. Namun, setelah datang langsung ke hotel dan melihat lagoon pool-nya, wah! Rasanya memang kayak lagi di resor tepi pantai (minus pantai dan view laut tentunya).
![](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/08/20200704_090110.jpg?w=461)
Meskipun usianya jauh lebih tua daripada saya, Sheraton Bandung tetap menawarkan pengalaman menginap yang mengesankan. Renovasi di tahun 2014 benar-benar memberikan wujud baru pada properti milik Marriott ini. Saya sendiri masih belum menemukan foto lama Sheraton Bandung (yang katanya didominasi elemen-elemen kayu berwarna gelap). Jadi, saya masih penasaran. Seandainya bisa lihat fotonya, saya mungkin bisa bandingkan vibe lama dengan vibe barunya. Dengan lokasi di kawasan touristic, nggak aneh kalau hotel ini sering dikunjungi. Dari pusat kota sih, memang nggak begitu dekat. Namun, jaraknya masih bisa ditoleransi dan lokasinya masih dekat dengan “peradaban”, one might say.
Kamar mengusung desain kontemporer, dengan ukuran yang cukup luas dan balkon yang mengarah ke taman atau kolam renang. Terlepas dari usia properti, furnitur yang ada tidak lagi terkesan dated, thanks to the renovation. Fasilitas yang tersedia di kamar cukup lengkap. Hanya saja, koneksi internet hotel tidak ditambahi password sehingga memungkinkan siapa saja, termasuk orang di luar hotel menggunakan koneksi tersebut. Walhasil, kecepatannya pun jadi kena imbasnya. Selain itu, ini juga cukup berisiko karena takut ada orang asing masuk ke jaringan dan justru melakukan tindak kejahatan dalam jaringan.
Fasilitas yang tersedia di Sheraton Bandung cukup lengkap. Saya pikir seandainya ada whirlpool, mungkin kunjungan akan makin lengkap rasanya. Beberapa fasilitas masih belum beroperasi, tetapi gym, restoran, dan kolam renang sudah bisa digunakan (setidaknya pada waktu saya berkunjung). Taman-taman asri yang menghiasi kompleks hotel memberikan efek sejuk di mata. Tanpa harus pergi ke daerah yang lebih jauh dan remote, menginap di sini sudah cukup untuk menyegarkan pikiran dan menikmati suasana yang lebih tenang (unless tingkat okupansi hotel sedang mencapai puncaknya dan suara orang-orang yang nyaring terdengar di sana sini).
Mengacu pada Tripadvisor, rate hotel ini mulai dari 1,2 juta rupiah. Namun, kalau saya cek di Marriott Bonvoy, rate mulai 1,0 jutaan pun bisa dapat (coba rajin-rajin cek kode promo). Saya sendiri waktu itu pakai promo buy one get one dan secara keseluruhan dapat rate 1,6 juta (nett) untuk dua malam, sudah termasuk sarapan. Lumayan, ‘kan? Dengan fasilitas yang lengkap dan mumpuni, serta lingkungan yang asri dan ijo royo-royo, Sheraton Bandung Hotel & Towers cocok jadi pilihan staycation mewah di Bandung dengan suasana yang lebih alami, tanpa harus bepergian jarak jauh.
Pros & Cons
๐๐ป Pros
- Lagoon pool-nya bagus dan cantik banget!
- Secara pribadi, club lounge-nya adalah salah satu executive lounge paling keren dan mewah di Bandung.
- Informasi harga yang tertera di menu restoran sudah termasuk pajak dan service charge (sepele, tapi buat saya ini membantu banget karena nggak harus pusing ngitung-ngitung berapanya).
- Bangunan-bangunan hotel dikelilingi taman-taman cantik. Cocok buat menyegarkan mata.
- Lingkungan di sekitar hotel relatif tenang. Udaranya pun masih lebih segar, terutama di pagi hari.
- Dari segi rate, hotel ini menawarkan rate yang relatif lebih terjangkau untuk hotel bintang 5.
- Fasilitas yang ditawarkan cukup lengkap. Pas lah untuk properti bintang 5.
- Meskipun di Dago Atas, lokasinya masih terbilang lebih dekat ke pusat kota.
๐๐ป Cons
- Staf housekeeping mohon lebih teliti lagi saat bersih-bersih kamar. Kabinet dan laci tolong dibuka untuk cek apakah ada piring, gelas, atau sampah yang tertinggal atau tidak.
- Koneksi WiFi tidak punya password, memungkinkan orang di luar hotel untuk memanfaatkan koneksi dan (ngerinya) nge-hack perangkat para tamu/staf hotel.
- Kalau ada whirlpool atau jacuzzi, sepertinya lebih baik.
Penilaian
Kenyamanan: ๐๐๐๐๐ถ
Desain: ๐๐๐๐โช๏ธ
Lokasi: ๐คฉ๐คฉ๐คฉ๐คฉโช๏ธ
Harga: ๐ฐ๐ฐ๐ฐ๐ฐ๐ฐ