Tag Archives: Luxury

Review: Four Seasons Jakarta

Wah, tak terasa ya sudah masuk kerja lagi. Rasanya masih ingin liburan dan saya masih dalam fase transisi ke rutinitas setelah kemarin ini libur Lebaran dan menikmati euforia ulang tahun yang bisa dibilang cukup panjang (sebetulnya ini masih belum bisa move on dari euforianya).

Nah, berhubung saya sebut-sebut ulang tahun, di tulisan ini saya akan bahas satu properti di bilangan Jakarta Selatan yang saya kunjungi untuk kabur sekalian merayakan ulang tahun. Ulang tahun ke berapanya nggak perlu saya sebut, tapi yang jelas saya sangat menikmati kunjungan ke properti ini. Dari mulai check-in, istirahat, sampai check-out, saya benar-benar menikmati liburan singkat di sini. Harapannya sih ingin tinggal lebih lama, tapi apa daya masih ada bahan review lain yang harus dikunjungi. Hopefully, I can stay longer there in the near future.

four seasons jakarta
Four Seasons Jakarta. Foto milik pihak manajemen

Four Seasons Jakarta adalah akomodasi bintang lima yang Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 18 Capital Place, Jakarta. Seperti alamatnya, hotel ini berada satu lokasi dengan gedung perkantoran Capital Place. Secara pribadi, bisa saya bilang kalau Four Seasons Jakarta merupakan salah satu hotel mewah Jakarta yang terbaik di kelasnya, dan ini bukan tanpa alasan (atau seenggaknya, bukan untuk alasan klise macam “hotelnya ‘kan bintang lima”).

Buat yang tinggal di Jakarta, mungkin tahu kalau Four Seasons Jakarta sendiri dulunya berada di bilangan Setiabudhi. Di tahun 2016 kalau nggak salah dengar, hotel ini pindah ke Gatot Subroto dan lokasinya yang dulu sekarang ditempati oleh soon-to-be St. Regis Jakarta. Di belakang lokasi pembangunan St. Regis sendiri ada Four Seasons Residence.

Ada 125 suite room di properti ini yang terbagi ke dalam dua kategori utama: Suite dan Specialty Suite. Untuk kategori Suite sendiri ya, sesuai dengan namanya, merupakan kamar suite “standar” mereka (tapi ya, se-standar standar-nya Four Seasons, tetap aja fasilitasnya mewah dan berkelas). Untuk kategori Suite ini dibagi lagi jadi tiga tipe: Executive Suite, Deluxe Suite, dan Club Premier Suite (yang ini tuh corner room). Kalau untuk Specialty Suite sendiri dibagi jadi dua tipe: Ambassador Suite dan Presidential Suite.

Sebagai fasilitas umum untuk pengunjung, Four Seasons Jakarta punya dua restoran, satu bar, satu patisserie, kolam renang, gym, spa, salon, barbershop, business center, meeting room, dan ballrom, dengan opsi terbesar yang bisa mengakomodasi maksimal 650 tamu. Hotel ini juga menawarkan layanan shuttle van gratis ke beberapa tempat di kawasan SCBD dan Senayan. Pemesanannya bisa lewat telepon atau aplikasi Four Seasons di HP.

Waktu menginap di Four Seasons Jakarta, saya pesan kamar Deluxe Suite di lantai 15 dengan view ke arah Jalan Gatot Subroto. Menurut staf hotel sendiri, kamar saya itu merupakan salah satu kamar dengan view terbaik (duh, jadi senang ‘kan). Ditambah lagi, Ms. Dika, Guest Experience Supervisor secara personal mengantar kami ke kamar, kasih lihat kejutan yang sudah disiapkan di kamar untuk saya, dan ngajak kami tur keliling hotel untuk lihat-lihat berbagai fasilitas yang ada sambil cerita banyak tentang hotel dan topik-topik random. Intinya sih kunjungan saya ke Four Seasons Jakarta sangat menyenangkan! Cocok buat saya yang sering mengalami stres ini. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Salah satu alasan terbesar saya memilih hotel ini untuk merayakan ulang tahun adalah desainnya. If you’re looking for a luxury, Four Seasons Jakarta is one of the answers! Ini bukan paid promotion; ini murni komentar saya sebagai interior design enthusiast, hotel reviewer, dan The Sims player. Dengan luas 62 meter persegi, Deluxe Room yang saya tempati terasa lapang. Bahkan, ketika teman-teman saya berkunjung untuk ketemu sambil ngobrol-ngobrol dan ngopi di kamar pun, kamar nggak kerasa sempit. Secara keseluruhan, interior kamar mengusung desain modern classic dengan elemen-elemen Chinoiserie, Louis XVI, dan Art Deco. Kamar-kamar di sini didesain oleh Champalimaud Design, firma berkapten Alexandra Champalimaud yang juga mendesain beberapa properti ternama seperti The Ritz-Carlton Kuala Lumpur, The Plaza New York, dan Waldorf Astoria Chengdu.

Bicara tentang tata letak kamar, area tidur dan living area dipisahkan oleh pintu geser. Jadi, privasi masih bisa tetap terjaga lah in case nih ada tamu yang datang. Sebetulnya ketika saya ke sana sih, nggak ada sesuatu yang harus disembunyikan di area tidur. Hanya saja ‘kan, kalau tamu lain mau simpan apa gitu, dompet atau apa lah misalnya, mungkin perlu tutup area kamar biar nggak kelihatan orang lain.

IMG_20190531_173203
IMG_20190531_173211
IMG_20190531_173226
IMG_20190531_173238

Area tidur kamar saya punya luas yang kurang lebih sih sama dengan living area-nya. Seperti yang bisa dilihat di gambar, suite room saya dihias dengan birthday banner dan tiga balon (saya telepon layanan housekeeping selesai foto-foto untuk keluarkan balon-balon itu). Terima kasih banyak untuk Ms. Dika dan para staf di Four Seasons Hotel yang sudah mempersiapkan kejutan ini untuk saya (walaupun maaf banget balon-balonnya harus segera saya keluarkan karena saya fobia balon).

Dinding area tidur dipasangi panel kayu berwarna abu-abu muda dengan sedikit hue biru kehijauan. Untuk pencahayaan, saya suka kamar yang terang (terutama dengan lampu warna hangat) karena selain tampak lebih mewah, kesannya juga lebih lapang. Ada dua lampu dinding dengan sentuhan Art Deco (atau mungkin baroque ya karena desainnya cukup intricate) yang mengapit king bed. Tempat tidurnya sendiri luas dan bisa memuat bahkan 3 orang dewasa. Headboard-nya tampak elegan dan mewah, dengan bantalan berwarna abu-abu tua dan frame warna emas.

Di sisi kiri tempat tidur, ada jendela besar yang menghadap ke arah jalan dan menawarkan pemandangan kota yang keren banget. Di area tidur juga ada satu kursi lengan dengan floor lampย di sampingnya. Cocok buat baca buku, meskipun saya lebih suka baca sambil duduk di chaise lounge yang ada di living area.

IMG_20190531_173248
IMG_20190531_173314
IMG_20190531_173330
IMG_20190531_173443
IMG_20190531_173149

Untuk living area, penempatan furnitur berfokus di sisi-sisi ruangan sehingga menyisakan ruang kosong di tengah ruangan. Saya rasa tata letak furnitur seperti ini jadi siasat untuk membuat ruangan terasa lebih luas, mengingat furnitur-furnitur di sini terbilang oversized, terutama dua kursi lengan di arat barat ruangan. Di dinding barat ruangan, tepatnya di belakang dua kursi lengan bergaya Louis XVI dipasang cermin buram yang dibentuk dalam pola kotak-kotak. Nah, dinding sisi barat dan juga timur juga dihias oleh mural bergaya Chinoiserie yang menonjolkan elemen-elemen floral. Pada awalnya, saya kira mural itu adalah wallpaper, tapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata memang lukisan.

Di depan jendela, ada chaise lounge bergaya kontemporer yang ditempatkan menghadap televisi. Nah, televisinya sendiri berada di atas meja kerja yang besar, cocok buat saya yang kalau kerja pasti berantakan mejanya karena kebanyakan barang. Di atas meja kerja, ada panel yang memuat beberapa porta, termasuk porta audio in. Kalau lihat di foto, kan ada dua tirai di kedua sisi jendela. Nah, tirai yang ada di belakang chaise lounge itu ternyata menyembunyikan sound system. Awalnya, saya bingung karena ketika nonton Fast and Furious, kok ada suara bas yang lebih kentara dari belakang kursi. Ditambah lagi, saya dengar suara-suara yang lebih detail, seperti bunyi metal dan semacamnya. Saya kira itu suara dari luar (dan sempat berpikir kayaknya kamarnya kurang sound-proof). Ternyata setelah dicari-cari, ada sound system yang disembunyikan di balik tirai. Wah, ini bisa jadi trik nih!

Foyer kamar sendiri berbentuk koridor pendek, dengan dressing table dan display yang memuat camilan dan minuman. Meskipun nggak besar, foyer tetap tampil cantik dalam balutan marmer putih dan panel dinding berwarna putih dengan lis emas.

Kamar Mandi

Semua tipe di kategori Suite punya kamar mandi dengan bentuk memanjang. Kamar mandi unit saya tampil mewah dan cantik dalam balutan marmer putih beraksen abu-abu. Ada area shower terpisah dan his-and-hers sink, lengkap dengan vanity mirror supaya nggak perlu rebutan wastafel saat mau cuci muka atau gosok gigi.

IMG_20190531_173455
IMG_20190531_173555

Kamar mandi bisa diakses lewat area tidur dan foyer. Untuk walk-in closet-nya sendiri sih ukurannya cukup besar (lagian memang mau bawa baju sebanyak apa sampai perlu walk-in closet sebesar ruang keluarga?). Di depan walk-in closet, ada “bilik merenung”, istilahnya si Mike buat kubikel kloset. Ukurannya sendiri mirip ukuran kubikel kloset di mal. Hanya saja, yang ini lebih mewah dalam balutan marmer dan lukisan. Masalah yang sama alami adalah pintu geser kubikel ini nggak ada kuncinya dan ketika ditutup, justru bergeser lagi. Walhasil, saya harus nahan pintunya supaya nggak terbuka ketika saya lagi ada urusan penting–satu aspek yang perlu diperbaiki Four Seasons Jakarta.

IMG_20190531_173607
IMG_20190531_183347
IMG_20190531_183359

Deep soaking tub di kamar mandi cukup besar dan bisa menampung 2 dewasa, in case perlu some romantic time. Di seberangnya ada shower area yang cukup luas dengan rainshower, salah satu bathroom amenities yang paling saya suka. Produk mandi yang tersedia adalah produk-produk dari Etro, fashion house asal Italia. Secara pribadi, saya nggak begitu suka dengan aromanya (Vicolo Fiori) karena menurut saya secara pribadi sih “terlalu formal” dan terlalu floral, tapi ini sih soal preferensi pribadi aja ya. In fact, body lotion-nya cukup melembapkan dan bikin tangan terasa halus.

Dining Venues

Alto

Bertempat di lantai 20, Alto merupakan salah satu restoran yang ada di Four Seasons Jakarta. Restoran ini menyajikan hidangan Italia dan buka pada jam makan siang (11.30 siang sampai 2.30 sore), makan malam (6.00 sore sampai 10.30 malam), dan Sunday brunch (11.30 siang sampai 3.00 sore).

Dari segi desain, Alto tampil berani dalam balutan warna merah yang tajam. Wall paneling warna merah dipadukan dengan lis warna emas, menciptakan kesan mewah. Furnitur, lampu, dan aksen dinding bergaya Art Deco memperkuat sisi glamor restoran ini. Ada ruang privat, main area, outdoor area, dan bar di restoran ini, dan semuanya selaras didesain dalam gaya yang sama. Untuk bar sendiri, areanya memang tidak seluas main area, tetapi tetap terasa mewah dan dilengkapi jendela besar dengan pemandangan Jalan Gatot Subroto.  Outdoor seating area dipercantik dengan potted plants dan oversized armchair berbahan cowhide. Sayangnya saya lupa foto outdoor area-nya karena fokus ngobrol bersama Ms. Jani dan justru malah foto-foto centil di sana, bukannya ambil foto buat bahan review.

IMG_20190531_185126
IMG_20190531_185119
IMG_20190531_185017
IMG_20190531_185012

Private area punya kapasitas 10 orang dan terasa lebih intimate. Area ini punya meja makan berbentuk lingkaran dan jendela-jendela besar yang menghadap ke Jalan Gatot Subroto. Sepintas, dengan meja makan bentuk lingkaran, interior yang didominasi warna merah, dan chandelier berbentuk bunga lotus, saya merasa seperti sedang berkunjung ke Chinese restaurant. Sementara itu, ada satu lagi area yang bisa dibilang cukup privat, tapi bisa menampung lebih banyak tamu dan punya beberapa meja terpisah. Area ini punya jendela yang menghadap ke arah selatan. Ketika saya lihat ke luar sih, view-nya memang nggak sebagus view ke kawasan Jalan Gatot Subroto.

IMG_20190531_183953
IMG_20190531_184002
IMG_20190531_184159

The Palm Court

Bertempat di lantai lobi, The Palm Court ini tempatnya para tamu sarapan di pagi hari. Sebetulnya ketika saya baca-baca informasi tentang Four Seasons Jakarta, restoran ini merupakan salah satu tempat yang bikin saya penasaran. Ketika berkunjung ke Savoy Homann Bandung, saya sarapan di Garden Restaurant yang mengusung konsep palm court, dan memang lengkap dengan pohon-pohon palem. Entah kenapa, saya tertarik dengan restoran berkonsep palm court karena kesannya lapang, cerah, dan eksotis.

Sayangnya, di dining hall utama, memang tidak ada pohon-pohon palem tinggi di tengah ruangan (walaupun tetap ada beberapa potted plants di sana sini). Meskipun demikian, saya dibuat kagum dengan langit-langit berkubah yang tinggi dan chandelier kristal kontemporer dengan desain yang rumit, tapi elegan. Sepintas, saya melihat desain chandelier-nya ini mirip bunga dandelion. Plafon ruangan juga menampilkan permainan tekstur yang memberikan kesan mewah.

IMG_20190531_191128
IMG_20190531_191142
IMG_20190531_191150
IMG_20190601_103752
IMG_20190601_103800
IMG_20190601_103930

Furnitur di The Palm Court tampil elegan dalam dominasi warna hijau dan cokelat tua. Ada beberapa kursi bersandaran tinggi berbahan velvet hijau yang mengingatkan saya sama singgasana raja dan ratu. Dari belakang, kursi-kursi ini kelihatan kayak shield. Cocok lah buat main cilukba. Dari belakang diterka-terka siapa yang duduk, pas dilihat eh taunya Sehun.

giphy

Untuk makanan sendiri sih saya nggak banyak komentar. Maksudnya, saya nggak ada keluhan. Saya suka salad-nya yang jelas. Ada juga pilihan keju, bacon, dan semacamnya. Bisa dibilang tipikal menu sarapan internasional di hotel bintang lima sih. Karena saya datang ke restoran jam 10, para staf udah mulai beres-beres restoran, tapi saya tetap kebagian makanan kok. Bisa dilihat di foto, menu sarapan yang saya ambil sih cukup sederhana. Takutnya nggak habis masalahnya, ‘kan sayang makanan dibuang-buang.

1559389373295

The Palm Court ini nggak hanya punya indoor dining area. Di sebelah timur ruangan, ada pintu menuju taman dan The Orchid Court. Area outdoor ini tampil cantik dengan tanaman-tanaman tropis dan paviliun semi-outdoor dengan sentuhan Arabesque.

IMG_20190601_104340
IMG_20190601_104324
IMG_20190601_104349

Untuk The Orchid Court sendiri tempatnya tertutup, tetapi jendela-jendela besarnya memungkinkan banyak cahaya matahari untuk masuk dan menerangi ruangan di pagi atau siang hari. Sentuhan Arabesque masih terlihat di beberapa bagian ruangan, tetapi yang menjadi primadona area ini tentunya koleksi bunga anggrek berwarna ungu. Bunga-bunga ini ditanam di sekitar ruangan. Furniturnya sendiri tampil lebih santai dalam balutan warna biru dan putih, berbeda dari furnitur di The Palm Court dengan balutan warna velvet green yang memang terasa lebih elegan, tapi juga austere.

Ukuran ruangan memang tidak begitu besar dan hanya ada beberapa set meja kursi di sini. Karena ukurannya bisa dibilang kecil dengan bentuk memanjang, udara di dalam The Orchid Court terasa jauh lebih sejuk (atau malahan dingin). Sebetulnya, bisa dipahami sih kenapa di pagi hari suhunya terasa dingin karena pasti untuk mengantisipasi suhu yang lebih panas di siang hari, terutama dengan jendela kaca besar yang memungkinkan paparan cahaya matahari secara penuh.

IMG_20190601_103959
IMG_20190601_104004
IMG_20190601_104301

Nautilus Bar

Tidak jauh dari lobi, ada Nautilus Bar yang buka dari jam 12 siang sampai 1 pagi. Di antara dining venues lain di Four Seasons Jakarta, Nautilus Bar ini yang tampak paling dark dan sexy. Konsep interiornya sendiri nautical, tapi dengan pemilihan warna hitam sebagai warna dominan dan palet sepia untuk mural kapal layar di dinding, rasanya saya seperti diceritakan dongeng sejarah zaman dulu.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, interior Nautilus Bar didominasi warna hitam yang elegan dengan aksen emas di sana sini. Ada dua niche di sisi utara dan selatan bar dengan dinding bermotif sisik ikan (atau ular ya) yang berkilau. Waktu ke sana, sayangnya salah satu spot sudah ditempati musisi bar. Satu spot di sampingnya memang sih kosong, tapi saya lagi nggak mau duduk dekat-dekat pengunjung lain. Lagi kumat antisosialnya.

tenor
I hate people!

Sebagian besar furnitur menampilkan desain Art Deco, baik dari bentuk maupun pattern di bagian sampingnya. Langit-langitnya sendiri punya plafon berbentuk chocolate bar, dengan lampu-lampu yang sengaja diredupkan untuk membangun atmosfer yang sexy. Di atas meja, ada lampu berbahan logam berbentuk cendawan. Grand piano ditempatkan di sisi utara ruangan. Saya sempat main beberapa lagu (dan diizinkan untuk main, selama memang kita bisa dan betul mainnya).

IMG_20190531_230545
IMG_20190531_230603
IMG_20190531_232025
IMG_20190531_232122
IMG_20190531_224203

Ketika berkunjung, saya pesan Nutmeg Old-Fashioned, cocktail eksotis dengan rasa pala yang cukup kentara. Tamu yang datang juga disuguhi camilan gratis untuk dinikmati sambil minum dan ngobrol. Buat yang suka cocktail yang lebih ringan, saya sarankan sih pilih menu yang lain karena aroma dan rasa pala di Nutmeg Old-Fashioned ini bisa dibilang sangat kuat. Pilihan cocktail yang ditawarkan di Nautilus Bar terinspirasi dari rempah-rempah khas Indonesia, makanya banyak menu-menu yang mengintegrasikan rempah-rempah dalam campurannya.

La Patisserie

Buka dari jam 11 siang sampai jam 8 malam, La Patisserie ini cocok buat afternoon tea bareng temen-temen sambil ngobrol dan ngemil kue. Lokasinya berada nggak jauh dari lobi dan Nautilus Bar. Dengan langit-langit tinggi dan pemilihan warna-warna cerah, La Patisserie memberikan atmosfer yang lebih santai, tapi tetap mewah.

IMG_20190601_104457
IMG_20190601_104508

Di bagian tengah ruangan, ada semacam lounge chair berbentuk lingkaran besar yang dipisahkan oleh beberapa lengan. Di tengahnya, ditempatkan vas bunga sebagai pemanis. Set kursi dan meja lainnya tampil lebih kasual dalam desain yang lebih sederhana dan warna kuning yang menonjol. Panel dinding menggunakan warna aquamarine yang selaras dengan warna lounge chair di tengah ruangan, sepintas mengingatkan saya dengan ruang Le Mรฉridienne di private apartment-nya Marie Antoinette. Aksen-aksen emas tetap ditampilkan di sini.

IMG_20190601_104528
IMG_20190601_104533
IMG_20190601_104539

Fasilitas Lain

The Library

Berada di lantai lobi dan berseberangan dengan grand staircase yang jadi salah satu spot ikoniknya Four Seasons Jakarta, ada The Library. Ruangan ini ukurannya kurang lebih sama dengan La Patisserie, tetapi menawarkan atmosfer yang lebih serius dan tenang. Desainnya sepintas mirip dengan satu ruangan di Gatsby’s Mansion. Kalau pernah nonton The Great Gatsby, mungkin ingat ada satu ruangan di istananya Gatsby yang menampilkan kumpulan foto-foto dia, grand piano, dan lounge chairs. Kalau nggak salah itu ada di scene pesta pertama Gatsby yang dihadiri sama Nick.

IMG_20190531_230018
IMG_20190531_230041

Meskipun namanya The Library, yang saya sayangkan adalah koleksi bukunya nggak begitu banyak. Sebagian besar sih kalau saya perhatikan, buku-buku yang ada di sini adalah ensiklopedia. Bisa dipahami sih karena dari segi desain, bukunya pas dengan desain ruangan. Tempat duduk yang tersedia di sini nggak banyak, dan saya rasa ini tepat karena ruangan ini lebih cocok buat baca, ngobrol serius (bukan ngobrol hahah heheh), atau kerja. Di salah satu sudut dinding, ada mural bergaya nautical yang senada dengan mural di Nautilus Bar.

Pool Terrace

Nah, ini fasilitas yang saya suka di Four Seasons Jakarta. Berada di lantai yang sama dengan gym dan spa, kolam renang di hotel ini besar dan cukup panjang buat bolak-balik satu lap. Kolam utamanya nggak begitu dalam, sekitar 1,4 meter kalau nggak salah. Di sisi barat juga ada kolam untuk anak. Selain itu, di area ini juga ada pool bar yang menyajikan beragam cocktail. Ada juga tangga menuju sun deck yang ternyata kosong karena, well, siapa juga yang mau dengan sengaja panas-panasan untuk bersantai di bawah teriknya matahari Jakarta yang menyengat banget.

IMG_20190601_121301
IMG_20190601_121237

Ada cukup banyak deck chair dan recliner di area ini. Jadi, pengunjung nggak perlu berebut tempat duduk, meskipun memang area yang teduhnya lebih sedikit. Selain itu, ada juga beberapa bale-bale buat bersantai sambil lihat orang-orang yang berenang. Area kolam sendiri didesain dalam gaya tropis, lengkap dengan pohon-pohon kamboja yang bikin saya seolah lagi ada di sebuah resor di Bali, sampai saya mengalihkan pandangan ke arah utara dan sadar kalau saya ternyata lagi ada di Jakarta.

Ketika berenang, saya sengaja cari area yang diteduhi pepohonan. Air kolam juga terasa hangat karena terpapar cahaya matahari. Oh ya, kolam renang di Four Seasons Jakarta juga buka selama 24 jam ya. Kalau malam-malam, ada beberapa torch raksasa yang dinyalakan untuk menerangi area kolam. Torch-nya gede, kayak yang di film The Mummy.

IMG_20190601_121313

Gym

Berada satu lantai dengan Pool Terrace, gym di Four Seasons Jakarta memiliki peralatan yang cukup lengkap. Saya sendiri nggak pakai gym karena keburu capek berenang. Salah satu sisi ruangan punya jendela yang menghadap ke arah kolam. Untuk masuk, kita bisa masuk lewat pintu kaca utama atau “pintu samping”. Nah, kalau mau akses lewat pintu kaca, kita harus tap kartu kamar ke card reader. Lucunya, waktu itu pintu samping ini terbuka jadi saya (atau siapa pun) bisa masuk tanpa harus tap kartu.

IMG_20190531_190008
IMG_20190531_190017
IMG_20190531_190035

Area gym sendiri sebetulnya cukup luas, hanya saja kurang besar kayaknya kalau mau senam, kecuali peralatannya digeser-geser supaya ada ruang cukup besar di tengah gym. Saya kurang tahu ini ganti pakaiannya di mana, tapi bisa jadi shower area dan ruang ganti pakaiannya bergabung dengan ruang ganti dan bilas kolam renang. Di dekat gym juga ada spa, salon, dan barbershop.

Grand Staircase

Sebetulnya, tangga ini bukan termasuk fasilitas umum di Four Seasons Jakarta, tapi karena desainnya yang majestic, tangga ini jadi salah satu spot foto terbaik di hotel ini. Posisinya berada di lantai lobi, tepatnya di persimpangan antara Palm Court dan Nautilus Bar.

IMG_20190531_190412
IMG_20190531_190429

Area tangga tampak mewah dalam balutan warna krem, handle bar berwarna emas, langit-langit yang tinggi, dan karpet motif floral warna cokelat dan hitam. Sebagian besar tamu yang datang ke sini pasti nyempetin foto-foto di tangga ini, dan para staf pun biasanya dengan senang hati akan bantu fotoin tamu.

Lokasi

Four Seasons Jakarta berada di Jalan Gatot Subroto, salah satu kawasan perkantoran yang cukup sibuk di Jakarta. Hotel ini sendiri berada satu kompleks dengan Capital Place. Dari Stasiun Gambir, perjalanan ke hotel ini memakan waktu sekitar 35 menit menggunakan kendaraan roda empat. Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, perjalanan ke hotel paling cepat memakan waktu sekitar 50 menit lewat Tol Bandara.

Pihak hotel menyediakan layanan shuttle van gratis ke beberapa destinasi terdekat, seperti SCBD dan Senayan. Waktu itu, saya coba pakai layanan shuttle van mereka ke Pacific Place yang ternyata bisa diakses lewat jalur di belakang hotel. Perjalanan dari hotel ke Pacific Place memakan waktu sekitar 10 menit aja. Lumayan cepat, ‘kan?

Dari segi lokasi sendiri, sebetulnya Four Seasons Jakarta memang sudah strategis. Kalau pesan kamar dengan view ke arah kota pun, view yang didapatkan cantik banget. Yang jadi masalah menurut saya sih kondisi lalu lintas yang kadang-kadang nggak bisa diprediksi. Namun, selama di sana sih lalu lintas dari hotel ke kawasan SCBD lancar-lancar aja. Hanya saja, perjalanan dari Stasiun Gambir ke hotel memang cukup lama karena kejebak macet di beberapa titik.

Kesimpulan

Sebagai salah satu akomodasi bintang lima di Jakarta, Four Seasons Jakarta memang nggak main-main dalam menawarkan pengalaman menginap atau berlibur yang mengesankan untuk para tamu. Dari mulai desain interior, fasilitas, sampai staf, Four Seasons Jakarta berhasil memberikan momen ulang tahun yang berkesan buat saya.

Dari aspek desain interior, Alexandra Champalimaud did a great job. Saya sendiri sebetulnya penggemar desain-desain klasik, meskipun saya nggak menutup diri untuk desain-desain kontemporer. Ukuran kamar yang luas dengan ruang keluarga terpisah, mural bergaya Chinoiserie di dinding, kamar mandi marmer dengan deep soaking tub, dan jendela yang menawarkan view kota bikin saya betah di kamar. If I stayed longer, I would have spend one day staying in my room, reading some books, taking naps, and doing nothing.

Four Seasons Jakarta menawarkan fasilitas umum yang lengkap untuk para pengunjung. Nautilus Bar, Palm Court, Pool Terrace, dan Library jadi fasilitas-fasilitas yang paling saya sukai saat berkunjung. Untuk perpustakaan sendiri sih, sayangnya koleksi bukunya nggak begitu banyak dan kebanyakan buku-buku yang ada memang memiliki desain yang cocok dengan desain interior ruangan. Mungkin kalau koleksinya diperbanyak, akan lebih baik. Ah, hampir lupa! Saya nggak nemu jacuzzi di area kolam renang. Waktu cek ke area ganti, di dalam pun nggak ada sauna atau steam room. Mungkin ketiga fasilitas itu tersedia di spa hotel, tapi karena saya nggak berkunjung ke sana, saya pun nggak sempat tanya-tanya. Padahal, kalau ada jacuzzi, sauna, atau steam room di area yang lebih mudah diakses pengunjung, kayaknya akan lebih baik.

Kualitas layanan dan keramahtamahan para staf harus diacungi jempol. Ms. Dika selaku Guest Experience Supervisor dan Ms. Jani di Alto dengan senang hati menemani dan mengantar saya berkeliling sambil bercerita tentang hotel. Untuk Ms. Dika sendiri, dia yang mewujudkan momen ulang tahun berkesan saya di Four Seasons Jakarta. Staf-staf lain di reception area pun sama ramahnya (sayangnya saya lupa tanyakan nama-namanya).

Dengan rate mulai dari 2,5 juta rupiah per malam (berdasarkan situs web resmi hotel, belum termasuk tax), Four Seasons Jakarta memang salah satu properti dengan harga rata-rata yang cukup tinggi di Jakarta, bahkan di antara properti-properti di kelasnya. Namun, dengan kualitas layanan yang memukau, fasilitas berkelas, dan desain interior yang mewah dan elegan, you will definitely get what you pay for. Ditambah lagi, dengan layanan in-room breakfast dan shuttle van gratis, menurut saya dana yang harus dikeluarkan cukup sepadan dengan sedikit kemewahan dan oasis ketenangan di tengah ingar-bingarnya kota Jakarta.

Pros & Cons

๐Ÿ‘๐Ÿป Pros

  • Desain interiornya keren banget. Untuk penggemar interior bergaya klasik, Four Seasons Jakarta jadi pilihan yang harus dipertimbangkan, terutama dengan wall paneling, chandelier di kamar, dan mural bergaya Chinoiserie di living area.
  • Komunikasi dengan staf bisa melalui aplikasi Four Seasons dari ponsel. Cukup praktis, terutama ketika kita ingin minta jemputan pulang dari mal atau lokasi lain ke hotel.
  • Setiap suite punya living area terpisah. Jadi, tetap ada ruangan terpisah untuk menerima tamu yang datang.
  • Di kamar mandi, ada deep soaking tub yang bisa memuat maksimal 2 orang. Cocok buat mandi mewah atau sekadar menikmati momen galau.
  • Kolam renangnya cantik banget, dengan pohon-pohon kamboja dan tanaman-tanaman eksotis yang membangun atmosfer resor tropis.
  • Ada banyak Instagrammable spot di hotel ini, dari mulai area drop-off tamu, kolam renang, perpustakaan, sampai The Orchid Court.
  • Stafnya ramah dan helpful, terutama Ms. Dika sebagai Guest Experience Supervisor dan Ms. Jani dari Alto
  • Tipe Executive Suite dan Deluxe Suite sebetulnya punya luas yang sama, tetapi view yang beda. Deluxe Suite menawarkan view ke arah perkotaan, tetapi dengan rate yang sedikit lebih tinggi. Worth paying sih menurut saya.
  • Lokasinya dekat dari SCBD dan kawasan Kuningan. Ada juga layanan shuttle van gratis yang bisa kita gunakan untuk menuju tempat-tempat di kedua kawasan tersebut. Dari hotel, Pacific Place bisa ditempuh dalam waktu sekitar 10 menitan. Di samping hotel juga ada Museum Satria Mandala.

๐Ÿ‘Ž๐Ÿป Cons

  • Kalau bicara soal rate, Four Seasons Jakarta memang salah satu yang rate-nya cukup tinggi, bahkan di antara hotel-hotel bintang lima lainnya. Bisa dibilang, Four Seasons Jakarta ini masuk ke upper-tier hotel bintang lima di Jakarta kalau dari segi rate (ada beberapa hotel bintang lima yang rate-nya di bawah 2 juta soalnya, apalagi kalau dapat kode atau promo diskon).
  • Saya lupa jelaskan di atas. Di dekat hotel ada minimarket yang buka hanya sampai jam 10 malem. Kalau tengah malam tiba-tiba craving ingin camilan, minimarket terdekat ada di seberang jalan. Dan ketika saya bilang seberang jalan, kita harus nyebrangin dulu jalan raya dan jalan tol.
  • Jacuzzi, sauna, dan steam room-nya di mana sih?
  • Koleksi buku di The Library terbatas. Semoga sih bisa diperbanyak dan merangkul lebih banyak genre, termasuk novel.

Penilaian

Kenyamanan: ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ
Desain: ๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†
Lokasi: ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ
Harga: ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ

Review: Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada

Bulan Februari kemarin, saya berkunjung ke Jakarta selama sekitar 4 hari. Dalam kunjungan itu, saya sakit demam. Sebetulnya, dari sebelum ke Jakarta pun saya udah batuk-batuk dan sakit tenggorokan. Intinya sih kunjungan ke Jakarta waktu itu rasanya agak terganggu karena saya sakit. Apalagi di malam terakhir kunjungan, sakit saya malah tambah menjadi dan tengah malem saya mesti ke dokter.

Ngomong-ngomong, waktu ke Jakarta, saya menginap di dua hotel. Salah satunya adalah properti yang masih baru dari IHG. Dari segi umur sih, properti ini masih seumur jagung, tapi ketika saya ke sana, sekitar 90% fasilitasnya sih sudah siap digunakan. Amenitiesย wajib seperti restoran dan kolam renang sih udah siap pakai.

holiday-inn-suites-jakarta
Tower Holiday Inn & Suites Gajah Mada. Foto milik pihak manajemen hotel.

Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada adalah akomodasi baru yang berlokasi di Jalan Gajah Mada no. 211, Jakarta. Hotel ini berada satu gedung dengan Citywalk Gajah Mada yang baru buka juga, jadi masih belum begitu rame sih. Dari segi kelas, menurut resepsionisnya properti ini merupakan Holiday Inn pertama di Jakarta yang menyandang gelar hotel bintang 4,5 karena proeprti Holiday Inn lainnya kebanyakan Holiday Inn biasa atau Holiday Inn Express.

Beroperasi sejak November 2018, hotel ini bisa jadi pilihan akomodasi yang pas buat keluarga. Sesuai namanya, ada tipe kamar biasa dan suiteย atau apartemen di hotel ini. Secara keseluruhan, properti ini punya 442 kamar berdesain kontemporer. Untuk fasilitas umum, ada restoran, kafe/lounge, gym, spa, dan rooftop pool yang kece banget. Ada juga fasilitas bisnis sepertiย ย function roomย buat gelar acara seperti rapat atau semacamnya. Tipe standar atau yang paling kecil punya luas 40 meter persegi, sementara unit yang paling besar punya luas 91 meter persegi dan dilengkapi 2 kamar tidur.

Waktu berkunjung, saya menginap di unit corner room di lantai 16. Posisi kamar saya berada di sisi selatan gedung, dengan view ke arah timur dan selatan. Selama menginap, bisa dikatakan kunjungan saya terasa nyaman dan nggak ada masalah sama sekali. Yang jadi kekurangan adalah saya lagi sakit, jadi nggak bisa menikmati banyak fasilitas hotel (dan liburan secara keseluruhan). Ulasan lebih lengkapnya dijelaskan di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Di segmen sebelumnya saya sempat bilang kalau kamar-kamar di Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada ini bergaya kontemporer. Dengan luas 49 meter persegi, corner room saya terasa lapang dan mewah dengan interior bergaya kontemporer dalam balutan palet warna netral dan aksen merah sebagai color pop di beberapa elemen (misalnya, bed runner dan armchair). Jendela full-heightย dipasang di sisi timur dan selatan kamar, memungkinkan cahaya matahari pagi buat masuk secara penuh. Ini juga bagus sih karena jatohnya sehat ada cahaya masuk.

IMG_20190210_135759

IMG_20190210_135807

IMG_20190210_135830

IMG_20190210_135838

IMG_20190210_135848

Dari segi furnitur, desainnya sih kontemporer ke arah Ikea-ish kalau menurut saya. Lukisan di atas headboardย punya vibeย Asia yang cukup kental. Tempat tidur di unit saya cukup besar dan bisa muat buat 3 orang berbadan kecil kayak saya (in fact, memang ada tiga orang yang tidur di kasur itu. Maklum ngurus yang lagi sakit). Meja kerja di kamar merangkap TV stand. Ukurannnya panjang dan ringkas, tapi tampak kayak jadi barrier antara ruang di depan TV dengan ruang yang masih cukup luas di belakangnya. Rasanya kayak mubazir karena ada ruang “nanggung” yang nggak terpakai.

Dari segi pencahayaan, di malam hari ruangan terasa remang-remang elegan. Jujur, saya kurang suka ruangan yang remang, apalagi kamar mandi. Tapi mungkin karena kemarin ini saya lagi sakit, jadi pencahayaan kamar nggak jadi masalah besar sih. Saya lebih mikir gimana caranya tubuh ini bisa kembali bugar.

tenor3
Sakit tuh ga enak ๐Ÿค’

Selain TV, AC, dan WiFi, di kamar juga tersedia coffee/tea maker yang disimpan di dalam laci TV stand. Pilihan tehnya lumayan sih, dari Ahmad. Ada teh aroma min, earl grey, English breakfast, dan semacamnya. Di lemari baju, tersedia ironing board, setrika, bathrobe, slippers, dan brankas buat simpan barang berharga. Lengkap lah di kamar.

IMG_20190210_135912

IMG_20190210_135935

IMG_20190210_141239

Sampai lupa. View dari kamar cukup keren. Apalagi dari ketinggian 16 lantai, kawasan Gajah Mada dan Hayam Wuruk bisa terlihat jelas, termasuk macet-macetnya. Posisi kamar juga berada di sisi selatan gedung, jadi ada lebih banyak gedung bertingkat yang bisa kelihatan. Meskipun gedung-gedung di kawasan Thamrin nggak kelihatan jelas, tapi menara-menara di kawasan Hayam Wuruk dan Gajah Mada sih terlihat jelas.

IMG_20190210_135657

IMG_20190210_135704

Kamar Mandi

Salah satu hal yang saya suka dari kamar saya di Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada ini adalah kamar mandinya. Ukurannya memang nggak besar, tapi ada cukup banyak ruang di antara setiap fixture. Interiornya sendiri tampak cerah dalam balutan warna krem dan pencahayaan warna hangat. Kamar mandi ini dilengkapi juga dengan shower tangan dan rainshower. Nggak ada bathtub memang, tapi setidaknya kehadiran rainshower cukup memuaskan.

IMG_20190210_135727

IMG_20190210_135721

IMG_20190210_135716

IMG_20190210_135647

Kalau diperhatikan, posisi rak handuknya berada di atas kloset. Menurut saya ini riskan karena bisa aja handuknya jatuh ke dalam kloset. Selain itu, pemasangannya pun agak miring. Masalah kecil ini sebetulnya nggak jadi big inconvenience buat saya, tapi sedikit kurang enak dipandang. Di samping wastafel, ada jendela yang cukup besar menghadap ke arah selatan. Posisi jendela di sini sebetulnya aman nggak aman. Aman karena dari segi ketinggian, dudukan kloset berada lebih rendah dari bagian bawah jendela. Jadi, kita bisa do our business while enjoying the view outside. Kurang amannya adalah orang-orang di tower tetangga yang tinggal di lantai lebih tinggi mungkin bisa lihat ke dalam toilet.

Botol air mineral ditempatkan di atas wastafel. Pertanyaannya adalah, kenapa harus ditaro di kamar mandi? Buat saya sih akan membingungkan karena saya biasanya nemu botol air mineral di atas counter di kamar, atau di atas meja kerja. Oh ya, di laci bawah wastafel ada hair dryer. Buat yang bingung nyari hair dryer di mana, ada di dalam laci itu.

Fasilitas Umum

Untuk melengkapi kunjungan, Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada menawarkan beberapa fasilitas buat para tamu. Salah satu fasilitas yang menurut saya paling unggul di sini adalah kolam renangnya. Berada di lantai 8, kolam renang hotel menawarkan panorama kawasan Jakarta Barat yang keren banget. Ditambah lagi, tanaman dan pohon-pohon yang ada menambah kecantikan area kolam.

IMG_20190210_142742

IMG_20190210_142725

IMG_20190210_142746

IMG_20190210_142752

IMG_20190210_142808

IMG_20190210_142000

IMG_20190210_141954

Untuk menuju kolam renang, kita harus melewati dulu koridor besar dan jalan mengelilingi taman-taman kecil. Di area kolam juga terdapat kolam anak. Hanya saja, area kolam anak ini dibatasi oleh half-wall, jadi nggak dapat view langsung ke arah Jakarta Barat dari ujung kolam. Nggak jauh dari kolam, ada bar untuk pesan minuman dan bangunan ruang ganti-bilas.

Sayangnya, ngga ada area teduh di sini buat duduk. Semuanya langsung kena cahaya matahari. Berdasarkan pengalaman, ponsel dan gadget saya jadi panas banget karena terpapar cahaya matahari saat ditinggal berenang, padahal sudah dimasukkan ke dalam tas atau dompet khusus. Selain itu, menurut saya sih kurang nyaman aja kalau orang yang nggak ikut berenang harus ikut kepanasan karena nggak ada parasol atau area teduh di sekitar kolam.

Oh ya, kolam renang juga buka dari jam 6 pagi sampai jam 6 malam saja. Ini artinya kita nggak bisa berenang malam-malam. Mungkin policy ini berlaku karena hotelnya baru buka. Kalau ke depannya, siapa tahu ada perubahan. Tapi seenggaknya, kita masih sempat lah liat matahari terbenam dari area kolam renang.

Masih di lantai yang sama, ada spa dan gym. Untuk Tea Tree Spa sih saat itu belum beroperasi, tapi gym-nya sendiri sudah bisa dipakai. Area gym cukup luas dan memiliki peralatan yang cukup lengkap. Di sini juga ada loker untuk simpan tas dan pakaian. Waktu itu, saya udah niat mau olahraga di sini, tapi apa daya karena kondisi tubuhnya drop, rencana olahraga itu hanyalah wacana.

IMG_20190210_142106

IMG_20190210_142115

Untuk bersantap, ada dua tempat di Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada yang bisa dituju. Duta Cafe & Restaurant berada di lantai 3 dan buka setiap hari. Restoran ini juga menyajikan menu sarapan buat para tamu hotel. Area restorannya memanjang dan cukup luas, dengan buffet counter berbahan granit putih dan jendela-jendela besar yang menghadap ke arah Jalan Gajah Mada. Dari segi interior, menurut saya sih elegan, tapi memang bukan tipikal elegan yang spektakuler atau sangat spesial. Restoran ini buka dari jam 6.30 pagi sampai jam 10.30 malam.

IMG_20190210_143141

IMG_20190210_143117

IMG_20190210_143049

IMG_20190210_143031

IMG_20190210_143022

Kalau ingin sekedar nyantai sambil ngopi, ngeteh, atau minum cocktail, ada Duta Lounge yang berada di lantai lobi. Posisinya berada di samping resepsionis. Lounge ini terbagi jadi dua area utama: area bar dan formal seating area. Saya sebut formal karena di sini, kursi-kursinya lebih nyaman dan suasananya jauh lebih tenang dan elegan, cocok buat ketemu sama tamu-tamu penting. Untuk area bar, interiornya semacam memadukan gaya kontemporer dengan sentuhan art-deco. Seating area yang lebih formal tampak lebih “kalem” dengan lounge sofa dan kursi bergaya kontemporer ke arah vintage.

IMG_20190210_204411

IMG_20190210_204438

IMG_20190210_204419

IMG_20190210_204457

IMG_20190210_143401

Lokasi

Untuk aspek lokasi, Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada menawarkan kemudahan untuk mengakses berbagai tempat di kawasan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Kalau mau makan atau perlu belanja ke mal, kita bisa ke Citywalk Gajah Mada yang bisa dicapai lewat akses langsung dari hotel, tepatnya di samping area resepsionis. Malnya sendiri sebetulnya masih baru, jadi tenant-nya belum banyak pada saat itu.

Yang saya suka lagi dari hotel ini adalah jaraknya cukup dekat ke restoran favorit saya, Pantjoran Tea House. Kalau jalan kaki dari hotel mungkin sekitar 10 menitan. Hotel ini juga dekat dari Halte Busway. LTC dan beberapa pusat perbelanjaan di kawasan Glodok juga bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Dari Stasiun Gambir, hotel ini bisa ditempuh selama sekitar 15-20 menit, tergantung kondisi lalu lintas.

Kesimpulan

Sebagai properti yang cukup baru, saya bisa bilang bahwa Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada sudah siap bersaing dengan properti-properti senior di kelasnya. Dari aspek kamar, ukurannya luas, bahkan untuk tipe standar (40 meter persegi). Untuk unit saya sendiri, corner room, ruang sebesar 49 meter persegi rasanya lapang, bahkan dengan furnitur yang ukurannya cukup besar. Interiornya didesain secara apik dengan gaya kontemporer yang memadukan palet warna netral dengan color pop merah yang menarik perhatian, serta sentuhan Asia dari lukisan. Kamar mandinya sendiri terang dan luas, dengan jendela yang memungkinkan saya buat jemur celana renang di ambangnya (saya berenang di hotel sebelumnya, bukan di hotel ini). In-room amenities sudah lengkap. Jadi, kalau perlu setrika baju, bisa langsung di kamar.

Dari segi properti secara umum, memang masih kelihatan beberapa bagian bangunan tampak masih diselesaikan, tapi pembangunan atau penyelesaiannya berjalan so smoothly, jadi nggak kerasa kayak masih ada konstruksi. Fasilitas umumnya cukup mumpuni dan nggak kalah bersaing dengan fasilitas properti lain, terutama kolam renangnya yang menawarkan buena vista ke kawasan Jakarta Barat. Gym-nya komplit. Spa saat itu belum beroperasi, tapi sepertinya sekarang sih sudah. Hanya saja, kurang tempat teduh di area kolam renang. Untuk restoran dan lounge, nggak ada objection. Mungkin karena saya juga lagi sakit pada saat itu jadi nggak begitu fokus, tapi so far sih dari pengamatan saya semuanya berjalan mulus.

Dengan rate mulai dari 750 ribu rupiah (info dari Tripadvisor), Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada menawarkan pengalaman menginap yang nyaman, dalam balutan interior kontemporer yang elegan, living space yang luas, dan fasilitas mumpuni. Lokasinya yang strategis juga memudahkan kita untuk ke mana-mana dengan berjalan kaki. Kalau mau cari opsi akomodasi yang masih baru dan ramah keluarga, saya rasa properti ini bisa jadi pilihan yang pas.

Pros & Cons

๐Ÿ‘๐Ÿปย Pros

  • Ukuran kamarnya luas. Untuk tipe standar pun, luasnya sudah mencapai 40 meter persegi. Unit saya, corner room, punya luas 49 meter persegi. Furnitur yang ditempatkan pun terbilang besar, tapi ruangan masih terasa lapang.
  • Corner room menawarkan view ke dua arah. Saran saya, minta pihak hotel untuk kasih kamar yang posisinya di sisi selatan gedung supaya dapat view ke arah pusat kota (masih jauh sih kalo mau liat gedung-gedung di kawasan Thamrin)
  • In-room amenities sudah lengkap.
  • Kolam renangnya menawarkan pemandangan yang keren ke kawasan Jakarta Barat. Cocok buat foto-foto.
  • Lokasinya memudahkan buat ke mana-mana, bahkan dengan jalan kaki. Ada akses langsung ke Citywalk Gajah Mada juga.
  • Properti ini masih terbilang baru jadi semua amenities-nya pun masih pada baru.

๐Ÿ‘Ž๐Ÿปย Cons

  • Kurang tempat teduh di area kolam renang. Kalau disediakan parasol atau kanopi, akan lebih bagus. Baju, handuk, dan gadget yang terus-terusan terpapar sinar matahari ketika kita berenang kan bisa rusak.
  • Lokasinya memang enak buat jalan kaki ke sana sini, tapi buat bepergian pakai mobil, harus siap-siap dengan traffic kawasan Glodok yang kadang-kadang bikin naik pitam.
Penilaian

Kenyamanan: ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ
Desain: ๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜ถ
Lokasi: ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿ˜ถ
Harga: ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ

 

Review: Aryaduta Bandung

First of all, selamat hari Nyepi untuk teman-teman yang merayakannya. Semoga tahun ini dipenuhi dengan lebih banyak kebahagiaan, berkat, dan cinta dari orang-orang terdekat. Hari libur ini saya luangkan dengan beresin satu artikel terjemahan, dan setelah itu pergi makan malam dengan keluarga. Karena saya masih ada cukup waktu, saya putuskan untuk buat review untuk hotel yang saya kunjungi tepat di awal tahun ini, tanggal 1 Januari 2019.

Kalau di review sebelumnya saya bahas hotel di Jakarta, sekarang saya akan bahas hotel di Bandung. Hotel ini sebetulnya salah satu akomodasi yang sejak lama pengen banget saya kunjungi. Waktu SMP kalau nggak salah, saya memang pernah ke sini, tapi nggak sampai nginap, dan akhirnya bertahun-tahun kemudian, saya baru nginap di sini.

aryaduta-bandung
Area kolam renang dan gedung utama Aryaduta. Foto milik pihak manajemen hotel.

Aryaduta Bandung adalah sebuah akomodasi bintang empat yang berlokasi di Jalan Sumatra no. 51, Bandung. Lokasinya dekat dengan Jalan Merdeka yang terkenal dengan Bandung Indah Plaza dan Gramedia-nya. Hotel ini sendiri punya akses khusus menuju Bandung Indah Plaza.

Beroperasi sejak tahun 90an, hotel ini pada awalnya dibuka dengan nama Hyatt Regency Bandung. Sejak SD, SMP, SMA, bahkan kuliah semester 4 atau 5, hotel ini masih mengusung nama itu. Namun, di tahun 2016 hotel ini resmi berpisah dari grup Hyatt dan manajemennya berpindah ke tangan Aryaduta. Akhirnya sejak saat itu, hotel ini bermetamorfosis menjadi Aryaduta Bandung.

Bangunan utama hotel mempunyai bentuk segi delapan yang unik, dengan desain yang mencerminkan kemewahan dan modernitasย pada eranya. Saat bernaung di bawah Hyatt, hotel ini menyandang predikat bintang lima. Sayangnya, setelah berubah menjadi Aryaduta Bandung, executive lounge yang ada di hotel ditutup sehingga kelasnya turun menjadi bintang empat. Ini cerita dari receptionist-nya langsung ya. Meskipun demikian, “warisan” dari Hyatt Regency seperti pilihan kamar, restoran, dan fasilitas umum tetap dipelihara dengan baik.

Kunjungan saya ke hotel ini memang singkat, tapi bagi saya berkesan karena hotel ini semacam “old charm“. Usianya memang nggak bisa dibilang muda, tapi keglamorannya masih bertahan. Menginap di hotel ini rasanya seperti kembali ke era 80 atau 90an dan nginap di hotel-hotel berbintang yang suka ada di film-film laga Hong Kong jaman dulu. Oh ya, kamar yang saya tempati bertipe Business dan berada di lantai 12. Ulasan lengkapnya dibahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Sebelum saya bahas tentang desain kamar, saya harus bahas dulu desain interior hotel ini secara keseluruhan. Sebelumnya saya sempat mention “old charm“, era 80 atau 90an, kemewahan, modernitas, dam film laga Hong Kong. Interior hotel ini memang mencerminkan semua aspek-aspek itu (“old charm” yang saya sebut di sini sebetulnya nggak mengacu ke masa yang lebih lampau, tapi era tahun 60-90an). Kalau melihat eksteriornya, bangunan utama hotel tampak bulky dan berbentuk segi delapan. Desainnya sendiri ke arah modernist. Sementara itu, interiornya tampil mewah dan berkelas dalam dominasi gaya art deco. Lebih spesifiknya, Aryaduta Bandungย menggabungkan art deco yang lebih umum dengan streamline moderne, salah satu gaya arsitektur turunan art deco itu sendiri. Lebih detailnya nanti saya bahas di segmen yang lain. Oh ya, bangunan hotel ini merupakan salah satu gedung pencakar langit pertama di Bandung.

Nah, beralih ke kamar, desain yang ditawarkan hotel bikin saya cukup amazedย karena saya seolah bisa membayangkan gimana rasanya nginep di hotel ini di era pra-Aryaduta, lebih tepatnya di masa-masa keemasan Hyatt Regency dulu di tahun 90an dan 2000 awal. Dengan luas 34 meter persegi, kamar punya cukup banyak ruang kosong yang terasa lapang. Sayangnya, pencahayaan ruangan menurut saya cenderung redup sehingga atmosfernya terasa dingin.

IMG_20190101_180700

IMG_20190101_180709

IMG_20190101_180716

IMG_20190101_180731

IMG_20190101_181007

Flooring area tidur utama pakai karpet berwarna cokelat keemasan dengan pola bintik-bintik berwarna cokelat muda. Furniturnya sendiri berwarna hitam dengan sedikit nuansa cokelat. Desain furniturnya memang dated, tapi tetap kelihatan kemewahannya, terutama tempat tidur, kursi, dan meja kerja. Tempat tidurnya sendiri cukup besar, terutama untuk satu orang. Hanya saja ya itu tadi, yang saya bilang sebelumnya. Dengan pencahayaan yang cenderung redup, pemilihan warna yang sejuk, dan banyaknya ruang kosong di kamar bikin atmosfer kamar terasa dingin.

Koridor menuju pintu dan kamar mandi tampak mewah dalam dominasi warna putih dan lantai marmer. Di koridor ini ada closet yang cukup besar dengan slippers dan brankas di dalamnya. Di samping closet, ada rak display yang menyimpanย mini-bar. Dari semua bagian kamar, saya rasa koridor ini yang paling terang benderang.

Jendela kamar saya menghadap ke arah timur sehingga kawasan Taman Maluku, Jalan R.E. Martadinata, sampai Trans Studio Bandung bisa terlihat. Sayangnya, sore itu cuaca lagi kurang bersahabat sehingga pemandangan gunungnya terhalangi awan. Oh ya, karena menghadap ke timur, kamar saya mendapatkan banyak cahaya matahari di pagi hari. Ketika cuaca sedang cerah, atmosfer kamar berubah menjadi lebih hangat, “ceria”, dan tetap mewah.

IMG_20190101_180644

Kamar Mandi

Ukuran kamar mandi di unit saya nggak besar, tapi bisa dibilang lengkap dan memenuhi standar “mewah” kamar mandi hotel bintang empat. Bathtub-nya cukup panjang dan enak buat selonjoran. Hanya saja, keran dan shower-nya sudah harus diganti sih menurut saya.

Kamar mandi ini tampak mewah dalam balutan marmer berwarna gading. Area wastafel tampil bergaya dengan cermin berbingkai emas yang cukup besar, dan dua wall lampย bergaya art deco yang dipasang secara langsung pada cermin. Ada juga vanity mirror dan hair dryer di dekat wastafel, tapi si cerminnya rusak karena besi penahannya hampir lepas. Nggak rusak-rusak banget sih karena piringan cerminnya masih bisa dipakai buat lihat jerawat, komedo, dan flek hitam dengan jernih (no way!).

tenor31
Say no to jerawat!

IMG_20190101_180541

IMG_20190101_180547

IMG_20190101_180554

IMG_20190101_180601

Ada dekorasi dinding bergaya etnik yang dipajang di atas kloset. Sepintas, saya jadi ingat salah satu resor di Kuningan, Jawa Barat yang memadukan desain modern classic dengan elemen-elemen etnik seperti ini. Oh ya, Aryaduta Bandungย bekerja sama dengan Sebastian Gunawan untuk menghadirkan produk-produk mandi bagi para pengunjung. Untuk aromanya sendiri, menurut saya terlalu “formal”, walaupun harus diakui baunya subtle dan saya suka dengan tipe keharuman yang lembut.

Fasilitas Umum

Untuk memenuhi kebutuhan para pengunjung, Aryaduta Bandung dipersenjatai dengan beragam fasilitas publik. Salah satu fasilitas yang saya suka adalah lounge-nya di lantai lobi. Di lounge ini ada bar berlatar belakang tiga panel mural keramik setinggi lima belas lantai yang berakhir denganย skylightย berbentuk segi enam. Di balik mural-mural itu, ada lift berdesain klasik yang bunyi belnya khas banget.

IMG_20190101_173418

IMG_20190101_174309

IMG_20190101_174259

IMG_20190101_175320

IMG_20190101_175624

IMG_20190101_180056

Dari semua ruang publik yang ada di hotel ini, area lounge adalah kawasan yang paling saya suka. Lounge hotel ini secara intens mencerminkan gaya art deco, terutama lewat tiga panel mural raksasa dan skylight-nya. Area lounge ini cukup luas dan melebar ke sisi timur, dengan beberapa set sofa dan kursi lengan bergaya kontemporer dan grand piano di salah satu sudut ruangan. Palet warna cokelat, light ash, dan gading tampil berani dan mewah. Selain itu, pencahayaan area lounge juga didukung oleh beberapa lampu tegak yang ditempatkan di antara set sofa dan kursi.

Koridor kamar di setiap lantai mengeliling void setinggi lima belas lantai. Dari koridor, kita bisa lihat ke lounge di bawah, atau sekadar mengagumi kecantikan skylight di atas. Tampak simpel tapi mewah dengan garis melengkung dan half-wall sebagai pembatasnya ini, desainnya mengingatkan saya dengan streamline moderne, salah satu turunan art decoย yang banyak mengambil inspirasi dari eksterior kapal laut. Kalau di siang hari, koridor-koridor ini lebih tampak ke arah desain Bauhaus atau Modernist. Namun, jika kita melihat ke arah tiga panel mural, nuansa art deco dan streamline moderne-nya lebih kentara. Mirip beberapa elemen eksterior di bangunan-bangunan kawasan Asia Afrika seperti Hotel Savoy Homann dan Bank BJB.

Saya sempat malam-malam sekadar melamun dan nongkrong di koridor sambil lihat ke arah lobi di bawah. Rasanya seperti berada di dalam kapal pesiar mewah di tahun 30an atau era 90an, lebih tepatnya restaurantย di RMS Queen Mary atau grand lobby di kapal fiktif Argonautica dari film action keluaran tahun 1998, Deep Rising.

IMG_20190102_093206

IMG_20190101_180425

IMG_20190101_180252

Naik satu lantai dari lobi, ada Taruma Kafe yang menjadi restoran utama hotel. Restoran ini menyajikan sarapan untuk para pengunjung. Ukurannya cukup luas dengan setting meja untuk empat hingga delapan orang atau lebih. Saya nggak sempat foto-foto waktu sarapan, tapi menu yang disajikan variatif. Ada juga sajian mi yang ternyata cukup laku di kalangan para pengunjung. Oh ya, ketika occupancy hotel lagi penuh, restoran yang luas ini pun terasa ramai. Waktu saya berkunjung, bahkan beberapa tamu tampak bete karena nggak dapat meja kosong. Selain menu mi, saya juga suka dengan salad yang disajikan, terutama dengan adanya biji zaitun yang selain asin asem segar, juga menyehatkan.

IMG_20190101_180035

IMG_20190101_180040

IMG_20190101_180047

Turun satu lantai dari lantai lobi, ada Cha Yuen Chinese Restaurant. Saya nggak sempat masuk karena waktu ke sana, restorannya masih tutup. Restoran ini buka dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore, kemudian beroperasi lagi untuk makan malam dari jam 6.30 sampai 10.30 malam. Kalau dari lobi, restoran ini bisa diakses melalui tangga yang ada di sisi timur lounge.

IMG_20190101_175917

Di lantai tiga, ada akses menuju taman, gym, dan spa hotel. Menghadap ke arah taman, ada Swarga Loka The Garden Restaurant yang buka setiap hari Sabtu dari jam 6.30 sampai 10.30 malam. Restoran ini menawarkan suasana tropis dan sentuhan desain etnik Bali. Area restoran sendiri sebetulnya merupakan semacam pendopo besar dengan langit-langit yang cukup tinggi. Ada juga bar untuk menikmati beragam menuย cocktail yang menyegarkan. Di restoran ini juga ada meja bilyar loh buat yang suka nyodok. Lumayan lah buat malam mingguan sama teman-teman sambil makan bareng dan main bilyar dalam atmosfer santai, tapi tetap mewah.

IMG_20190102_112156

IMG_20190102_112223

IMG_20190102_112228

IMG_20190102_112357

Di taman hotel juga ada semacam gazebo kecil yang dilengkapi beberapa bean bag buat bersantai. Nggak jauh dari area taman dan Swarga Loka, ada kolam renang yang cukup luas. Secara pribadi, saya suka area kolam renangnya… ketika lagi kosong!

IMG_20190102_112328

IMG_20190102_112314

IMG_20190102_112310

IMG_20190102_112248

Area kolam renang dilengkapi beberapa gazebo privat, lengkap dengan kasurnya untuk leyeh-leyeh. Asli deh kalau waktu itu kolam renang lagi sepi, saya kayaknya mau berenang dan santai di gazebonya. Bisa-bisa ketiduran dan bablas jam check out kayanya.ย Kolam untuk anak di area ini sebetulnya masih “masuk” ke kolam dewasa, tapi dipisahkan dengan tembok. Untuk kolam dewasanya sendiri sih lumayan panjang. Cukup menguras tenaga lah buat berenang bolak-balik.

Lokasi

Berada di pusat kota Bandung, Aryaduta Bandung menjadi salah satu pilihan akomodasi terdepan dari aspek lokasi. Hotel ini punya akses langsung ke Bandung Indah Plaza. Jadi, kalau mau makan atau belanja, cukup keluar hotel dan jalan sedikit, naik eskalator, dan tadaa! Sampailah kita di BIP.

Kalau nggak mau ke BIP, masih ada Gramedia dan BEC Mall yang berjarak sekitar 10 menit dari hotel dengan jalan kaki. Dengan jarak yang sama, pengunjung juga bisa main ke Taman Balai Kota Bandung buat main air, masuk ke labirin, atau sekadar ngadem. Kalau mau, Taman Sejarah juga bisa dikunjungi, masih dengan fasilitas kolam main air buat anak-anak yang bisa digunakan secara gratis.

Selain itu, kalau mau pilihan tempat wisata keluarga yang lebih adem dan nggak kalah kece, Taman Lalu Lintas bisa dicapai dengan berkendara selama lima menit aja. Jujur, Taman Lalu Lintas merupakan salah satu objek wisata penuh kenangan buat saya secara pribadi. Jaman dulu saya suka dibawa main ke sini, terus main sepeda di jalur khusus yang didesain lengkap dengan rambu lalu lintas. Banyaknya pohon yang rimbun di kawasan taman juga bikin saya betah main di sini karena adem.

Untuk wisata belanja dan kuliner, kawasan Jalan Riau (R.E. Martadinata) bisa dicapai dengan berkendara selama sekitar 5-10 menit. Ada banyak butik dan restoran kece di sana. Di Jalan Sumatra pun ada beberapa restoran yang layak dikunjungi, seperti Indischetafel yang akan membawa kita ke era noni dan sinyo jaman dulu.

Kesimpulan

Luxury everlasting. Menurut saya itu frasa yang pas untuk hotel ini. Meskipun usianya sudah cukup tua, Aryaduta Bandungย tetap menjaga kemewahan dan eleganceย yang diwariskan dari Hyatt Regency. Interior bergaya art deco/streamline moderne, kamar yang luas, lobby lounge yang mewah, fasilitas lengkap, dan lokasi prima merupakan beberapa kelebihan hotel ini.

Furnitur yang dated dan beberapa perlengkapan kamar mandi yang butuh perbaikan memang jadi pe-er buat hotel ini, tapi saya secara pribadi sih nggak masalah dengan furniturnya. Hanya saja, memang keran dan shower baiknya diganti. Akan lebih bagus kalau ada rainshower sih. Selain itu, atmosfer kamar yang cenderung dingin sebetulnya bukan kesukaan saya. Ditambah lagi dengan pencahayaan yang redup di area utama kamar, saya rasa lampu neonnya perlu diganti dengan warna warm white deh supaya suasananya lebih hangat dan mewah. Namun, view dari jendela sangat memukau, terutama dari ketinggian 12 lantai.

Loungeย di lantai lobi dan koridor kamar di setiap lantai mengingatkan saya kepada interior di kapal-kapal pesiar tahun 30an atau 90an, apalagi dengan adanya tiga mural raksasa setinggi 15 lantai yang langsung memunculkan gambaran panel dekorasi dinding di restoran RMS Queen Mary. Untuk restoran sendiri, nggak ada masalah yang saya temukan. Saya suka dengan menu yang disajikan, terutama pilihan mi dan salad-nya.

Area kolam renang sayangnya sedang ramai saat itu, tapi ketika sepi, saya yakin area itu cocok banget untuk bersantai dan tiduran di gazebo privat, melupakan sejenak beban hidup dan orang-orang toxic yang kita temui (halah!). Sebetulnya, ada yang kurang dari area ini: whirlpool. Mengingat udara Bandung relatif lebih sejuk daripada Jakarta, kehadiran whirlpool bisa melengkapi sesi berenang.

Dengan rate mulai dari 700 ribuan (berdasarkan info dari Tripadvisor untuk tipe kamar termurah), Aryaduta Bandung bisa jadi akomodasi bintang empat yang patut dikunjungi. Saya sendiri nggak akan nolak untuk nginap lagi di sini (hopefully bisa pesan Presidential Suite-nya sih yang dilengkapi dengan grand piano, supaya bisa konser). Para penggemar desain interior klasik sepertinya akan suka dengan hotel ini.

Pros & Cons

๐Ÿ‘๐Ÿปย Pros

  • Desain interiornya keren! Perpaduan art deco dan streamline moderneย bikin saya secara pribadi seolah lagi ada di dalam kapar pesiar. Lounge di lobi dan area koridor hotel bisa jadi spot foto yang cantik, terutama bar di lounge dengan latar belakang tiga mural keramik setinggi 15 lantai.
  • Tipe kamar termurah, Business punya ukuran yang luas (34 meter persegi).
  • Rate-nya terbilang masuk akal dan terjangkau untuk ukuran hotel bintang empat yang pernah menyandang predikat hotel bintang lima, terutama dengan berbagai warisan hotel bintang lima yang masih terjaga dengan baik.
  • Kolam renangnya luas dan ada beberapa gazebo privat, lengkap dengan kasurnya buat leyeh-leyeh sambil bermimpi jadi Crazy Rich Asian.
  • Ada bathtub di kamar mandi unit. Ciri khas hotel jaman dulu yang didambakan supaya bisa berendam. Sekarang ini, hotel bintang empat jarang yang pasang bathtub di tipe kamar termurah.
  • Menu sarapannya lezat. Harus coba varian mi kuahnya.
  • Lokasinya prima. Ke mana-mana dekat. Mau ke mal (Bandung Indah Plaza) pun sudah ada akses langsung. Mal lain, toko buku, objek wisata ternama di pusat kota pun jaraknya cuman 5-10 menit dari hotel.

๐Ÿ‘Ž๐Ÿปย Cons

  • Furniturnya dated. Ini jatuhnya masalah preferensi pribadi sih. Saya sendiri nggak masalah sebetulnya selama furniturnya terjaga dengan baik.
  • Keran dan shower di kamar mandi lebih baik diganti dengan yang baru. Vanity mirror juga sudah waktunya dihibahkan.
  • Pencahayaan kamar cenderung redup, membuat atmosfer kamar terasa lebih dingin (terutama dengan neon berwarna cool white). Jujur saya kurang suka dengan pencahayaan yang redup di kamar, apalagi sampai membangun suasana yang dingin, bukan sejuk.
Penilaian

Kenyamanan: ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œโšช๏ธ
Desain: ๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜ถ
Lokasi: ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ
Harga: ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ

 

 

Review: The Westin Jakarta

Sebetulnya baru lewat sekitar sebulan lebih setelah kunjungan saya ke sini, tapi rasanya udah cukup lama. Sepertinya karena kesibukan dan segala macam, saya jadi lupa terus untuk bahas tentang hotel ini. Ditambah lagi, kemarin-kemarin ini perhatian sempat teralihkan sama beberapa hotel lain.

Jadi, saya berkunjung ke hotel ini Desember kemarin tahun 2018 untuk Natal. Sebetulnya Natalannya nggak di sana sih, tapi di Ascott Sudirman. Hanya saja sebelum ngungsi ke Ascott, saya menyempatkan diri untuk nyobain nginep di hotel yang (setidaknya) sampai saat ini masih jadi hotel tertinggi di Jakarta (atau Indonesia). Lebih tepatnya lagi, hotel ini berada di bangunan tertinggi di Indonesia.

westin
The Westin Jakarta. Foto milik pihak manajemen hotel.

The Westin Jakarta adalah sebuah hotel bintang lima yang berlokasi di Jalan H.R. Rasuna Said Kav. C-22 A, Jakarta. Hotel mewah ini menempati 20 lantai teratas Gama Tower yang sejak tahun 2018 memegang rekor bangunan tertinggi se-Jakarta (dan se-Indonesia) dengan tinggi 310 meter ketika dihitung dari dasar sampai puncaknya. The Westin Jakarta sendiri merupakan properti milik Marriott. Di Jakarta sendiri, Marriott memiliki beberapa properti lain seperti Ritz-Carlton, JW Marriott, The Hermitage, Aloft, dan masih banyak lagi.

Ada 256 kamar dan suite room di hotel ini yang terbagi ke dalam beberapa tipe: Westin, Premium, Club Westin, Renewal, Executive Suite, Westin Suite, dan Presidential Suite. Kalau saya baca-baca lagi, untuk Club Westin dan Renewal sendiri sebetulnya versi “club“-nya dari Westin dan Premium yang memberikan akses ke Concierge Lounge untuk para tamu. Tipe Renewal sendiri kalau dilihat dari segi ukuran, lebih besar daripada Premium.

Untuk memenuhi kebutuhan tamu, The Westin Jakarta punya tiga restoran, spa, gym, kolam renang, dan fasilitas penunjang bisnis dan produktivitas. Saat berkunjung, saya sempat coba beberapa fasilitasnya, dan yang paling saya suka adalah kolam renangnya dan Henshin. Oh, ya, waktu berkunjung saya menginap di Premium Room yang berada di lantai 59. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Kamar Premium saya memiliki luas 56 meter persegi. Cukup besar untuk dua orang, apalagi sendirian. Berada di lantai 59 dan di sudut gedung, saya mendapatkan pemandangan kota Jakarta yang keren banget. Posisi kamar saya berada di barat daya Gama Tower. Jadi, pemandangan yang saya dapat adalah kawasan utara Rasuna Said dan Jalan Dr. Satrio (termasuk Mega Kuningan).

IMG_20181222_141517
IMG_20181222_141500
IMG_20181222_141448
IMG_20181222_141505

Bicara tentang desain, menurut saya kamar Premium ini mengusung gaya kontemporer dengan sentuhan mid-century. Pemilihan warna-warna earthy dalam palet cokelat, ash, dan kuning memberikan nuansa hangat dan nyaman. Mengingat space yang ada cukup besar, pemilihan warna yang kurang tepat bisa-bisa bikin atmosfer ruangan terasa dingin. Di atas headboard, ada lukisan floral memanjang yang memberikan semacam color pop di tengah-tengah warna ashy. Meskipun temanya bunga, lukisan tersebut nggak lantas bikin kamar terkesan seperti “kamar anak perempuan” atau “kamar Barbie”.

King bed dengan seprai dan bantal putih cukup besar dan nyaman. Di pojok selatan ruangan, ada sofa, coffee table, dan armchair hijau yang secara otomatis jadi spot favorit saya buat baca buku. Selain tempatnya yang nyaman, posisi sofa berada di samping jendela, memungkinkan saya buat sesekali lihat pemandangan di luar sambil minum teh kalau udah pusing karena baca buku terlalu lama. Untuk hiburan, ada televisi 55 inci dan mini audio system di atas salah satu end table. Ada settee di depan tempat tidur yang nggak dipakai sama saya karena jaraknya terlalu dekat dari televisi. Kalau mau nonton TV, ya saya naik ke tempat tidur dan bersandar ke headboard.

Jadi si settee itu fungsinya buat apa?

Sebut saja dia pemanis suasana.

giphy
Ya begitulah

Area kerja sendiri berada di dekat televisi. Kursi dan meja kerja ditempatkan menghadap jendela, mungkin supaya tamu bisa refreshing lihat pemandangan kota kalau udah jenuh kerja. Oh, ya, curtain dan sheer jendela diatur melalui tombol yang terpasang di dinding, di samping tempat tidur. Praktis banget karena untuk nutup gorden di malam hari, saya nggak perlu turun dari tempat tidur (atau sebaliknya, ketika buka gorden di pagi hari).

IMG_20181222_141703
IMG_20181222_180531

Dari ketinggian 59 lantai, pemandangan kota Jakarta tampak cantik banget. Saya paling suka ketika matahari mulai tenggelam. Dari kamar, saya bisa ngeliat matahari perlahan tenggelam di balik bangunan-bangunan yang menjulang. Gradasi kuning, jingga, violet, biru tua di langit bener-bener menghipnotis. Untung banget saat berkunjung, cuaca lagi cerah. Puji Tuhan.

Kamar Mandi

Kamar mandi unit saya berada di belakang area tidur utama dan bisa diakses lewat pintu di samping area kerja dan satu pintu dari lorong. Kalau dari lorong sendiri, sebelum masuk kamar mandi ada semacam koridor kecil dengan lemari pakaian dan rak sepatu.

IMG_20181222_142431
IMG_20181222_142451
IMG_20181222_141538

Ukuran kamar mandinya luas, mungkin bisa dibilang seluas area tidur utama. Bathtub ditempatkan di samping jendela yang menghadap ke arah utara. Bathtub-nya sendiri menurut saya nggak begitu panjang, tapi cukup dalam. Lumayan lah untuk deep soaking sih. Si bathtub ini “ditanamkan” di dalam semacam fondasi yang dibalut dengan lapisan marmer. Kalau dari samping, keliatannya kayak semacam tembokan “nanggung” karena ujung tembokannya kelihatan jelas. Gimana menjelaskannya ya? Intinya sih secara personal, saya agak kurang suka dengan penempatannya. Saya lebih suka kalau bathtub-nya pakai free-standing bathtub, bukan yang tertanam begitu. Kelihatannya lebih mewah.

Bathroom products yang dihadirkan punya aroma white tea aloe yang subtle, tapi tetap manis. Di end table samping tempat tidur sendiri sebetulnya ada lavender oil yang bisa kita gosokkan ke pelipis. Katanya sih untuk membantu tidur. Ketika mau tidur, saya sempat coba pakai. Lumayan lah efeknya cukup menenangkan.

IMG_20181222_142458
Bathroom sink
IMG_20181222_141535_HHT
Rak-rak sepatu, termasuk in-room safe
IMG_20181222_141547
Area shower. Kloset ada di nook terpisah.

Di kamar mandi memang nggak ada his-and-hers sink, tapi untuk bathroom sink-nya sendiri dilengkapi sama vanity mirror dengan lampu LED. Hair dryer ada di dalam laci. Di rak bawah wastafel ada handuk badan dan handuk muka. Bathrobe sendiri digantung di dinding (penampakannya bisa dilihat di foto).

Area shower-nya cukup luas, dibatasi oleh dinding kaca dari area kamar mandi yang lain. Sayangnya, dinding kacanya menurut saya terlalu tipis, jadi rentan pecah kalau misalnya nggak sengaja kesenggol atau semacamnya. Selain itu, dinding kacanya pun kurang lebar sehingga air masih bisa muncrat ke luar area shower. Bahkan, area dengan split-level pun kurang luas menurut saya. Pada intinya, masih bisa becek ke area kamar mandi yang lain. Saya sendiri sebetulnya nggak begitu mempermasalahkan karena masih ada keset, tapi buat orang yang lebih suka sama kamar mandi kering, mungkin ini bisa jadi sesuatu yang agak unsightly.

Area ini dilengkapi dengan shower tangan dan rainshower. Untuk rainshower-nya sendiri, piringannya nggak begitu besar, tapi keluaran airnya cukup deras. Hanya saja, drainase area shower menurut saya kurang lancar. Air sempat tergenang, meskipun nggak lama. Kalau digabungkan dengan split-leveled area yang kurang luas dan dinding kaca yang kurang panjang, air yang menggenang bisa-bisa malah meleber ke area kamar mandi yang lain. You don’t want a Titanic, don’t you? 

tenor31
No, no, no~

Urusan pencahayaan sih jangan ditanya. Saya suka banget, apalagi dengan perpaduan marmer warna cokelat gading, lampu berwarna kuning, dan pemandangan Jakarta di malam hari. Bisa dibilang, berendam di bathtub sambil minum kopi, baca buku, dan lihat pemandangan dari ketinggian 59 lantai itu definisi dari mandi mewah.

Fasilitas Umum

The Westin Jakarta sebetulnya punya banyak fasilitas, dari kolam renang, spa, gym, sampai ballroom.  Hanya saja, yang saya kunjungi memang nggak banyak. Saya cuma sempat berenang, berendam di vitality pool yang ada di ruang ganti, masuk ke sauna, dan ke Henshin di lantai 67. Untuk Henshin, nanti pembahasannya saya kasih di segmen terpisah.

Sekarang saya mau bahas tentang kolam renangnya. Untuk kolam renangnya sendiri sih ukurannya sebetulnya lumayan besar. Hanya saja, bentuknya ini memanjang, bukan melebar. Jadi, kesannya kayak kecil. Bagian panjang kolam renang menghadap ke jendela yang mengarah ke utara. Meskipun demikian, view dari jendela nggak begitu kelihatan jelas. Kalau mau view yang lebih jelas, bisa lihat dari jendela-jendela di area tempat duduk. Pas berkunjung, kolam renang lagi rame banget. Saya nggak berenang terlalu lama karena pengunjung yang datang banyak. Nggak nyaman juga karena berenang satu lap aja kehalangin orang yang lewat atau sekadar berdiri di tengah kolam.

IMG_20181222_170843
IMG_20181222_170902
IMG_20181222_170832

Untuk handuk, kita bisa pinjam dari petugas di meja resepsionis area kolam renang. Di meja ini juga ada lemon-infused water buat kalau capek habis berenang. Kedalaman kolam sebetulnya nggak begitu tinggi, dan kalau diperhatikan lagi, nggak ada kolam anak. Yang ada sebetulnya semacam area kolam yang lebih dangkal, tapi itu pun nggak ada pemisah dari area kolam dewasa. Jadi, kalau mau bawa anak-anak berenang di sini, pastikan awasi ya anak-anaknya. Oh, ya, suhu air kolam juga cenderung dingin, bukan hangat. Entah kenapa, bahkan di Jakarta pun kalau kolam renang airnya terlalu dingin, saya malah malas berenang.

Sauna dan vitality pool (ini sebetulnya whirlpool) ada di setiap ruang ganti. Sayangnya, saya nggak sempat ambil foto-fotonya karena memang ponsel saya simpan di loker. Selain itu, ruang ganti pada saat itu lagi ramai banget dan pengunjung yang datang nggak bisa ditebak. I mean, ada beberapa pengunjung yang beneran ganti baju di depan loker. Ya, ganti baju dan termasuk buka pakaian dalam. Agak kurang aman sih buat anak kecil sebetulnya. Bahkan, ada bapak-bapak yang masuk ke vitality pool, telanjang bulat, dan nggak berapa lama kemudian ada dua orang anak kecil yang masuk ke kolam. Not the right time for skinny dipping, sir.

IMG_20181222_211624_HHT
IMG_20181222_211537_HHT

Di lantai lobi, ada lounge (tapi bukan executive lounge ya) buat para pengunjung. Interiornya bergaya kontemporer dengan dominasi palet beige, cokelat, dan putih. Di sini juga tamu bisa pesan minuman. Kalau siang-siang, salah satu area di lounge ini dijadikan tempat bermain anak. Pihak hotel menempatkan mainan rumah-rumahan dan semacamnya buat anak-anak. Di bagian tengah lounge, ada tangga menuju lantai 51, dan di lantai tersebut ada Seasonal Tastes.

Seasonal Tastes menyajikan menu sarapan di pagi hari untuk para tamu. Restoran ini juga tetap bisa dikunjungi oleh non-hotel guest dan buka pada jam sarapan, makan siang, dan makan malam. Di The Westin Jakarta, Seasonal Tastes ini mungkin bisa dibilang restoran yang family-friendly.

IMG_20181222_140244

Pengunjung bisa pilih menu a la carte, tapi ketika saya berkunjung, ternyata lagi ada semacam gelaran sajian Asia. Menurut head chef Hajime Kasuga sih, nama Seasonal Tastes sesuai dengan konsep setiap bar menyajikan menu yang beda-beda. Season. Musim. Anggaplah setiap bar mewakili musim yang berbeda. Musim ceri ada nggak ya? Musim kawin? Musim duren?

IMG_20181222_232417_HHT
IMG_20181222_232504_HHT
IMG_20181222_232547_HHT

Area restorannya lumayan expansive. Dari ketinggian 51, para pengunjung bisa bersantap sambil menikmati pemandangan kota Jakarta. Selain itu, pilihan menu yang ditawarkan juga cukup variatif. Sayang banget saya nggak sempat nyoba dimsum-nya. Padahal saya lagi seneng sama dimsum, apalagi yang all you can eat. Oh, dumpling! Come to papa!

Henshin

Bertempat di lantai 67-69, Henshin adalah destinasi yang sayang buat dilewatkan ketika nginap di The Westin Jakarta. Di bawah komando head chef Hajime Kasuga, Henshin menyajikan “perkawinan” antara citarasa Peru dengan Jepang dan pemandangan kota yang mengagumkan dari ketinggian 270 meter.

Setiap lantai di Henshin punya “fungsi” yang berbeda. Lantai 67 adalah rooftop bar & lounge yang paling ramai dikunjungi, terutama outdoor seating area-nya yang paling sering nongol di feed Instagram. Ketika saya datang, saya langsung disambut alunan jazz house yang sexy dengan iringan melodi saxophone. Tujuan saya datang sebetulnya untuk ketemu teman kampus saya, Juwita, yang ternyata udah temenan sebelumnya sama head chef Hajime Kasuga. Karena malam minggu, situasi ramai dan padat pengunjung di lantai 67. Kami hampir nggak dapat tempat duduk, dan akhirnya harus “mojok” di sudut outdoor seating area yang menghadap ke arah timur.

IMG-20181222-WA0055
IMG_20181222_231248_HHT

Di indoor seating area, ada bar yang desainnya mengingatkan saya sama The Flinstones. Nggak jauh dari situ, ada stage kecil tempat bang DJ dan pemain saxophone menghibur kami semalaman. Oh ya, untuk pesanan sendiri, saya dan Juwita hanya pesan minuman. Saya pesan The Eden of Kyoto, cocktail cantik yang dihias edible flower berwarna nila. Juwita sendiri pesan Blackberry Mint Iced Tea.

IMG_20181222_221907_HHT

Nah, kunjungan saya ke Henshin ini semakin spesial karena kami bisa ketemu head chef Hajime Kasuga secara langsung, thanks to Juwita. Yang lebih bikin saya kaget lagi adalah kami diajak private tour keliling Henshin, dan itu bukan cuman ngelilingin lantai 67, tapi semua lantainya. Tur dimulai dari lantai 69 yang merupakan area private dining. Kawasan privat ini merupakan area “dewa”-nya Henshin dan hanya bisa digunakan melalui reservasi.  Bisa dibilang, ini tuh wilayah edarnya Astrid Leong-Teo, Nick Young, Araminta Lee, Colin Khoo, dan keluarganya. Area private dining memiliki ukuran yang nggak begitu besar, tapi punya jendela-jendela besar yang menawarkan pemandangan Jakarta dan suasana yang jauh lebih tenang.

Turun satu lantai ke lantai 68, kami ada di area Nikkei dining. Di sini, atmosfernya cenderung lebih ramai, tapi masih lebih private dibandingkan area lantai 67 yang ramai sama para party animals. Di area Nikkei dining, pengunjung bisa melihat langsung para chef membuat masterpiece-nya yang kemudian dihidangkan di meja untuk disantap.

IMG_20181222_225402_HHT

Oh ya, ada satu spot yang jadi spot foto favorit di Henshin, menurut head chef Hajime Kasuga. Spot itu adalah tangga yang menghubungkan lantai 68 dengan lantai 69. Dilatarbelakangi dinding kaca setinggi 2 lantai dan pemandangan kota yang menakjubkan, nggak salah sih ketika spot ini jadi spot keren pilihan pada pengunjung buat mengabadikan momen kunjungannya ke Henshin. Tentunya, kami juga nggak mau melewatkan spot ini.

1545497081408
Kiri ke kanan: Mike, saya, head chef Hajime Kasuga, dan Juwita

Sebetulnya, chef Hajime nggak hanya mengajak kami berkeliling ke area ini. Di sisi selatan lorong lift di lantai 67, ada satu area yang merupakan semacam private lounge. Ruangan besar ini mirip lounge di lantai 52, lengkap dengan meja bar, tapi kosong (ada sih satu orang perempuan, tapi ketika kami datang, dia langsung pergi lewat pintu dapur).

Oh ya, karena posisinya di sisi selatan, pemandangan dari jendela-jendelanya juga lebih bagus! Halo, kawasan Mega Kuningan dan Dr. Satrio! Di ujung ruangan, ada pintu menuju private balcony yang kosong. Ya, kosong banget! Nggak ada furnitur apa pun, just a plain balcony. Katanya sih ini balkonnya bisa dipakai kalau si lounge-nya disewa. Meskipun demikian, rasanya senang bisa mengakses kawasan-kawasan spesial seperti ini. Samar-samar saya bisa mendengar alunan musik house, meskipun yang lebih dominan terdengar adalah suara angin dan ingar bingar lalu lintas di Jalan Kasablanka dan Rasuna Said.

Lokasi

Bicara soal lokasi, menurut saya udah enak sih The Westin Jakarta ini karena dekat ke mal. Hotel ini memang nggak berada di pusat kota yang sepusat-pusatnya kayak kawasan Bundaran HI, tapi beberapa tempat umum tetap easily accessible. Nggak jauh dari hotel, ada Plaza Festival yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama sekitar 5 menit. Isinya ya ada banyak restoran sih, dan ada kios Chatime yang jelas. Kalau mau sambil belanja, bisa ke Lotte Shopping Avenue di Jl. Dr. Satrio atau ke Kota Kasablanka. Waktu nginap di sana, justru saya makannya ke Pelataran Menteng, dan itu pun karena ada traktiran. Ke Pelataran Menteng sendiri memakan waktu sekitar 10-15 menitan, dengan kondisi lalu lintas yang lancar.

Di depan Gama Tower, Jalan Rasuna Said masih agak hectic dengan pembangunan MRT. Selain itu, kawasan ini juga kalau jam pulang kerja bisa lumayan padat. Untung banget waktu saya berkunjung, jalanan lagi sepi karena sudah masuk masa liburan. Perlu diingat bahwa Gama Tower ini berada di kawasan perkantoran. Jadi, siap-siap aja berpacu dengan para karyawan yang pulang kantor di sore atau malam hari.

Kalau dari Stasiun Gambir sendiri, jarak yang ditempuh sekitar 15-20 menitan, tergantung kondisi lalu lintas, baik lewat jalur Tugu Tani maupun Thamrin (belok ke Sutan Syahrir, terus ambil kanan ke Rasuna Said).

Kesimpulan

You get what you pay for. Mungkin itu yang bisa saya bilang, in a positive way tentu saja. Pelayanan yang mengesankan, interior kamar yang elegan, pemandangan yang keren, fasilitas berkelas, dan kunjungan ke Henshin yang tak terlupakan jadi alasan saya untuk kembali ke The Westin Jakarta. Bicara tentang kamar, saya suka dengan interior bergaya kontemporer yang dipadukan dengan sentuhan mid-century dan warna-warna earthy yang bikin nyaman. Teknologi berperan cukup kentara di kamar, terutama dengan switch khusus untuk buka tutup gorden dan sheer yang ada di dekat end table sehingga saya nggak perlu repot-repot turun dari kasur.

Posisi kamar di sudut gedung membuat saya dapat dua view dari kamar. Meja kerja yang ditempatkan menghadap jendela seolah memberikan saya kesempatan untuk beristirahat sejenak sambil melihat kesibukan di bawah sana setelah lelah bekerja. Selain itu, definisi mandi mewah bisa ditemukan di kamar mandi unit. Bathtub panjang yang ditempatkan di samping jendela bikin saya bisa relaksasi sambil baca buku dan sesekali melihat pemandangan ke arah utara Jakarta di luar jendela. Ditambah lagi, produk-produk mandi beraroma white tea aloe terasa nyaman di kulit, dengan keharuman yang lembut.

Kolam renang hotel yang memanjang mungkin tampak kecil, tapi sebetulnya cukup besar, terutama buat yang suka renang satu lap bolak balik. Hanya saja, waktu saya berkunjung kolam renang sedang ramai. Jadi, berenang pun kurang nyaman pada saat itu. Ruang ganti dilengkapi dengan area bilas, sauna, dan vitality pool. Sayangnya, menurut saya area ini kurang kids-friendly karena ada beberapa tamu dewasa yang buka baju seenaknya di depan anak-anak. Bahkan, anak-anak bisa masuk ke vitality pool yang biasanya digunakan sama orang dewasa yang, beberapa di antaranya, telanjang bulat. I don’t think it’s a good sight for minors.

Henshin sendiri memberikan pengalaman berkunjung ke rooftop bar yang mengesankan. Terlebih lagi setelah bertemu head chef Hajime Kasuga yang sangat ramah dan diajak private tour keliling Henshin, rasanya senang sekali bisa ke sana (and I would love to come back, for sure).

Dengan rate mulai dari 2 juta rupiah per malam (berdasarkan info dari Tripadvisor, harga bisa berubah sewaktu-waktu), The Westin Jakarta menawarkan pengalaman menginap yang berkelas. Dengan pemandangan yang mengesankan dari gedung tertinggi di Jakarta, pelayanan terbaik, dan fasilitas yang lengkap, hotel ini harus dicoba kalau kamu pilih akomodasi bintang lima di Jakarta.

Pros & Cons

๐Ÿ‘๐Ÿป Pros

  • Untuk tipe kamar Premium, posisinya ada di sudut bangunan. Jadi, kita bisa dapat view ke dua arah. Untuk unit saya, view yang didapat adalah view kawasan Mega Kuningan dan Jalan Rasuna Said ke arah Menteng. Kalau pagi-pagi dan udara masih bersih, samar-samar laut bisa keliatan.
  • Bathtub di kamar mandi cukup panjang dan ditempatkan di samping jendela besar (tipe kamar Premium), jadi cocok lah buat memanjakan diri sambil nge-wine, lihat pemandangan di luar, atau baca novel. Mandi mewah lah pokoknya.
  • Kamar mandinya luas dan tampil cantik dalam balutan marmer.
  • Curtain dan sheer diatur lewat tombol-tombol khusus. Jadi, kita nggak perlu repot-repot buka atau tutup secara manual. Cocok buat yang males turun dari tempat tidur.
  • Fasilitasnya lengkap, tapi secara pribadi saya suka dengan vitality pool-nya di ruang ganti pakaian. Karena air di kolam renangnya weirdly terasa dingin (itu untuk ukuran di Jakarta padahal), vitality pool ini pas buat menghangatkan kembali tubuh. Ada juga sauna di ruang ganti.
  • Nginep di sini itu bisa dapat beberapa kebanggaan tersendiri: nginep di bangunan tertinggi di Jakarta dan dapat akses cepat ke rooftop bar tertinggi di Jakarta.
  • Lokasinya strategis. Dekat ke mana-mana, terutama kawasan perkantoran. Kalau mau makan, bisa jalan kaki lima menit ke Plaza Festival, atau ke Seasonal Tastes atau ke Henshin sekalian.

๐Ÿ‘Ž๐Ÿป Cons 

  • Di area shower, split level-nya kurang signifikan dan pembuangan airnya kurang lancar waktu saya ke sana. Genangan air dan split level yang pendek bikin air bisa mengalir ke area kamar mandi yang lain.
  • Kamar gantinya kurang ramah buat anak-anak menurut saya. Beberapa orang dewasa dengan santainya masuk ke vitality pool telanjang bulat, sementara ada anak-anak yang lagi mandi atau ganti baju. Mungkin dikiranya onsen kali ya.
  • Lift dari ground level ke lantai lobi, dan dari lobi ke lantai kamar saya ini beda. Intinya, saya harus naik lift dua kali kalau mau turun dari kamar ke lantai dasar. Agak merepotkan sih, terutama ketika harus buru-buru.
  • Kolam renangnya memanjang, tapi kesannya jadi kecil. Ketika saya ke sana, area kolam renang lagi padat banget sehingga jatuhnya kerasa sempit.
Penilaian

Kenyamanan: ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ
Desain: ๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜ถ
Lokasi: ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ
Harga: ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ

Review: Ascott Sudirman Jakarta

Waktu kemarin saya ke Jakarta pas libur Natal, saya cari properti yang pas buat ngundang teman-teman dan ngadain Christmas eve dinner. Awalnya saya sempat kepikiran pesan suite roomย dengan living area terpisah, tapi setelah dipikir-pikir lagi, kayaknya lebih asyik kalo dinner itu kita yang siapin makanannya sendiri. Walhasil, saya pun cari serviced apartment dengan unit yang punya kitchenette dan dining area.

Karena dari tanggal 21-22 Desember saya nginap di kawasan Rasuna Said, saya harus cari properti yang masih deket-deket kawasan sana supaya nggak terlalu capek pindah-pindahnya. Sebetulnya saya suka hotel-hopping, tapi saya nggak suka dengan ribetnya packing dan unpacking. Setidaknya kalau propertinya deket, saya nggak perlu tambah capek dengan kemacetan. Setelah menimbang-nimbang berbagai faktor, akhirnya pilihan saya jatuh kepada Ascott Sudirman Jakarta.

ascott-sudirman-jakrata
Ascott Sudirman Jakarta. Foto milik pihak manajemen.

Berlokasi di kawasan terpadu Ciputra World 2, Ascott Sudirman Jakarta merupakan properti yang masih baru. Seinget saya hotel bintang lima di Jakarta ini buka di pertengahan atau kuartal terakhir 2018 karena di awal 2018, saya belum lihat properti ini di listing Agoda dan Tripadvisor. Akomodasi bintang lima ini punya 192 unit serviced apartment yang terbagi ke dalam empat tipe utama, yaitu Studio Premier, One-Bedroom Premier, Two-Bedroom Premier, dan Three-Bedroom Premier. Untuk unit Studio dan One-Bedroom sendiri, kita bisa pilih mau kamar dengan double bed atau twin bed.

Saya lupa ada berapa lantai pastinya di tower apartemen ini, tapi pengunjung hanya bisa mengakses sampai lantai 30. Sepertinya sih lantai-lantai ke atasnya lagi belum siap dibuka buat publik. Fasilitas yang tersedia di Ascott Sudirman Jakarta cukup komprehensif dan family-friendly. Cocok lah buat yang mau liburan ke Jakarta sama keluarga atau bawa anak kecil.

Kunjungan saya ke apartemen ini selama tiga hari dua malam. Nah, pada awalnya saya pesan unit Studio Premier, tapi karena di malam berikutnya saya berencana untuk adakan makan malam dan undang teman-teman, akhirnya saya upgrade ke unit One-Bedroom Premier. Ada juga cerita lucu tentang teman saya ketika nginap di sini. Ulasan dan cerita lucunya akan saya bahas di segmen berikutnya. Karena saya coba dua unit yang berbeda, saya akan buat dua segmen yang masing-masing subpointsย untuk desain kamar dan kamar mandi.

Studio Premier
Desain Kamar

Sebelumnya, saya sering lihat-lihat properti Ascott yang lain. Di Jakarta sendiri, ada tiga properti Ascott: Ascott Jakarta (di Kebon Kacang, dekat Grand Indonesia), Ascott Kuningan (tetanggaan dengan Raffles Jakarta dan Somerset Grand Citra), dan yang paling bungsu ini Ascott Sudirman Jakarta. Rate hotel memang fluktuatif, dan kadang-kadang naik turunnya signifikan. Waktu merencanakan kunjungan ke Jakarta, rate Ascott Sudirman Jakarta ini yang paling murah di antara properti-properti Ascott yang lain. Dengan rate yang lebih terjangkau dan usia properti yang masih sangat muda, pilihan saya ya jatuh ke sini.

Bicara tentang desain kamar, sebetulnya desain unitnya nggak jauh beda dengan desain unit di Ascott Kuningan. Dua-duanya sama-sama menerapkan interior bergaya kontemporer. Hanya saja, di Ascott Sudirman interior unitnya cenderung terasa lebih ceria dan berwarna karena ada mural di belakang headboard tempat tidur. Ini ngingetin saya sama interior kamar di de Braga by ARTOTEL yang pernah dibahas seblumnya. Bedanya, ambience di sini lebih hangat dan dewasa, sementara di de Braga itu cenderung lebih adem dan youthful.

Unit Studio Premier saya berada di lantai 12, dengan jendela mengarah ke timur. Posisi kamar ini punya keuntungan tersendiri karena ketika pagi, cahaya matahari bisa langsung masuk ke kamar. Kekurangannya ya kalo cahaya mataharinya lagi terik banget, lumayan panas sih suhu kamarnya. Eh, tapi posisi kamar juga memberikan view yang menurut saya sih lebih bagus karena menurut pihak hotel, kamar-kamar yang ada di sisi berlawanan punya view yang kurang asik karena kehalangin Tokopedia Tower.

img_20181223_130006
Area cuci di kitchenette

img_20181223_125943
Entrance dan kitchenette

img_20181223_130104
Living and study area

img_20181223_125952
Tempat tidur dan sofa

img_20181223_130347
View dari kamar

img_20181223_130354
View dari kamar

img_20181223_130122
Studio premier

img_20181223_130010
Mesin kopi. Mesin cuci ada di bawahnya

img_20181223_130333
Living area, dengan Samsung Soundbar

Dengan ukuran 48 meter persegi, unit apartemen saya terasa luas nggak luas. Apa ya istilah yang lebih tepatnya? Mungkin pas-pasan. Unit terasa kecil karena fitur-fitur di dalamnya sebetulnya. Kita mulai dulu dari entrance. Begitu masuk, kita langsung disambut kitchenette berbentuk koridor yang diapit oleh counter dan kabinet di kedua sisinya. Kitchenette ini lengkap dengan kompor induksi, kulkas mini, rice cooker,ย coffee maker, teko pemanas air, bak cuci, dan mesin cuci (plus pengering). Alat-alat makan dan masak disimpan di dalam counter dan kabinet.

Living area punya ukuran yang seadanya, menyatu dengan area tidur. Jarak dari sofa ke televisi cukup dekat dan nggak besar, meskipun meja kopi yang digunakan juga berukuran kecil dan berbentuk silinder. Oh ya, untuk hiburan unit ini dilengkapi dengan entertainment box (ada iFlix) dan Samsung Soundbar yang bisa di-pair ke HP atau laptop buat dengerin lagu sambil goyang dua jari ala lagu tetew.

tenor
Popular culture anak jaman nowย susah dipahami

Furnitur-furnitur di kamar bergaya modern kontemporer, tapi nggak ke arah Scandinavian atau industrial. Atmosfernya lebih ke arah elegan dan bukan minimalis-fungsional. Untuk sejenak, saya bisa “menjauh” sejenak dari interior-interior khas Ikea. Oh ya, dari kitchenette ke area tidur nggak ada pintu atau pembatas yang lebih permanen jadi pastikan nggak masak yang baunya terlalu menyengat. Otherwise, kasurmu nanti bau.

giphy-1
Sehun muntah~

Salah satu spot yang saya suka dari unit Studio Premier ini area kerjanya. Membelakangi jendela, kalau malem-malem area ini bisa jadi spot foto yang bagus buat foto ala ala eksekutif muda dengan latar belakang pemandangan kota. Lampu mejanya punya desain yang unik.

Kamar Mandi

Di unit Studio Premier, kamar mandinya punya ukuran yang cukup luas. Ada lemari pakaian di kedua sisi jalan menuju kamar mandi. Salah satunya memuat ironing board dan bathrobe. Pas lah kalau perlu nyetrika baju, perlengkapannya udah tersedia. Ada juga safe box buat mengamankan barang berharga dan hati yang retak.

tenor3
Hatiku sedih, hatiku gundah

Untuk kamar mandi sendiri sih, desainnya tampak mewah dengan balutan dinding dan lantai berwarna gading. Area wastafel dilengkapi dengan vanity mirror. Kalau mau dandan, kebantu lah. Bath products-nya punya aroma yang beda-beda. Beberapa punya bau yang terlalu menyengat, sementara yang lainnya cukup pleasant di hidung. Oh ya, di kamar mandi juga ada timbangan badan. Waktu saya cek, berat badan saya ternyata 55 kilogram. Apakah ini karena dua hari sebelumnya saya kebanyakan jajan?

img_20181223_130256
Shower area

img_20181223_130232
Area wastafel

img_20181223_130240
Kloset

img_20181223_130155_hht
Safe box

img_20181223_130304
Bathtub

img_20181223_130211
Ironing board dan bathrobe

Area shower berada di samping bathtub dan dibatasi oleh dinding kaca dari area kamar mandi yang lain. Di unit ini, ada rainshower yang cocok untuk saya yang senang merenung. Bathtub-nya sendiri cukup panjang dan dalam, pas buat deep soaking. Intinya sih no objection lah kalau untuk shower dan bathtub. Nah, yang harus saya sesali adalah pintu kamar mandinya. Pintu yang digunakan adalah pintu geser ganda tanpa kunci. Bahkan, ketika pintu ditutup pun saya semacam harus memastikan kedua pintu sudah menempel rapat dan nggak ada celah. Ini jadi hal yang disayangkan karena privasi kita bisa jadi dalam bahaya. Kalau mau tahu apakah ada orang di kamar mandi atau nggak, ya kita harus lihat pintunya ketutup apa nggak. Sayangnya, kadang ada aja orang yang langsung buka pintu tanpa ketuk dulu. Kan nggak lucu kalau lagi doing your business tiba-tiba digrebek.

One-Bedroom Premier
Desain Kamar

Dari segi desain, sebetulnya nggak ada perbedaan signifikan antara setiap kelas unit di Ascott Sudirman Jakarta. Kalau ukuran unit, jelas beda. Unit One-Bedroom yang saya tempati berada di lantai 20, beda 8 lantai sama unit sebelumnya. Namun, jendelanya masih tetap menghadap ke timur dan dengan ketinggian seperti ini, view yang saya dapatkan sedikit lebih bagus (dan lebih tenang karena semakin jauhย dari jalan).

Dengan luas 65 meter persegi, jelas One-Bedroom Premier memberikan lebih banyak ruang. Perubahan yang paling kentara adalah kitchenette-nya. Kalau di unit sebelumnya kitchenetteย menyatu dengan koridor menuju living area, kalau ini dia punya space sendiri yang sebetulnya bergabung dengan living area. Hanya saja, ada meja bar di kitchenette-nya yang menjadi pembatas. Dapurnya juga lebih besar jadi cukup leluasa lah kalau mau masak dengan beberapa orang. Waktu itu, saya masak-masak dengan empat orang dan nggak terasa begitu sesak sih. Senggol sedikit nggak apa-apa, asal nggak pake bacok.

Fasilitas dapur masih sama. Ada mesin cuci, bak cuci, oven, kompor induksi, dan semacamnya. Alat-alat masak dan makan ditempatkan di counter dan kabinet. Ah, perbedaan lainnya dengan unit sebelumnya adalah kulkasnya di sini lebih besar. Kita bisa simpan makanan beku di freezer-nya.

img_20181224_134903
Kitchenette dan mesin cuci

img_20181224_134927_hht
Living area di One-Bedroom Premier

img_20181224_134933
Kamar tidur, masih dengan mural di belakang headboard

img_20181224_134857
Area cuci di kitchenette, ada oven dan alat pembuat kopi

img_20181224_134949
Fasilitas hiburan di kamar tidur

img_20181224_134956_hht
Meja rias di kamar tidur, ada sentuhan midcentury-nya sedikit

Untuk living area, ukurannya memang cenderung lebih luas, tapi kalau rasionya disamakan, jatuhnya sih sama-sama “mepet”. Study area digabungkan dengan living area dan jadi lebih sempit. Di belakang meja kerja ada pintu ke balkon yang dikunci oleh pihak manajemen. Furnitur yang dipakai masih bergaya kontemporer, dengan dominasi warna-warna earthy yang hangat. Samsung Soundbar dan entertainment box juga dihadirkan di unit ini. Waktu malam Natal, saya seneng putar playlist Christmas Jazz di Spotify buat menemani masak-masak.

Kamar tidur berada terpisah dari ruang keluarga dan kitchenette jadi say goodbye to bau asap gorengan! Ukuran kamar tidurnya cukup luas, dengan TV layar datar, meja rias, dan armchair di dekat jendela. Ini jadi spot yang pas buat baca buku sambil ngopi, atau untuk sekadar ngegalau (aktivitas ini tidak disarankan). Mural kontemporer terpasang di belakang headboard. Dominasi warna-warna earthy juga ditemukan di kamar, bikin tidur terasa nyaman.

Kamar Mandi

Luasnya unit One-Bedroom Premier berimbas pada ukuran kamar mandi yang juga lebih besar. Di unit ini, ada his-and-hers bathroom sink. Jadi buat yang datang sama pasangan, nggak perlu takut rebutan wastafel dan bisa dandan bersama. Seperti unit sebelumnya, kamar mandi di unit ini tampak mewah dalam balutan warna beige.

img_20181224_135013
Shower area, sekarang terpisah dari bathtub

img_20181224_135006
His-and-hers bathroom sink

img_20181224_135002
Area bathtub

img_20181224_135027
Kloset kamar mandi

Perlengkapan kamar mandi sendiri ngga berbeda. Bath products seperti yang ada di Studio Premier masih bisa ditemukan di sini. Bathtub-nya dari segi ukuran pun sama. Nah, shower area di unit ini terpisah dari bathtub, dibatasi oleh dinding kaca. Saya sendiri ketika nginap di unit ini nggak sempat pakai bathtub-nya, tapi kehadiran rainshower cukup menjadi pelipur lara.

Kamar mandi bisa diakses melalui “foyer” kecil yang diapit oleh lemari pakaian. Sama seperti unit Studio Premier, lemari ini memuat safe box, ironing board, dan bathrobe. Pintu yang digunakan pun masih sama, double sliding door kayu kunci. Lagi-lagi privasi terpaksa “disunat” di unit ini. Meskipun demikian, kalau kita mau mengundang tamu, mereka nggak harus pakai kamar mandi en suite karena di unit ini, ada half bathroom di koridor menuju kitchenette dan living area.

Fasilitas Umum
Restoran

Untuk bersantap, Ascott Sudirman Jakarta punya restoran yang berada di lantai lobi. Nah, restoran ini punya akses ke taman. Waktu saya berkunjung, tamannya sebetulnya sudah rapi dan cantik. Hanya saja, masih keliatan ada pembangunan yang masih berlangsung. Di outdoor seating area, ada mesin pemanggang yang kayaknya dipakai untuk barbeque party atau semacamnya.

img_20181223_212906
Lobby, dengan pohon Natal

img_20181223_212936_hht
Lobby

img_20181223_212857_hht
Lobby

img_20181223_212926_hht
Restoran

img_20181223_212840
Lobby

img_20181223_212917_hht
Restoran dan tangga menuju The Library

img_20181223_212931_hht
Restoran

Lobinya sendiri menurut saya sih sedikit sempit. Mungkin karena penempatan set meja kursinya terlalu berdekatan satu sama lain. Di dekat restoran, ada tangga menuju The Library, salah satu public space di Ascott Sudirman Jakarta yang saya suka. Oh ya, di tangga juga ada mural besar yang pas buat dijadikan backdrop foto Instagram.

img_20181223_230754_hht

img_20181223_230805_hht

img_20181223_230819_hht

Naik satu lantai dari lobi lewat tangga, ada beberapa hall serbaguna untuk berbagai acara. Nah, di depannya ada area bernama The Library yang pada dasarnya sih semacam lounge dengan bar. Ketika saya keliling-keliling, saya nggak nemu rak-rak berisi buku (despite the name). Mungkin buku-bukunya belum disiapkan ya. Saya datang pas tengah malam jadi The Library ini kosong banget. Ada juga pintu menuju balkon, tapi sayangnya pintunya terkunci jadi saya nggak bisa main di balkon.ย The Library ini tampil mewah dan elegan dalam furnitur bergaya kontemporer, balutan palet warna gading, mahogany, dan putih, dan pencahayaan yang redup, tapi seksi.

Kolam Renang, Sauna, dan Steam Room

Nah, kalau menginap di sini, fasilitas yang satu ini jangan sampai dilewatkan. Berada di lantai 30, kolam renang di Ascott Sudirman Jakarta menghadirkan pemandangan kota ke arah barat. Kolam renangnya sendiri berbentuk memanjang, dengan dinding kaca sebagai pembatasnya.

img_20181224_102439

img_20181224_102350

View dari kolam renang bikin saya dan teman-teman betah nongkrong di sana. Ada juga beberapa kursi santai dan “sarang burung” gantung sebagai tempat duduk pengunjung. Sayangnya, area ini kekurangan tempat duduk. Mungkin karena keterbatasan ruang juga. Untuk bilas, pengunjung bisa pakai shower yang ada di salah satu sudut kolam renang atau langsung ke kamar mandi.

Habis berenang, pengunjung bisa coba relaksasi di sauna dan steam room yang ada di kamar mandi pria dan wanita. Untuk kapasitasnya sendiri memang nggak besar, mungkin sekitar enam atau tujuh orang. Waktu saya berkunjung, kebetulan lagi kosong saunanya jadi kita bisa coba tanpa ngerasa ditungguin.

 

img_20181224_122851
Wastafel

img_20181224_122855_hht
Area shower

img_20181224_122927_hht
Steamroom. Kelihatan masih belum beres

img_20181224_123040_hht
Sauna

Selain sauna, di kamar mandi ada dua shower box. Ada juga steam room di samping suana yang kelihatannya masih unfinished karena di bawah tempat duduk, masih ada keramik-keramik. Untuk ruangannya sendiri sih udah berfungsi karena kerasa banget uapnya. Hanya saja, ya itu tolong mungkin pihak manajemen ruangannya lebih dirapikan.

Gym

Nggak jauh dari kolam renang, ada gym dengan peralatan yang cukup lengkap. Di hari kedua kunjungan, gym ini penuh sama anak-anak kecil yang olahraga. Yap. Anak-anak kecil. Untungnya mereka berada di bawah pengawasan orang tuanya. Ada juga ruang yoga di ujung gym. Saya olahraga di sini di pagi hari terakhir. Kebetulan lagi sepi, saya bisa olahraga tanpa dikejar-kejar waktu.

This slideshow requires JavaScript.

Berseberangan dengan gym, ada satu ruangan bernama The Sanctuary. Sebetulnya, ruangan ini itu semacam ruang relaksasi sederhana dengan tiga massage chair yang menghadap ke arah dinding kaca. Sambil dipijat, kita bisa lihat pemandangan kota dan kolam renang. Fasilitas ini ternyata cukup populer karena yang ngantri pengen coba kursi pijatnya cukup banyak.

Gamesroom & Cubbies Kids’ Club

Di hari terakhir, saya berencana mengunjungi dua fasilitas umum di Ascott Sudirman Jakarta. Kedua fasilitas ini berada di lantai 29, hanya beda satu lantai dari lantai kolam renang. Menurut saya, gamesroom dan Cubbies Kids’ Club ini jadi fasilitas andalan properti.

This slideshow requires JavaScript.

Kalau datang bawa anak-anak, Cubbies Kids’ Club bisa jadi tempat yang pas buat ngasuh. Ruangannya cukup luas, dilengkapi dengan mainan anak, rumah-rumahan, kolam bola, set meja kursi untuk menggambar, dan televisi. Suasananya ceria, dengan mural-mural warna warni di setiap sisi dinding. Lantainya pakai karpet yang empuk. Saya ambil beberapa foto di sana karena properti dan ruangannya gemesin.

Untuk gamesroom, sayangnya fasilitas ini hanya bisa digunakanย by request. Ini artinya kalau mau pakai, kita harus hubungi pihak hotel dulu. Di dalamnya, ada meja bilyar, televisi, dan sofa-sofa empuk. Oh ya, di sini juga kita bisa main PS4, tapi ya begitulah. Kita harus ngomong dulu ke pihak hotel.

Lokasi

Bicara soal lokasi, Jalan Prof. Dr. Satrio memang terkenal cukup padat pas jam berangkat atau pulang kerja. Untungnya, kondisi lalu lintas justru sepi waktu saya ke sana. Mungkin karena lagi musim liburan.

Berada di kompleks Ciputra World 2, Ascott Sudirman Jakarta tetanggaan dengan Tokopedia Tower. Properti ini juga berjarak sekitar 5 menit aja dari Lotte Shopping Avenue dan DBS Tower dengan berjalan kaki. Kalau dari Mega Kuningan, jalan kaki mungkin sekitar 15 menit (saya bahkan sempat joging pagi ke kawasan Mega Kuningan dari hotel).

Soal aksesibilitas, properti ini memudahkan kita buat ke mana-mana. Mau ke mal? Tinggal jalan kaki. Ada rapat di Tokopedia Tower? Tinggal jalan ke tower seberang. Hanya saja karena properti ini masih baru, kadang-kadang orang suka salah kira, seperti kasusnya teman saya. Jadi waktu itu, teman saya mau datang berkunjung untuk nginep. Saya udah bilang bahwa saya nginep di Ascott Sudirman. Karena sama-sama berakhiran “-an” dan berlokasi di Dr. Satrio, teman saya mengira saya nginep di Ascott Kuningan. Walhasil, dia kepaksa jalan kaki dari Ascott Kuningan ke Ascott Sudirman, malam-malam sekitar jam 11.

Kesimpulan

Sebagai properti yang masih seumur jagung, Ascott Sudirman Jakarta punya beberapa hal yang memang harus dibenahi, seperti pembangunan beberapa fasilitas yang belum diselesaikan. Untuk kualitas layanan sendiri, saya nggak ada objection tertentu. Kondisi unit juga bagus, dengan perlengkapan yang berfungsi dengan baik. Bahkan, ada buku manual lengkap yang memuat cara menggunakan berbagai peralatan di kamar, termasuk Samsung Soundbar dan mesin cuci.

Interior kamar bergaya kontemporer dengan balutan warna-warna earthy membangun suasana hangat dan nyaman. Christmas eve dinner saya dengan teman-teman terasaย ceria. Kitchenette yang lengkap dan kehadiran fasilitas hiburan membuat pengalaman menginap jadi lebih menyenangkan. Ukuran unit memang segitu-gitunya, tapi seenggaknya masih terasa nyaman, bahkan untuk menjamu lima orang (termasuk saya).

Yang kurang disukai sih sebetulnya pintu kamar mandinya. Dengan double sliding door tanpa kunci, saya agak takut ada orang yang langsung masuk ke kamar mandi tanpa ketuk pintu, sementara di kamar mandi lagi ada orang yang pakai. Bath products-nya menarik. Memang secara personal saya kurang suka beberapa aromanya.

Dengan rateย mulai dari kisaran 1,2 juta rupiah per malam (berdasarkan rate yang saya dapat waktu booking dari Agoda), saya mendapatkan pengalaman menginap yang cukup menyenangkan. In-room amenities dan fasilitas umum bintang lima tentunya menjadi faktor yang membuat pengalaman saya berkesan. Selain itu, lokasinya juga memudahkan saya untuk pergi ke mana-mana. Kalau ada rencana liburan di Jakarta bersama keluarga, saya rasa Ascott Sudirman Jakarta bisa jadi pilihan hotel bintang lima di Jakarta yang tepat dengan harga yang relatif terjangkau di kelasnya.

Pros & Cons

๐Ÿ‘๐Ÿปย Pros

  • Lokasinya prima. Ke mana-mana deket. Untuk kunjungan bisnis atau liburan, hotel ini menawarkan akses yang mudah, baik ke area perkantoran maupun mal.
  • Dibandingkan dengan teman-teman sejawatnya, Ascott Sudirman Jakarta ini si bungsu dengan rate yang bisa dibilang lebih terjangkau.
  • Usianya masih baru. Jadi, berbagai furnitur dan perlengkapan unit ya masih baru juga. Desain kontemporernya cocok buat orang-orang yang punya preferensi ke arah modern.
  • Fasilitas umumnya lengkap, dari mulai kolam renang, gym, sauna, steam room, sampai gamesroom.
  • Ada Cubbies Kids’ Club buat anak-anak. Cocok lah kalau menginap sama anak kecil.
  • Samsung Soundbar dan entertainment box (iFlix) jadi fasilitas hiburan en suite yang mengasyikkan. Pas banget buat movie night bareng teman-teman.

๐Ÿ‘Ž๐Ÿปย Cons

  • Ukuran living area untuk unit Studio Premier dan One-Bedroom Premier nanggung. Luas nggak, sempit juga nggak.
  • Akses ke tower apartemen dari gerbang Ciputra World 2 lumayan jauh. Datang pakai mobil pun, alur lalu lintasnya agak “membingungkan”.
  • Beberapa area hotel masih belum selesai dibangun. Persentasenya mungkin 80% beres lah. Fungsional, tapi ya secara estetika kurang enak dipandang aja.
  • Kamar mandi di unit Studio Premier dan One-Bedroom Premier pakai double sliding door tanpa kunci. Privasi bisa jadi agak terancam kalau ada orang yang tiba-tiba buka pintu dan nyelonong masuk ke kamar mandi, tanpa ngetuk dulu.
Penilaian

Kenyamanan: ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜ถ
Desain: ๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†โšช๏ธ
Lokasi: ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿ˜ถ
Harga: ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ