Tag Archives: jw marriott

Review: JW Marriott Jakarta

Kawasan Mega Kuningan Jakarta, selain terkenal sebagai distrik bisnis juga ternyata gudangnya properti-properti mewah. Sejujurnya, salah satu goal saya untuk urusan review hotel adalah meninggalkan “jejak” di properti-properti yang ada di kawasan Mega Kuningan dan Jalan Dr. Satrio. Sebelumnya, saya sudah merasakan serunya menginap dan berenang di Ritz-Carlton Mega Kuningan dan asyiknya liburan Natal dengan teman dan kakak di Ascott Sudirman. Nah, di Desember 2020 kemarin (haduh lama banget ya ini jedanya, setahun lebih), saya menginap di salah satu properti milik Marriott Hotels, yang juga tetanggaan deket sama Ritz-Carlton. Pokoknya sih, dari jendela kamar saya di Ritz-Carlton dulu, bangunan hotel ini keliatan jelas banget. Maklum bangunannya badag!

review jw marriott jakarta

JW Marriott Jakarta adalah hotel bintang lima yang berlokasi di Jalan DR. Ide Anak Agung Gde Agung Kav. E.1.2 No 1&2, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Hotel ini bisa dibilang salah satu properti mewah Marriott yang pertama di Jakarta. Menurut CVENT, properti ini dibangun dan dibuka sejak tahun 2001. Ini artinya umurnya sudah 21 tahun di tahun 2022. Yang jelas sih, dari waktu saya SD hotel ini sudah ada. Bangunannya yang besar dan terbilang “melebar” (saya ngeliatnya seperti blazer cewek kalau dipasangi shoulder pad) jadi ciri khas properti ini. 

Bicara soal JW Marriott Jakarta, rasanya ingatan saya nggak lepas dari insiden di tahun 2003 dan 2009 akibat teroris. Pasalnya, hotel ini dua kali menjadi sasaran terorisme yang memakan banyak korban. Di tahun 2009, tetangganya, Ritz-Carlton pun malah ikut jadi sasaran pembomban dan walhasil, Manchester United pun gagal main di Jakarta. Sumpah gedeg banget saya dengarnya. Namun, saya sangat senang dan bangga karena JW Marriott Jakarta bisa kembali bangkit dan beroperasi hingga sekarang, dan jadi salah satu properti bintang lima yang populer di ibukota.

Menurut situs resminya, ada 317 kamar yang tersedia di hotel ini. Dari 317 kamar tersebut, 285 unit merupakan tipe kamar biasa, sementara 32 unit lainnya merupakan suite room. Pada dasarnya, ada enam tipe kamar di JW Marriott Jakarta: Deluxe Room (King atau Double), Executive Room, Governor Suite, Diplomat Suite, JW Marriott Suite, dan Presidential Suite. Luas kamar di hotel ini sendiri mulai dari 42 meter persegi untuk tipe terkecil. Tipe paling besar, Presidential Suite, hadir dengan luas 210 meter persegi. Untuk fasilitas, ada restoran, bar, gym, kolam renang, spa, ballroom, meeting room, hingga coffee shop. Oh! Ada juga outdoor kids’ corner yang, kalau saya nggak salah ingat, hanya digelar pas weekend. Ya, digelar karena waktu saya menginap selama tiga hari dua malam, di hari kedua itu si kids’ corner ini belum ada. And oh! Di JW Marriott Jakarta juga ada taman di dekat area kolam renang, serta musala. Ini sih dugaan saya ya. Karena hotel ini lokasinya di kawasan bisnis dan memang waktu saya menginap pun, banyak diadakan acara seperti rapat dan seminar, adanya musala sebagai fasilitas standalone (bukan satu boardroom yang dipakai sebagai musala) jadi hal yang perlu diapresiasi. Dan ukuran musalanya pun cukup luas, dengan segregasi area untuk pria dan wanita.

Waktu menginap, saya memesan kamar tipe Executive. Tipe ini pada dasarnya adalah tipe Deluxe, tapi dilengkapi akses ke executive lounge di lantai 29. Secara keseluruhan, pengalaman menginap saya bisa dibilang positif. Ada kendala yang saya temukan saat menginap, tetapi langkah yang diambil oleh pihak hotel sangat saya apresiasi. Dan juga, pihak hotel kasih saya pralines, cokelat, makaron, dan kue dua hari berturut-turut! Senangnya saya! Lengkapnya, review JW Marriott Jakarta dari saya ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Berdiri sejak tahun 2001, kalau saya lihat dari luar nih, eksterior hotel tampaknya nggak “kolot”. Dari segi desain, JW Marriott Jakarta masih bisa “mejeng kece” bersama gedung-gedung pencakar langit di kawasan Mega Kuningan. Namun, begitu masuk ke dalam hotel, dari area lobi saja saya bisa merasakan aura “lawas” pada interiornya. Well, nggak lawas as in lagu tahun 70-80an, tapi dari interiornya saya tahu pasti bahwa hotel ini bukanlah hotel baru. Interiornya mewah, tapi mewah khas tahun 90an akhir atau 2000an awal. 

Tipe Executive sendiri punya luas 42 meter persegi, seperti tipe Deluxe. Furniturnya tampak dated, tapi bukan sesuatu yang problematik. Sekali lagi, hotel ini dibangun di tahun 2001 dan tampaknya kalau pun ada renovasi, perubahan yang diterapkan tidak begitu drastis. Menempatkan diri di suasana tahun 2000an awal, saya bisa melihat bahwa desain interior yang diusung cukup mencerminkan kemewahan pada era tersebut. Desain kontemporer dengan sedikit bumbu Art-Deco dan minimalism tercermin dari interior kamar. Yang saya suka lagi adalah palet warna yang digunakan. Rona cokelat yang terang dan ke arah pasir seperti rose beige dan bisque (beberapa warna punya sentuhan oranye) diterapkan pada furnitur-furnitur. Dipadukan dengan pencahayaan yang cukup, suasana kamar jadi terasa hangat dan cozy di malam hari. Secara pribadi, inilah suasana yang saya suka. 

Penggunaan warna yang terang dan hangat memberikan kesan yang lebih luas juga pada kamar. Pasalnya, furnitur-furnitur yang ada saya rasa ukurannya cukup bulky (terutama si oversized armchair). Ditambah lagi jendela besar yang menghadap ke jalan, kamar jadi terasa lapang. Saya awalnya minta kamar yang jendelanya menghadap ke arah utara karena ingin lihat lebih banyak gedung-gedung, tapi view kawasan Mega Kuningan pun ternyata nggak begitu membosankan. Beberapa lukisan berbingkai emas dipasang di dinding untuk mempercantik ruangan. 

Kalau biasanya kita bisa menemukan lemari pakaian di vestibule atau hallway, di kamar lemari justru ada di area utama kamar, tepatnya di sisi kiri tempat tidur. Mungkin alasan penempatannya seperti adalah untuk mengisi kekosongan pada dinding supaya dinding nggak terkesan bare. Namun, entah kenapa karena saya terbiasa dengan closet atau lemari pakaian yang adanya di vestibule, ada perasaan belum terbiasa. Di dalam lemari pakaian, ada mini-fridge, setrika, ironing board, dan brankas. Soal gantungan sih, jangan ditanya. Ruang yang ada cukup besar. Oh, ya! Ada satu hal yang saya baru sadari waktu lihat-lihat dokumentasi. Lampu meja yang ada di sisi kiri dan kanan tempat tidur nggak sama! Justru, lampu yang saya rasa seharusnya berpasangan dengan lampu di sisi kiri tempat tidur malah ditempatkan di atas meja kerja. Ini kenapa bisa begini (hahaha). Selain itu, di atas nightstand juga masih ada panel kendali untuk menyalakan atau mematikan lampu dan mengaktifkan indikator “don’t disturb” atau “clean the room”—teknologi peninggalan modernitas di tahun 90an akhir dan 2000an awal. 

review jw marriott jakarta
Control panel-nya masih berfungsi lho!

Yang saya suka lagi adalah di bagian bawah jendela, ada semacam apa ya, platform? Intinya sih kalau mau duduk-duduk di samping jendela, dek atau platformnya itu cukup besar sehingga nyaman. Dibilang window seat juga sebetulnya bukan sih, tapi pas hari kedua, saya sempat malas-malasan di kamar sambil ngemil dan lihat pemandangan di luar, dan itu sambil duduk di samping jendela. Buat menggalau sih cocok lah, terutama ketika hujan. 

Kamar Mandi

Interior kamar mandi unit Executive di JW Marriott Jakarta sebetulnya masih mengusung desain yang selaras dengan interior utama kamar. Namun, warna-warna earthy yang lebih cerah dan hangat dipadukan dengan penggunaan marmer berwarna hitam pada wastafel, bingkai cermin, dan border lantai sehingga memberikan kesan elegan khas hotel mewah di tahun 90an akhir dan 2000an awal. Lagi-lagi saya harus menggunakan referensi tersebut karena, well, ya memang begitu. Dari segi desain, kamar mandi ini mengingatkan saya dengan desain kamar mandi di Aryaduta Bandung.

Ukuran kamar mandi cukup luas. Ditambah pencahayaan yang mumpuni dan cermin-cermin besar di salah satu sisi panjang dan lebar bathtub, kesan lapang mun makin tercipta. Shower dan bathtub dipasang terpisah, meskipun bersebelahan dan dibatasi oleh dinding kaca. Area shower sendiri cukup luas, meskipun tanpa rainfall head dan shower tangan. Katup air panas dan air dingin pun terpisah dari keran yang mengatur debit keluaran air. Kloset ada di samping wastafel dan dipisahkan dengan half wall yang membangun semacam privasi, meskipun buat saya jatuhnya “sudut merenung” ini jadi sedikit klaustrofobik. Sedikit, ya. Produk-produk mandi dan perawatan kulit yang tersedia datang dari lini Mandarin Tea, seperti produk yang saya temukan di Intercontinental Dago Pakar Bandung. Oh! Saya juga baru tahu informasi soal lini Mandarin Tea ini. Iseng-iseng saya googling dan menurut informasi dari PinterPoin, produk-produk Mandarin Tea ini diproduksi di Sidoarjo. Ini didukung oleh informasi dari Cek BPOM yang menunjukkan bahwa amenities dari lini Mandarin Tea diproduksi oleh Budi Jaya Amenities yang bermarkas di Sidoarjo. Oalah baru tahu saya! Wanginya enak 🥰

Bathroom amenities dan perlengkapan seperti hairdryer, razor, sisir, sikat gigi, dan lain-lain tersedia di kamar mandi. Selain itu, saya juga suka bathtub di kamar mandi ini karena dimensinya yang panjang, dan bahkan bisa dibilang lebih panjang dari ekspektasi. Soal maintenance, saya rasa ini perlu ditingkatkan oleh pihak hotel. Lantai di area shower sudah mulai menunjukkan tanda-tanda “penuaan” dan bekas kesiram air panas. Terlihat dari tampilan lantai yang mulai pudar dan menguning. Keran shower juga sempat rusak dan saya rasa cukup parah. Pasalnya, katup air panas dan air dinginnya rusak sehingga air yang keluar, meskipun saya udah putar katup full ke air dingin, tetap air panas, and it was freaking hot I could burn myself if I kept using the shower. Untuk menikmati air dengan suhu yang pas (hangat atau dingin), mau nggak mau saya harus mandi di bathtub. Agak merepotkan. Saya laporkan kendala tersebut ke pihak hotel dan meskipun awalnya saya kira saya harus nunggu cukup lama, ternyata reparasinya memakan waktu yang cukup singkat. Patut diapresiasi.

Fasilitas Hotel

Sailendra Restaurant

Reservasi saya di JW Marriott Jakarta sudah mencakup breakfast dan akses ke executive lounge di lantai 29. Namun untuk sarapan, saya beserta Kak Ami dan Pak Suneo lebih memilih makan di Sailendra Restaurant karena pilihan menunya lebih variatif. Pas Natal tahun 2019 sendiri, saya dan Pak Suneo sempat makan di sini dan buffet-nya memang ajib sih. Restoran ini berada di lantai lobi. Kalau begitu masuk ke hotel, restoran ini ada di sayap kiri bangunan.

Area restoran ini sangat luas dan punya beberapa section. Waktu sarapan, saya pilih tempat duduk yang lebih dekat ke station, biar gampang ngambil ini itu. Sailendra Restaurant hadir dengan desain interior kontemporer yang saya rasa lebih modern kalau dibandingkan dengan desain kamar dan lobi utama. Langit-langitnya yang tinggi bikin restoran ini makin terkesan megah dan lapang, dan ada area semi-basement (nggak bisa dibilang basemen juga sih) yang menurut saya jauh lebih luas, dengan langit-langit yang lebih tinggi (ya karena dia ketinggiannya lebih rendah dibandingkan area penerimaan restoran) dan jendela-jendela besar yang menghadap ke luar hotel. Rasanya seperti berkunjung ke restoran di kapal pesiar. 

Banyaknya station bisa dibilang berbanding lurus dengan pilihan menu yang disediakan. Saya sempat sarapan dengan udon karena bisa dibilang saya nggak pernah makan udon untuk sarapan. Menu-menu sarapan lain khas hotel seperti baked beans dan kawan-kawannya sudah jelas tersedia. Pilihan bakery yang disajikan pun variatif. Untuk teh, kopi, atau bahkan air tawar, nanti akan dibawakan oleh staf yang bertugas (termasuk ketika kita mau nambah, bisa minta tolong ke staf yang ada). 

Besarnya area restoran sangat bisa dipahami. Pasalnya, untung mengakomodasi tamu-tamu yang stay di seluruh 317 kamar di JW Marriott Jakarta, tentunya dibutuhkan ruang yang lebih besar. Ada beberapa area yang lebih privat dan dibatasi oleh panel-panel kaca. Di ruangan atau area privat ini juga dipajang botol-botol wine, mungkin untuk wine tasting ya. Oh! Berhubung saya menginap menjelang Natal, dekorasi-dekorasi khas Natal terlihat di area restoran. Ada juga semacam pohon Natal yang terbuat dari roti-roti jahe. Pas ngeliatnya, bawaannya gatel ingin nyomot satu. 

Executive Lounge

Seperti yang saya bilang sebelumnya, tipe Executive di JW Marriott Jakarta sebetulnya sama dengan tipe Deluxe, tapi sudah dilengkapi akses ke executive lounge yang ada di lantai 29. Dengan akses ke lounge ini, saya juga bisa menikmati sajian sarapan, high tea, dan evening cocktails. Saya awalnya nggak baca apa saja culinary offering dari lounge ini, dan sekitar jam satu siang, pergi ke lounge sama Kak Ami dengan ekspektasi makan siang di sana. Ternyata, nggak ada lunch di lounge dan karena kadung ke sana (dan malu juga kalau ngilang begitu aja), kami pun “terpaksa” pesan teh sambil ngobrol barang 15 menitan sebelum akhirnya makan siang di Lotte Shopping Avenue.

Executive lounge di properti ini bisa dibilang nggak begitu besar. Ukurannya mungkin hampir sebelas dua belas dengan executive lounge di Grand Hyatt Jakarta, meskipun dari segi bentuk atau dimensi sih, lounge di JW Marriott Jakarta terasa lebih luas dan lapang. Suasana elegan dan Christmas-y terasa dari interior lounge. Palet warna yang diterapkan ke interior kamar ikut diaplikasikan ke interior lounge. Namun, beberapa furnitur dan carpeting di lounge menggunakan warna yang lebih gelap. Bahkan, karpetnya sendiri berwarna merah Santa. Accidentally Christmas, I guess?

Sebuah koridor menuju toilet dan ruangan-ruangan employee-only membagi dua lounge menjadi dua area. Sisi selatan menawarkan view kawasan Mega Kuningan, sementara sisi utara menawarkan view Jalan Dr. Satrio dan gedung-gedung tinggi di kawasan Sudirman, dan menurut saya area ini jauh lebih seru sih kalau untuk lihat pemandangan sambil makan malam. Namun, station-station berada di sisi selatan lounge. Keputusan saya, Kak Ami, dan Pak Suneo untuk breakfast di Sailendra Restaurant tampaknya sudah sangat tepat. Pasalnya, station yang ada hanya dua, satu untuk makanan dan satu untuk minuman. Jadi, variasi menu yang dihadirkan pun jauh lebih terbatas.

Soal menu, buat saya sih decent. Culinary offering dari lounge memang dari segi variasi ya terbatas, tapi dari segi rasa sih enak-enak aja. Pilihan kue dan pastry-nya pun ya fine-fine aja. Minuman beralkohol bisa dinikmati pada jam evening cocktail, dan itu free flow. Sparkling wine cukup lah buat saya. Dan, oh! Saya suka banget sama kue cokelat dan chocolate mousse mereka! Saya nggak tahu dan nggak nanya nama kuenya apa, tapi itu kue cokelat dan enak banget. Chocolate mousee-nya jauh lebih enak! Di malam terakhir, saya nongkrong agak lama di lounge setelah makan malam buat baca buku. Ditemani beberapa gelas chocolate mousse, kue cokelat, dan sparkling wine, betah tuh saya sampai nggak kerasa beberapa bab terlewati. Saya sampai minta ke staf tolong dibawakan lagi mousse beberapa kali saking enaknya.

Ada satu hal lagi yang jadi catatan saya. Menurut saya, para staf di executive lounge memberikan pelayanan yang kurang personalized. Padahal, ekspektasi saya adalah saya bisa mendapatkan personalized service sesuai kebutuhan atau kondisi saya. Namun, jatuhnya saya amati semua tamu yang datang ke lounge mendapatkan pelayanan yang disamaratakan. Mungkin karena waktu itu lounge juga sedang ramai, tapi tetap saja ini jadi hal yang saya sayangkan sih. 

Blu Martini Bar & Lounge dan Asuka

Saat nulis review JW Marriott Jakarta ini, sejujurnya saya ngerasa ada yang kurang. Pasalnya, seperti halnya di beberapa review sebelumnya, saya nggak selalu menikmati fasilitas hotel secara maksimal. Untuk dining venue, misalnya, saya kadang hanya datang, foto-foto, dan beres, tanpa mencoba makanan atau minuman yang ditawarkan. But anyway, saya bertiga (dengan Kak Ami dan Pak Suneo) sempat lihat-lihat ke Blu Martini dan Asuka. Keduanya juga berada di lantai lobi. Namun untuk ke Blu Martini, harus turun dulu tangga. Bisa dibilang lokasinya Blu Martini ini di semi-basement

Lounge ini menurut saya cukup besar dan luas. Saya nggak masuk lebih dalam karena ternyata di area ujung, sedang ada acara. Jadi, batas saya hanyalah long bar dan area bilyar. Area mixology dipercantik oleh empat pilar yang dipasangi panel motif dan lampu neon yang berubah warna di dalamnya. Sebagai background, dipasang display raksasa berisi botol-botol liquor. Area mixology dan meja bar utamajuga jadi focal point di lounge ini. Saat lampu mulai masuk ke siklus warna ungu, pink, dan biru muda, saya langsung teringat sesuatu: Hotel del Luna! Bar di Hotel del Luna punya desain yang, meskipun nggak mirip, menggunakan palet warna yang sama untuk pencahayaannya. Jadi, ya, otomatis pikiran ini langsung teringat ke adegan Jang Man-wol dan Kim Shi-ik yang berantem di bar gegara urusan cocktail yang nggak enak. Blu Martini Bar & Lounge di JW Marriott Jakarta juga punya pool table buat yang suka main bilyar. 

Selepas dari Blu Martini, kami mampir ke Asuka karena ternyata si Pak Suneo sudah ke sana duluan buat ngobrol sama staf di sana dan beli Purin. Di Asuka, kami berkesempatan bertemu dengan Bu Yuli yang memberikan saya tur singkat (terima kasih banyak, Bu Yuli karena sudah mengizinkan saya ambil foto-foto Asuka). Sesuai namanya, sajian yang ditawarkan Asuka adalah hidangan Jepang. Di Asuka, kita juga bisa menikmati pengalaman omakase dining. Untuk yang belum tahu, omakase merupakan semacam konsep restoran atau sistem pemesanan makanan di mana kita mempersilakan chef untuk menentukan sendiri mau buat apa. Kasarnya sih, terserah lo deh. Dilansir dari situs resmi hotel, bahan-bahan bogabahari yang digunakan diimpor dari pasar ikan Toyoshu di Jepang. 

Soal interior, shades cokelat ala Sutei (istilah saya aja itu) digunakan untuk membangun suasana yang hangat dalam desain Jepang kontemporer. Area restoran cukup besar, meskipun saya nggak masuk-masuk sampai ke ujung karena terlalu asyik ngobrol dengan Bu Yuli dan Chef Nishiura Osamu. Yap betul! Kami berkesempatan bertemu dengan executive chef di Asuka, Chef Nishiura, and it was an honour for us (meskipun bahasa Jepang saya sangat sangat terbatas). Di area utama restoran, ada bar yang jadi spot seru untuk menikmati live cooking

Asuka juga punya beberapa ruang tatami yang lebih privat. Ruangan-ruangan ini cocok untuk ngumpul bareng keluarga atau mengadakan acara kecil seperti pesta ulang tahun atau semacamnya. Ada juga sudut-suduAsuka juga punya beberapa ruang tatami yang lebih privat. Ruangan-ruangan ini cocok untuk ngumpul bareng keluarga atau mengadakan acara kecil seperti pesta ulang tahun atau semacamnya. Ada juga sudut-sudut non-tatami (meja kursi biasa) yang terasa lebih privat karena tertutup atau tersegregasi dari area-area lain oleh panel-panel bergaya kontemporer. Di situs web hotel, ada beberapa offer yang ditawarkan, dan salah satunya adalah paket weekend okawari brunch yang diadakan setiap Sabtu dan Minggu dari jam 11.30 siang hingga jam 2.30 sore. Kalau saya ada kesempatan ke Jakarta, saya ingin coba ini.

Saya hampir lupa! Asuka juga menawarkan Purin, custard pudding khas Jepang. Saya lupa harganya berapa karena yang beli si Pak Suneo. Namun, dia beli dua varian. Teksturnya lembut dan manisnya nggak sampai bikin pusing! Kalau ingin pesan atau cari tahu lebih lanjut, bisa main ke Instagram-nya Asuka di sini.

Gym, Kolam Renang, dan Taman

JW Marriott Jakarta punya gym dan kolam renang sebagai fasilitas kebugaran utama. Ada juga spa dan area spa mencakup ruang ganti, kamar mandi/bilas, whirlpool, dan sauna. Sayangnya, sauna dan whirlpool belum bisa beroperasi karena pandemi. Namun, saya masih bisa menggunakan gym dan kolam renang untuk olahraga. Untuk gym sendiri, areanya cukup luas dan besar menurut saya. Peralatan yang tersedia pun variatif dan banyak. Oh, ya! Waktu saya menginap, saya harus reservasi slot dulu sebelum bisa pakai gym dan kolam renang. Seingat saya, slot waktu yang dikasih adalah satu jam. Kalau memang gym atau kolam renang sedang kosong dan kita masih mau olahraga, kita boleh lanjut. Cuman kalau sedang ramai, kita harus gantian dulu dengan orang lain yang ingin pakai slot waktu berikutnya. Banyaknya alat untuk setiap jenis peralatan membuat saya nggak perlu nunggu karena harus gantian dengan tamu lain. I had a good 20-minute exercise at the gym. Sebentar sih sebetulnya, tapi saya setelah lari di treadmill ingin berenang dan rencananya, besok paginya mau joging keliling Mega Kuningan (tapi nggak terlaksana because I’m not a morning person to be honest). Di gym juga ada staf yang bertugas jika sewaktu-waktu kita perlu bantuan atau ingin titip barang.

Kolam renang di hotel ini merupakan kolam outdoor dan punya bentuk yang menurut saya sih aneh. Posisinya yang mojok dan benar-benar mengikuti bentuk atau perimeter bangunan bikin bentuk kolam ini jadi, ya, itu, aneh kalau menurut saya. Di salah satu sisi kolam, terdapat barisan patung-patung itik (atau merpati ya?) yang dari mulutnya keluar air. Kolam dewasa memiliki kedalaman 1,2 meter. Kolam anak sendiri kedalamannya saya nggak ingat, tapi yang jelas nggak ada pemisah permanen antara kolam anak dan kolam dewasa. Jadi, buat yang bawa anak-anaknya berenang, tolong diawasi baik-baik, ya. Air kolam juga nggak dihangatkan. Saat cuaca panas, saya rasa menyegarkan sih untuk berenang di sini. Namun, karena saya berenang pas hari benar-benar gelap dan mau hujan, cuaca Jakarta jadi lebih dingin dan saya nggak kuat berenang lama-lama. Apalagi, waktu itu tamu yang berenang juga cukup banyak. I just didn’t like being around too many people

Di sekitar kolam, ada beberapa recliner dan kursi untuk para tamu. Namun, nggak ada parasol untuk meneduhi area duduk tersebut. Nggak jauh dari kolam renang, ada taman dan gazebo yang kelihatannya jadi rebutan para tamu yang ingin tempat teduh buat duduk atau bersantai. Taman tersebut nggak begitu besar, tapi well-maintained dan punya semacam jogging track, meskipun pendek. Saya bertiga sempat main ke taman tersebut sambil lihat-lihat, dan dari ujung taman, saya bisa lihat view area Mega Kuningan. Dari area kolam sendiri, kalau saya lihat ke arah atas, pemandangan yang terlihat bagus. Saya dikelilingi oleh bangunan-bangunan tinggi. By the way, pardon my finger di foto gazebo.

Fasilitas Lain

Sebetulnya, masih ada beberapa fasilitas lain seperti ballroom, meeting room, dan bahkan Chinese restaurant (Pearl) di hotel ini. Namun, karena nggak semua fasilitas saya kunjungi atau gunakan, saya nggak cantumkan di review JW Marriott Jakarta ini. Oh, ya! Untuk Pearl, restoran ini berada satu lantai di atas lantai lobi dan bisa diakses lewat lift atau grand staircase yang ada di dekat Sailendra Restaurant. 

Hanya saja, dua fasilitas lain yang saya sempat lihat langsung adalah musala dan kids’ corner. Musala di hotel ini berada satu lantai dengan area kolam renang dan gym. Ukurannya cukup luas. Area pria dan wanita juga dipisah. Mengingat hotel ini berada di kawasan bisnis dan sering menjadi tempat diadakan seminar atau pertemuan besar, adanya musala jadi fasilitas penunjang yang sangat berguna, terutama untuk para Muslim karena ini artinya penyelenggara acara nggak perlu mempersiapkan ruangan untuk disulap jadi musala dadakan. 

Di akhir pekan, di area kolam suka digelar kids’ corner. Saya berkesempatan lihat-lihat dan “nyebur” ke ball pit-nya. Mainan yang disediakan cukup beragam, dari kuda-kudaan, ball pit, sampai rumah-rumahan. Buat yang menginap bersama anak-anak, fasilitas yang satu ini bisa dicoba. Apalagi, kids’ corner ini juga dibuka di dekat kolam renang. Jadi, sebelum atau sesudah berenang, bisa main dulu di sini. 

Lokasi

Bicara soal lokasi, JW Marriott Jakarta berada di kawasan yang menurut saya strategis dari beberapa perspektif. Kalau dilihat dari sudut pandang pebisnis, misalnya, hotel ini berlokasi di kawasan bisnis dan perkantoran. Ke area perkantoran di Jalan Rasuna Said, deket. Ke kawasan SCBD, lumayan lah. Ke perkantoran di Jalan Sudirman, ya, lumayan juga sih. Intinya sih kalau menurut saya, nggak begitu repot untuk bepergian dari sini. Jalan Rasuna Said juga jadi salah satu “gudang”-nya embassy beberapa negara. Jadi, nggak heran ketika banyak tamu-tamu asing yang menginap di hotel ini.

Untuk jarak ke mal, sebetulnya mal terdekat dari hotel adalah Lotte Shopping Avenue dan Bellagio Boutique Mall. Jaraknya cukup dekat, cuman buat sebagian orang mungkin jaraknya terbilang jarak nanggung. Kalau jalan kaki, mungkin agak jauh. Kalau pakai taksi, mungkin terlalu dekat. Saya sendiri waktu menginap di sana dan makan siang ke Lotte, memang pakai Grab sih. Ya, kalau mau sekalian olahraga sih bisa jalan kaki aja. Nggak hanya Lotte Shopping Avenue, beberapa mal di Jalan Dr. Satrio seperti Kuningan City, Mal Ambassador, dan ITC Kuningan bisa jadi opsi alternatif. Nggak repot sih kalau untuk urusan belanja dan makan di luar hotel, menurut saya. Bahkan, pihak hotel pun menawarkan shuttle ke beberapa lokasi. Sayangnya waktu saya menginap, layanan ini lagi nggak aktif. 

Dari Stasiun Gambir, hotel ini berjarak kurang lebih 20 menit, tergantung kondisi lalu lintas (berdasarkan perkiraan saya sendiri ini). Saya sendiri waktu menginap, nggak ke Jakarta menggunakan kereta api. Jadi, saya nggak hitung atau amati jarak dari Stasiun Gambir ke hotel. Namun, kalau dipikir-pikir atau dipertimbangkan, jaraknya kurang lebih segitu sih. Stasiun MRT terdekat dari hotel adalah Stasiun MRT Bendungan Hilir. LRT Jakarta di Rasuna Said masih dalam pembangunan, tapi kalau sudah jadi, stasiun LRT terdekat dari hotel adalah stasiun yang ada di depan Pasar Festival atau Agro Plaza. 

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Review JW Marriott Jakarta yang saya tulis tentunya nggak lengkap tanpa testimoni saya mengenai kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak hotel. Selama menginap selama dua malam, buat saya sih secara keseluruhan kualitas pelayanan yang diberikan oleh hotel sudah bagus. Ada beberapa hal yang pada awalnya bikin saya kaget dan agak kesal, tetapi baik pihak hotel dan saya bisa sama-sama cari solusi yang tepat. 

Di sore hari pertama, saya, Kak Ami, dan Pak Suneo memutuskan untuk keliling-keliling hotel dan ambil foto beberapa fasilitas hotel. Saat keliling-keliling di area lobi, kami seperti diikuti oleh staf keamanan hotel. Bahkan waktu kami ke Blu Martini pun, staf di sana sempat tanya-tanya tujuan kami ke bawah itu untuk apa. Setelah saya jelaskan (dan saya juga bilang bahwa saya menginap), akhirnya kami diizinkan foto-foto area bar dan lihat-lihat. Saat itu, staf keamanan hotel masih mengawasi kami dari jauh. Pak Suneo yang ngerasa risi akhirnya ngomong ke pihak resepsionis. Setelah ngobrol, kami (terutama saya) jadi paham kenapa kami seperti diikuti atau diawasi ketat. Insiden terorisme yang terjadi dua kali di hotel bikin pihak hotel harus jauh lebih ketat dalam menjaga properti dan mengawasi siapa pun yang datang ke hotel, termasuk kami. Namun, staf resepsionis menginformasikan ke beberapa pihak di hotel bahwa kami mungkin akan datang dan lihat-lihat untuk foto-foto. Setelah itu, kami bisa lihat-lihat dan ambil dokumentasi untuk review ini dengan santai dan nyaman. 

review jw marriott jakarta

Waktu tiba di kamar, saya senang dan terharu saat mendapatkan sambutan hangat dari pihak hotel. Di kamar saya, sudah tersedia makaron dan kue, dan di jendela kamar saya pun digambari doodle selamat datang. Senang sekali rasanya saat tahu bahwa pihak hotel sejak awal sudah berusaha membuat saya merasa welcomed dan nyaman di JW Marriott Jakarta. Kebetulan saya pun menginap dua malam di sana. Kenyamanan tentunya jadi faktor yang penting karena kalau saya nggak nyaman dari awal, kemungkinan stay saya ke sananya nggak akan terasa enjoyable.

Ada kendala yang saya alami saat menginap. Di pagi hari kedua, saya nggak bisa pakai shower kamar mandi karena katup air panas air dinginnya rusak. Walhasil, air yang keluar hanya air panas dan itu benar-benar panas. Kalau mau pakai air dingin atau hangat, harus mandi di bathtub, tapi itu sangat nggak praktis menurut saya. Akhirnya, saya pun minta tolong teknisi untuk memperbaiki shower di kamar mandi saya. Ternyata, prosesnya nggak begitu lama dan sekitar jam 12 siang, saya udah bisa pakai shower lagi dengan air bersuhu sejuk. Pas saya kembali ke kamar (setelah makan siang di luar hotel), kamar saya sudah rapi dan di atas meja sudah ada kue dan ucapan terima kasih. Waktu saya telepon, katanya sih itu ucapan terima kasih karena saya suka upload foto-foto properti ke Instagram Story. Apa pun itu, saya apresiasi ucapan terima kasih dari pihak hotel (dan saya habisin kuenya he he he). 

Overall, soal kualitas pelayanan sih saya nggak ada keluhan. Memang kalau boleh jujur, saat saya berada di lounge dan restoran, tidak ada pelayanan yang super spesial atau gimana. Bisa dibilang ya sama rata lah dengan para tamu lain. Namun, pelayanan yang diberikan juga nggak buruk atau messy. Saat check-in dan check-out pun, prosesnya berjalan cukup lancar dan para staf yang bertugas cukup helpful. No objection

Kesimpulan

Kunjungan saya ke JW Marriott Jakarta melengkapi goal saya untuk menginap di dua properti Marriott di Mega Kuningan. Bagi saya, Ritz-Carlton dan JW Marriott ini seperti duo Miriam Forcible dan April Spink dari film Coraline atau The Barry Sisters, duo penyanyi Amerika Serikat keturunan Yahudi yang terkenal di tahun 1940an hingga 1970an. Karena usianya lebih tua daripada Ritz-Carlton, saya bisa melihat tanda-tanda usia tersebut, terutama dari interior hotel. Soal interior, gaya yang diusung adalah gaya kontemporer dengan palet warna earthy. Kalau dibandingkan dengan properti-properti di kelasnya, dari segi interior sih memang dated, tapi saya secara pribadi nggak keberatan. 

review jw marriott jakarta

Dengan luas 42 meter persegi, kamar tetap terasa luas dan lapang, terutama dengan langit-langit yang tinggi dan jendela besar, meskipun beberapa furnitur terkesan oversized dan “badag”. Ditambah lagi, palet warna yang cerah dan pencahayaan yang cukup membuat atmosfer ruangan terasa hangat dan nyaman, terutama di malam hari. Di bawah jendela pun, terdapat semacam dudukan yang membuat saya bisa menikmati pemandangan Jakarta di malam hari sambil ngemil atau ngeteh. Kamar mandi di kamar saya pun cukup besar, dan yang saya suka dengan bathtub-nya yang panjang. Meskipun sempat ada kendala dengan shower, masalah bisa terselesaikan dengan baik dan kamar mandi tetap bisa digunakan. 

Soal fasilitas, JW Marriott Jakarta menawarkan beragam pilihan, dari fasilitas MICE, kebugaran, sampai hiburan. Ada tiga restoran, satu bar, dan satu coffee/tea shop di hotel ini. Kalau menginap di beberapa tipe kamar, kita juga bisa dapat akses ke executive lounge yang menyajikan sarapan, high tea, dan evening cocktail. Menu sarapan yang disajikan di Sailendra Restaurant menurut saya sangat variatif, dan setiap harinya berganti-ganti. Pilihan menu yang disajikan di executive lounge memang terbatas, tetapi kalau prioritasnya adalah eksklusifitas, makan dan minum di lounge memang pilihan yang pas. Apalagi, pemandangan dari lounge juga bagus. Yang saya agak sayangkan, lounge tidak menggelar lunch. Namun, selain itu sih soal makan minum, saya hepi-hepi aja. 

Dari semua fasilitas kebugaran yang tersedia, saya hanya pakai gym dan kolam renang. Sayangnya, sauna dan whirlpool belum beroperasi. Padahal, saya membayangkan enaknya berendam di whirlpool setelah selesai berenang dan nge-gym. Namun, berendam di bathtub juga bisa membayar keinginan tersebut. Posisi dan bentuk kolam renang yang menurut saya “aneh” sebetulnya urusannya soal preferensi saya. 

Waktu menginap, saya book lewat aplikasi Marriott Bonvoy dan dapat rate yang cukup terjangkau untuk dua malam, yaitu 2,2 juta rupiah. Ini karena saya dapat special rate ulang tahun JW Marriott Jakarta yang hanya valid kalau saya menginap selama dua malam di weekday. Apalagi, saya juga dapat kamar tipe Executive yang dilengkapi sarapan dan akses ke executive lounge. Asyik nggak tuh? Terakhir saya cek, harga-harga properti-properti Marriott, terutama yang bintang lima di Jakarta jadi pada naik cukup signifikan. Hotel ini menyentuh angka dua jutaan terakhir kali saya cek (sekitar beberapa hari yang lalu dari tanggal upload tulisan ini). Dulu sih, rate untuk properti ini sempat ada di kisaran 1,3 atau 1,5 jutaan. Mungkin karena sekarang orang-orang sudah bisa liburan lagi kali ya? Entahlah. 

Untuk kalian yang cari properti yang lebih baru dengan desain interior yang lebih modern, hotel ini memang menawarkan opsi yang agak dated, meskipun dari aspek teknologi sih, teknologi-teknologi baru sudah tersedia. Namun, hotel ini menghadirkan kamar-kamar yang luas, dengan fasilitas komprehensif, kualitas pelayanan yang baik, pengalaman bersantap yang berkesan, dan lokasi yang sangat strategis. 

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Ukuran kamar cukup luas, dengan langit-langit yang tinggi dan jendela besar.
  • Bathtub di kamar mandi lebih panjang dari ekspektasi.
  • Lokasi strategis, dekat ke mana-mana, terutama kawasan perkantoran.
  • Menu breakfast sangat variatif.
  • As expected from a five-star hotel, fasilitas yang ditawarkan properti komprehensif, termasuk musala (ini saya nggak sangka-sangka sih sebetulnya, walaupun mungkin properti-properti lain juga banyak yang menyediakan musala, tapi saya nggak tahu).
  • Gym hotel cukup besar dengan banyak equipment.
  • Ini personal preference, tapi saya suka dengan desain interior barnya.

👎🏻 Cons

  • Bagi sebagian orang, desain interior kamar mungkin terkesan dated, tapi saya secara pribadi nggak masalah sih. Saya pernah bilang sebelumnya kalau hotel-hotel mewah di tahun 90an itu punya charm-nya tersendiri.
  • Pilihan menu di executive lounge jauh lebih terbatas (tapi entah kenapa, menurut saya terlalu terbatas jatuhnya meskipun saya suka dessert-nya).
  • Bentuk dan posisi kolam renangnya agak aneh buat saya.
  • Sempat ada kendala dengan shower. Menurut saya, ini perlu jadi catatan buat pihak hotel agar maintenance kamar lebih ditingkatkan.
  • Pelayanan di executive lounge terasa kurang personalized.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😶⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩⚪️
Harga: 💰💰💰💰💰