Tag Archives: Jakarta

Review: Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta

Sekarang sudah masuk bulan April dan ini artinya sebentar lagi ulang tahun saya. Tahun ini sepertinya akan jadi ulang tahun yang berat karena di tengah wabah COVID-19 yang sepertinya bukannya mereda, malah tambah memburuk, ada kemungkinan saya masih nggak bisa ke mana-mana saat ulang tahun nanti di bulan Mei. Ya, harapannya sih, wabahnya bisa segera terkendali dan jangan ada case baru (which sounds unlikely, ya). Ya, setidaknya semoga sudah ada obatnya dan bisa segera digunakan deh.

Ngomongin soal ulang tahun, saya mau throwback nih ke ulang tahun saya di tahun 2019. Nah, tahun kemarin itu perayaannya bisa dibilang cukup seru dan banyak hotel hopping. Walaupun agak repot karena harus pindah dari satu hotel ke hotel lain, secara keseluruhan sih pengalaman liburan dan ulang tahunnya sangat berkesan. Pada momen itu, saya stay di tiga hotel, dan salah satunya adalah The Mayflower Jakarta – Marriott Executive Apartments, properti yang udah saya review sebelumnya. Untuk properti yang pertama, saya rahasiakan dulu deh soalnya review-nya belum saya tulis. Nah, setelah dari Mayflower, saya pindah ke hotel baru yang berada di kawasan Mega Kuningan. Sebetulnya, nginep di sini itu terbilang tidak direncanakan. Awalnya, saya kepikiran untuk stay dua malam di Mayflower, tapi saat itu entah kenapa saya malah browsing pilihan hotel lain dan pilihan saya jatuh ke hotel ini.

0
Fasad Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Foto milik pihak manajemen hotel.

Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta adalah hotel bintang 5 yang berlokasi di Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung, Kav. E.11, No. 1, Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Hotel mewah di Jakarta ini adalah salah satu properti yang terkenal. Letaknya berseberangan dengan JW Marriott Jakarta. Sebenarnya, di daerah Kuningan sendiri ada 3 properti Marriott, JW Marriott Jakarta, Ritz-Carlton Mega Kuningan, dan The Westin Jakarta. Dari segi umur, JW Marriott Jakarta ini yang paling tua. Sebetulnya, Jakarta punya dua Ritz-Carlton. Satu lagi ada di SCBD, satu bangunan dengan Pacific Place dan umurnya lebih muda.

Ngobrolin soal hotelnya dulu secara keseluruhan, untuk member Marriott Bonvoy, hotel ini masuk ke kategori 5, satu level dengan adiknya yang di SCBD. Soal fasad, ini salah satu aspek yang saya suka dari hotel ini. Kalau kalian pernah atau sering ke kawasan ini, pasti tahu kalau Jalan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung ini melingkar. Nah, bangunan Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menempati seperempat lingkaran itu. Karena mengikuti bentuk bangunan, fasad terluarnya ikut dibentuk melingkar, mirip Koloseum. Fasad hotel tampil majestic dalam balutan warna putih dan pilar-pilar bergaya Doric. Berdasarkan info dari halaman Wikipedia-nya, hotel ini dibuka pada tahun 2005. Berarti umurnya udah 15 tahunan. Ritz-Carlton Jakarta juga punya beberapa rekor lain sebetulnya. Daftar gedung tertinggi di Jakarta dari Wikipedia menunjukkan hingga tanggal ini nih (5 April 2020), kedua menara Ritz-Carlton menempati posisi ke-29 sebagai gedung tertinggi di Jakarta dengan tinggi 212 meter. Selain itu, dilansir dari situs resmi hotel, Ritz-Carlton Mega Kuningan  menawarkan kamar hotel terbesar di Jakarta. Sounds braggadocious? Nanti saya jelasin di paragraf berikutnya.

Kalau menyebut nama Ritz-Carlton, saya kayaknya nggak bisa hapus asosiasi hotel ini dengan tragedi di tahun 2009. Hotel ini menjadi salah satu target pemboman teroris. Selain Ritz-Carlton, JW Marriott Jakarta juga jadi target pemboman pada hari yang sama. JW Marriott sendiri udah dua kali kena bom, dengan pemboman pertama itu pada tahun 2003. Jahat banget teroris tuh. Dua minggu setelah kejadian, hotel kembali dibuka dan beroperasi seperti biasa.

Oke, kembali ke review. Saya baca brosur lengkap hotel (bisa di-download di sini) untuk pelajari lebih lanjut tentang hotel ini. Sebetulnya, saya udah baca brosurnya dari lama, tapi ya saya baca-baca lagi takutnya salah informasi. Ada 296 kamar dan 37 suite room di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Untuk tipe kamar sendiri, ada tujuh tipe kamar, dengan tipe terkecil adalah Grand Room dan tipe terbesar adalah Presidential Suite. Untuk tipe Grand Room sendiri ada dua opsi, tipe biasa dan Grand Club. Nah, tipe-tipe lainnya udah mencakup akses ke exclusive Club Lounge. Sebelumnya, saya bilang kalau hotel ini mengklaim sebagai hotel yang menawarkan kamar dengan luas terbesar di Jakarta. Saya coba riset beberapa hotel bintang 5 di Jakarta dan membandingkan ukuran kamarnya. Untuk Four Seasons Jakarta (kebetulan saya udah pernah nginep di sana), ukuran kamar yang paling kecil adalah 62 meter persegi dan tipe paling besar adalah 330 meter persegi (info dari situs resmi hotel). Untuk Raffles Jakarta, tipe Signature Room punya luas 60 meter persegi dan tipe Raffles Suite punya luas 390 meter persegi. Nah, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menawarkan tipe Grand Room dengan luas 63 meter persegi, cuman beda 1 meter persegi aja sama Executive/Deluxe Suite-nya Four Seasons Jakarta. Tipe terluasnya adalah Presidential Suite dengan luas 401 meter persegi. Namun, The Duke Suite-nya Mulia Jakarta hadir dengan luas 650 meter persegi. Jadi, kalau dibilang yang paling besar sih, sebetulnya nggak. Hanya saja, luas yang ditawarkan tetap signifikan (a 401-square meter space is really big, lor). Kalau yang dibandingkan adalah kamar terkecil, Ritz-Carlton Mega Kuningan masih kalah dengan adiknya yang di SCBD karena Ritz-Carlton Pacific Place menawarkan tipe Deluxe Grand Room dengan luas 72 meter persegi. Pretty spacious, isn’t it?

Untuk fasilitas, hotel ini hadir dengan beragam amenities berkelas seperti gym, kolam renang, spa, grand ballroom, meeting room, executive club lounge, dua restoran, kids’ club, jogging track, dan yang terbaru adalah Ozone Bar & Karaoke. Waktu berkunjung, saya pesan Mayfair Suite, tipe terbesar keempat di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Pengalamannya mengesankan, and I really had a good time with my friends. Ulasan lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

As expected from a luxury hotel, ukuran jadi satu hal yang ditonjolkan. Tipe Mayfair Suite di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta punya luas 110 meter persegi. Pemilihan tipe ini sebetulnya karena saya juga ingin punya living area terpisah untuk menyambut teman-teman yang datang. Jadi, di tipe ini ada living area, powder room, kamar tidur utama, walk-in closet, dan master bathroom. Dengan luas 110 meter persegi dan lima ruangan terpisah, setiap ruang punya ukuran yang cukup luas, terutama powder room-nya yang menurut saya sih way too big, terutama dengan bentuk yang memanjang. But I think that’s one of the perks of enjoying the luxury.

Secara keseluruhan, interior suite room mengusung desain kontemporer. Kalau saya perhatikan, untuk ukuran hotel yang dibangun di tahun 2005 (dan selama belum ada perubahan pada interior kamar), desain yang diusung sudah cukup modern dan belum obsolete. Menurut saya secara pribadi, salah satu risiko penerapan desain kontemporer adalah seberapa cepat desain dianggap obsolete. Begitu masuk, saya disambut dengan living area yang luasnya hampir sama dengan luas master bedroom. Dengan space yang besar, penggunaan oversized furniture items masih nggak bikin ruangan terasa sempit. Pada kenyataannya, ruangan justru terasa sangat lapang dan ke arah kosong, terutama di sisi-sisi belakang armchair. Ada sofa untuk tiga bahkan empat orang, dan satu armchair besar. LED TV sebesar 55 inci dipasang pada dinding dan di bawahnya ada kabinet yang cukup besar. Di salah satu sudut, ada area kerja dengan meja yang cukup besar. Jendela-jendela di living area dengan tinggi hampir selangit-langit menawarkan view Jalan Dr. Satrio dan Rasuna Said.

IMG_20190616_171318
IMG_20190616_171339
IMG_20190616_171759
View dari living area

Di living area ini, saya dan teman-teman merayakan ulang tahun saya sambil ngemil, ngobrol, dan main game. Dengan ukuran yang luas, sebenernya area ini bisa menampung tamu, mungkin sampai 7 atau 8 orang (kalau kursi kurang, bisa pakai kursi kerja atau ambil kursi dari master bedroom). Di dekat pintu keluar, ada powder room. Ini artinya teman-teman saya bisa pakai kamar mandi di situ, tanpa harus masuk ke area master bedroom. Privasi masih terjaga lah. Nah, si powder room ini sendiri bentuknya memanjang dengan satu bathroom counter yang besar dengan counter top berbahan marble.

IMG_20190616_171409
IMG_20190616_171403
Powder room

Beralih ke master bedroom, untuk tipe Mayfair Suite di Ritz-Carlton Jakarta, sebetulnya kamar tidur utamanya sih mirip dengan tipe Grand Room. Ya, anggaplah tipe Grand Room ditambah living area terpisah dan powder room tambahan. Desain interiornya masih sama dengan interior living area. Di sini, ada satu sofa (dengan ukuran yang lebih kecil) dan coffee table, tempat tidur king-size, LED TV 55 inci, dan satu oversized armchair di dekat jendela. Nah, kali ini jendelanya menghadap ke arah JW Marriott Jakarta. Adanya TV di master bedroom juga jadi penolong, in case nih temen sekamarmu pengen nonton channel apa, tapi kamu pengen nonton channel yang lain. Eh, saya hampir lupa! Untuk palet warna sendiri, tipe Mayfair Suite mengusung warna-warna earthy, dengan dinding berwarna krem ke arah beige. Pencahayaan ruangan ke arah dim sebetulnya, tetapi membangun kesan mewah. Ranjang yang digunakan adalah two-poster bed. Nah, kalau biasanya ranjang dengan post atau tiang ini biasanya punya tiang di keempat sisinya, di sini tiang hanya ada di bagian headboard. Di atas tempat tidur sendiri, ada dua lukisan sebagai dekorasi ruangan. Secara keseluruhan, ruangan nggak terkesan kosong karena ada lebih banyak furnitur di sini. Waktu ke sini, ada empat orang yang ikut nginap. Karena kasur cukup besar, king bed bisa memuat tiga orang (kebetulan badannya pada kecil). Sementara itu, teman saya yang satu lagi tidur di sofa. In fact, keesokan harinya setelah berenang, saya sempet tidur siang dulu di sofa living area dan tidurnya pun nyaman. So, parah-parahnya sih kalau memang harus “keroyokan” banget tidur di satu unit, tipe Mayfair Suite ini bisa menampung 5 orang: 3 orang di kasur, 1 orang di sofa master bedroom, dan 1 orang di sofa living area. Kalau memang nggak mau tidur di sofa, rollover bed pun bisa dipesan dari hotel (dengan biaya tambahan). Saya rasa tipe ini cocok buat keluarga kecil yang punya 2 atau 3 anak.

IMG_20190616_171653
IMG_20190616_171658
IMG_20190616_171710
IMG_20190616_171423
IMG_20190616_175326

Oh, ya! Sebelum masuk ke master bedroom, ada semacam nook dengan counter yang memuat kulkas, coffee/tea maker, beragam pilihan kopi dan teh, dan dua piece cokelat. Yang satu milk chocolate, yang satu lagi dark chocolate. I LOVED BOTH OF THEM! Cokelat yang ini gratis, ya, tapi kalau minuman dan makanan yang ada di kulkas, dan wine yang tersedia sih harus bayar lagi. Nah di samping kiri area ini, baru ada walk-in closet. Ukuran ruangannya nggak begitu luas memang, tapi ukuran closet-nya sih cukup besar. Di sini juga ada ironing board dan setrika. Walk-in closet ini juga punya akses langsung ke master bath.

Kamar Mandi

Kamar mandi tipe Mayfair Suite di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menawarkan space yang besar. Ada area shower yang cukup besar, bathtub, dan his-and-hers sink. Untuk bathtub, posisinya ada di samping jendela besar yang menghadap ke JW Marriott Jakarta. Nah, di depan jendela ini sendiri ada semacam tembokan. Jadi, kalau badannya kurang tinggi atau duduknya kurang tegak, saya rasa nggak akan bisa berendam sambil lihat view (dan juga, view-nya cuman hotel tetangga so, yeah, not a really special thing). Nah, bathtub ini ternyata lebih besar dari dugaan saya. Ketika berendam, ternyata bathtub cukup dalam. Interior kamar mandi didominasi oleh marmer palet monokrom. Cukup mewah.

IMG_20190616_171630
IMG_20190616_171513

Hadirnya his-and-hers sink bikin tamu bisa pakai wastafel masing-masing. Cermin besar yang dipajang dipercantik dengan frame warna emas dan sepasang wall lamp bergaya modern classic. Produk mandi yang tersedia di Ritz-Carlton Jakarta adalah produk-produk line Purple Water dari Asprey, brand asal London. Aromanya nggak intense, cuman buat saya sih nggak begitu unik karena sepertinya pernah cium aroma serupa di tempat lain. Selain itu, di kamar mandi juga tersedia hair dryer, emery board (alat buat menghaluskan ujung kuku setelah digunting), korek kuping, dan perlengkapan pribadi lainnya.

IMG_20190616_171456
IMG_20190616_171448

Untuk area shower, ruang yang ada cukup luas. Di sini nggak ada rainshower, tapi ada shower permanen dan hand shower. Produk mandi yang ditawarkan masih dari Asprey. Untuk kloset, saya kurang suka posisinya karena di sampingnya, ada pintu geser menuju walk-in closet. Pintu ini memang ada kuncinya, cuman kalau sewaktu-waktu lupa kunci dan ada orang yang buka pintu sementara kita lagi do our business, kayaknya bakalan awkward banget.

Fasilitas Umum

Bicara soal fasilitas umum, ada banyak opsi yang tersedia di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Di sini ada dua restoran, kolam renang, gym, spa, sauna, steam room, whirlpool, grand ballroom, meeting room, dan banyak lagi. Untuk tamu yang menempati kamar-kamar dengan akses Club Lounge, di lounge juga ada beberapa fasilitas tambahan. Yang paling baru, hotel ini punya Ozone Karaoke & Bar yang dibuka beberapa bulan setelah saya berkunjung. Jadi, ya saya nggak sempat ke sana. Saya mau bahas dulu dari fasilitas yang paling saya suka, Club Lounge.

Club Lounge

Berada di lantai 26, Club Lounge Ritz-Carlton Jakarta bisa dibilang salah satu executive lounge terbesar di Jakarta. Lounge ini bahkan punya extension di lantai 25 yang biasanya digunakan untuk tamu-tamu yang bawa anak-anak. Kalau mau ke sini, tamu wajib pakai sepatu dan pakaian berkerah (smart casual). Oh, ya. Pakai celana pendek juga nggak boleh. Waktu saya menginap, saya lihat satu tamu (orang asing) yang, karena dia pakai tank top, dia cuman “stuck” di reception dan ngobrol sama staf. Saya check-in di sini by the way.

IMG_20190617_103908

Club Lounge terasa makin lapang karena area-area utamanya nggak dipisahkan oleh tembok (ya, ada pilar atau tembok, tapi bukan tembok yang memanjang). Para tamu dengan akses ke executive lounge bisa sarapan di sini, menikmati camilan dan afternoon tea, dan pakai meeting room secara gratis selama 2 jam. Untuk benefit lengkapnya, bisa dibaca di sini. Yang jelas sih, menurut saya kalau memang dananya ada, coba pilih kamar dengan akses ke executive lounge ini karena it really is worth your money! Buat yang sering laper, daripada harus pesan makanan lagi dari luar, cukup ke sini aja. Pas sore, ada juga free flow wine dan beer.

IMG_20190616_165618
IMG_20190616_165637

Dining area utama berada nggak jauh dari reception area. Area ini cukup luas dan tampil hangat dalam balutan didning warna krem/beige, lantai karpet berwarna merah dengan motif keemasan, dan furnitur bergaya kontemporer. Secara keseluruhan, interior Club Lounge mengingatkan saya dengan interior ruang-ruang publik di RMS Queen Mary 2. Ada beberapa meja yang ditempatkan di sebelah jendela. Jadi, kalau ingin makan sambil liat view, pilih aja meja-meja ini. Area buffet ada di ujung dining area dan bicara soal ukuran, luasnya sih memang nggak seberapa kalau dibandingkan restoran-restoran utama di lantai lobi. Namun, saya suka karena selain tempat yang jauh lebih tenang, para staf yang bertugas juga memberikan personalized service. Soal service, nanti saya bahas di segmen khusus, ya.

IMG_20190617_082502

Oh, ya! Untuk menu sarapan, memang pilihan yang tersedia nggak sevariatif menu sarapan di Asia Restaurant. Namun, ya, untuk level executive lounge sih, menu yang ditawarkan sudah decent. Waktu sarapan, saya nggak banyak makan karena saat itu kondisinya masih nggak enak badan. Saya hanya ambil hashbrown potato dan sushi. Saya minta staf untuk buatkan scrambled egg. Untuk minuman, staf lounge berinisiatif kasih saya ginger tea. I really appreciated her gesture.

Beralih ke bagian lounge yang lain (kayaknya ini di sisi utara). Area ini bisa dibilang area perpustakaan yang lebih tenang. Di sini, ada banyak set sofa, kursi lengan, dan meja. Ada juga beberapa lemari yang memuat koleksi-koleksi buku. Di salah satu sisi ruangan, ada LED TV. Karena posisinya berada di ujung dining hall utama, area ini cocok banget buat baca buku atau ngobrol yang lebih serius bareng temen atau keluarga.  Ada satu hal yang menarik perhatian saya. Di tengah-tengah ruangan, ada end table dengan set papan catur di atasnya. Yang lebih unik adalah pion-pionnya terbuat dari kayu dan diukir dengan gaya ukiran khas Bali. Saya jadi ingat di rumah pun ada set catur seperti ini (dan skema warnanya mirip). Cuman, saya lupa wo baba simpan di mana, ya. Untuk pustaka bacaan, buku-buku yang tersedia beragam dari segi genre dan tahun keluaran. Bahkan, ada beberapa buku bahasa asing yang saya lihat di sini (saya nemu buku bahasa Jerman kalau nggak salah ingat). Sebetulnya, di area ini ada banyak lagi seating area yang lebih tersembunyi di antara dinding-dinding. I got to say it feels like a maze.

IMG_20190616_165749
IMG_20190617_092208
IMG_20190616_165725

Setelah sarapan, staf lounge menawarkan saya untuk coba fasilitas lain yang ada. Salah satunya adalah game room yang berada satu hallway dengan business center. Di game room ini ada meja bilyar dan televisi. Sementara untuk business room, ada beberapa komputer dan set meja kursi. Oh, ya! Ada juga mesin fotokopi. Masih di hallway yang sama, ada beberapa meeting room yang bisa digunakan tamu secara gratis selama dua jam per hari.

IMG_20190616_165806
Game room
IMG_20190617_092729
Game room
IMG_20190617_092820
Business center
IMG_20190617_092829
Business center
IMG_20190617_092841
Business center

Waktu saya berkunjung, kondisi ruangan-ruangan ini kosong. Memang pada saat itu, tamu yang datang ke Club Lounge juga nggak banyak. Jumlahnya bisa dihitung pakai jari. Momen itu saya manfaatkan akhirnya untuk lihat-lihat fasilitas yang ada dan foto-foto properti. Oh, ya! Hampir lupa, ‘kan! Di dekat dining hall utama, ada tangga panjang menuju lantai 25. Di lantai ini, ada satu area yang merupakan extension dari Club Lounge. Di lantai 25 sendiri, kamar-kamar yang ada merupakan tipe kamar dengan akses ke executive lounge. Di area ini, furnitur yang ada nggak banyak. Jadi, areanya luas banget (kayaknya sih kalau anak-anak bakalan senang lari-larian di sini). Ada beberapa set sofa dan meja, lemari besar, dan beberapa dekorasi lainnya. Langit-langit area ini setinggi dua lantai dan untuk pencahayaan, ada jendela-jendela setinggi dua lantai di salah satu sisinya. Di sini juga ada beberapa pot bambu setinggi dua lantai.

IMG_20190617_093158
IMG_20190617_093225
IMG_20190617_093407

Kolam Renang

Lantai 5 Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta bisa dibilang jadi pusatnya sebagian besar fasilitas hotel. Nah, salah satu fasilitas yang ada di lantai ini adalah kolam renang. Untuk mencapai kolam renang ini, tamu akan melewati semacam courtyard dengan air mancur cantik. Saya sempat sore-sore ke sini dan area taman ini rasanya romantis banget, apalagi pas golden hour matahari mulai terbenam. Saya sih menyebut area ini sebagai secret garden.

IMG_20190617_095840
IMG_20190616_173924

Untuk menuju kolam renang, tamu bisa mengikuti pathway atau nyelip ke lorong kecil menuju gym. Bicara soal kolam renang, ukurannya besar dan cukup panjang untuk bolak-balik satu lap. Area kolam dihiasi tanaman-tanaman tropis. Di salah satu sudut kolam, ada ring basket. Outdoor lounge chair dan parasol ditempatkan berjajar di salah satu sisi kolam yang menghadap ke area kebun. Bangunan di belakang barisan lounge chair ini adalah gym hotel. Sayangnya, saya nggak sempat masuk ke dalamnya dan olahraga karena masih nggak enak badan (tapi saya malah berenang. Nah loh!). Oh, ya. Bisa dilihat di gambar di bawah ini, di area kebun, ada sepasang tembokan dengan air mancur. Sepasang tembokan itu sebetulnya merupakan “gapura” menuju secret pool. Saya nggak sempat foto secret pool-nya, tapi itu menurut saya area kolam yang cukup romantis. Posisinya juga teduh dan tersembunyi, but it doesn’t mean it’s a shady place, ya (pun intended).

IMG_20190617_095942
IMG_20190617_095948
IMG_20190617_095954
IMG_20190617_100903

Di area kolam Ritz-Carlton Jakarta juga ada tiga gazebo untuk bersantai. Kadang-kadang gazebo ini dipakai untuk customer spa. Jadi, di sini tamu bisa dipijat. Area kolam renang ini juga dikelilingi oleh jogging track. Sebetulnya, secara pribadi sih, kayaknya saya akan lebih senang jogging keliling Mega Kuningan. Setelah berenang, saya dan teman-teman niatnya ingin santai di whirlpool, tetapi sayangnya saat itu area whirlpool, sauna, dan steam room sedang dalam renovasi. Namun, staf yang bertugas mengarahkan kami ke ruang ganti yang ternyata merupakan bagian dari spa hotel.

IMG_20190617_111405

Sebelum masuk ke loker, area ruang ganti, dan shower, saya harus melewati atrium yang cukup mewah dengan pencahayaan yang redup. Awalnya, saya sempat ragu karena takut tersesat. Thank God, saya berada di jalan yang benar. Ada empat shower di sini dan untungnya, saat itu hanya ada satu pengunjung lagi. Jadi, ya pas lah saya bertiga dengan teman-teman dan satu pengunjung lain. Kami tidak perlu berebut atau menunggu giliran pakai shower. Di ujung area ini, ada whirlpool dan (sepertinya) cold plunge pool, serta sauna dan steam room. Semuanya belum bisa dipakai karena dalam renovasi.

IMG_20190617_111238
IMG_20190617_111248
IMG_20190617_111301

Untuk area loker, lemari-lemari yang ada cukup banyak. Vanity table ada di sisi ruangan yang lain, lengkap dengan produk-produk perawatan pribadi seperti hair tonic, hairspray, korek kuping, body lotion, dan hair dryer. Kalau ingin pinjam handuk, kita bisa pinjam ke petugas yang ada di meja reception sebelum masuk ke area wastafel.

IMG_20190617_111213
IMG_20190617_111224

Nah, setelah selesai mandi dan ganti baju, saya dan teman-teman sempat nyantai dulu di ruang santai yang berada di dekat area loker. Di ruang santai ini, ada set kursi dan meja kopi, televisi, dan sepasang recliner. Ruangan ini punya jendela setinggi langit-langit yang menghadap ke arah taman kecil di luar. Setelah berenang, sebetulnya saya ngantuk banget dan tadinya ingin tiduran sebentar di recliner. Ujung-ujungnya, saya malah tidur siang di sofa living area kamar.

IMG_20190617_111348
IMG_20190617_111355

Asia Restaurant

Seperti yang sudah saya bilang, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta punya dua restoran. Restoran yang dibuka untuk sarapan adalah Asia Restaurant. Kalau dari lobi, restoran ini berada di sayap kanan gedung. Saat saya berkunjung, waktu itu masih jam breakfast dan restoran cukup ramai (dan banyak anak-anak lari-lari ke sana kemari).

IMG_20190617_095435
IMG_20190617_095026
IMG_20190617_094809

Menu-menu yang disajikan sangat beragam, dari sajian Indonesia sampai internasional seperti Tiongkok dan India. Ada juga beberapa station untuk sajian Jepang dan Korea. Asia Restaurant mengusung konsep open kitchen. Jadi, waktu saya ke sana, saya juga bisa lihat para chef dan stafnya yang lagi memasak. Karena sudah sarapan di Club Lounge, saya nggak sarapan lagi di sini, meskipun memang menu-menu sarapan pada hari itu keliatannya menggoda selera. Dining hall utama di Asia Restaurant cukup luas. Set meja dan kursi makannya pun berbeda-beda jenisnya. Ada meja yang pakai empat kursi, ada juga yang pakai club chair melingkar. Interior restoran mengusung desain modern dan tampak mewah dengan penggunaan kisi-kisi berbahan logam berwarna platinum ash dengan kaca bertekstur. Sisi restoran yang dekat dengan jendela jadi area yang paling saya suka. Dengan kisi-kisi logam dan set meja dan kursi makan dengan skema warna hitam dan ash, area ini tampak paling stylish. Menurut saya, kisi-kisi logam ini juga merupakan modern rendition dari kisi-kisi khas Tionghoa yang biasanya dibuat dari kayu dan berwarna cokelat.

IMG_20190617_095214
IMG_20190617_095207

Asia Restaurant juga punya area yang lebih tertutup dan biasanya dipakai untuk acara-acara seperti pertemuan, seminar, rapat, atau semacamnya. Area ini tampil cantik dengan palet monokromatik plus redwood. Kisi-kisi logam juga masih terpasang di sana sini. Dinding pada salah satu sisi restoran dipasangi cermin yang tidak hanya memberikan efek luas, tetapi juga mewah.

Lobo Italian Bistro

Restoran kedua yang ada di Ritz-Carlton Jakarta adalah Lobo Italian Bistro. Posisinya berada di sisi kiri lobi. Menjelang masuk ke restoran, tamu bisa lihat pilihan wine yang dipajang.

IMG_20190616_215843

Bicara soal luas, Lobo nggak kalah besar dengan Asia Restaurant. Dari segi interior, desainnya lebih Eropa dibandingkan Asia. Secara pribadi sih, saya lebih suka desain interiornya Asia yang mencerminkan modern rendition dari desain-desain Asia, terutama dengan warna-warna earthy dan metal. Namun, ya, sesuai restorannya, wajar kalau desain yang lebih Eropa diterapkan di Lobo. Saya berkunjung ke sini malam-malam setelah makan bareng teman-teman. Jadi, kunjungan ke sini hanya untuk foto-foto properti. Namun, untuk menu, Lobo menyajikan beragam sajian Italia, termasuk piza dan pasta. Lobo sendiri suka ngadain promo menarik yang diunggah di Instagram resmi Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Waktu itu, saya lihat ada promo pizza dan bir. Ya, lumayan lah buat ngajak nongkrong teman. Untuk informasi lebih lanjut, coba follow dan pantengin Instagram-nya Ritz-Carlton Jakarta, ya!

IMG_20190616_215853
IMG_20190616_215907
IMG_20190616_220028

Bahas soal interior lagi. Meja-meja ditempatkan dalam jarak yang cukup besar. Kesan lapang jelas terlihat di sini, terutama karena jumlah furniturnya nggak sebanyak meja kursi di Asia Restaurant. Mengusung desain modern classic, palet merah, putih, krem, dan emas mendominasi interior restoran. Beberapa pohon artifisial ditempatkan di titik-titik tertentu. Di ujung main hall, terdapat bar dan grand piano.

IMG_20190616_215917
IMG_20190616_220009

Sebelumnya, saya sempat bilang bahwa sebelum masuk, kita bisa lihat beragam pilihan wine yang tersedia. Lobo Italian Bistro memang punya wine cellar. Kalau untuk promo wine sih saya nggak ingat, cuman yang saya ingat itu mereka pernah adakan promo beer dan piza, tapi kayaknya sih promo wine pun ada. Well, you’d better ask the staff . Restoran ini juga sebetulnya punya balkon alfresco yang menawarkan view sekitar hotel. Saya nggak sempat ke balkon ini karena sudah malam juga. Namun, balkon ini kelihatan kok dari jalan. Dengan ambiance yang lebih eksklusif, Lobo bisa jadi tempat yang pas untuk meet up sama teman sambil ngobrol dan ngemil di sore hari, terutama di area balkonnya.

Fasilitas Lain

Selain fasilitas-fasilitas yang disebutkan sebelumnya, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta punya beberapa fasilitas lain. Untuk menggelar acara, misalnya, hotel ini punya lebih dari 20 ballroom & meeting room yang tersebar di lantai lower lobby, lantai dua, dan lantai tiga. Saya baca brosur resmi hotel dan ballroom terbesar yang ditawarkan hotel, The Ritz-Carlton Grand Ballroom memiliki luas 1.600 meter persegi dan bisa mengakomodasi sekitar 2.500 tamu. Sebetulnya, The Ritz-Carlton Grand Ballroom ini merupakan gabungan dari empat ballroom. Di belakang grand ballroom, ada foyer dengan luas 820 meter persegi. Oh, ya. Di hallway menuju Lobo Italian Restaurant, ada business center. Namun, di sini juga dijual beberapa suvenir dan aksesori.

IMG_20190616_215838

Salah satu spot Instagrammable di Ritz-Carlton Jakarta adalah grand lobby-nya. Lobi ini punya langit-langit setinggi tiga lantai dan grand staircase yang, bukan mengarah ke lantai atas, tapi ke lantai lower lobby. Tangga ini dikelilingi oleh pagar yang melingkar.

IMG_20190616_172543
IMG_20190617_135502

Di depan area resepsionis, ada dua pilar yang menahan balkon-balkon di dua lantai di atasnya. Kedua pilar tersebut dipasangi ottoman melingkar. Area resepsionis juga tampil cantik dengan chandelier modern yang cukup besar. Grand lobby ini, sesuai namanya, memang besar dan megah. Namun, buat saya secara pribadi, ada perasaan, umh… what’s the word… Kosong? Hampa? Dengan langit-langit setinggi tiga lantai dan struktur yang serba oversized, (terlalu) banyaknya ruang di sini bikin lobi terasa dingin dan kurang hangat, meskipun warna-warna earthy diterapkan di sana sini. Nevertheless, area ini tetap jadi kawasan yang Insta-worthy dan sayang untuk dilewatkan.

Untuk memudahkan bepergian, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menawarkan layanan shuttle van gratis ke beberapa tempat di kawasan Mega Kuningan, termasuk mal Lotte Shopping Avenue. Namun, layanan ini bersifat one-way. Jadi, waktu saya ke mal untuk makan, saya ke sana pakai van hotel. Pas pulang, saya cari taksi sendiri. Sistem one-way ini agak disayangkan, terutama kalau saya bandingkan dengan properti yang menawarkan antar-jemput gratis, dan bukan hanya one-way trip, seperti Four Seasons Jakarta but it is what it is. Setidaknya, layanan ini membantu.

Lokasi

Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta berada di Mega Kuningan, kawasan bisnis dan perkantoran yang terkenal di Jakarta. Kalau melihat dari lokasinya, hotel bintang 5 di Jakarta ini sebetulnya cocok untuk kalangan pebisnis, apalagi saat mempertimbangkan fasilitas-fasilitasnya. Beberapa tower perkantoran seperti The East, CoHive Menara Prima, dan BTPN Tower. Oh, ya! Di The East sendiri ada NET. TV. Jadi, kalau kebetulan lagi nginep di sini dan jalan-jalan di sekitar Mega Kuningan, ya, siapa tahu papasan sama artis.

Untuk transportasi, area ini memang nggak dilewati transportasi umum. Kalau mau pakai transportasi umum, harus jalan atau naik taksi/shuttle van ke at least jalan masuk Mega Kuningan di Jalan Dr. Satrio. Jadi, selama menginap di sini sih harus siap ke mana-mana pakai taksi atau kendaraan pribadi. Saya sendiri saat bepergian pakai taksi online dan shuttle van hotel. Ya, kalau mau jalan kaki sih sebetulnya bisa. Bisa banget. Cuman mungkin buat sebagian orang, jalan kaki dari Ritz-Carlton ke Dr. Satrio itu malesin. Ya, jujur sih kalau saya harus jalan kaki, kayaknya lumayan gempor juga berhubung kavling-kavling di sini ukurannya besar-besar.

Dari Stasiun Gambir, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu, mungkin 40-50 menit, ya, tergantung kondisi lalu lintas. Stasiun BNI City bisa ditempuh dalam waktu sekitar 30 menitan. Ya, lagi-lagi semuanya tergantung kondisi lalu lintas.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Sekarang, bicara soal service di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Pelayanan yang diberikan staf bagi saya mengesankan dan perlu diapresiasi, terutama para staf di Club Lounge. Seperti yang saya ceritain sebelumnya, saya berkunjung dalam kondisi kurang enak badan, dan yang saya apresiasi adalah kepekaan mereka terhadap kondisi saya. Kalau bahasa Koreanya sih 눈치 μžˆλ‹€ (nun-chi itta). Mereka punya nunchi alias kepekaan. Pas baru tiba, misalnya, dan saya lagi keliling-kelling sendiri di sekitar kolam renang, saya sempat ngobrol sama staf yang bertugas di spa. Mereka tanya apa saya mau coba massage, tapi saya bilang nggak usah. Penawaran layanan massage ini sebetulnya, ya, menjual layanan, tapi yang saya apresiasi lagi adalah, setelah saya menolak pun, mereka tanya apakah saya mau teh jahe apa nggak, karena mereka bisa siapkan (for free).

IMG_20190616_165711

Kayaknya selama menginap, saya memang temenannya sama teh jahe. Waktu breakfast di Club Lounge, saya dilayani sama Mbak Dahlia. Saat ngobrol, saya bilang kalau saya masih agak meriang. Mbak Dahlia langsung siapkan teh jahe buat saya, tanpa saya minta. Sambil breakfast, saya ngobrol panjang lebar bareng Mbak Dahlia tentang bermacam-macam hal, terutama soal hotel dan benefit akses ke executive lounge. Staf-staf lain seperti Mas Diki, Mas Krisna, Mbak Andriyani, dan Mbak Tiara juga sangat ramah. Bahkan, waktu saya pulang, mereka sampai membawakan koper-koper saya dan teman-teman, dan mengantar kami sampai area drop off. Saya juga dibawakan teh jahe lagi untuk diminum di jalan. Kudos to you all!

Oh, ya! Ada juga staf yang bertugas di area kolam renang (bapak-bapak, tapi saya lupa namanya). Setelah berenang (padahal saya lagi meriang lho), saya tanya shower, whirlpool, dan ruang gantinya di mana. Staf tersebut bilang kalau whirlpool hotel sedang direnovasi. Uniknya (saya bilang unik ya), bapak ini bilang, “Tapi tenang aja, ya, Mas. Segala sesuatu itu pasti ada jalan keluarnya.” Si bapak menyarankan kami untuk pakai whirlpool di JW Marriott kalau mau, dan itu gratis. Cuman, ya, kayaknya repot ya kalau harus keluar hotel dan masuk ke hotel lain demi berendam air panas doang. Akhirnya, kami hanya diarahkan ke shower dan ruang ganti yang lokasinya ada di dekat spa.

Kesimpulan

I got what I expected. Salah satu mindset yang saya pakai ketika memesan hotel adalah ekspektasi saya biasanya mengikuti properti. Ya, gini deh. Let’s say kita menginap di hotel bintang dua, tapi kita mengharapkan fasilitas super mewah dan personalized service. ‘Kan nggak reasonable. Untuk Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta, apa yang saya dapatkan bisa dibilang sesuai ekspektasi. Bahkan, beberapa aspek melebihi ekspektasi.

IMG_20190617_135458

Untuk kamar, misalnya, saya cukup kaget karena tipe Mayfair Suite lebih luas dari bayangan saya. En-suite amenities yang disediakan cukup memuaskan. Saya punya ruang yang luas dan nyaman untuk menyambut teman-teman, dan bisa tetap menjaga privasi dan keamanan barang-barang. Produk mandi, cokelat, dan jendela besar di samping bathtub jadi sesuatu yang menambah kepuasan saya di kamar. Desain interior kamar memang tidak mengusung gaya yang terkini banget, tapi masih tetap mewah dan elegan. And the view from my room? It was amazing!

Agak disayangkan karena selama menginap, saya nggak banyak mencoba fasilitas yang tersedia di Ritz-Carlton Jakarta. Namun, kolam renang dan Club Lounge sudah saya cicipi. Fasilitas-fasilitas lainnya hanya saya kunjungi. Kayaknya, yang bikin saya ingin balik lagi adalah kolam renang hotel dan executive lounge-nya. Bisa dibilang itu adalah salah satu executive lounge terbesar di Jakarta, dengan ambiance yang lebih tenang dan eksklusif, pemandangan yang cantik, dan fasilitas yang mumpuni.Β  Oh, ya. Untuk yang seneng makan, menurut saya akses ke executive lounge ini bakalan menyenangkan. Di siang hari, ada light lunch. Sore-sore, kita bisa coba afternoon tea. Menjelang petang, ada free flow wine. Malam hari, ada dinner. Pagi-pagi, jelas ada sarapan. It’s worth your money.Β Keramahan staf juga menjadi hal yang bikin saya merasa nyaman, terutama dengan kondisi saya yang pada saat itu nggak enak badan. Staf-staf yang saya sebut di atas perlu diapresiasi atas keramahan dan kepekaannya.

Halaman Tripadvisor Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menyebutkan bahwa rate hotel mulai dari 1,8 juta rupiah per malam. Kalau saya cek di Marriott Bonvoy sendiri sih, rate-nya memang naik turun. Kalau lagi hoki, bisa tuh dapat 1,75 juta sudah dengan pajak untuk tipe Grand Room. Tipe Mayfair Suite sendiri dilepas di kisaran 2,8-3 jutaan lebih sebetulnya. Saran saya sih rajin cek harga. Untuk tipe terkecil, dengan rate segitu saya rasa masih reasonable, terutama dengan fasilitas yang mantap jiwa. Sebagai salah satu hotel bintang 5 di Jakarta, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta berhasil memberikan pengalaman menginap yang mengesankan buat saya.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ» Pros

  • Kamar memiliki ukuran yang luas. Bahkan, lebih luas dari ekspektasi. Untuk tipe Mayfair Suite (110 meter persegi), ada living area dan powder room terpisah. Teman yang berkunjung tidak perlu masuk ke kamar tidur utama kalau mau pakai kamar mandi.
  • Ada jendela besar di samping bathtub. Memang sih harus mendongak kalau mau lihat view, tapi adanya jendela di samping bathtub jadi hal yang saya suka.
  • Akses ke Club Lounge memberikan keuntungan yang sayang dilewatkan. Dari free flow wine di sore hari, sajian makanan sepanjang hari, sampai complimentary use of meeting room selama dua jam per hari, ada banyak benefit yang bisa didapatkan. View dari lounge juga cantik banget.
  • Kolam renang hotel besar dan cantik. Ada juga secret pool yang dikelilingi pohon-pohon rindang. Tiga gazebo berdiri di salah satu sisi kolam dan jadi tempat leha-leha yang cozy.
  • Staf-staf yang bertugas begitu ramah, terutama para staf di Club Lounge yang memberikan personalized service.
  • Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta adalah salah satu hotel di Jakarta yang menawarkan kamar standar dengan ukuran terluas. Unit Grand Room, tipe terkecil hadir dengan luas 63 meter persegi.
  • Ada banyak spot Instagrammable di sini. Yang saya suka sih secret garden-nya.
  • Di antara hotel-hotel bintang 5 lainnya di Jakarta, starting rate yang ditawarkan masih reasonable dan lebih terjangkau, terutama saat mempertimbangkan fasilitas yang ada di properti.

πŸ‘ŽπŸ» Cons

  • Faktor lokasi: kalau nggak bawa kendaraan pribadi, pergi ke mana-mana agak repot. Mau nggak mau harus pakai taksi. Kalau mau jalan, ya, bisa aja sih, cuman memang jaraknya lumayan jauh.
  • Layanan shuttle van gratis hanya menerima one-way trip. Berangkat diantar, pulang ke hotel harus cari kendaraan sendiri.
  • Desain interior kamar memang bukan yang paling baru, mengingat hotel ini sendiri sudah berdiri cukup lama. Sebetulnya, ini bukan masalah buat saya. Hanya saja, mungkin buat sebagian orang, bisa kelihatan dari interior kamar bahwa hotel ini lebih “lawas” dibandingkan hotel-hotel bintang 5 lainnya. Grand lobby hotel memang tampil keren dan megah dengan langit-langit setinggi tiga lantai, tapi saya melihat kesan braggadocious.
  • Posisi kloset yang bersebelahan dengan pintu menuju walk-in closet di kamar mandi ini, apa ya, agak awkward menurut saya.

Penilaian

Kenyamanan: πŸ˜ŒπŸ˜ŒπŸ˜ŒπŸ˜ŒπŸ˜Œ
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Ά
Lokasi: πŸ€©πŸ€©πŸ€©πŸ€©βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Review: RedDoorz Plus @ Thamrin

Akhir-akhir ini, saya lagi tertarik sama hotel-hotel budget atau midscale. Biasanya, hotel yang nawarin desain yang unik jadi properti yang menarik perhatian saya.  Di sisi lain, karena rate-nya lebih terjangkau, saya juga bisa nginap lebih lama di sana. Ya, itung-itung staycation lah lumayan.

Bulan September kemarin, saya harus ke Jakarta untuk urus e-paspor. Karena ngurusnya di Bandara Soekarno-Hatta, saya pilih akomodasi yang dekat dengan Stasiun Kereta Bandara Sudirman. Kawasan itu sebetulnya punya banyak pilihan hotel, dari hotel budget sampai hotel bintang 4 (kalau ke arah utara sedikit, kita bisa dapat pilihan hotel-hotel bintang 5 di kawasan Bundaran HI). Nah, akhirnya pilihan saya jatuh sama properti ini karena selain interior kamarnya yang ternyata bagus, saya dan RedDoorz juga masih punya promo menarik nih buat dibagiin ke kalian semua.

IMG_20190904_141022

RedDoorz Plus @ Thamrin berlokasi di Jl. Blora No. 23, Jakarta Pusat. Dari segi lokasi, hotel bintang dua ini deket banget sama Stasiun BNI City dan Stasiun Sudirman. Kira-kira, kalau jalan kaki sih cuman makan waktu 3-5 menit. Saya pilih hotel budget ini juga karena lokasinya dekat dari Stasiun BNI City. Selain itu, properti RedDoorz yang satu ini juga dekat dengan Stasiun MRT Dukuh Atas dan masuk ke kategori Plus. Wih, kalo ngomongin soal lokasi sih saya jujur aja senang banget. Everything is within a walking distance!

Dari luar keliatan kecil, ternyata RedDoorz Plus @ Thamrin ini gedungnya cukup tinggi (saya lupa berapa lantai, tapi kalau nggak salah 7-8 deh? Apa lebih ya? Yang jelas sih di atas 5 lantai). Selain lokasi, aspek lain yang bikin saya pilih properti ini adalah interior kamarnya. Harus saya akui, properti ini adalah salah satu properti RedDoorz yang interiornya unik dan bisa dibilang sih cukup Instagrammable. Fasilitasnya sih nggak banyak. Ada lobi yang merangkap communal area buat santai, makan minum, dan kerja. Satu lantai di atas lobi, saya perhatikan ada seperti restoran, tapi masih dibangun atau direnovasi. Meskipun demikian, buat urusan perut sih saya rasa gampang diatur karena di dekat hotel ada banyak restoran dan kafe. Saya malah selama nginap di sana beberapa kali ke Stasiun BNI City buat makan. Sempet juga malah joging dari hotel ke Bundaran HI, terus ke GI buat makan, dan baliknya jalan santai ke hotel.

Oh, ya! Saya menginap selama sekitar 3 malam dan pesan kamar tipe Deluxe. Biar lebih menghemat biaya, saya pake kode promo RedDoorz yang, beuh! Mantap betul! Nanti di akhir review, saya share deh kodenya biar kalian juga bisa pakai. Pengalaman menginapnya secara keseluruhan sih positif, walaupun ada satu dua hal yang bikin saya agak geregetan. Lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya bilang, salah satu alasan saya pilih RedDoorz Plus @ Thamrin ini adalah interior kamarnya. Saya cerita ke Mas Kiky, sales officer RedDoorz tentang properti ini dan ingin pesan kamar yang desainnya “kayak di Agoda” (karena saya refer dia ke Agoda). Akhirnya, saya dipesankan kamar tipe Deluxe dan menurut Mas Kiky sendiri, kamar yang ada muralnya itu tipe Deluxe.

Kamar saya berada di lantai tiga, dua lantai di atas lobi. Nah, meskipun saya udah minta kamar yang ada jendelanya (sobat crazy rich Asian saya, si Ipah udah pernah nginap di sana dan bilang bahwa nggak semua kamarnya itu punya jendela dengan view), saya tetap dapat kamar yang nggak ada jendelanya. What was worse, kamar saya posisinya di ujung banget. Ada sih jendela, tapi ketika dibuka, saya malah liatnya dinding dan mesin AC. Intinya sih, personal request saya nggak terpenuhi.

IMG_20190904_141022
IMG_20190904_141140
IMG_20190904_141122

Anyway, interior kamarnya sih sesuai ekspektasi dan gambar. No tipu-tipu, ya. Di atas headboard, memang ada mural yang keren dan Instagrammable. Furniturnya juga bergaya kontemporer/mid-century dengan warna-warna earthy yang hangat. Lantai kamar pakai parket warna maple. Skema interior kamar sendiri mencakup warna abu-abu dan krem/beige. Sebagai colour pop, warna merah digunakan pada beberapa elemen, seperti bantal, uphosltery, dan pintu. Ya, sesuai dengan nama propertinya, RedDoorz. Pintunya warnanya merah. Oh, ya! Saya juga senang karena di sini, pintunya sudah pake sistem card. Lebih aman rasanya.

Seperti yang bisa dilihat di foto, ada jendela di salah satu sisi kamar. Nah, ketika dibuka, ya seperti yang saya bilang. Saya lihatnya langsung dinding dan mesin AC. Selama menginap, saya nggak bisa lihat kabar atau keadaan di luar karena nggak ada view ke luar. Secara pribadi, saya kurang suka dengan kondisi ruangan yang nggak ada jendela dengan view karena rasanya lebih claustrophobic. Meskipun dari segi luas, kamar ini cukup besar, ketidakhadiran view ke luar bikin saya jadi lupa dimensi waktu (saya lebih ngeuh sama waktu ketika bisa lihat langit/kondisi di luar ruangan).

IMG_20190904_141039
IMG_20190904_141256
IMG_20190904_141209

Untuk fasilitas kamar, yang paling mendasar sih terpenuhi. Ada TV dengan kanal lokal dan internasional (nanti saya mau cerita tentang satu channel yang bikin saya dan temen-temen ketawa-ketawa tengah malem), meja kerja dan kursi, lemari pakaian, telepon, dan koneksi internet. Di atas meja kerja, ada telepon, nampan dengan dua botol air mineral (dikasih gratis setiap hari), dan lampu meja. Di atas cermin ada semacam rak dengan tanaman artifisial yang bikin kamar tambah cantik.

Nah, yang disayangkan adalah nggak ada kulkas di kamar. Walhasil, minuman saya pun nggak bisa didinginkan dan jadinya encer keesokan harinya karena dibiarkan di suhu ruangan. Salah satu side lamp juga nggak berfungsi (lampu yang di ujung kamar). Oh, ya! Tentang channel TV yang lucu itu, saya harus ceritakan. Saya lupa nama channel-nya apa, tapi yang jelas itu channel Indonesia (dan regional/lokal). Jadi, malam terakhir nginap di RedDoorz, saya pergi karaoke sama teman-teman. Nah, karena pulangnya kemalaman, akhirnya dua orang teman saya ikut nginep (dan kita jadi kayak ikan pindang dijemur tidurnya). Pas sampai kamar, sambil nyantai, kami ganti-ganti channel TV dan nemu satu channel yang acaranya mutar video-video musik. Namun, penonton bisa request lagu dan kirim salam via SMS, dan nanti pesannya akan ditampilkan di scrolling text di bagian bawah layar. Saya dan teman-teman ketawa ngakak baca pesan-pesan di scrolling text itu, mulai dari ngetawain gaya nulis pesannya, typo-nya, sampai curhatan pengirimnya. Saya nggak ingat nama channel-nya apa, tapi kalau kebetulan nginep di RedDoorz Plus @ Thamrin, coba aja telusuri sendiri.

Kamar Mandi

Pamor desain industrial dan mid-century memang belum mati. Untuk kamar mandi sendiri, penggunaan tile persegi panjang berwarna putih dengan pola running bonds memberikan sentuhan industrial. Ditambah lagi penggunaan lampu gantung berbahan metal di samping cermin. Nah, cerminnya sendiri juga sudah cantik dan IKEA banget.

IMG_20190904_141319
IMG_20190904_141347
IMG_20190904_141333

Area shower tampil mencolok dengan ubin warna merah yang dipasang dengan pola herringbone. Pemanas airnya masih pakai unit pemanas terpisah (bukan sentral). Area ini hanya dipisahkan oleh shower curtain, tanpa split level. Walhasil, ketika mandi air selalu meluap ke sisi kamar mandi yang lain. Buat yang terbiasa dengan kamar mandi kering, ini pasti jadi hal yang mengganggu. Buat saya pun begitu. Rasanya risi ketika lagi cukuran, dan lantainya basah karena air yang meluap dari area shower.

Fasilitas Umum

Nah, fasilitas umum di RedDoorz Plus @ Thamrin sebetulnya nggak banyak. Satu lantai di atas lobi, saya sempat cek ada seperti restoran, tapi tutup dan sedang renovasi (karena berdebu dan ada ladder). Di lobi sendiri, seating area-nya tidak besar, tetapi ada banyak meja dan kursi. Ada juga charging station dan vending machine. Saya lupa foto-foto area ini. Jadi, maaf ya belum ada dokumentasinya.

Di lantai lobi juga ada semacam ruang rapat yang dipakai untuk simpan barang-barang yang dititipkan tamu, seperti tas atau koper. Di depan hotel sendiri, ada money changer dan kios pengiriman barang (ekspedisi). Sebenarnya, memang nggak banyak fasilitas umum di sini, tapi ya, as expected from a hotel budget, you get what you pay for. Untuk bersantap sendiri, ada banyak pilihan tempat makan di sekitar hotel. Terlepas dari fasilitas umumnya, kalau sebatas mencari hotel budget di Jakarta sih, properti ini bisa dibilang sudah cukup.

Lokasi

Meskipun nggak banyak fasilitas umum yang ditawarkan, RedDoorz Plus @ Thamrin menonjolkan lokasi sebagai aspek unggulannya. Properti ini adalah salah satu hotel budget terdekat dari Stasiun Sudirman. What’s better, Stasiun BNI City hanya berjarak sekitar 5 menit dari hotel dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki (lewat pedestrian tunnel yang di malam-malam tertentu, suka dijadikan sebagai tempat street performer). Karena waktu itu saya harus ke bandara, tentunya lokasi hotel memudahkan saya untuk mencapai Stasiun KA Bandara dengan cepat. Nggak harus terburu-buru. Bisa lebih santai. Hotel ini juga dekat dari Stasiun MRT Dukuh Atas. Untuk saya sih, kalau udah dekat MRT, ke mana-mana akan gampang. Saya malah sempat joging dari hotel sampai Grand Indonesia, dan balik lagi.

Untuk bersantap, ada banyak pilihan di sekitar hotel. Ada juga beberapa minimarket yang saya lihat. Dari warung sampai kafe, opsinya cukup variatif. Saya rasa nggak akan susah deh kalau mau cari makan di dekat hotel. Kalau memang bingung, tinggal naik MRT dan turun di Stasiun MRT Bundaran HI untuk cari makan di Grand Indonesia, Plaza Indonesia, atau Sarinah.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. Ke depannya, saya akan sertakan segmen ini di ulasan-ulasan berikutnya. 

Bicara soal service di RedDoorz Plus @ Thamrin, berdasarkan yang saya alami bisa dibilang kualitasnya tidak spesial, tapi juga tidak benar-benar jelek. Memang ada beberapa kejadian yang bikin saya agak kesal. Kejadian pertama adalah ketika saya tanya lokasi KFC dan McDonald’s terdekat dari hotel. Saat itu, Mbak resepsionis yang bertugas bilang bahwa kedua gerai terdekat ada di Sarinah dan cukup jauh. Dia menyarankan saya untuk pakai GO-Jek atau Grab. Saya bilang bahwa sebetulnya bisa pakai MRT dan turun di Stasiun MRT Bundaran HI. Si Mbak keukeuh bahwa saya harus tetap jalan cukup jauh. Saya bilang jarak dari stasiun ke Sarinah nggak begitu jauh dan saya nggak masalah dengan jalan kaki. Yang saya nggak suka adalah si Mbak ini justru melemparkan tatapan meremehkan, seolah-olah bilang, “Try it if you can.” Mungkin ke depannya, jangan kayak begitu ya. Coba lebih ramah lah.

Masalah kedua yang saya alami terjadi di hari kedua menginap. Saat itu, saya harus ke bandara dan di sana seharian. Saat pulang, saya kaget karena kamar saya belum dibersihkan sama sekali. Padahal, di hari pertama, saya lihat ada staf yang sedang bersih-bersih kamar lain. Malam-malam saya tanya resepsionis hotel kenapa kamar saya belum dibersihkan, dan ternyata mereka lupa. Akhirnya, saya minta mereka bersihkan kamar saya besok dan sediakan dua botol air mineral baru. Setelah diminta, mereka baru mau membersihkan kamar. Ini hal yang mengecewakan buat saya karena saya nggak mengerti kenapa saya harus buat permintaan dulu, baru mereka mau bersihkan kamar. Apakah masalah privasi? Atau regulasinya seperti itu? Atau memang kamar saya dilewatkan? Apa pun alasannya, kejadian itu cukup mengesalkan.

Terlepas dari dua kejadian itu, interaksi saya dengan staf memang tidak banyak, kecuali pada hari berikutnya saat staf housekeeping datang dan merapikan kamar, sementara saya kerja. Selama membersihkan kamar, kami sempat mengobrol sambil sesekali nonton AFV di TV dan ketawa-ketawa. Sebagian staf cukup ramah dan helpful, dan ini sangat saya apresiasi.

Kesimpulan

Properti-properti RedDoorz hadir sebagai opsi hotel budget yang menawarkan penginapan dengan harga terjangkau, tetapi dengan kualitas yang masih terjaga. Namun, properti-properti itu juga punya “tingkatan” yang berbeda. Nah, RedDoorz Plus @ Thamrin ini bisa dibilang versi upgraded yang, kalau nggak lebih mewah, setidaknya lebih lengkap. Secara keseluruhan, pengalaman menginap di properti ini bisa dibilang positif. Dengan kombinasi harga yang ditawarkan dan lokasi yang super strategis, saya bisa pilih properti ini lagi kalau sedang butuh nginep lama di Jakarta, tanpa harus bikin dompet jebol. Rate-nya mulai dari kisaran 275 ribuan. Masih terjangkau, ‘kan?

Dari segi desain, kamar tipe Deluxe di sini juga menghadirkan suasana yang cukup cozy. Memang tidak ada jendela yang menghadap ke luar di kamar saya, tetapi dari segi ukuran kamar, desain interior, dan pemilihan furnitur, bisa dibilang saya cukup nyaman beristirahat dan kerja di kamar. Untuk ke-Instagrammable-annya, mungkin saya bisa bilang 8 out of 10 karena untuk level hotel budget di Jakarta, desain interior tipe Deluxe ini cukup eye-catching. Kamar mandinya pun cukup cantik, meskipun sayangnya nggak ada split level atau pemisah lain antara area shower dengan area kamar mandi yang lain. Seluruh lantai kamar mandi yang basah ini selain bikin risi, juga riskan, terutama kalau pakai electric shaver yang dicolok ke stopkontak.

Untuk pelayanan, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, ada plus minusnya. Harapan saya sih ke depannya para staf bisa lebih ramah dan nggak sampai lupa membersihkan kamar tanpa harus diminta atau diingatkan. Di luar itu sih, ya, everything was okay.

So, will I come back and stay there? I think I will. 

ADA HADIAH DARI A BOY IN A HOTEL ROOM!

Masih ingat nggak sih promo yang saya share di review RedDoorz sebelumnya? Promonya masih berlaku lho di tahun ini! Buat kalian yang ingin nginep di RedDoorz, nih manfaatkan diskon 25% dari A BOY IN A HOTEL ROOM!

Saat melakukan reservasi melalui aplikasi atau situs resmi RedDoorz, masukkan kode ini ya buat dapat diskon 25% dari saya:

HEYBOY

Lumayan, ‘kan diskon 25%? Eh, tapi ada ketentuan untuk promo ini:

  • Promo berlaku untuk semua properti RedDoorz di Indonesia (termasuk properti Plus dan Premium). Buat properti RedDoorz di luar negeri kayak Vietnam dan Singapura, maaf nih belum bisa πŸ˜ž (doakan semoga ada lagi ya kerja sama buat kode promo yang bisa dipakai di luar negeri)
  • Promo ini berlaku untuk pemakaian satu kali per satu akun. Jadi, kalau kamu udah pakai kode ini untuk akun kamu, kode ini nggak bisa dipakai untuk yang kedua kalinya, tapi temanmu bisa pakai kok selama dia belum pernah pakai kode ini.
  • Kode promo ini nggak case sensitive. Mau huruf kapital semua atau huruf kecil, bisa dipakai. Asal jangan ngetiknya alay macam β€œh3YboY” atau β€œH3YbOy”, apalagi β€œH3YTaYo”
  • Kode ini setara dengan diskon 25%.
  • Kode ini berlaku hingga Agustus 2020. Sekarang ini, memang lagi disarankan tidak bepergian atau berlibur karena virus outbreak masih panas-panasnya, tapi kalau kamu benar-benar harus pergi ke luar kota dan ingin menginap di RedDoorz, kamu bisa pakai kode promo itu. Semoga aja wabah COVID-19 ini segera berakhir, ya, supaya bisa cepat-cepat liburan lagi.
  • Kode hanya bisa dipakai untuk reservasi melalui situs web dan aplikasi resmi RedDoorz. Pemesanan via OTA nggak bisa pakai kode ini.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ» Pros 

  • Lokasinya super strategis. Dekat dari Stasiun KRL Sudirman, Stasiun BNI City, dan MRT Dukuh Atas. Restoran, kafe, dan minimarket juga banyak di sekitar hotel.
  • Desain interiornya cukup Insta-worthy, terutama buat yang senang gaya arsitektur seperti Industrial atau Scandinavian.
  • Untuk hotel budget, ukuran kamar cukup luas.
  • Dengan kombinasi lokasi strategis dan harga terjangkau, hotel ini jadi opsi yang menurut saya sih oke.

πŸ‘ŽπŸ» Cons

  • Tidak semua kamar punya view ke luar gedung. Kamar-kamar yang tertutup ini membangun kesan claustrophobic.
  • Tidak ada split level pemisah area shower dengan area kamar mandi yang lain.
  • Beberapa kejadian kurang menyenangkan terkait pelayanan bikin saya cukup kesal selama menginap.

Penilaian

Kenyamanan: πŸ˜ŒπŸ˜ŒπŸ˜Œβšͺ️βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️
Lokasi: πŸ€©πŸ€©πŸ€©πŸ€©πŸ€©
Harga: πŸ’°

Review: Erian Hotel Jakarta

Bulan Mei kemarin ini, saya ke Jakarta untuk urus perpanjangan paspor. Sayangnya, paspor saya nggak bisa diproses karena kurang satu berkas. Satu doang, loh! Padahal, saya udah jauh-jauh datang dari Bandung. Selain itu, saya juga udah baca persyaratan perpanjangan paspor apa saja dan persiapkan semuanya. Ternyata, hanya karena saya bukan pemegang KTP Jakarta, saya harus melampirkan surat domisili atau surat keterangan bahwa saya tinggal di Jakarta. Duh, repot ya.

Ketika ke Jakarta itu, saya nginap selama dua malam di salah satu hotel yang ada di Jalan Wahid Hasyim. Selain lokasinya yang strategis karena dekat ke Stasiun Gambir dan Bundaran HI, kawasan ini terkenal dengan deretan hotel, restoran, dan kafe yang beragam. Jalan Wahid Hasyim juga dekat sama Jalan Jaksa yang terkenal sebagai salah satu destinasi wisata murah, terutama buat para turis asing.

Awalnya, saya mikir untuk cari hotel di kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada, tapi berhubung ketika terakhir ke Jakarta, properti yang saya kunjungi bertempat di kawasan itu, saya pikir perlu cari lokasi lain buat ganti suasana. Akhirnya, pilihan saya jatuh ke properti ini.

erian-hotel
Fasad Erian Hotel Jakarta. Foto milik pihak manajemen hotel.

Erian Hotel Jakarta adalah akomodasi bintang 3 yang bertempat di Jalan Wahid Hasyim no. 45, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kawasan Jalan Wahid Hasyim ini cukup terkenal di kalangan wisatawan yang berlibur di Jakarta karena banyaknya pilihan hotel, restoran, dan kafe yang beragam. Kawasan ini juga dekat dengan Jalan Agus Salim yang jadi surganya para foodie. Alasan saya pilih hotel ini adalah karena lokasinya dekat dari Stasiun Gambir dan pusat kota, serta kawasan di sekitar hotel cukup hidup di malam hari. Jadi, gampang deh intinya kalau tengah malam lapar dan perlu cari makanan.

Ada 71 kamar di Erian Hotel yang terbagi ke dalam 4 tipe, yaitu Superior, Deluxe, Premiere, dan Family. Ukuran kamarnya mulai dari 15 meter persegi untuk tipe paling kecil (Superior) sampai 33 meter persegi untuk tipe terbesar (Family). Nah, untuk tipe Superior sendiri, ada satu single bed sehingga hanya bisa mengakomodasi satu tamu. Tipe-tipe lainnya bisa mengakomodasi 2-3 tamu (atau 4 mungkin kalau kepepet). Hotel ini punya satu restoran/kedai kopi di lantai 2 dan 4 pilihan ruang rapat dengan opsi terbesar dapat menampung maksimal 120 orang. Berdasarkan info dari website resminya, Erian Hotel JakartaΒ sedang mempersiapkan rooftop bar dan waktu saya berkunjung Mei kemarin ini, rooftop bar-nya memang belum siap. Semoga aja saat tulisan ini diunggah, rooftop bar-nya sudah buka.

Waktu menginap di sana, saya pesan kamar Deluxe Twin. Reservasi saya nggak mencakup sarapan karena dipikir-pikir lagi juga, saya bakalan bangun siang dan mungkin terlalu males ke restoran. Sampai saat artikel ini ditulis, hotel ini menyandang skor 9,0 dari 10,0 di Agoda, dan 9.2 di Booking.com. Kunjungan saya kemarin sekalian membuktikan apa yang membuat properti ini bisa dapat skor tinggi seperti itu. Ulasan lengkapnya seperti biasa ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Salah satu hal yang saya suka ketika nge-review hotel adalah bahas desainnya. Kamar Deluxe saya punya interior bergaya modern kontemporer. Desain seperti ini sebetulnya bukan hal yang asing di hotel-hotel bintang tiga atau hotel budget, tapi menurut saya, apa yang ditawarkan Erian Hotel cukup berbeda dari hotel-hotel lainnya dan nggak terkesan cookie-cutter.

Dengan luas 18 meter persegi, space yang ada sebetulnya terbatas, tetapi untungnya nggak sampai terasa sempit atau bahkan claustrophobic. Interior kamar didominasi palet warna hangat, dengan headboard dan panel dinding berwarna cokelat bergaya minimalis. Flooring lantai menggunakan ubin persegi panjang berwarna abu-abu tua yang dipasang dalam pola running bonds, seperti pola pemasangan bata untuk tembok. Penggunaan ubin ini bikin kamar tampak lebih unik dan memberikan semacam sentuhan Industrial. Ada satu jendela berbentuk tinggi ramping yang menghadap ke arah timur. View dari jendela sendiri sebetulnya nggak menarik karena tepat di samping bangunan hotel sedang ada konstruksi bangunan.

IMG_20190510_172715

IMG_20190510_172721

Furnitur yang digunakan bergaya kontemporer semi-IKEA-ish kalau pake bahasa saya sih. Walaupun dari segi desain sendiri nggak begitu wah, palet warna furnitur senada dengan panel dinding dan lantai. Kamar saya dilengkapi dua twin bedΒ yang cukup luas kalau untuk tidur sendiri. Di kamar ada cukup banyak stopkontak. Jadi, nggak perlu rebutan ketika nginep bareng temen. Televisinya memang nggak begitu besar, tapi pilihan kanalnya cukup banyak. Koneksi internet hotel juga terbilang cepat.

Karena keterbatasan ruang, wastafel ditempatkan di dekat area utama kamar. Penempatannya mirip dengan penempatan wastafel di Ibis Budget Asia Afrika Bandung. Hanya saja, menurut saya si wastafel ini jaraknya terlalu dekat dengan tempat tidur. Kalau yang pakai wastafelnya apik sih, mungkin air nggak akan sampai tumpah ke sana ke mari, tapi waktu saya di sana pun, sebesar apa pun usaha saya supaya air nggak sampai ke sana ke mari, tetap aja ke luar dari bathroom sink. Untungnya memang nggak ada kejadian air atau sabun sampai tumpah ke atas kasur, tetapi ya tetap aja sih ada rasa waswas.

IMG_20190510_172735

IMG_20190510_172753

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, area shower dan klosetnya dipisah. Lagi, konsep seperti ini mirip dengan konsep kamar mandi di Ibis Budget Asia Afrika (dan mungkin beberapa hotel budget semacamnya). Namun, ada satu hal yang saya suka dari area shower di Erian Hotel ini. Dari segi ruang, shower box-nya terasa lebih luas dan dia punya rainshower. Yay!Β Ini yang saya suka!

Area shower dibatasi dinding kaca buram. Buat sebagian orang yang ngerasa nggak nyaman dengan konsep kamar mandi semiterbuka seperti ini, kayaknya nggak akan nyaman saat mandi, terutama saat nginap bareng teman, meskipun kaca yang digunakan adalah kaca buram. Mungkin ada rasa awkward atau semacamnya. Pintu area shower memang rapat, tetapi setelah beres mandi dan pintu dibuka, air yang nempel di pintu pada akhirnya tetap turun ke lantai di depan wastafel setelah pintu dibuka dan area wastafel pun tetap becek. Kalau kurang suka dengan rainshower, ada shower tangan yang bisa dipakai buat tembakkan air ke bahu dan leher. Pijat gratis!

IMG_20190510_172826

Untuk kloset, ada kubikel kecil di dekat pintu masuk. Kubikel ini ukurannya sempit dan dibatasi pintu kaca buram. Sebetulnya, penggunaan pintu kaca sendiri bisa memberikan kesan yang lebih lapang dan menghilangkan efek claustrophobic. Sayangnya, interior kubikel ini menggunakan palet warna gelap sehingga tetap aja sih kubikel kloset ini terkesan gelap dan sempit. Selain itu, jarak dari lutut ke pintu saat duduk di atas kloset pun nggak begitu jauh. Buat saya secara pribadi, buang air di kubikel sempit itu kurang nyaman.

IMG_20190510_173028

Fasilitas Umum

Mengenai fasilitas umum sendiri, Erian Hotel memang nggak menawarkan opsi yang beragam, tapi setidaknya fasilitas bersantap tetap hadir di hotel ini. Satu lantai di atas lobi, ada restoran hotel yang juga berfungsi sebagai kedai kopi. Nah, menurut resepsionis, kafe ini buka 24 jam. Jadi, cocok lah buat nongkrong malem-malem atau kalau tiba-tiba tengah malam lapar pengen ngemil.

IMG_20190511_113223

IMG_20190511_113143

 

Area restoran/kedai kopi ini cukup luas. Ada seating area di balkon dengan view Jalan Wahid Hasyim. Area ini cukup panas kalau siang-siang dan enaknya sih ditempati di malam hari. View dari balkon juga kalau malam-malam lumayan bagus soalnya. Rencananya sih, Erian Hotel Jakarta mau punya rooftop bar. Sayangnya, waktu saya menginap, barnya masih dalam proses persiapan. Semoga aja barnya segera dibuka.

Selain restoran dan kedai kopi, hotel ini juga punya beberapa pilihan ruang rapat. Mengingat lokasinya di kawasan Jakarta Pusat, Erian Hotel merupakan pilihan hotel yang cukup mumpuni untuk kalangan pebisnis. Oh ya, hotel ini juga menawarkan layanan drop off gratis ke beberapa tempat di sekitar hotel, termasuk Grand Indonesia dan Stasiun BNI City kalau tamu melakukan reservasi secara langsung dari situs web resmi hotel.

Kalau seneng bersepeda, hotel ini juga menawarkan penyewaan sepeda gratis. Tamu bisa pinjam sepeda (dengan keranjang kayu) buat keliling-keliling kawasan Wahid Hasyim dan sekitarnya. Di hari Minggu, kalau mau tamu juga bisa bersepeda ke kawasan Thamrin sambil menikmati momen car free day. Mungkin lain kali kalau saya nginep di sana lagi, saya coba pinjem sepeda deh untuk keliling-keliling.

IMG_20190510_201948

IMG_20190511_113157

Lokasi

Bicara soal lokasi, Erian Hotel berada di tempat yang strategis. Kawasan Jalan Wahid Hasyim ini gudangnya hotel, restoran, dan kafe kece. Selain itu, hotel ini pun dekat dari Jalan Jaksa yang biasanya dikenal sebagai kawasan wisata terjangkau di kalangan turis asing. Jalan lebih jauh sedikit, kita bisa ke Jalan Agus Salim yang jadi surganya para pecinta makanan. Bahkan, dari hotel ke Sarinah pun hanya memakan waktu sekitar 10-15 menit kalau jalan kaki. Menurut saya sih, jarak segini masih terbilang dekat. Nggak tahu sih kalau malas jalan kaki. Yang jelas sih saya pernah jalan kaki dari Starbucks Jakarta Teater ke hotel. Ternyata nggak jauh-jauh amat.

Dari Stasiun Gambir, hotel ini berjarak sekitar 10 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Stasiun Gondangdia, wih jalan kaki 5 menit sih nyampe malahan karena dekat. Dari Stasiun BNI City, Erian Hotel Jakarta bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan roda empat.

Kesimpulan

Sederhana tapi manis. Saya rasa itu frasa yang pas buat menggambarkan hotel ini. Erian Hotel memang nggak menawarkan fasilitas super hebat, tapi untuk kunjungan bisnis atau kunjungan lainnya yang nggak menuntut harus ada ini itu, hotel ini bisa jadi pilihan yang cerdas. Lokasinya strategis dan ukuran kamarnya representatif. Desain kamarnya pun menarik dan nggak memberikan kesan cookie-cutter hotel.

Sayangnya, desain kamar mandi di kamar Deluxe (dan tipe Superior kalau saya lihat dari fotonya) mungkin kurang pas buat orang-orang yang nggak nyaman dengan konsep shower area yang hanya dipisah oleh dinding kaca buram. Selain itu, kubikel toilet juga tetap terasa sempit dan gelap, walaupun sudah pakai pintu kaca dan lampu yang cukup terang. Sebagai solusi, mungkin bisa pesan tipe kamar yang lain dengan desain kamar mandi yang lebih “standar” (tipe Premier, misalnya). Sisi positifnya, ada rainshower di kamar mandi.

Kehadiran restoran/kedai kopi yang buka 24 jam bisa jadi salah satu keunggulan Erian Hotel Jakarta. Kafe-kafe di kawasan Jalan Wahid Hasyim memang nggak selalu buka 24 jam, dan kalau kamu cari tempat yang buka 24 jam selain minimarket, kedai kopi di hotel bisa jadi opsi alternatif yang cocok. Hotel ini juga rencananya akan buka rooftop bar. Semoga saja ketika tulisan ini dirilis (atau sesegera mungkin), rooftop bar-nya sudah buka.

Dengan rate mulai dari 450 ribu rupiah (berdasarkan info dari Tripadvisor), Erian Hotel merupakan pilihan hotel budget yang menghadirkan kenyamanan dalam kesederhanaan. Kalau cari hotel berkualitas dan terjangkau di kawasan Thamrin, hotel ini bisa jadi pilihan yang tepat.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasinya strategis. Kawasan Jalan Wahid Hasyim sendiri punya banyak restoran dan kafe kece. Di dekat hotel juga ada Jalan Jaksa dan Jalan Agus Salim. Kalau pengen menikmati petualangan kuliner, gampang deh pokoknya!
  • Rate-nya terbilang terjangkau.
  • Meskipun tergolong hotel budget, interior kamar mencerminkan desain yang cukup unik, terutama dari penggunaan panel kayu dan ubin warna gelap dengan pemasangan pola running bonds.
  • Ada kedai kopi yang buka 24 jam di hotel. Cocok kalau ingin ngopi sambil ngobrol sampai malam banget.
  • Hotel ini menghadirkan sepeda yang bisa dipinjam secara gratis oleh para tamu. Lumayan lah bersepeda keliling Jakarta (meskipun mungkin panas, gerah, macet, dan polusinya bikin pusing).
  • Ada rainshower di kamar mandi.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Konsep shower area semiterbuka di tipe Superior dan Deluxe mungkin kurang cocok buat orang-orang yang ngerasa nggak nyaman dengan konsep tersebut. Sebetulnya, shower area ini dibatasi oleh dinding kaca buram, tapi tetap aja kan rasanya mungkin awkward.
  • Kubikel toiletnya terasa claustrophobic.
  • Rooftop bar-nya belum siap. Semoga saja sih saat artikel ini dirilis, rooftop bar-nya sudah buka.
  • Wastafel ditempatkan terlalu dekat dengan kasur. Kalau airnya ke mana-mana, bisa basah kena kasur.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Άβšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°

Review: Four Seasons Jakarta

Wah, tak terasa ya sudah masuk kerja lagi. Rasanya masih ingin liburan dan saya masih dalam fase transisi ke rutinitas setelah kemarin ini libur Lebaran dan menikmati euforia ulang tahun yang bisa dibilang cukup panjang (sebetulnya ini masih belum bisa move on dari euforianya).

Nah, berhubung saya sebut-sebut ulang tahun, di tulisan ini saya akan bahas satu properti di bilangan Jakarta Selatan yang saya kunjungi untuk kabur sekalian merayakan ulang tahun. Ulang tahun ke berapanya nggak perlu saya sebut, tapi yang jelas saya sangat menikmati kunjungan ke properti ini. Dari mulai check-in, istirahat, sampai check-out, saya benar-benar menikmati liburan singkat di sini. Harapannya sih ingin tinggal lebih lama, tapi apa daya masih ada bahan review lain yang harus dikunjungi. Hopefully, I can stay longer there in the near future.

four seasons jakarta
Four Seasons Jakarta. Foto milik pihak manajemen

Four Seasons Jakarta adalah akomodasi bintang lima yang Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 18 Capital Place, Jakarta. Seperti alamatnya, hotel ini berada satu lokasi dengan gedung perkantoran Capital Place. Secara pribadi, bisa saya bilang kalau Four Seasons Jakarta merupakan salah satu hotel mewah Jakarta yang terbaik di kelasnya, dan ini bukan tanpa alasan (atau seenggaknya, bukan untuk alasan klise macam “hotelnya ‘kan bintang lima”).

Buat yang tinggal di Jakarta, mungkin tahu kalau Four Seasons Jakarta sendiri dulunya berada di bilangan Setiabudhi. Di tahun 2016 kalau nggak salah dengar, hotel ini pindah ke Gatot Subroto dan lokasinya yang dulu sekarang ditempati oleh soon-to-be St. Regis Jakarta. Di belakang lokasi pembangunan St. Regis sendiri ada Four Seasons Residence.

Ada 125 suite room di properti ini yang terbagi ke dalam dua kategori utama: Suite dan Specialty Suite. Untuk kategori Suite sendiri ya, sesuai dengan namanya, merupakan kamar suite “standar” mereka (tapi ya, se-standar standar-nya Four Seasons, tetap aja fasilitasnya mewah dan berkelas). Untuk kategori Suite ini dibagi lagi jadi tiga tipe: Executive Suite, Deluxe Suite, dan Club Premier Suite (yang ini tuh corner room). Kalau untuk Specialty Suite sendiri dibagi jadi dua tipe: Ambassador Suite dan Presidential Suite.

Sebagai fasilitas umum untuk pengunjung, Four Seasons Jakarta punya dua restoran, satu bar, satu patisserie, kolam renang, gym, spa, salon, barbershop, business center, meeting room, dan ballrom, dengan opsi terbesar yang bisa mengakomodasi maksimal 650 tamu. Hotel ini juga menawarkan layanan shuttle van gratis ke beberapa tempat di kawasan SCBD dan Senayan. Pemesanannya bisa lewat telepon atau aplikasi Four Seasons di HP.

Waktu menginap di Four Seasons Jakarta, saya pesan kamar Deluxe Suite di lantai 15 dengan view ke arah Jalan Gatot Subroto. Menurut staf hotel sendiri, kamar saya itu merupakan salah satu kamar dengan view terbaik (duh, jadi senang ‘kan). Ditambah lagi, Ms. Dika, Guest Experience Supervisor secara personal mengantar kami ke kamar, kasih lihat kejutan yang sudah disiapkan di kamar untuk saya, dan ngajak kami tur keliling hotel untuk lihat-lihat berbagai fasilitas yang ada sambil cerita banyak tentang hotel dan topik-topik random. Intinya sih kunjungan saya ke Four Seasons Jakarta sangat menyenangkan! Cocok buat saya yang sering mengalami stres ini. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Salah satu alasan terbesar saya memilih hotel ini untuk merayakan ulang tahun adalah desainnya. If you’re looking for a luxury, Four Seasons Jakarta is one of the answers! Ini bukan paid promotion; ini murni komentar saya sebagai interior design enthusiast, hotel reviewer, dan The Sims player. Dengan luas 62 meter persegi, Deluxe Room yang saya tempati terasa lapang. Bahkan, ketika teman-teman saya berkunjung untuk ketemu sambil ngobrol-ngobrol dan ngopi di kamar pun, kamar nggak kerasa sempit. Secara keseluruhan, interior kamar mengusung desain modern classic dengan elemen-elemen Chinoiserie, Louis XVI, dan Art Deco. Kamar-kamar di sini didesain oleh Champalimaud Design, firma berkapten Alexandra Champalimaud yang juga mendesain beberapa properti ternama seperti The Ritz-Carlton Kuala Lumpur, The Plaza New York, dan Waldorf Astoria Chengdu.

Bicara tentang tata letak kamar, area tidur dan living area dipisahkan oleh pintu geser. Jadi, privasi masih bisa tetap terjaga lah in case nih ada tamu yang datang. Sebetulnya ketika saya ke sana sih, nggak ada sesuatu yang harus disembunyikan di area tidur. Hanya saja ‘kan, kalau tamu lain mau simpan apa gitu, dompet atau apa lah misalnya, mungkin perlu tutup area kamar biar nggak kelihatan orang lain.

IMG_20190531_173203
IMG_20190531_173211
IMG_20190531_173226
IMG_20190531_173238

Area tidur kamar saya punya luas yang kurang lebih sih sama dengan living area-nya. Seperti yang bisa dilihat di gambar, suite room saya dihias dengan birthday banner dan tiga balon (saya telepon layanan housekeeping selesai foto-foto untuk keluarkan balon-balon itu). Terima kasih banyak untuk Ms. Dika dan para staf di Four Seasons Hotel yang sudah mempersiapkan kejutan ini untuk saya (walaupun maaf banget balon-balonnya harus segera saya keluarkan karena saya fobia balon).

Dinding area tidur dipasangi panel kayu berwarna abu-abu muda dengan sedikit hue biru kehijauan. Untuk pencahayaan, saya suka kamar yang terang (terutama dengan lampu warna hangat) karena selain tampak lebih mewah, kesannya juga lebih lapang. Ada dua lampu dinding dengan sentuhan Art Deco (atau mungkin baroque ya karena desainnya cukup intricate) yang mengapit king bed. Tempat tidurnya sendiri luas dan bisa memuat bahkan 3 orang dewasa. Headboard-nya tampak elegan dan mewah, dengan bantalan berwarna abu-abu tua dan frame warna emas.

Di sisi kiri tempat tidur, ada jendela besar yang menghadap ke arah jalan dan menawarkan pemandangan kota yang keren banget. Di area tidur juga ada satu kursi lengan dengan floor lampΒ di sampingnya. Cocok buat baca buku, meskipun saya lebih suka baca sambil duduk di chaise lounge yang ada di living area.

IMG_20190531_173248
IMG_20190531_173314
IMG_20190531_173330
IMG_20190531_173443
IMG_20190531_173149

Untuk living area, penempatan furnitur berfokus di sisi-sisi ruangan sehingga menyisakan ruang kosong di tengah ruangan. Saya rasa tata letak furnitur seperti ini jadi siasat untuk membuat ruangan terasa lebih luas, mengingat furnitur-furnitur di sini terbilang oversized, terutama dua kursi lengan di arat barat ruangan. Di dinding barat ruangan, tepatnya di belakang dua kursi lengan bergaya Louis XVI dipasang cermin buram yang dibentuk dalam pola kotak-kotak. Nah, dinding sisi barat dan juga timur juga dihias oleh mural bergaya Chinoiserie yang menonjolkan elemen-elemen floral. Pada awalnya, saya kira mural itu adalah wallpaper, tapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata memang lukisan.

Di depan jendela, ada chaise lounge bergaya kontemporer yang ditempatkan menghadap televisi. Nah, televisinya sendiri berada di atas meja kerja yang besar, cocok buat saya yang kalau kerja pasti berantakan mejanya karena kebanyakan barang. Di atas meja kerja, ada panel yang memuat beberapa porta, termasuk porta audio in. Kalau lihat di foto, kan ada dua tirai di kedua sisi jendela. Nah, tirai yang ada di belakang chaise lounge itu ternyata menyembunyikan sound system. Awalnya, saya bingung karena ketika nonton Fast and Furious, kok ada suara bas yang lebih kentara dari belakang kursi. Ditambah lagi, saya dengar suara-suara yang lebih detail, seperti bunyi metal dan semacamnya. Saya kira itu suara dari luar (dan sempat berpikir kayaknya kamarnya kurang sound-proof). Ternyata setelah dicari-cari, ada sound system yang disembunyikan di balik tirai. Wah, ini bisa jadi trik nih!

Foyer kamar sendiri berbentuk koridor pendek, dengan dressing table dan display yang memuat camilan dan minuman. Meskipun nggak besar, foyer tetap tampil cantik dalam balutan marmer putih dan panel dinding berwarna putih dengan lis emas.

Kamar Mandi

Semua tipe di kategori Suite punya kamar mandi dengan bentuk memanjang. Kamar mandi unit saya tampil mewah dan cantik dalam balutan marmer putih beraksen abu-abu. Ada area shower terpisah dan his-and-hers sink, lengkap dengan vanity mirror supaya nggak perlu rebutan wastafel saat mau cuci muka atau gosok gigi.

IMG_20190531_173455
IMG_20190531_173555

Kamar mandi bisa diakses lewat area tidur dan foyer. Untuk walk-in closet-nya sendiri sih ukurannya cukup besar (lagian memang mau bawa baju sebanyak apa sampai perlu walk-in closet sebesar ruang keluarga?). Di depan walk-in closet, ada “bilik merenung”, istilahnya si Mike buat kubikel kloset. Ukurannya sendiri mirip ukuran kubikel kloset di mal. Hanya saja, yang ini lebih mewah dalam balutan marmer dan lukisan. Masalah yang sama alami adalah pintu geser kubikel ini nggak ada kuncinya dan ketika ditutup, justru bergeser lagi. Walhasil, saya harus nahan pintunya supaya nggak terbuka ketika saya lagi ada urusan penting–satu aspek yang perlu diperbaiki Four Seasons Jakarta.

IMG_20190531_173607
IMG_20190531_183347
IMG_20190531_183359

Deep soaking tub di kamar mandi cukup besar dan bisa menampung 2 dewasa, in case perlu some romantic time. Di seberangnya ada shower area yang cukup luas dengan rainshower, salah satu bathroom amenities yang paling saya suka. Produk mandi yang tersedia adalah produk-produk dari Etro, fashion house asal Italia. Secara pribadi, saya nggak begitu suka dengan aromanya (Vicolo Fiori) karena menurut saya secara pribadi sih “terlalu formal” dan terlalu floral, tapi ini sih soal preferensi pribadi aja ya. In fact, body lotion-nya cukup melembapkan dan bikin tangan terasa halus.

Dining Venues

Alto

Bertempat di lantai 20, Alto merupakan salah satu restoran yang ada di Four Seasons Jakarta. Restoran ini menyajikan hidangan Italia dan buka pada jam makan siang (11.30 siang sampai 2.30 sore), makan malam (6.00 sore sampai 10.30 malam), dan Sunday brunch (11.30 siang sampai 3.00 sore).

Dari segi desain, Alto tampil berani dalam balutan warna merah yang tajam. Wall paneling warna merah dipadukan dengan lis warna emas, menciptakan kesan mewah. Furnitur, lampu, dan aksen dinding bergaya Art Deco memperkuat sisi glamor restoran ini. Ada ruang privat, main area, outdoor area, dan bar di restoran ini, dan semuanya selaras didesain dalam gaya yang sama. Untuk bar sendiri, areanya memang tidak seluas main area, tetapi tetap terasa mewah dan dilengkapi jendela besar dengan pemandangan Jalan Gatot Subroto.  Outdoor seating area dipercantik dengan potted plants dan oversized armchair berbahan cowhide. Sayangnya saya lupa foto outdoor area-nya karena fokus ngobrol bersama Ms. Jani dan justru malah foto-foto centil di sana, bukannya ambil foto buat bahan review.

IMG_20190531_185126
IMG_20190531_185119
IMG_20190531_185017
IMG_20190531_185012

Private area punya kapasitas 10 orang dan terasa lebih intimate. Area ini punya meja makan berbentuk lingkaran dan jendela-jendela besar yang menghadap ke Jalan Gatot Subroto. Sepintas, dengan meja makan bentuk lingkaran, interior yang didominasi warna merah, dan chandelier berbentuk bunga lotus, saya merasa seperti sedang berkunjung ke Chinese restaurant. Sementara itu, ada satu lagi area yang bisa dibilang cukup privat, tapi bisa menampung lebih banyak tamu dan punya beberapa meja terpisah. Area ini punya jendela yang menghadap ke arah selatan. Ketika saya lihat ke luar sih, view-nya memang nggak sebagus view ke kawasan Jalan Gatot Subroto.

IMG_20190531_183953
IMG_20190531_184002
IMG_20190531_184159

The Palm Court

Bertempat di lantai lobi, The Palm Court ini tempatnya para tamu sarapan di pagi hari. Sebetulnya ketika saya baca-baca informasi tentang Four Seasons Jakarta, restoran ini merupakan salah satu tempat yang bikin saya penasaran. Ketika berkunjung ke Savoy Homann Bandung, saya sarapan di Garden Restaurant yang mengusung konsep palm court, dan memang lengkap dengan pohon-pohon palem. Entah kenapa, saya tertarik dengan restoran berkonsep palm court karena kesannya lapang, cerah, dan eksotis.

Sayangnya, di dining hall utama, memang tidak ada pohon-pohon palem tinggi di tengah ruangan (walaupun tetap ada beberapa potted plants di sana sini). Meskipun demikian, saya dibuat kagum dengan langit-langit berkubah yang tinggi dan chandelier kristal kontemporer dengan desain yang rumit, tapi elegan. Sepintas, saya melihat desain chandelier-nya ini mirip bunga dandelion. Plafon ruangan juga menampilkan permainan tekstur yang memberikan kesan mewah.

IMG_20190531_191128
IMG_20190531_191142
IMG_20190531_191150
IMG_20190601_103752
IMG_20190601_103800
IMG_20190601_103930

Furnitur di The Palm Court tampil elegan dalam dominasi warna hijau dan cokelat tua. Ada beberapa kursi bersandaran tinggi berbahan velvet hijau yang mengingatkan saya sama singgasana raja dan ratu. Dari belakang, kursi-kursi ini kelihatan kayak shield. Cocok lah buat main cilukba. Dari belakang diterka-terka siapa yang duduk, pas dilihat eh taunya Sehun.

giphy

Untuk makanan sendiri sih saya nggak banyak komentar. Maksudnya, saya nggak ada keluhan. Saya suka salad-nya yang jelas. Ada juga pilihan keju, bacon, dan semacamnya. Bisa dibilang tipikal menu sarapan internasional di hotel bintang lima sih. Karena saya datang ke restoran jam 10, para staf udah mulai beres-beres restoran, tapi saya tetap kebagian makanan kok. Bisa dilihat di foto, menu sarapan yang saya ambil sih cukup sederhana. Takutnya nggak habis masalahnya, ‘kan sayang makanan dibuang-buang.

1559389373295

The Palm Court ini nggak hanya punya indoor dining area. Di sebelah timur ruangan, ada pintu menuju taman dan The Orchid Court. Area outdoor ini tampil cantik dengan tanaman-tanaman tropis dan paviliun semi-outdoor dengan sentuhan Arabesque.

IMG_20190601_104340
IMG_20190601_104324
IMG_20190601_104349

Untuk The Orchid Court sendiri tempatnya tertutup, tetapi jendela-jendela besarnya memungkinkan banyak cahaya matahari untuk masuk dan menerangi ruangan di pagi atau siang hari. Sentuhan Arabesque masih terlihat di beberapa bagian ruangan, tetapi yang menjadi primadona area ini tentunya koleksi bunga anggrek berwarna ungu. Bunga-bunga ini ditanam di sekitar ruangan. Furniturnya sendiri tampil lebih santai dalam balutan warna biru dan putih, berbeda dari furnitur di The Palm Court dengan balutan warna velvet green yang memang terasa lebih elegan, tapi juga austere.

Ukuran ruangan memang tidak begitu besar dan hanya ada beberapa set meja kursi di sini. Karena ukurannya bisa dibilang kecil dengan bentuk memanjang, udara di dalam The Orchid Court terasa jauh lebih sejuk (atau malahan dingin). Sebetulnya, bisa dipahami sih kenapa di pagi hari suhunya terasa dingin karena pasti untuk mengantisipasi suhu yang lebih panas di siang hari, terutama dengan jendela kaca besar yang memungkinkan paparan cahaya matahari secara penuh.

IMG_20190601_103959
IMG_20190601_104004
IMG_20190601_104301

Nautilus Bar

Tidak jauh dari lobi, ada Nautilus Bar yang buka dari jam 12 siang sampai 1 pagi. Di antara dining venues lain di Four Seasons Jakarta, Nautilus Bar ini yang tampak paling dark dan sexy. Konsep interiornya sendiri nautical, tapi dengan pemilihan warna hitam sebagai warna dominan dan palet sepia untuk mural kapal layar di dinding, rasanya saya seperti diceritakan dongeng sejarah zaman dulu.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, interior Nautilus Bar didominasi warna hitam yang elegan dengan aksen emas di sana sini. Ada dua niche di sisi utara dan selatan bar dengan dinding bermotif sisik ikan (atau ular ya) yang berkilau. Waktu ke sana, sayangnya salah satu spot sudah ditempati musisi bar. Satu spot di sampingnya memang sih kosong, tapi saya lagi nggak mau duduk dekat-dekat pengunjung lain. Lagi kumat antisosialnya.

tenor
I hate people!

Sebagian besar furnitur menampilkan desain Art Deco, baik dari bentuk maupun pattern di bagian sampingnya. Langit-langitnya sendiri punya plafon berbentuk chocolate bar, dengan lampu-lampu yang sengaja diredupkan untuk membangun atmosfer yang sexy. Di atas meja, ada lampu berbahan logam berbentuk cendawan. Grand piano ditempatkan di sisi utara ruangan. Saya sempat main beberapa lagu (dan diizinkan untuk main, selama memang kita bisa dan betul mainnya).

IMG_20190531_230545
IMG_20190531_230603
IMG_20190531_232025
IMG_20190531_232122
IMG_20190531_224203

Ketika berkunjung, saya pesan Nutmeg Old-Fashioned, cocktail eksotis dengan rasa pala yang cukup kentara. Tamu yang datang juga disuguhi camilan gratis untuk dinikmati sambil minum dan ngobrol. Buat yang suka cocktail yang lebih ringan, saya sarankan sih pilih menu yang lain karena aroma dan rasa pala di Nutmeg Old-Fashioned ini bisa dibilang sangat kuat. Pilihan cocktail yang ditawarkan di Nautilus Bar terinspirasi dari rempah-rempah khas Indonesia, makanya banyak menu-menu yang mengintegrasikan rempah-rempah dalam campurannya.

La Patisserie

Buka dari jam 11 siang sampai jam 8 malam, La Patisserie ini cocok buat afternoon tea bareng temen-temen sambil ngobrol dan ngemil kue. Lokasinya berada nggak jauh dari lobi dan Nautilus Bar. Dengan langit-langit tinggi dan pemilihan warna-warna cerah, La Patisserie memberikan atmosfer yang lebih santai, tapi tetap mewah.

IMG_20190601_104457
IMG_20190601_104508

Di bagian tengah ruangan, ada semacam lounge chair berbentuk lingkaran besar yang dipisahkan oleh beberapa lengan. Di tengahnya, ditempatkan vas bunga sebagai pemanis. Set kursi dan meja lainnya tampil lebih kasual dalam desain yang lebih sederhana dan warna kuning yang menonjol. Panel dinding menggunakan warna aquamarine yang selaras dengan warna lounge chair di tengah ruangan, sepintas mengingatkan saya dengan ruang Le MΓ©ridienne di private apartment-nya Marie Antoinette. Aksen-aksen emas tetap ditampilkan di sini.

IMG_20190601_104528
IMG_20190601_104533
IMG_20190601_104539

Fasilitas Lain

The Library

Berada di lantai lobi dan berseberangan dengan grand staircase yang jadi salah satu spot ikoniknya Four Seasons Jakarta, ada The Library. Ruangan ini ukurannya kurang lebih sama dengan La Patisserie, tetapi menawarkan atmosfer yang lebih serius dan tenang. Desainnya sepintas mirip dengan satu ruangan di Gatsby’s Mansion. Kalau pernah nonton The Great Gatsby, mungkin ingat ada satu ruangan di istananya Gatsby yang menampilkan kumpulan foto-foto dia, grand piano, dan lounge chairs. Kalau nggak salah itu ada di scene pesta pertama Gatsby yang dihadiri sama Nick.

IMG_20190531_230018
IMG_20190531_230041

Meskipun namanya The Library, yang saya sayangkan adalah koleksi bukunya nggak begitu banyak. Sebagian besar sih kalau saya perhatikan, buku-buku yang ada di sini adalah ensiklopedia. Bisa dipahami sih karena dari segi desain, bukunya pas dengan desain ruangan. Tempat duduk yang tersedia di sini nggak banyak, dan saya rasa ini tepat karena ruangan ini lebih cocok buat baca, ngobrol serius (bukan ngobrol hahah heheh), atau kerja. Di salah satu sudut dinding, ada mural bergaya nautical yang senada dengan mural di Nautilus Bar.

Pool Terrace

Nah, ini fasilitas yang saya suka di Four Seasons Jakarta. Berada di lantai yang sama dengan gym dan spa, kolam renang di hotel ini besar dan cukup panjang buat bolak-balik satu lap. Kolam utamanya nggak begitu dalam, sekitar 1,4 meter kalau nggak salah. Di sisi barat juga ada kolam untuk anak. Selain itu, di area ini juga ada pool bar yang menyajikan beragam cocktail. Ada juga tangga menuju sun deck yang ternyata kosong karena, well, siapa juga yang mau dengan sengaja panas-panasan untuk bersantai di bawah teriknya matahari Jakarta yang menyengat banget.

IMG_20190601_121301
IMG_20190601_121237

Ada cukup banyak deck chair dan recliner di area ini. Jadi, pengunjung nggak perlu berebut tempat duduk, meskipun memang area yang teduhnya lebih sedikit. Selain itu, ada juga beberapa bale-bale buat bersantai sambil lihat orang-orang yang berenang. Area kolam sendiri didesain dalam gaya tropis, lengkap dengan pohon-pohon kamboja yang bikin saya seolah lagi ada di sebuah resor di Bali, sampai saya mengalihkan pandangan ke arah utara dan sadar kalau saya ternyata lagi ada di Jakarta.

Ketika berenang, saya sengaja cari area yang diteduhi pepohonan. Air kolam juga terasa hangat karena terpapar cahaya matahari. Oh ya, kolam renang di Four Seasons Jakarta juga buka selama 24 jam ya. Kalau malam-malam, ada beberapa torch raksasa yang dinyalakan untuk menerangi area kolam. Torch-nya gede, kayak yang di film The Mummy.

IMG_20190601_121313

Gym

Berada satu lantai dengan Pool Terrace, gym di Four Seasons Jakarta memiliki peralatan yang cukup lengkap. Saya sendiri nggak pakai gym karena keburu capek berenang. Salah satu sisi ruangan punya jendela yang menghadap ke arah kolam. Untuk masuk, kita bisa masuk lewat pintu kaca utama atau “pintu samping”. Nah, kalau mau akses lewat pintu kaca, kita harus tap kartu kamar ke card reader. Lucunya, waktu itu pintu samping ini terbuka jadi saya (atau siapa pun) bisa masuk tanpa harus tap kartu.

IMG_20190531_190008
IMG_20190531_190017
IMG_20190531_190035

Area gym sendiri sebetulnya cukup luas, hanya saja kurang besar kayaknya kalau mau senam, kecuali peralatannya digeser-geser supaya ada ruang cukup besar di tengah gym. Saya kurang tahu ini ganti pakaiannya di mana, tapi bisa jadi shower area dan ruang ganti pakaiannya bergabung dengan ruang ganti dan bilas kolam renang. Di dekat gym juga ada spa, salon, dan barbershop.

Grand Staircase

Sebetulnya, tangga ini bukan termasuk fasilitas umum di Four Seasons Jakarta, tapi karena desainnya yang majestic, tangga ini jadi salah satu spot foto terbaik di hotel ini. Posisinya berada di lantai lobi, tepatnya di persimpangan antara Palm Court dan Nautilus Bar.

IMG_20190531_190412
IMG_20190531_190429

Area tangga tampak mewah dalam balutan warna krem, handle bar berwarna emas, langit-langit yang tinggi, dan karpet motif floral warna cokelat dan hitam. Sebagian besar tamu yang datang ke sini pasti nyempetin foto-foto di tangga ini, dan para staf pun biasanya dengan senang hati akan bantu fotoin tamu.

Lokasi

Four Seasons Jakarta berada di Jalan Gatot Subroto, salah satu kawasan perkantoran yang cukup sibuk di Jakarta. Hotel ini sendiri berada satu kompleks dengan Capital Place. Dari Stasiun Gambir, perjalanan ke hotel ini memakan waktu sekitar 35 menit menggunakan kendaraan roda empat. Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, perjalanan ke hotel paling cepat memakan waktu sekitar 50 menit lewat Tol Bandara.

Pihak hotel menyediakan layanan shuttle van gratis ke beberapa destinasi terdekat, seperti SCBD dan Senayan. Waktu itu, saya coba pakai layanan shuttle van mereka ke Pacific Place yang ternyata bisa diakses lewat jalur di belakang hotel. Perjalanan dari hotel ke Pacific Place memakan waktu sekitar 10 menit aja. Lumayan cepat, ‘kan?

Dari segi lokasi sendiri, sebetulnya Four Seasons Jakarta memang sudah strategis. Kalau pesan kamar dengan view ke arah kota pun, view yang didapatkan cantik banget. Yang jadi masalah menurut saya sih kondisi lalu lintas yang kadang-kadang nggak bisa diprediksi. Namun, selama di sana sih lalu lintas dari hotel ke kawasan SCBD lancar-lancar aja. Hanya saja, perjalanan dari Stasiun Gambir ke hotel memang cukup lama karena kejebak macet di beberapa titik.

Kesimpulan

Sebagai salah satu akomodasi bintang lima di Jakarta, Four Seasons Jakarta memang nggak main-main dalam menawarkan pengalaman menginap atau berlibur yang mengesankan untuk para tamu. Dari mulai desain interior, fasilitas, sampai staf, Four Seasons Jakarta berhasil memberikan momen ulang tahun yang berkesan buat saya.

Dari aspek desain interior, Alexandra Champalimaud did a great job. Saya sendiri sebetulnya penggemar desain-desain klasik, meskipun saya nggak menutup diri untuk desain-desain kontemporer. Ukuran kamar yang luas dengan ruang keluarga terpisah, mural bergaya Chinoiserie di dinding, kamar mandi marmer dengan deep soaking tub, dan jendela yang menawarkan view kota bikin saya betah di kamar. If I stayed longer, I would have spend one day staying in my room, reading some books, taking naps, and doing nothing.

Four Seasons Jakarta menawarkan fasilitas umum yang lengkap untuk para pengunjung. Nautilus Bar, Palm Court, Pool Terrace, dan Library jadi fasilitas-fasilitas yang paling saya sukai saat berkunjung. Untuk perpustakaan sendiri sih, sayangnya koleksi bukunya nggak begitu banyak dan kebanyakan buku-buku yang ada memang memiliki desain yang cocok dengan desain interior ruangan. Mungkin kalau koleksinya diperbanyak, akan lebih baik. Ah, hampir lupa! Saya nggak nemu jacuzzi di area kolam renang. Waktu cek ke area ganti, di dalam pun nggak ada sauna atau steam room. Mungkin ketiga fasilitas itu tersedia di spa hotel, tapi karena saya nggak berkunjung ke sana, saya pun nggak sempat tanya-tanya. Padahal, kalau ada jacuzzi, sauna, atau steam room di area yang lebih mudah diakses pengunjung, kayaknya akan lebih baik.

Kualitas layanan dan keramahtamahan para staf harus diacungi jempol. Ms. Dika selaku Guest Experience Supervisor dan Ms. Jani di Alto dengan senang hati menemani dan mengantar saya berkeliling sambil bercerita tentang hotel. Untuk Ms. Dika sendiri, dia yang mewujudkan momen ulang tahun berkesan saya di Four Seasons Jakarta. Staf-staf lain di reception area pun sama ramahnya (sayangnya saya lupa tanyakan nama-namanya).

Dengan rate mulai dari 2,5 juta rupiah per malam (berdasarkan situs web resmi hotel, belum termasuk tax), Four Seasons Jakarta memang salah satu properti dengan harga rata-rata yang cukup tinggi di Jakarta, bahkan di antara properti-properti di kelasnya. Namun, dengan kualitas layanan yang memukau, fasilitas berkelas, dan desain interior yang mewah dan elegan, you will definitely get what you pay for. Ditambah lagi, dengan layanan in-room breakfast dan shuttle van gratis, menurut saya dana yang harus dikeluarkan cukup sepadan dengan sedikit kemewahan dan oasis ketenangan di tengah ingar-bingarnya kota Jakarta.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ» Pros

  • Desain interiornya keren banget. Untuk penggemar interior bergaya klasik, Four Seasons Jakarta jadi pilihan yang harus dipertimbangkan, terutama dengan wall paneling, chandelier di kamar, dan mural bergaya Chinoiserie di living area.
  • Komunikasi dengan staf bisa melalui aplikasi Four Seasons dari ponsel. Cukup praktis, terutama ketika kita ingin minta jemputan pulang dari mal atau lokasi lain ke hotel.
  • Setiap suite punya living area terpisah. Jadi, tetap ada ruangan terpisah untuk menerima tamu yang datang.
  • Di kamar mandi, ada deep soaking tub yang bisa memuat maksimal 2 orang. Cocok buat mandi mewah atau sekadar menikmati momen galau.
  • Kolam renangnya cantik banget, dengan pohon-pohon kamboja dan tanaman-tanaman eksotis yang membangun atmosfer resor tropis.
  • Ada banyak Instagrammable spot di hotel ini, dari mulai area drop-off tamu, kolam renang, perpustakaan, sampai The Orchid Court.
  • Stafnya ramah dan helpful, terutama Ms. Dika sebagai Guest Experience Supervisor dan Ms. Jani dari Alto
  • Tipe Executive Suite dan Deluxe Suite sebetulnya punya luas yang sama, tetapi view yang beda. Deluxe Suite menawarkan view ke arah perkotaan, tetapi dengan rate yang sedikit lebih tinggi. Worth paying sih menurut saya.
  • Lokasinya dekat dari SCBD dan kawasan Kuningan. Ada juga layanan shuttle van gratis yang bisa kita gunakan untuk menuju tempat-tempat di kedua kawasan tersebut. Dari hotel, Pacific Place bisa ditempuh dalam waktu sekitar 10 menitan. Di samping hotel juga ada Museum Satria Mandala.

πŸ‘ŽπŸ» Cons

  • Kalau bicara soal rate, Four Seasons Jakarta memang salah satu yang rate-nya cukup tinggi, bahkan di antara hotel-hotel bintang lima lainnya. Bisa dibilang, Four Seasons Jakarta ini masuk ke upper-tier hotel bintang lima di Jakarta kalau dari segi rate (ada beberapa hotel bintang lima yang rate-nya di bawah 2 juta soalnya, apalagi kalau dapat kode atau promo diskon).
  • Saya lupa jelaskan di atas. Di dekat hotel ada minimarket yang buka hanya sampai jam 10 malem. Kalau tengah malam tiba-tiba craving ingin camilan, minimarket terdekat ada di seberang jalan. Dan ketika saya bilang seberang jalan, kita harus nyebrangin dulu jalan raya dan jalan tol.
  • Jacuzzi, sauna, dan steam room-nya di mana sih?
  • Koleksi buku di The Library terbatas. Semoga sih bisa diperbanyak dan merangkul lebih banyak genre, termasuk novel.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😌
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩🀩
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Review: Mercure Jakarta Kota

Terakhir saya nulis ulasan itu bulan kemarin ya. Tampaknya karena kesibukan saya, jadwal nulis review hotel jadi macam sebulan sekali. Sebetulnya, masalahnya bukan karena kurang bahan sih (believe me or not, masih ada banyak hotel yang review-nya belum saya tulis, tapi kunjungannya udah dari bulan kapan), tapi karena kerjaan.

Kunjungan ke hotel yang mau saya bahas kali ini agak spesial karena ada kerabat saya yang ulang tahun. Sebetulnya jatohnya ini saya numpang nginep sih (berhubung malemnya diajak makan-makan sama teman-teman yang lain di warung seafood). Hotel ini merupakan salah satu properti punya Accor yang usianya cukup tua di Jakarta. Dari desainnya saya bisa lihat sisa-sisa kemegahan hotel ini di heyday-nya dulu, meskipun pesonanya masih tetap terjaga.

1139_17032512520051846435
Mercure Jakarta Kota. Foto milik pihak manajemen

Mercure Jakarta Kota adalah akomodasi bintang empat yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk no. 123, Jakarta. Hotel ini bersebelahan dengan Hotel Santika Premier Hayam Wuruk. Di kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada sendiri ada banyak banget hotel, Mercure Jakarta kota sendiri bukan satu-satunya properti Accor yang ada di kawasan ini. Nggak jauh dari hotel ini juga ada Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada.

Dikenal juga dengan nama Mercure Rekso Hayam Wuruk, Mercure Jakarta KotaΒ punya 243 kamar yang terbagi ke dalam 3 tipe: Superior, Deluxe, dan Executive. Berdasarkan informasi dari situs resminya, hotel ini terinspirasi oleh budaya Indonesia-Tionghoa yang saya rasa cukup kentara, terutama dari pemilihan warna. Untuk desain secara keseluruhan, saya akan menggunakan istilah “hotel-hotel mewah yang suka ditampilkan di film-film laga Hong Kong-Jackie Chan”. Menurut staf yang waktu itu bertugas di pool area sih, di lantai paling atas ada Presidential Suite, tapi ketika saya cross check di website resmi hotel dan situs-situs booking, saya nggak nemu tipe itu. Mungkin yang dimaksud Presidential Suite itu tipe Executive kali ya? Di Tripadvisor sendiri, kalau saya lihat dari foto-fotonya saya malah nemu tipe Junior Suite. Nah loh, jadi ada berapa tipe kamar di properti ini? Did I miss something?

Untuk memenuhi kebutuhan pengunjung, hotel ini dipersenjatai fasilitas-fasilitas mumpuni seperti kolam renang, gym, spa, dan sauna. Ada dua restoran dan satu bar di hotel ini. Sebagai fasilitas MICE, ada 6 ruang rapat dengan opsi terbesar memiliki luas 680 meter persegi dan kapasitas maksimal 550 orang. Waktu menginap, kerabat saya pesan kamar tipe Deluxe dengan jendela menghadap ke arah utara. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Di Mercure Jakarta Kota, saya menginap di kamar Deluxe. Interior kamar tampil elegan dalam palet warna putih-cokelat-merah. Dinding kamar sendiri didominasi warna putih, sementara furnitur berbahan kayu dicat dengan warna light cherry (atau mungkin light mahogany ya karena ada corak kemerahannya sebetulnya). Chaise loungeΒ kontemporer berwarna merah ditempatkan di samping meja kopi, membelakangi dinding dan jendela yang ditutupi gorden berwarna cokelat. Untuk istilah desain, menurut saya interior kamar mengusung desain kontemporer. Saya jadi ingat hotel-hotel mid-scaleΒ dengan desain seperti ini yang pada heyday-nya dulu sih seperti mencerminkan modernitas dan kemewahan pada masanya.

IMG_20190209_151043

IMG_20190209_151057

IMG_20190209_151346

IMG_20190209_151331

IMG_20190209_151317

Kalau lihat di foto, di atas tempat tidur ada kayak seserahan. Tenang ya itu bukan seserahan nikahan tapi, kerajinan tangan dari handuk yang disiapkan pihak hotel buat menyambut kerabat saya yang lagi ulang tahun. Ketika lihat kerajinan itu, saya kagum karena hasilnya keren banget. Ada yang dibentuk kue ulang tahun, ada yang dibentuk semacam angsa, dan lain-lain. Two thumbs up buat staf Mercure Jakarta Kota yang sudah mempersiapkan surprise tersebut!

tenor-1
Sehun suka. Good job!

Walhasil, di kamar jadi ada banyak banget handuk.

giphy
Handuk di mana-mana! Inikah namanya toko handuk?

Fasilitas kamar sendiri mencakup TV, AC, coffee maker, ya yang begitu lah ya amenities wajib. Closet-nya memang nggak besar, tapi setidaknya tertutup dan cukup lah buat gantung beberapa baju. Oh ya, saya lupa bilang bahwa kamar ini punya luas 35 meter persegi. Jarak dari ujung tempat tidur ke TV stand bisa dibilang luas banget. Kayanya cukup lah buat senam poco-poco dua atau tiga orang. Desain furnitur sih bisa dibilang dated kalau dibandingkan dengan furnitur modern jaman sekarang, tapi saya nggak mempermasalahkan itu. In fact, saya rasa furnitur-furnitur modern di tahun 80-90an itu punya charm-nya tersendiri.

IMG_20190209_151135

IMG_20190209_151126

Satu hal yang saya suka dari kamar ini adalah jendelanya. Kalau biasanya hotel-hotel menawarkan jendela biasa, Mercure Jakarta Kota memasang semacamΒ bay window. Ditambah lagi, kaca jendela yang dipasang juga setinggi dinding. Jadi, saya bisa lihat pemandangan dengan lebih jelas.

IMG_20190209_151436
Pemandangan dari jendela. Terlihat Novotel, Holiday Inn & Suites, dan Jayakarta.

Kamar Mandi

Bicara tentang kamar mandi, luasnya nggak besar. Posisinya bisa dibilang serba mepet. Kloset berada terlalu dekat dengan bathtub. Pintu kamar mandi sendiri kalau dibuka langsung nempel ke dinding bathtub. Ukuran bathtub sendiri nggak begitu panjang dan saya rasa, kamar mandi unit merupakan aspek yang lebih perlu diperhatikan dan di-improve dibandingkan bagian kamar yang lain.

IMG_20190209_151240

IMG_20190209_151230

IMG_20190209_151220

IMG_20190209_151211

Fasilitas kamar mandi terbilang lengkap. Di kamar mandi udah ada vanity mirror, hair dryer yang desainnya sepintas mirip alat pengering tangan di wastafel restoran fast food, dan produk-produk mandi. Kalau melihat dari segi desain, pemilihan keramik untuk dinding mengurangi elegancyΒ kamar mandi karena menurut saya secara pribadi sih terlalu modest. Kesannya kayak kamar mandi di rumah. Meskipun demikian, pencahayaan cukup terang dan semua perlengkapan kamar mandi masih berfungsi dengan baik. Urusan desain sih pada akhirnya preferensi masing-masing.

Fasilitas Umum
Kolam Renang

Salah satu fasilitas yang saya manfaatkan saat berkunjung ke Mercure Jakarta Kota adalah kolam renangnya. Kunjungan ke kolam renang ini lebih tepat dilakukan di sore hari, sekitar jam 3 atau 4. Berada di bagian belakang hotel, area kolam renang diteduhi bangunan hotel yang tinggi sehingga pas berenang, rasanya sejuk aja nggak kena cahaya matahari yang menyengat. Kalau cuaca cerah, air kolam dihangatkan oleh paparan cahaya matahari di siang hari. Jadi, begitu sore-sore berenang, airnya nggak kerasa dingin.

IMG_20190209_153022

IMG_20190209_153025

Meskipun ukurannya nggak begitu besar, kolam renang di Mercure Jakarta Kota tetap layak dijajal. Apalagi, ada area kolam yang cukup dalam juga. Sebetulnya agak nggak seimbang ya kalau kedalaman kolam dibandingkan sama ukurannya. Selain itu, ada juga kolam anak di sini. Bangunan tambahan yang menjorok ke arah kolam itu gym hotel. Jujur saya sih suka dengan area kolam renangnya.

IMG_20190209_153001

IMG_20190209_153041

Di sudut area kolam, ada whirlpool untuk empat orang. Sebetulnya ya bisa untuk banyakan sih. Hanya saja, lubang dorong air dan udaranya hanya ada empat. Kalau mau pakai, kita bisa tekan sendiri tombol yang ada di salah satu dinding. Area ini beratap, tapi dari sini juga kita bisa lihat kawasan perumahan di sekitar hotel. Selain itu, ada juga sekolah yang jendela kelas-kelasnya satu level dengan area ini. Jadi agak parno mau berendam. Takut diliatin anak-anak sekolah. Oh ya, keesokann harinya saya sempat coba lagi whirlpool, tapi kali ini suhu airnya terlalu panas. Walhasil, nggak jadi deh.

Oh, ya, satu hal yang saya rasa perlu dibenahi oleh Mercure Jakarta Kota adalah lampu yang dipasang di dalam kolam renang. Waktu saya berenang, saya kaget karena lampu itu dalam kondisi lepas, dengan kabel-kabel yang mencuat keluar. Saya yakin sih lampunya pasti dimatikan. Hanya saja, ‘kan ngeri rasanya. Takutnya ada orang iseng nyalakan lampu, pas kebetulan ada yang berenang. Bisa jadi Final Destintation kalo kayak gitu. Semoga sih saat tulisan ini dirilis, lampunya sudah diperbaiki.

IMG_20190209_164831

IMG_20190209_164816

Area ganti pakaian ada di dekat kolam. Untuk area ganti pria, kita harus masuk dulu ke dalam bangunan utama. Posisinya ada di depan gym, di sebelah spa. Di dalam area ganti, ada beberapa shower box dan satu ruang sauna.

Restoran

Mercure Jakarta Kota mempunyai dua restoran yang menawarkan menu yang berbeda. Lokasinya sama sih, satu lantai di atas lantai lobi, tapi di area yang berbeda. Restoran Spice menawarkan menu internasional yang juga jadi tempat tamu menikmati sarapan pagi. Atmosfernya santai dan interiornya juga kontemporer kasual. Kebetulan waktu saya foto-foto, habis ada acara besar di sana dan ini adalah kondisi setelah para staf beres-beres.

IMG_20190210_132708

IMG_20190210_132645

Nggak jauh dari Spice, ada Chiao Tung, Chinese restaurant yang menawarkan dimsum sebagai menu andalannya. Nah, bufet dimsum ini bisa dinikmati setiap akhir pekan dan libur Nasional dari jam 11 siang sampai jam 3 sore. Saya nggak sempat mencoba sih dimsum di sana gimana, tapi menurut Ci Windi, saudara saya yang pernah nyoba makan dimsum di sana, katanya makanannya enak. Bisa jadi opsi sih ini kalau lagi pengen all you can eat dimsum di Jakarta.

IMG_20190209_150201

IMG_20190210_132731

Selain Spice dan Chiao Tung, ada Kirana Cafe di lantai lobi. Lokasinya nggak jauh dari lobi dan area resepsionis. Kafe ini memang nggak besar, tapi atmosfernya sih cukup cozy, terutama untuk sekadar ngobrol sama ngopi bareng temen-temen atau keluarga, atau nonton film. Di Kirana Cafe juga ada tangga menuju Chiao Tung yang berada tepat di atasnya. Sebetulnya, di ujung kafe (masuk ke area lobi) ada grand piano. Hanya saja, kursinya nggak tahu ke mana. Pianonya bisa dibuka, tapi saya mainnya jadi sambil berdiri. Uh πŸ˜•

IMG_20190209_223116

IMG_20190209_223326

IMG_20190209_223313

Fasilitas Lain

Selain kolam renang dan restoran, seperti yang saya sebutkan di atas, Mercure Jakarta Kota juga punya beberapa fasilitas lain, seperti fasilitas MICE, gym, dan spa. Untuk gym-nya sendiri sih saya lihat ukurannya cukup besar dan peralatannya lumayan lengkap.

IMG_20190209_153231

IMG_20190209_153242

IMG_20190209_153302

Gym hotel ini punya view ke area kolam renang. Di hari terakhir kunjungan, saya liat ada beberapa anak remaja yang olahraga di gym, dan setelah itu langsung pada berenang. Ya, olahraganya sebentar sih macem lari di atas treadmill 10 menitan, habis itu ngobrol-ngobrol, dan langsung pada berenang ceria di kolam renang.

Salah satu bagian hotel yang saya suka dan menurut saya jadi claim to fame-nya Mercure Jakarta Kota adalah lobinya. Si grand lobby ini punya kubah stained glass yang cantik dengan desain khas hotel mewah bergaya kontemporer di tahun 90an. Dari tengah kubah, ada lampu besar yang bergantung. Waktu berkunjung, saat itu masih suasana imlek. Lampion-lampion kertas yang dinyalakan di malam hari membuat area lobi tampak lebih cantik.

IMG_20190210_133503

IMG_20190209_223131

IMG_20190209_150119

IMG_20190209_150136

IMG_20190209_150156

IMG_20190209_150024

Oh ya, satu lagi. Ada empat lift utama di hotel ini untuk tamu (seinget saya empat, apa enam ya?). Dua lift yang posisinya paling ujung ternyata lift panoramik. Pemandangan dari lift bagus banget buat dilihat, terutama ketika lift mulai naik.

IMG_20190209_150703
View dari lift ke arah selatan

Lokasi

Sekarang kita bicara soal lokasi. Berdiri megah di Jalan Hayam Wuruk, Mercure Jakarta Kota memberikan kemudahan untuk mengakses berbagai tempat di kawasan Glodok. Dari hotel, Pantjoran Tea House, salah satu kedai teh favorit saya bisa dicapai dengan berkendara sekitar 5 menitan. LTC Glodok, Harco, dan Plaza Glodok juga nggak jauh dari hotel kok. Kalau mau pergi ke kawasan Thamrin, bisa pakai bis Transjakarta. Haltenya? Ada di seberang hotel, di atas Sungai Batang Hari. Kita tinggal naik jembatan penyeberangan aja menuju halte.

Untuk kondisi lalu lintas sendiri, area di depan hotel sih nggak begitu macet. Hanya saja, memang macetnya di titik-titik kayak depan Glodok Plaza dan LTC. Selebihnya sih menurut saya lancar-lancar aja. Dari Stasiun Gambir, Mercure Jakarta Kota berjarak sekitar 15 menit dengan kendaraan roda empat. Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, kita bisa berkendara selama sekitar 30 menit lewat tol bandara dan turun menjelang Kota Tua biar lebih cepat.

Kesimpulan

Mercure Jakarta KotaΒ memang bukan properti baru. Dari fasad dan interiornya, kita bisa lihat kalau hotel ini merupakan hotel senior, tapi pesonanya masih tetap bisa kita rasakan kok. Dari segi fasilitas pun, saya rasa hotel ini punya cukup lengkap: kolam renang, gym, spa, meeting/function room, sauna, restoran, dan kafe. Beberapa fasilitas memang perlu dibenahi, tetapi secara umum sih semuanya in a decent condition.

Dari aspek interior, furnitur di kamar bisa dibilang dated. Kontemporer memang, tapi ya kontemporer pada masanya. Kalau dibandingkan dengan furnitur sekarang, wajar ketika dibilang agak kuno, tapi setidaknya semuanya masih berfungsi dengan baik dan terawat. Dengan luas 35 meter persegi, kamar Deluxe sudah bisa dibilang besar. Seperti yang saya bilang, bahkan buat poco-poco sama 2 orang pun cukup. Bay window yang ada di kamar juga jadi daya tarik tersendiri. Untuk kamar mandi, memang kurang elegan kalau bicara dari segi desain, tapi setidaknya fasilitasnya lengkap.

Lokasi hotel sendiri sangat strategis. Ke mana-mana dekat. Ada banyak restoran dan toko di sepanjang jalan Hayam Wuruk-Gajah Mada. Mal juga ada. Yang penting lagi adalah, posisi hotel ini berada berseberangan sama halte busway Transjakarta yang memudahkan tamu untuk pergi ke mana-mana.

Dengan rate mulai dari 600 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), Mercure Jakarta KotaΒ menawarkan ketenangan dan old charm di tengah ingar bingarnya kawasan Hayam Wuruk. Kalau kamu bukan tipe orang yang finicky dengan desain yang agak dated, hotel ini bisa jadi pilihan akomodasi yang terjangkau di lokasi yang strategis.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasi hotel cukup strategis. Di seberang hotel, ada halte busway Transjakarta. Jadi, gampang kalau mau pergi ke mana-mana.
  • Ukuran kamarnya besar. Tipe Deluxe punya luas 35 meter persegi. Tipe Superior punya luas 29 meter persegi. Untuk ukuran hotel “senior” dan bintang empat, tipe kamar terkecil yang berukuran 29 meter persegi itu udah lumayan banget. Tipe kamar yang saya tempati malahan punya jarak yang cukup besar antara ujung tempat tidur dan TV stand.
  • Fasilitas umumnya lengkap: kolam renang, gym, sauna, spa, fasilitas MICE, dan lain-lain.
  • Rate-nya terjangkau. Di kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada, Mercure Jakarta Kota merupakan salah satu akomodasi bintang empat yang cukup terjangkau.
  • Stafnya ramah. Ditambah lagi, kerajinan tangan dari handuknya cantik banget.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Beberapa aspek di kamar perlu dibenahi, seperti pintu atau kamar mandi. Saya rasa desain kamar mandi perlu diganti biar tampak lebih elegan.
  • Lampu di dalam kolam renang perlu diganti. Ngeri banget kabel-kabelnya sampai mencuat ke luar. Semoga sih sudah diperbaiki ketika tulisan ini diunggah.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😢
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°