Tag Archives: hotel murah bandung

Review: Serela Waringin Bandung

Di Bandung, Pecinan jadi salah satu kawasan yang secara pribadi saya suka. Bukan karena bias secara etnis ya, tapi karena suasananya. Kalau ditanya Pecinan itu mulainya dari mana, saya sendiri bingung karena daerah Jalan Sudirman itu sebetulnya udah tergolong Pecinan. Masuk lagi ke jalan yang lebih kecil-kecil, kita bisa nemu kelenteng, Chinese restaurant, sampai tempat les bahasa Mandarin.

Secara spesifik, saya senang dengan kawasan Jalan Kelenteng. Biasanya, di luar kelenteng banyak tukang jualan yang menjajakan beragam makanan, dari mulai batagor, pecel lelel, sampai sate. Ada juga penjual bunga sampai burung-burung kecil. Waktu Hari Waisak kemarin ini, saya sengaja ingin menginap di kawasan itu supaya bisa ke kelenteng pagi-paginya untuk lihat-lihat (I’m not a Buddhist by the way). Nggak jauh dari kelenteng, ada satu hotel yang posisinya juga berdekatan dengan objek wisata Chinatown. Akhirnya, saya menginap deh di hotel ini.

sample-about-waringin

Serela Waringin Bandung adalah akomodasi bintang tiga yang berlokasi di Jalan Kelenteng no. 30-33, Bandung. Dari segi eksterior, bangunan hotel tampak cukup noticeable dengan fasad bergaya tropis minimalis dan elemen-elemen natural. Kalau saya ingat-ingat lagi, beberapa properti Kagum Hotels juga menggunakan desain eksterior yang mirip-mirip, seperti Serela Riau dan Serela Merdeka.

Ada 92 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe di Serela Waringin Bandung, Superior dan Deluxe. Untuk unit Superior sendiri tersedia dengan twin bed dan double bed. Sementara kalau pilih Deluxe, semua unit dilengkapi dengan double bed. Dari segi lokasi, hotel ini cocok buat orang-orang yang ingin main ke kawasan Pecinan atau Paskal 23. Jalan Kelenteng sendiri relatif lebih sepi sebetulnya dibandingkan Jalan Kebon Jati dan Jalan Sudirman yang kalau udah macet, duh ampun deh. Bisa dibilang hotel ini semacam jadi oasis di tengah kemacetan kota Bandung.

Untuk fasilitas sendiri, tidak disangka-sangka ternyata hotel yang kelihatannya kecil ini punya fasilitas yang cukup mumpuni. Ada satu ballroom dan 6 ruang rapat, satu restoran, satu lounge, dan kolam renang di Serela Waringin Bandung. Secara pribadi, saya agak kaget karena di hotel ini ada kolam renang. Kalau lihat dari luar, hotel ini keliatannya kecil dan saya juga nggak lihat ada tanda-tanda kolam renang dari luar. Ketika sarapan, saya baru tahu kalau ternyata di samping restoran, ada kolam renang. Ukurannya nggak besar-besar banget memang, tapi cukup lah buat bolak-balik satu lap.

Waktu menginap, saya dapat kamar Superior dengan double bed. Jendela kamar menghadap ke arah utara. Secara keseluruhan, nggak ada kejadian atau pengalaman buruk selama menginap di sana. Bisa dibilang, everything was so smooth. Ulasan lengkapnya ada di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Bicara soal interior kamar, desainnya mengingatkan saya dengan beberapa hotel serupa di kelasnya (atau satu tingkat di atasnya). Interior bergaya kontemporer nan elegan dibalut warna-warna earthy yang bikin ruangan terasa hangat. Dengan luas 15 meter persegi, memang nggak ada banyak ruang kosong di kamar ini. Untungnya, furnitur yang digunakan nggak oversized. Hanya saja, memang perlu diakui bahwa kamar terasa sempit, bahkan di pagi hari ketika ruangan tampak sangat terang dan cahaya matahari banyak masuk ke kamar.

Furniturnya sendiri bergaya kontemporer dengan sedikit sentuhan Hollywood Glam untuk membangun atmosfer mewah. Penggunaan headboard berdesain minimalis dan memanjang menurut saya sangat cerdas karena dengan ruang yang terbatas, berbagai dekorasi yang rumit hanya akan membuat ruangan terasa semakin sempit.

IMG_20190518_164723

IMG_20190518_164744

Fasilitas kamar memang basic, tapi setidaknya memenuhi kebutuhan dasar. Ada teko pemanas air, dua botol air mineral, TV, dan AC. Jaringan WiFi-nya terbilang kenceng. Yang kurang saya suka adalah ketika buka jendela, ternyata di luar ada semacam balkon yang bisa diakses dari satu pintu area service, dan kondisi balkonnya berantakan (ada spanduk ini itu). Saya nggak foto balkonnya memang.

Overall sih, dari segi fasilitas kamar nggak ada yang bermasalah. Lemari pakaiannya memang kecil, tapi setidaknya masih ada ruang untuk simpan baju. Selain itu, karena space yang segini-gininya, saya secara pribadi merasa kalau tipe Superior ini kurang cocok buat keluarga yang bawa anak, apalagi kalau anak-anaknya suka lari-larian dan banyak gerak.

IMG_20190518_164735

IMG_20190518_164752

Kamar Mandi

Kamar mandi unit Superior di Serela Waringin Bandung bisa dibilang kecil. Space yang ada ya segitu-gitunya. Dalam balutan keramik berwarna krem gelap, suasana kamar mandi rasanya agak mengekang, terutama dengan pencahayaan yang minim.

IMG_20190518_164826

IMG_20190518_164844

Penggunaan cermin besar di belakang wastafel dan kloset mungkin jadi salah satu cara menyiasati kecilnya ruang di kamar mandi. Meja wastafel bisa dibilang kecil sehingga kalau mau berbagi kamar dengan orang lain, mungkin bisa rebutan tempat simpan sikat gigi dan sabun pencuci muka. Meskipun demikian, kamar mandi sudah dilengkapi amenities seperti alat mandi dan hair dryer.

Shower area di kamar mandi pun sama terbatasnya dari segi ruang. Hanya ada shower tangan yang bisa dipasang di holder. Untungnya, keluaran air cukup kencang dan enak lah buat pijat bahu. Sayangnya, pengaturan suhu air agak rumit. Air cenderung terlalu panas daripada terlalu dingin. Bahkan setelah keran diputar ke arah air dingin, air masih terasa terlalu panas.

IMG_20190518_164851

Fasilitas Umum
Restoran

Restoran di Serela Waringin Bandung berada di lantai dua bangunan hotel. Bentuknya memanjang, dengan beberapa ruang rapat di sisi selatan ruangan. Di ujung restoran, dekat pintu menuju kolam renang, ada egg station buat yang suka scrambled egg atau sunny side-up. Jendela-jendela besar ada di sisi utara ruangan dan membatasi area kolam renang. Dari segi interior, restoran ini mengusung desain kontemporer yang tampil cantik dalam balutan palet monokromatik.

IMG_20190519_091129

IMG_20190519_091144

IMG_20190519_091214

Di dekat lift, ada area dessert dan minuman. Opsi minumannya cukup variatif, terutama untuk hotel budget/mid-scale. Untuk salad sendiri sih standar ya, tapi rasanya tetap enak dan decent. Di area ini juga ada semacam jalan kecil menuju lounge. Nah, awalnya saya juga bingung gimana caranya mengakses lounge tersebut karena dari lobi pun nggak ada tangga atau lift menuju lounge tersebut. Saya nggak foto tempatnya sih sayangnya. Kalau aja ada fotonya, mungkin pembaca bisa memahami maksud saya dengan lebih jelas.

Untuk makanan, saya rasa juga nggak ada yang perlu dikritik. Pilihan menu sih standar bufet restoran, tapi rasanya sih enak. Yang saya foto itu ikan dori (atau filet kakap ya? Lupa saya) dengan saus Thailand. Asam manis pedas gitu.

IMG_20190519_091230

IMG_20190519_091254

IMG_20190519_084110

Kolam Renang

Berlokasi di lantai yang sama dengan restoran, kolam renang di Serela Waringin Bandung memang nggak besar. Saya kurang tahu panjangnya berapa, tapi lebarnya sih sekitar 2,5 meter kira-kira. Kedalamannya sendiri kalau nggak salah sih 1,2 meter (atau 1,4 ya?).

IMG_20190519_091312

Area santai di kolam renang punya tempat duduk yang terbatas. Ketika lagi ramai, mungkin kita nggak bisa dapat tempat duduk. Di sini juga nggak ada penjaga kolam jadi kalau bawa anak-anak berenang di sini, pastikan selalu diawasi ya.

Lobi

Area lobi tampil elegan dengan chandelier bergaya modern dan furnitur kontemporer. Ukurannya cukup luas, tetapi kurang kondusif untuk menampung tamu dalam jumlah banyak, terutama tamu-tamu tur. Di kedua sisi pintu utama, ada patung gajah yang menghadap ke arah jendela luar. Area parkir hotel ada di depan lobi dan di belakang. Perlu saya ingatkan kalau tempat parkir di Serela Waringin Bandung ini terbatas. Jadi, ada kemungkinan beberapa tamu ngga bisa dapet tempat parkir ketika okupansi hotel lagi penuh.

IMG_20190519_092053

IMG_20190518_231349

IMG_20190518_231356

Lokasi

Salah satu keunggulan Serela Waringin Bandung adalah lokasinya. Bertempat di Jalan Kelenteng, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit dari objek wisata Chinatown dan Vihara Samudra Bhakti. Kalau mau belanja, tinggal nyeberang ke Paskal 23. Untuk wisata kuliner sendiri, di sekitar hotel ada banyak kaki lima yang menjual beragam makanan, seperti ayam goreng, sate, pecel lele, dan batagor. Perlu belanja camilan? Di sebelah hotel juga ada minimarket.

Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat selama sekitar 10 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, hotel ini berjarak sekitar 30 menit.

Kesimpulan

No nonsense. Menurut saya ini kata yang tepat untuk menggambarkan properti ini. Simpel dan nggak ribet. Dari segi fasilitas, memang Serela Waringin Bandung nggak menawarkan banyak pilihan. Desain interiornya pun nggak aneh-aneh, walaupun aspek elegansi tetap dikedepankan melalui penggunaan furnitur bergaya kontemporer dengan sentuhan Hollywood Glam. Namun, adanya kolam renang untuk properti yang dari depan tampak kecil saja udah jadi semacam kejutan buat saya. Memang benar apa kata pepatah. Don’t judge a book by its cover.

Untuk interior kamar, menurut saya kekurangan yang paling kentara adalah ukurannya. Dengan luas 15 meter persegi, nggak banyak ruang yang ditawarkan di kamar. Untuk keluarga, mungkin baiknya pesan kamar dengan tipe yang lebih besar, tapi kalau datang sendirian sih, saya rasa tipe Superior sudah cukup mumpuni. Ditambah lagi, fasilitas kamar juga cukup lengkap.

Dari aspek lokasi sendiri, ada banyak destinasi yang bisa dicapai dengan berjalan kaki dari hotel. Chinatown dan Vihara Samudra Bhakti bisa dicapai dengan berjalan selama 5 menit aja. Sambil menuju Vihara, kita juga bisa lewati banyak pedagang kaki lima yang menjual beragam makanan, dari mulai camilan ringan seperti batagor sampai makanan berat kayak pecel lele dan sate. Di samping hotel pun, ada minimarket. Intinya kalau urusan perut sih aman.

Dengan rate mulai dari 380 ribu rupiah per malam (berdasarkan website resmi hotel), Serela Waringin Bandung bisa jadi pilihan akomodasi midscale yang terjangkau. Interior kamar pun tampil cantik dalam balutan desain kontemporer dan warna-warna earthy yang membangun atmosfer elegan. Dengan lokasi strategis, harga bersahabat, dan desain yang cantik, Serela Waringin Bandung berhasil menunjukkan bahwa mereka bisa memberikan sedikit kemewahan, dan bukan sebagai menjadi properti cookie-cutter.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Ke mana-mana dekat. Di sebelah hotel ada minimarket. Di sekitar hotel juga banyak kaki lima yang jual beragam makanan. Pokoknya dijamin aman deh urusan perut!
  • Rate-nya cukup terjangkau untuk properti di kelasnya.
  • Ada kolam renang. Meskipun nggak besar, kehadiran kolam renang di properti ini bisa jadi sarana hiburan yang mengasyikkan buat keluarga.
  • Furnitur bergaya Hollywood Glam membangun atmosfer elegan nan mewah, khas Serela banget.

👎🏻 Cons

  • Ukuran kamar untuk tipe Superior-nya kecil. Kurang terasa lapang. Seandainya desain interiornya jauh lebih intricate, mungkin akan kerasa makin sempit.
  • Beberapa area perlu dirapikan dan dibersihkan.
  • Tempat parkir untuk tamu terbatas. Harus siap-siap nggak dapat tempat parkir kalau okupansi lagi tinggi.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😶⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩⚪️
Harga: 💰💰

Review: Summerbird Bed and Brasserie

Jujur, ya. Berkunjung ke hotel ini itu semacam keinginan yang dari lama dipendam akhirnya terkabul. Beberapa temen pernah nanya dan ngobrol soal akomodasi yang satu ini, tapi saya memang belum sempat datang. Akhirnya kemarin ini, saya book satu kamar di hotel yang lokasinya berseberangan sama SMP 1 Bandung. Meskipun lokasinya sebetulnya agak masuk-masuk ke jalan yang lebih kecil, ternyata hotel ini terkenal karena desain kamarnya yang Instagrammable.

a739ee04706dec993352e2d8eeb8900c
Fasad Summerbird Bed and Brasserie. Foto milik pihak manajemen hotel. 

Summerbird Bed and Brasserie adalah sebuah hotel yang berlokasi di Jalan Kesatriaan No. 11, Bandung. Akomodasi ini sebetulnya salah satu opsi hotel murah di Bandung berdesain kece yang saya masukkan ke thread khusus di Twitter (bisa dibaca di sini). Meskipun lokasinya bukan di jalan besar, hotel ini berada di pusat kota dan everything is within a walking distance!

Akomodasi bintang dua ini punya 28 kamar yang terbagi ke dalam tiga tipe: Standard, Superior, dan Deluxe. Nah, 28 kamar itu juga dibagi lagi ke dalam empat desain: French Tea, Vintage Chocolate Flavor, Rustic Coffee, dan Scandinavian. Dua desain pertama lebih feminin menurut saya, sementara the latter two lebih ke arah maskulin. Desain interior yang memikat bikin hotel ini jadi salah satu pilihan hotel unik di Bandung yang layak buat dikunjungi.

Dari segi fasilitas penunjang, hotel ini memang nggak menawarkan banyak pilihan. Ada kafe di lantai dasar yang disulap jadi restoran buat pengunjung hotel di pagi hari. Meskipun demikian, public spaces di hotel ini keren-keren, pas buat foto-foto. Bahkan hotel ini juga jadi lokasi pre-wedding photoshoot. Waktu saya ke sana, ada yang lagi foto-foto pre-wedding malahan.

Saat menginap kemarin, saya pesan kamar Superior dengan desain Rustic Coffee. Sebenarnya kemarin ini agak galau sih pas pilih antara Scandinavian dan Rustic Coffee, tapi akhirnya pilihan jatuh kepada si kopi karena akhir-akhir ini lagi agak bosan sama interior bergaya Scandinavian atau anything Ikea-ish. Ulasan lebih lanjut saya bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Inilah waktunya untuk membuktikan dan merasakan secara langsung apa sih yang orang-orang omongin tentang Summerbird Bed and Brasserie ini. Sebagai orang yang suka sama desain interior, kamar-kamar di hotel butik tentunya menarik perhatian karena biasanya desainnya beda dan unik.

This slideshow requires JavaScript.

Dengan luas 16 meter persegi, kamar memang nggak terasa lapang. Jarak dari sisi tempat tidur dengan dinding pun nggak besar. Namun, kekurangan ruang ini disiasati dengan furnitur-furnitur yang simpel supaya nggak makan banyak tempat. Sayangnya, saya merasa nggak adanya lemari pakaian tertutup merupakan hal yang disayangkan. Sebagai gantinya, saya gantung jaket di pipa besi yang disulap jadi rangka gantungan baju.

Oke, sekarang kita bicara tentang desain. Meskipun namanya Rustic Coffee, saya justru merasa desain Industrial dan Utilitarian lebih menonjol, terutama lewat pemilihan dinding bata ekspos berwarna cokelat (pas sama embel-embel “coffee“), dan penggunaan balok beton dan pipa besi sebagai furnitur di kamar. Unsur Rustic sendiri bisa dilihat dari penggunaan headboard dan lemari kayu kecil di balok beton dengan tampilan distressed. Jadi, nggak bohong lah ketika kamar ini bertajuk Rustic Coffee.

Nuansa maskulin terasa kental di kamar ini, terutama dengan palet earthy colors dan material-material yang “garang”. Dinding belakang headboard dihias dengan mural Obsessive Coffee Disorder yang jadi background keren untuk foto Instagram pribadi saya. Pencahayaannya memang diatur untuk agak redup, tapi untungnya tidak sampai bikin suasana kamar jadi murky. Jendela di kamar saya ini bentuknya kecil memanjang dan berada di seperempat bagian teratas dinding. Nggak besar memang, tapi memberikan cukup ruang untuk masuk cahaya dari luar. Hanya saja, saya secara pribadi kurang suka kamar yang nggak punya jendela dengan view. Kesannya claustrophobic.

Kamar saya dilengkapi basic amenities seperti televisi, AC, coffee/tea maker, dan WiFi. Duh, itu sih hal-hal wajib lah ya. Sebagai bonus, saya ada foto si centil Grizz yang ingin tampil gaya di kamar ini.

This slideshow requires JavaScript.

Gemes, kan?

tenor
I love We Bare Bears
Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, saya rasa penggunaan dinding kaca ini merupakan solusi yang cerdas untuk menyiasati kecilnya ruang di kamar. Adanya dinding kaca membuat kamar mandi dan ruang utama kamar terasa lebih luas, sambil tetap memisahkan kedua ruang dengan fungsi berbeda. Untuk menjaga privasi, ada blind di dalam kamar mandi.

img_20190122_144656

img_20190122_144700

Desain kamar mandi masih kohesif dengan desain utama kamar. Tampil simpel tapi elegan dalam balutan dinding keramik berdesain ala beton dan tegel bertekstur kayu, kamar mandi unit saya dilengkapi dengan wastafel, kloset, dan shower area yang cukup luas. Perlengkapan mandi yang disiapkan adalah handuk, dental kit, sampo, dan sabun.

Lemari kayu usang yang menyangga wastafel jadi focal point kamar mandi dan ternyata, di dalamnya nggak ada apa-apa. Saya kira di dalamnya ada hair dryer atau semacamnya. Selain itu, nggak ada objection untuk kamar mandi. Hanya saja, seandainya flow air dari shower lebih kencang, saya rasa kayaknya lebih enak. Lumayan kan kalau bisa pijat punggung. Oh ya, pencahayaan kamar mandi juga bagus dan terang, jadi nyaman lah pas mandi. Saya udah sebut beberapa kali di artikel-artikel sebelumnya kalau saya kurang suka kamar mandi yang redup.

Fasilitas Umum

Seperti yang saya bilang di paragraf pembuka, Summerbird Bed and Brasserie memang nggak punya banyak fasilitas penunjang untuk para tamu, tapi hotel ini punya Summerbird Brasserie dengan sajian kopi Arabika Sumedang sebagai primadonanya. Saya sendiri nggak suka kopi sebetulnya, tapi tampaknya si kopi ini memang layak dicoba. Kapan-kapan deh kalau ke sana lagi saya coba pesan.

Seating area di Summerbird Brasserie ini tersebar di tiga lantai yang bisa diakses melalui tangga atau lift. Setiap lantai menampilkan desain yang berbeda. Kafe di lantai satu dapat mengakomodasi 30 orang dengan desain shabby chic yang manis nan romantis. Banyaknya tanaman-tanaman dalam ruangan bikin suasana di kafe tambah sejuk.

This slideshow requires JavaScript.

Untuk kafe di lantai dua, interiornya mengadopsi perpaduan desain shabby chic dan “kearifan lokal” yang sepintas mengingatkan saya sama kopitiam Peranakan. Window shutters dipasang di dinding dan menjadi background yang cantik buat foto-foto. Seating area ini bisa mengakomodasi sekitar 25 orang.

This slideshow requires JavaScript.

 

Kalau seating area di lantai tiga, interiornya tampak lebih elegan dan classy. Mengusung desain vintage, kafe lantai tiga tampil cantik dengan furnitur khas French bistro, trellis kayu berwarna putih, dan tanaman rambat.

This slideshow requires JavaScript.

Koridor-koridor kamar dan bordes tangga juga menjadi spot foto yang Instagrammable. Salah satu spot yang menurut saya bisa jadi lokasi foto yang cantik adalah  bordes di tangga lantai satu menuju lantai dua. Di sana, ada kursi dan meja kecil dengan table lamp yang keliatan romantis di malam hari.

img_20190122_144402

img_20190122_144326

Oh, ya, lupa bilang. Reservasi kemarin ini sudah termasuk sarapan. Nah, di sini nggak ada prasmanan, tapi kita bisa pesan menu a la carte untuk sarapan. Pilihan saya jatuh ke nasi goreng dan jus jeruk. Porsinya menurut saya sih kecil, tapi rasanya decent lah. Jus jeruknya sendiri sih jatuhnya seperti jus kemasan kotak. Sejak awal ekspektasi saya memang nggak besar sih so there wasn’t anything surprising.

img_20190123_092403

 

Lokasi

Berlokasi di Jalan Kesatriaan, Summerbird Bed and Brasserie ini memberikan kemudahan buat pergi ke mana-mana. Minimarket dan mal bisa dicapai dengan jalan kaki. Dari hotel, ke Paskal 23 itu kira-kira memakan waktu sekitar 10 menit dengan berjalan kaki. Kalau perlu ke minimarket, tinggal jalan kaki kurang dari lima menit ke daerah di sekitar SMAN 6 Bandung. Di sana juga banyak tukang nasi goreng, lumpia basah, martabak, dan lain-lain.

Dari Stasiun Bandung ke hotel ini, mungkin hanya perlu sekitar 5 menit kalau pakai motor atau mobil. Kalau ke Bandara Internasional Husein Sastranegara, kira-kira waktu tempuhnya 10-15 menitan, tergantung kondisi lalu lintas.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 400 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), akomodasi ini mungkin terbilang sedikit pricey kalau dibandingkan sama fasilitas yang ditawarkan. Namun, desain kamar dan hotel secara keseluruhan yang unik saya rasa sebanding dengan harganya, apalagi lokasinya juga strategis dan tetap memberikan ketenangan beristirahat, meskipun ada di pusat kota.

Soal desain, saya suka dengan interior kamarnya. Rustic, Industrial, dan Utilitarian; semuanya berpadu secara harmonis di kamar. Ukurannya memang agak kecil, tapi untungnya nggak sampai claustrophobic. Yang disayangkan sih lebih ke tidak adanya lemari pakaian yang tertutup, dan posisi dan bentuk jendela yang secara personal kurang saya sukai. So far, nggak ada objection untuk kamar.

Secara keseluruhan, Summerbird Bed and Brasserie memberikan pengalaman menginap yang nggak mengecewakan, terutama buat saya yang sejak dulu pengen nginep di sana. Nggak ada salahnya buat coba menginap di hotel ini, terlebih lagi kalau ingin istirahat di kamar yang kece dan Instagrammable.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Interior kamarnya keren-keren. Ada empat desain kamar yang ditawarkan. Untuk desain yang lebih feminin, pilih French Tea atau Vintage Chocolate Flavor. Untuk desain yang lebih maskulin, pilih Rustic Coffee atau Scandinavian.
  • Lokasinya strategis. Ke mana-mana deket. Ke mal tinggal jalan kaki 10 menitan. Mau jajan, ada banyak kaki lima di sekitar SMAN 6 Bandung (jalan kaki kurang dari lima menit).
  • Summerbird Brasserie memiliki tiga seating area di tiga lantai berbeda, dengan interior yang beda pula. Cocok buat ngumpul sama teman atau bahkan meeting sama klien.
  • Suasananya relatif tenang. Kalau ingin lebih tenang, bisa book kamar yang ada di lantai tiga.
  • Banyak spot fotonya. Pas lah buat yang suka foto-foto buat di-upload ke Instagram.

👎🏻 Cons

  • Rate-nya sedikit pricey, terutama kalau dibandingkan sama fasilitas umum untuk tamu. Untuk skala yang lebih besar, beberapa bed and breakfast di Bandung menawarkan desain kamar yang unik, tapi dengan harga yang lebih terjangkau.
  • Kamarnya terbilang agak sempit.
  • Posisi jendela di kamar saya kurang “pas” (kamar saya adalah kamar Rustic Coffee Superior dengan nomor kamar 207, eh atau 205 ya?). Mungkin bisa coba minta pihak hotel untuk siapkan kamar dengan posisi jendela yang lain saat reservasi.
  • Porsi sarapan paginya nggak besar. Ini masih bisa diakalin sama bubur gratis yang disediakan pihak hotel.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰

Review: Ibis Budget Asia Afrika

Halo semuanya! Ini merupakan post pertama dan juga ulasan hotel pertama di tahun 2019. Tahun 2018 udah lewat. Yang baik-baiknya silakan dikenang, yang buruknya dijadikan pelajaran saja. Sama halnya dengan kehidupan pribadi, saya sendiri punya harapan-harapan baru untuk blog ini. Selain traffic yang lebih ramai dan pembaca yang lebih banyak, harapan saya juga akan ada lebih banyak hotel yang di-review dan bisa kerjasama atau kolaborasi dengan pihak hotel. Sounds like a big dream ya? Tapi saya yakin meskipun dengan langkah-langkah kecil, usaha dan kerja keras pasti akan membuahkan hasil.

Di blog ini, tahun 2018 saya akhiri dengan review Ibis Budget Menteng. Nah, kali ini pun saya masih akan bahas tentang Ibis Budget. Kalau sebelumnya saya bahas Ibis Budget di Jakarta, sekarang saya pulang ke kampung halaman di Bandung. Saya pernah nginep di hotel ini dua kali dan bisa dibilang, pengalaman menginapnya nggak jauh berbeda.

exterior-view
Bangunan hotel Ibis Budget Asia Afrika. Foto milik ICE Portal.

Berlokasi di jalan Asia Afrika, Ibis Budget Asia Afrika merupakan hotel budget yang jadi salah satu opsi hotel murah di Bandung untuk para wisatawan . Akomodasi bintang dua ini beralamat lengkap di Jl. Asia Afrika nomor 128, Bandung. Berada di lokasi prima, hotel ini cuman sekitar 10 menit dari Tugu 0 KM Bandung dan Museum Konferensi Asia Afrika atau 15 menit ke kawasan Alun-Alun Bandung atau Jalan Braga, dan jarak itu bisa ditempuh dengan jalan kaki. Cocok lah buat yang suka jalan-jalan (literally jalan ya).

Hotel ini punya 164 kamar dengan satu tipe yang sama, yaitu Standard. Namun, yang membedakan adalah jenis tempat tidurnya dan kapasitas tamu. Di hotel ini, pilihan-pilihan tempat tidur yang tersedia adalah 2 single beds, 1 double bed, dan 1 double bed with bunkbed. Nah, opsi terakhir ini cocok buat trio backpackers. Saya sendiri belum pernah dapat kamar tipe itu, tapi kayaknya asyik ya tidur di ranjang susun gitu.

Dari segi fasilitas dan desain sih, Ibis Budget Asia Afrika nggak jauh beda dengan hotel-hotel Ibis Budget lainnya menurut saya. Tipikal Ibis Budget aja lah. Kalau dibandingkan dengan Ibis Budget Menteng yang sebelumnya saya bahas, hotel ini menerapkan palet warna berbeda untuk interior yang lebih saya sukai secara pribadi. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain, interior kamarnya modern minimalis dan tampil cantik dalam palet warna putih dan lemon green. Warna putihnya sendiri memberikan kesan modern, sementara warna lemon green membangun nuansa ceria dan youthful. Mirip tembok kelas di TK sih jatohnya (in a positive way ya).

Dengan luas 13 meter persegi, kamar terasa banget sempitnya. Memang nggak sampai claustrophobic sih (thanks to the colour palette), tapi kalau kebetulan kita bawa banyak barang ke kamar, bakalan kerasa hareurin kalau dalam bahasa Sunda alias serba sempit.

IMG_20181019_142449
Interior kamar. Twin beds dan televisi
IMG_20181019_142454
Area wastafel di depan shower box

Kamar saya dilengkapi dengan fasilitas wajib seperti TV dan AC. Meja kerja ada di belakang wastafel yang desainnya semi-futuristic. Kalau perlu nyalakan lampu cermin wastafel, kita bisa sentuh (in my case, tekan agak keras) tombol hijau di cermin. Keren sih ala ala pencet panel kapal luar angkasa lah ya.

Penempatan meja belajar di belakang wastafel dan beam sebetulnya kurang bagus karena air dari wastafel gampang banget ciprat dan membasahi meja (sudah mengalami soalnya). Dua botol air mineral tersedia di kamar. Ini sih wajib ya. Kalau memang airnya habis, bisa isi ulang pakai galon yang ada di koridor luar.

Nggak ada closet di kamar karena memang space-nya pun kecil. Sebagai pengganti, ada gantungan baju di dekat tempat tidur. Oh ya, seperti hotel-hotel Ibis Budget kebanyakan, Ibis Budget Asia Afrika nggak menyediakan alat mandi (kecuali sabun dan sampo) dan slippers. Jadi seperti biasa saran saya adalah bawa sendiri dental kit, facial wash, dan pisau cukur.

IMG_20181019_142601
View dari kamar.

Pencahayaan ruangan cukup baik. Lampu end table digantikan oleh lampu dinding kecil yang dipasang di atas tempat tidur. View dari kamar juga bagus karena menghadap ke arah kawasan Alun-Alun Bandung (meskipun kehalangin gedung bank BCA). Sebagai saran, coba minta kamar yang view-nya ke arah barat karena skyline-nya menurut saya sih lebih cantik.

Kamar Mandi

Nah, untuk kamar mandi saya harus jujur bahwa saya nggak suka dengan penempatan dan konsepnya. Kurangnya space kamar juga berimbas pada kamar mandi. Kamar saya nggak punya space kamar mandi khusus. Shower box ditempatkan di dekat wastafel, tepat di samping tempat tidur. Area shower ini hanya dipisahkan oleh dinding kaca yang tingginya nggak full-height. Selain itu, nggak semua bagian dinding kacanya buram.

Penggunaan dinding kaca sendiri sebetulnya memberikan kesan kamar yang lebih luas. Hanya saja, the idea of lagi mandi diliatin sama temen sekamar is not good. Buat yang sekamar dengan lawan jenis, mungkin bakalan awkward sih ini. Well, sama teman yang satu gender pun pasti awkward sih. Mungkin kamar mandi untuk kamar tipe 1 double bed with bunkbed akan berbeda, mengingat nggak mungkin dong shower box dibiarkan berada satu area dengan space utama kamar, sementara ada ranjang susun di atasnya.

IMG_20181019_142515
Shower box, dengan shower tangan dan dispenser sabun/sampo.
IMG_20181019_142539
Kloset, di ruangan kecil terpisah

Di dalam shower box ada dispenser sabun dan sampo, serta shower tangan. Shower tangannya sendiri punya desain yang sebetulnya bagus karena ketika keran dibuka dan air mengalir, lampu warna-warni di kepala shower akan menyala. Saya pernah ngerasain ini waktu nginap pertama kali di Ibis Budget Asia Afrika. Sayangnya di kunjungan terakhir, lampunya sudah mati. Mungkin lampunya habis baterai apa gimana.

Untungnya, kloset tetap ada di ruangan tertutup yang terpisah. Buat saya, si “bilik merenung” ini ukurannya terlalu sempit. Bisa dibilang claustrophobic, meskipun dari segi pencahayaan sih cerah. Ruangan kloset ini dilengkapi tempat sampah, bidet, dan tisu. Sejujurnya, saya ngerasa kurang nyaman ketika buang air di sini. Mungkin karena terlalu sempit.

Fasilitas Umum

Meskipun masuk ke kategori hotel budget, Ibis Budget Asia Afrika punya fasilitas yang cukup mumpuni buat akomodasi di kelasnya. Di lantai lobi, ada restoran yang menyajikan makanan untuk sarapan. Ukurannya cukup luas, dengan furnitur warna-warni bergaya minimalis yang membangun suasana ceria. Di samping restoran, ada area duduk dengan pohon-pohon artifisial.

IMG_20181019_142226_HHT
Restoran hotel
IMG_20181019_142218
Restoran hotel
IMG_20181019_142213
Restoran hotel

Dalam kunjungan kedua, saya mengalami kejadian yang agak kurang menyenangkan dan merepotkan. Waktu itu, saya pesan makanan sore-sore pakai layanan antar. Karena ada restoran di lantai lobi, saya memutuskan untuk makan di restoran itu dan pakai piring dan sendok dari sana. Meskipun restoran lagi kosong dan nggak ada tamu, saya dilarang buat makan di restoran itu karena katanya restoran itu khusus buat yang mau beli menu makanan dari hotel. Tapi, saya diizinkan pinjam piring dan alat makan buat dibawa ke kamar. Buat saya sih policy macam gini merepotkan, terlepas dari apa pun alasan yang mereka punya. Rupanya hotel ini mengadopsi juga aturan “dilarang membawa makanan dari luar”.

Berada di CBD-nya Bandung, hotel ini menunjang kebutuhan produktivitas pengunjung dengan menghadirkan empat meeting room dengan ukuran terluasnya 188 meter persegi yang bisa menampung maksimal 100 orang. Seingat saya, ruang rapat ini ada di lantai-lantai teratas gedung (saya lupa lantai berapanya, tapi saya pernah iseng main ke lantai-lantai atas).

Lokasi

Buat para wisatawan, hotel ini bisa jadi opsi yang tepat karena jaraknya dekat dari kawasan Alun-Alun Bandung. Di kawasan itu sendiri ada open space luas dengan rumput sintetis, Masjid Raya Bandung, dan shopping street Dalem Kaum dan Kepatihan. Hotel ini juga hanya berjarak sekitar 5 menit kalau berkendara ke Museum Konferensi Asia Afrika dan Jalan Braga.

Lokasi hotel ini berada di Jalan Asia Afrika pre-Preanger. Ini artinya ada banyak gedung perkantoran di sekitar hotel dan suasananya pun relatif lebih tenang. Akses ke minimarket terdekat sekitar 10 menit dengan jalan kaki. Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa dicapai dengan berkendara selama sekitar 10 menit. Kalau dari Bandara Husein Sastranegara, kira-kira 20 menitan. Ya, tergantung kondisi lalu lintas sih pada akhirnya.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 300 ribu rupiah per malam (berdasarkan Tripadvisor), Ibis Budget Asia Afrika bisa jadi opsi hotel murah di Bandung, terutama buat para backpacker. Lokasinya prima, memungkinkan kita buat pergi ke pusat kota Bandung dengan mudah. Di sisi lain, suasana di sekitar hotel pun relatif lebih tenang karena masih berada di kawasan CBD (Asia Afrika pre-Preanger).

Untuk tamu yang nggak rewel, ukuran kamar mungkin nggak jadi masalah, terutama kalau menginap sendirian. Hanya saja, dengan luas 13 meter persegi dan penempatan shower box yang terlalu “vulgar”, mungkin akan sedikit kurang nyaman sih. Desain interior kamar untungnya “menyegarkan”, dengan balutan warna putih dan lemon green yang ceria dan menggemaskan.

Fasilitas penunjang hotel juga cukup bagus untuk level budget hotel. Ada restoran hotel di lantai lobi dan empat meeting room untuk menunjang kebutuhan bisnis. Hanya saja, saya nggak suka dengan policy yang melarang saya untuk menghabiskan makanan pesanan lain di restoran hotel, hanya karena saya nggak beli makanan dari hotel. Mereka kasih pinjam alat makan memang, tapi dengan kondisi kamar yang sempit dan meja kerja yang kurang representatif, in-room dining bakalan ribet.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Dekat ke pusat kota, terutama kawasan Alun-Alun Bandung dan Jalan Braga.
  • Meskipun di pusat kota, suasana di sekitar hotel relatif lebih tenang.
  • Rate-nya terjangkau. Cocok buat backpacker yang pengen nginep murah di private room (bahkan bisa menampung tiga orang kalau pilih tipe kamar 1 double bed with bunkbed).
  • Ada meeting room, cocok buat pebisnis yang ingin cari opsi hotel murah di Bandung.

👎🏻 Cons

  • Penempatan dan desain shower box kurang pas, bikin mandi rasanya kurang nyaman.
  • Beberapa fasilitas perlu diperbaiki (mis. lampu di kepala shower).
  • Ukuran kamar sempit, dan penempatan furnitur pun bikin kamar terasa makin kecil.
  • “Bilik merenung” terlalu tertutup dan terasa claustrophobic, bahkan ketika lampu dinyalakan.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😶⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

Review: Kollektiv Hotel

Sering kerja dari Starbucks PVJ, jalan Sutami merupakan rute yang biasa saya lewati. Sekitar kuartal terakhir 2017, ada satu restoran baru di jalan Sutami yang namanya Hara. Saya sama teman-teman pernah Christmas dinner di sana, dan ternyata bangunan besar itu nggak hanya mencakup restoran, tetapi juga hotel bernama Kollektiv.

Karena Hara ini sering ramai banget pengunjung, saya jarang banget ke sana (parkir pun susah sebelum akhirnya ada tanah kosong nggak jauh dari kawasan bangunan hotel yang dijadikan sebagai tempat parkir). Walaupun penuh, jujur saya suka dengan desain interior si restoran. Setelah melihat foto-foto kamarnya dari Agoda dan Traveloka, saya jadi penasaran juga seperti apa, meskipun pada awalnya saya agak gimana karena tampaknya ukuran kamarnya terlalu kecil. Akhirnya setelah cukup penasaran berbulan-bulan, saya datang ke Kollektiv untuk nginap satu malam.

IMG_20181221_092333
Fasad Kollektiv. Foto milik pribadi

Kollektiv Hotel merupakan akomodasi bintang dua yang berlokasi di jalan Prof. Dr. Ir. Sutami nomo 62, Bandung.  Kalau dari arah Universitas Kristen Maranatha, kita tinggal pergi ke arah Setrasari menuju Karangsetra. Dari segi fasad, bisa kita lihat kalau hotel ini memanfaatkan kontainer-kontainer truk dan kapal besar dan mengubah fungsinya jadi ruang tinggal. Kontainer-kontainer ini dipadukan dengan jendela dan railing berdesain modern minimalis yang menghasilkan perpaduan yang mantul alias mantap betul bro.

Hotel ini berada di sebuah bangunan besar yang menyatu dengan restoran bernama Hara. Kamar-kamar hotel menempati lantai dua sampai empat bangunan, sementara restoran ada di lantai satu. Ada 39 kamar di hotel ini yang dibagi ke dalam dua tipe: Superior dan Deluxe. Kalau ingin lihat foto-foto kamar yang lain, bisa berkunjung ke Instagram page atau official website mereka.

Ketika menginap di Kollektiv, saya dapat kamar Superior yang berada di lantai empat. Kalau melihat dari segi kepercayaan, sebetulnya angka empat itu kan angka ketidakberuntungan, tapi ya sudah lah dinikmati aja karena memang saya juga ada personal request kamar di lantai yang tinggi. Meskipun pada awalnya saya sempat curiga bahwa ruangannya akan sempit ketika lihat foto-foto kamar, tetapi pas ke TKP pendapat saya berubah. In fact, I think I am in love with the hotel! Ulasan lengkapnya ada di segmen berikutnya ya.

Desain Kamar

Berdasarkan informasi di situs web resminya, Kollektiv Hotel memadukan unsur kayu dan besi untuk menciptakan desain industrial murni. Interior bergaya industrial ini kerasa kental di public spaces seperti koridor kamar dan restoran. Namun untuk kamar sendiri (terutama kamar yang saya tempati), desain Scandiavian dengan sedikit sentuhan mid-century justru lebih kentara kalau menurut saya secara pribadi.

IMG_20181220_170152
Twin-bed yang tampil sederhana tapi manis dalam dominasi warna putih
IMG_20181220_170108
Cermin dan counter di depan kamar mandi yang memanjang
IMG_20181220_170207_HHT
Area kerja, lengkap dengan reed diffuser beraroma lemongrass

Kamar Superior yang saya tempati berukuran mungkin sekitar 13-15 meter persegi dan memanjang. Kasur ditempatkan di atas semacam platform kayu yang tampak “melayang” karena fondasinya dibangun lebih menjorok ke dalam. Di belakang tempat tidur ada jendela dengan roller blind pinstripes yang unik. Posisi jendela kamar yang menghadap ke barat dan roller blind unik itu memberikan efek pencahayaan alami yang kuat ke kamar, terutama di sore hari. Nggak ada end table di tengah atau samping kasur dan menurut saya ini ide yang tepat mengingat space kamar cukup terbatas. Sebagai ganti lampu meja, ada dua downlight untuk menerangi area tempat tidur.

Dengan space terbatas, wastafel ditempatkan di luar kamar mandi. Counter table-nya sendiri adalah papan kayu memanjang berdesain minimalis. Di atasnya ada cermin yang juga memanjang mengikuti counter table dan dinding kaca kamar mandi yang berhadapan dengan wastafel. Kamar Superior nggak dilengkapi dengan lemari baju. Sebagai gantinya, ada tiang gantungan dengan beberapa hanger untuk menggantung jaket, baju, atau celana yang nggak dipakai.

Untuk study area, papan kayu tebal yang dipasang ke tembok berfungsi sebagai meja. Ada kursi berbahan rotan di depan meja kerja. Di atas meja kerja sendiri ada telepon, lampu meja minimalis, vas tembikar yang memuat remote controller TV dan AC, dan reed aromatherapy diffuser dengan keharuman lemongrass yang segar, tapi nggak sampai bikin enek.  Televisi sendiri digantung, membelakangi dinding kamar mandi.

IMG_20181220_170137
Study area dan televisi
IMG_20181220_170057
Kamar Superior

Kelengkapan kamar lainnya ada tea/coffee maker, sandal hotel, dan hair dryer. Bicara tentang space, yang sebetulnya agak saya sayangkan adalah tinggi dinding. Karena dinding kamar nggak begitu tinggi, rasanya dekat banget kepala dengan mulut AC. Walhasil, lumayan lah dingin kerasa. This is not good for someone who is perpetually cold.

Secara keseluruhan, perawatan furnitur dan in-room amenities bisa dibilang baik. Kursi masih empuk. Kasur masih bersih. Pokonya sih semuanya dalam keadaan decent.

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, areanya memang nggak besar, tapi nggak sampai bikin klaustrofobik. Kamar mandi hanya dipisahkan oleh dinding kaca, tapi setengah bagiannya sand-blasted jadi privasi masih terjaga. You can still do your business safely and privately lah somehow.

IMG_20181220_170220
Kloset kamar mandi
IMG_20181220_170233_HHT
Area shower
IMG_20181220_170244_HHT
Sabun dan sampo

“Bilik merenung”-nya dilengkapi dengan bidet dan tisu. Untuk shower area, yang saya sayangkan adalah nggak ada rainshower (tapi bisa dimaklumi mengingat space-nya pun nggak luas). Sebagai gantinya, keluaran air dari shower tangan bisa diubah ke pengaturan sprinkle yang halus, tapi tetap dengan semburan yang kencang.

Yang saya suka dari sabun dan sampo Kollektiv Hotel adalah aromanya. Setelah dimanjakan aroma lemongrass yang menyegarkan, sabun dan sampo di kamar ini ada aroma bergammot-nya kalau menurut saya. Mungkin lebih tepatnya mirip-mirip aroma earl grey tea sih. Wanginya lembut dan nggak intens memang jadi ya jangan berharap wanginya akan awet sampai kita ke luar kamar mandi. Handuk wajah, sikat gigi, dan pasta gigi ada di luar kamar mandi, di samping wastafel.

Fasilitas Umum

Seperti yang saya bilang sebelumnya, desain Scandinavian terasa lebih kental di kamar. Namun ketika melangkah ke luar kamar, kita baru bisa merasakan sentuhan industrial yang kentara. Koridor kamar dihias oleh railing dan tanaman rambat. Void besar di tengah-tengah bangunan menawarkan view ke sitting area atau lobi di lantai dasar yang juga berfungsi sebagai area makan restoran Hara.

Banyaknya tanaman rambat dan pohon tinggi yang ditanam di lantai satu membuat area hotel terasa sejuk dan rimbun. Elemen alam ini cocok dipadukan dengan dinding-dinding kontainer yang dicat dengan warna cokelat krem.

Hara

Salah satu fasilitas utama Kollektiv Hotel adalah restorannya. Dibuka untuk umum, Hara menghadirkan beragam sajian dan suasana yang nyaman dalam balutan interior bergaya rustic industrial. Restoran ini cukup luas dan mencakup juga outdoor sitting area dan rumah kaca.

Salah satu spot yang saya suka adalah sitting area dengan langit-langit setinggi empat lantai. Di area ini ada set sofa, kursi, dan meja bergaya mid-century. Karena menyambut libur Natal, ada juga pohon Natal di area ini yang tampil cantik dengan dekorasi-dekorasi Natal yang dominannya berwarna putih dan emas. Di depan sitting area ini adalah ruangan terpisah yang bisa digunakan sebagai bagian dari restoran atau semacam tempat rapat. Di ujung restoran juga ada area makan lain yang menawarkan view jalan Sutami.

IMG_20181221_092238
Greenhouse
IMG_20181221_092328
Fasad hotel

Ketika indoor seating area penuh, tamu bisa makan di outdoor seating area atau di dalam rumah kaca. Rumah kaca ini bisa digunakan untuk acara-acara semiformal kayak pesta ulang tahun atau semacamnya. Kalau cuaca lagi bagus, outdoor seating area ini pas dipilih untuk makan malam karena cantik dengan lampu-lampu dekoratif.

Dengan desain yang menawan seperti ini, nggak heran kalau Hara banyak pengunjungnya. Sayangnya, tempat parkir di depan bangunan utama sendiri nggak luas jadi ketika lagi ramai, mungkin akan susah buat dapat tempat parkir. Untungnya, ada tempat parkir tambahan di dekat kawasan Kollektiv Hotel.

Lokasi

Berdiri di jalan Prof. Dr. Ir. Sutami, hotel ini punya lokasi yang cukup dekat dari mal Paris van Java (kira-kira 10 menit lah kalau pakai mobil, tergantung kondisi lalu lintas). Kalau dari Maranatha, pakai mobil ya sekitar 5-10 menit.

Di dekat hotel sendiri ada banyak kafe dan tempat makan lain yang bisa dikunjungi, seperti Level atau Hankook Kwan. Di Setrasari Mall sendiri ada lebih banyak pilihan tempat makan dan kafe. Sayangnya, area jalan Sutami ini sering kali macet di wkatu-waktu  tertentu, terutama jam pulang kerja atau weekend. Meskipun demikian, kawasan ini cukup tenang jadi buat beristirahat sih nyaman lah.

Untuk kebisingan sendiri, ketika saya menginap suara-suara musik justru berasal dari Hara. Kebetulan saat itu lagi ada acara (sepertinya Christmas dinner) dan suaranya terdengar sampai kamar, walaupun memang diadakannya bukan pas jam tidur jadi ya nggak begitu mengganggu lah. Kamarnya pun cukup kedap suara kok.

Kesimpulan

Mengedepankan desain industrial dan memanfaatkan kontainer-kontainer sebagai ruang tinggal, Kollektiv Hotel menawarkan pengalaman menginap yang berkesan dan mengasyikkan. Proses check-in mudah dan cepat. Kondisi kamar juga baik dengan desain yang simpel, tapi menawan. Selain itu, hotel ini juga punya banyak spot Instagrammable yang layak buat jadi background foto.

Interior kamar lebih cenderung bergaya Scandinavian atau mid-century, dan menurut saya ini lebih nyaman. Meskipun ukurannya nggak begitu luas, kamar saya punya in-room amenities yang cukup lengkap, dari mulai tea/coffee maker sampai hair dryer. Untuk hotel bintang dua, hair dryer sepertinya jarang ada di kamar tipe Superior (sejauh ini sih saya jarang nemu hair dryer, bahkan di kamar tipe Superior hotel bintang tiga). Selain itu, aroma lemongrass yang menenangkan, serta sabun dan sampo beraroma earl grey tea bikin saya nyaman di kamar.

Meskipun nggak berada tepat di pusat keramaian, kawasan jalan Sutami sering kali macet di jam pulang kerja atau weekend. Untungnya, suasana hotel yang teduh dan rimbun jadi semacam oasis di tengah ingar bingar kota Bandung. Dengan rate mulai dari sekitar 450 ribu rupiah per malam (berdasarkan info dari Tripadvisor), Kollektiv Hotel bisa jadi pilihan Instagrammable yang menawarkan pengalaman menginap yang menenangkan, tanpa harus jauh-jauh pergi dari pusat kota. Buat kabur sejenak atau nginep sambil bawa kerjaan sih cocok deh.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Konsep containers turn hotel menjadi kelebihan Kollektiv. Public space didesain dalam gaya industrial, sementara kamar-kamarnya lebih mencerminkan gaya Scandinavian dengan sedikit sentuhan mid-century.
  • Banyak tanaman di dalam hotel yang bikin suasana jadi sejuk dan teduh.
  • Lokasinya berada di antara kawasan Sukajadi dan Surya Sumantri. Mau ke Paris van Java lumayan dekat. Mau makan di daerah Maranatha juga lumayan dekat.
  • Sampo dan sabun di kamar mandi punya aroma earl grey yang menenangkan. Di kamar juga ada reed aromatherapy diffuser dengan minyak lemongrass yang bisa ngilangin stres.
  • Banyak tempat Instagrammable di hotel, termasuk greenhouse di luar restoran.
  • Untuk ukuran makanan hotel, harga menu untuk in-room dining masih masuk akal dan agreeable.
  • Ada hair dryer di kamar.

👎🏻 Cons

  • Meskipun nggak sampai claustrophobic, kamar tipe Superior nggak begitu luas.
  • Kawasan jalan Sutami bisa macet parah pada jam pulang kerja atau weekend.
  • Area parkir hotel nggak besar, tapi ada tempat parkir tambahan nggak jauh dari hotel (agak inconvenient kalau harus bolak-balik dari hotel ke area parkir ini).
  • Suara atau musik dari restoran (ketika ada acara) bisa kedengaran sampai kamar, bahkan di kamar saya yang posisinya di ujung lantai empat.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩⚪️⚪️
Harga: 💰💰💰

Review: Atlantic City Bandung

Wah, sepertinya sudah cukup lama sejak terakhir saya update blog ini. Kerjaan memang sedang banyak dan jadwal lagi padat, jadi saya belum sempat lagi buat entri. Nah, untungnya saya ada dua hotel yang sempat dikunjungi dan siap di-review. Untuk minggu ini sendiri, saya akan menginap di sebuah hotel di kawasan Sukajadi, Bandung yang rencananya sih mau saya masukkan ke daftar Luxury Affordable untuk kota Bandung.

Untuk sekarang, hotel yang di-review ini adalah sebuah hotel bintang tiga yang berada di jalan Pasir Kaliki. Lokasinya nggak jauh dari persimpangan Pasir Kaliki dan Pajajaran, dan dekat ke Istana Plaza dan Living Plaza.

1156691_17011217230050283383
Fasad Atlantic City Hotel. Foto milik pihak hotel.

Atlantic City adalah sebuah hotel bintang tiga yang berlokasi di jalan Pasir Kaliki nomor 126. Seperti yang saya bilang sebelumnya, lokasi hotel ini dekat dari persimpangan jalan Pasir Kaliki dan Pajajaran. Ini artinya lokasinya bisa dibilang sangat strategis, terutama karena jaraknya juga sangat dekat dari Istana Plaza dan Living Plaza. Waktu nginap di sana, saya nggak kesulitan ketika mau makan karena ada banyak restoran dan warung-warung tenda di dekat hotel.

Hotel ini punya 100 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe: superior dan grand deluxe. Nah, tipe kamar yang saya tempati waktu nginap adalah superior dan berada di lantai tiga. Meskipun bangunan hotel ini nggak begitu tinggi (dan juga lokasinya yang nggak begitu jauh dari bandara membuat hotel ini tampaknya kena aturan tinggi bangunan), view dari kamar saya cukup bagus karena jendelanya menghadap ke arah jalan Pajajaran.

Dari segi desain, sebetulnya nggak ada yang begitu waw dari hotel ini, baik interior kamar maupun ruang-ruang publik lainnya. Tapi, yang saya suka dari hotel ini adalah lokasinya yang enak ke mana-mana dan rate-nya yang terbilang terjangkau. Kalau saya bandingkan dengan hotel-hotel lain di kawasan ini, Atlantic City ini salah satu hotel bintang tiga dengan rate terjangkau di kelasnya. Ulasan lengkap tentang hotel ini saya jelaskan di segmen berikutnya. Review kali ini nggak banyak pakai GIF ya karena lagi nggak mood.

tenor3
Mohon pengertiannya ya. Lagi lesu.

Desain Kamar

Kalau bicara tentang desain utama kamar, bisa dibilang sih interiornya standar lah, tipikal hotel-hotel baru yang mengusung gaya arsitektur modern. Menempati kamar tipe superior, ukuran kamar saya sebetulnya nggak begitu luas (kira-kira sekitar 20 meter persegi), tapi furniturnya cukup lengkap. Kamar saya dilengkapi twin bed, meja belajar, kursi kerja, kursi lengan, meja kopi, dan lemari baju, lengkap dengan brankas.

This slideshow requires JavaScript.

Meskipun tergolong kecil, kamar saya nggak terasa claustrophobic, terutama dengan dinding bercat krem terang dan kombinasi warna-warna earthy (armchair-nya sepintas mirip kursi lengan yang ada di ruangan ayah saya di kantornya). Awalnya saya ragu apakah pencahayaan ruangan akan jelek, ternyata ketika malam tiba dan lampu kamar dinyalakan, pencahayaannya bagus. Seperti yang sering saya bilang di artikel-artikel sebelumnya, saya kurang suka ruangan yang remang, apalagi kamar mandi.

Sayangnya, di bawah meja kopi masih kelihatan debu yang menupuk. Di bawah kasur juga kelihatan. Selain itu, seprai tempat tidur dan bantal pun ada nodanya, meskipun kecil sih ukurannya. Tapi ya tetap sih, saya jadi ngerasa kalau seprai dan sarung bantal nggak dicuci dengan baik, dan kamarnya kurang teliti disapunya.

Untuk in-room amenities, ada televisi dengan kanal lokal dan internasional (pagi-pagi saya udah nonton The Walking Dead sambil ngemil Mi Gemes yang beli dari Indomaret), brankas, AC, dan tea/coffee maker. Koneksi WiFi juga relatif cepat untuk nonton video dari YouTube atau Instagram, walaupun saya kurang tahu pasti seberapa cepat kalau untuk download konten.

IMG_20181119_113952
View dari jendela kamar. Kelihatan Istana Plaza dan Living Plaza.

IMG_20181119_113955
Kalau malam-malam, view dari kamar bagus banget.

Kalau tertarik nginep di sini, saran saya sih minta kamar dengan jendela yang menghadap ke arah jalan Pajajaran karena kalau malam-malam, view-nya bagus! Saya suka ngeliatin keadaan lalu lintas di persimpangan dan cahaya terang dari megatron Living Plaza yang ngasih vibe ala-alat Times Square gitu lah.

Kamar Mandi

Sekarang waktunya saya bahas tentang kamar mandi. Untuk ukurannya, saya bilang sempit dan kurang nyaman, terutama untuk klosetnya. Dengan pintu yang dibuka ke arah dalam, orang yang lagi duduk di kloset bisa-bisa ketabrak pintu kalau ada orang lain yang buka pintu dari luar. Solusinya? Jangan lupa tutup dan kunci pintu kamar mandi ya kalau mau buang air.

Untuk wastafel sendiri ukurannya besar, dengan cermin rectangular yang cukup besar di atasnya. Sayangnya, kerannya ini agak membingungkan karena ketika saya geser ke arah kanan untuk keluarkan air dingin, lah airnya malah nggak keluar. Kalau digeser ke kiri, yang keluar air panas. Mungkin pihak hotel harus perbaiki kerannya.

This slideshow requires JavaScript.

Sebetulnya untuk kamar mandi, ada beberapa hal yang saya kurang suka, meskipun nggak bikin kunjungan terasa nggak nyaman sih. Pertama, shower area-nya terbilang sempit. Gorden penghalang airnya nggak efektif karena nggak ada pengait yang bisa menahan si gorden biar nggak ke mana-mana. Split level antara shower area dan area kamar mandi yang lainnya juga terlalu kecil. Dikombinasikan dengan shower curtain yang kurang efektif dan terlalu pendek, walhasil lantai kamar mandi yang lain tetap basah dan jadi becek ketika kita mandi.

Hal berikutnya yang kurang suka adalah shower-nya. Meskipun pakai semacam rainshower, tapi kepala shower-nya ini sepertinya jarang dibersihkan dan kurang efektif untuk mengeluarkan air. Selain itu, aliran air yang nggak stabil juga nggak memungkinkan saya untuk diam di bawah shower dan pijat bahu, seperti yang biasa saya lakukan kalau ada rainshower di kamar hotel lain. Oh ya, rainshower ini satu-satunya perangkat yang ada di shower box. Nggak ada shower tangan. Buat teman-teman Muslim, mungkin akan sedikit repot saat wudhu tanpa kehadiran si shower tangan.

Pencahayaan kamar mandi menurut saya terlalu redup. Lampunya berada di luar shower area. Sayangnya, dengan curtain yang puncaknya hampir nempel ke langit-langit, tetapi bagian bawahnya berjarak sekitar 5 sentimeter dari lantai, area shower terasa sangat gelap dan murky ketika gorden di tutup. Air juga masih bisa membasahi lantai di luar area shower. Kesannya jadi muram.

Ada hal “eh kok gitu?” yang saya sadari ketika mandi. Di shower area, ada jendela kaca setinggi langit-langit di salah satu dinding kamar. Jendela ini sebetulnya menghadap ke arah kamar. Hanya saja, kaca jendelanya dicat abu-abu, jadi nggak tampak sama sekali kamar dari area shower. Ya, dicat, bukan diburamkan. Setelah melihat kondisi shower area dan merujuk ke beberapa foto dari website hotel, ternyata kaca jendela itu dulunya tidak dicat abu-abu, melainkan dibiarkan transparan. Nah, si curtain itu dulunya dipasang di jendela itu buat menjaga privasi.

Fasilitas Umum

Atlantic City punya beberapa fasilitas untuk menunjang kebutuhan pengunjung. Di lantai lobi, ada restoran yang cukup luas, dan beberapa seating area-nya tampak cantik karena di dindingnya ada semacam vertical garden.

This slideshow requires JavaScript.

Untuk kebutuhan bisnis, ada lima ruang rapat dan satu ballroom di hotel ini. Setiap ruang rapat dan ballroom sudah dilengkapi fasilitas seperti layar proyektor, LCD projector, dan sound system standar. Atlantic Ballroom sendiri punya kapasitas maksimal 500 orang yang bisa dipakai untuk berbagai acara, dari mulai pernikahan sampai seminar.

Di lantai teratas hotel, ada sky lounge yang sayangnya nggak sempat saya kunjungi. Dari sky lounge ini, kita bisa menikmati suasana kota Bandung sambil ngemil-ngemil cantik. Ada juga stage kecil jadi buat adakan acara ulang tahun atau semacamnya sambil sewa band, bisa lah. Hotel ini juga menawarkan layanan spa yang beroperasi dari jam 9 pagi sampai jam 12 malam (last order-nya jam 11 malam).

Lokasi

Bicara soal lokasi, Atlantic City ini bikin saya gampang ke mana-mana. Dari Stasiun Bandung, hotel ini cuman berjarak sekitar 5-10 menit kalau pakai mobil. Kalau mau belanja, saya tinggal nyeberang ke Istana Plaza, mal dari jaman saya SD. Di sana, ada Matahari, Giant, Planet Sports, J.Co, KOI, Game Master, Gramedia, dan beberapa tenant lainnya. Kalau mau ngopi, ada Starbucks dan Chatime di Living Plaza.

Untuk urusan makan, kita tinggal keluar hotel dan jalan ke sebelah karena tepat di samping bangunan hotel ada KFC yang buka 24 jam. Di samping KFC, ada Richeese dan Kehidupan. Nyeberang sedikit, ada juga restoran di samping Melinda Hospital 2. Kalau perlu ke minimarket, kita bisa jalan sekitar 5 menit menuju Indomaret yang lokasinya nggak jauh dari Bobobox dan restoran Rijstafel.

Sayangnya, lokasi hotel ini tuh sebetulnya ada plus minusnya. Plusnya sudah dijelaskan sebelumnya. Minusnya, daerah ini tuh salah satu daerah macet di Bandung yang nyebelinnya minta ampun. Kalau misalnya kamu datang dari arah Pasteur, untuk ke hotel ini kamu mesti muter dulu, masuk ke jalan Pajajaran, lewatin dulu jalan Kebon Kawung, lalu belok lagi ke Pasir Kaliki dan terus ke arah atas menuju persimpangan.

Kesimpulan

Atlantic City menawarkan tempat beristirahat yang nyaman di pusat kota Bandung. Dengan desain kamar modern, fasilitas penunjang produktivitas, dan sky lounge, hotel ini bisa jadi pilihan yang tepat, terutama untuk rombongan besar yang mau mengadakan seminar atau acara semacamnya. Lokasinya juga strategis karena hanya berjarak sekitar 5-10 menit dari Stasiun Bandung, 15 menit dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, dan beberapa langkah doang dari KFC dan mal.

Kebersihan kamar dan beberapa fasilitas kamar yang kurang baik memang jadi faktor yang saya sayangkan, tapi secara keseluruhan, saya tidurnya nyaman dan nggak keganggu suara bising dari luar (kecuali ketika siang-siang karena kebetulan ada mobil pick-up lewat yang bawa rombongan entah apa yang pakai toa dan semacamnya).

Meskipun fasilitas hiburannya nggak banyak, kehadiran mal dan restoran di sekitar hotel bisa jadi pengganti yang pas. Dengan rate mulai dari 300 ribu rupiah per malam (berdasarkan TripAdvisor dan tagihan saya kemarin), hotel ini cocok untuk berlibur di Bandung, terutama buat young traveler yang nggak neko-neko urusan fasilitas hotel, tapi mau menikmati liburan yang sedikit lebih mewah.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasi strategis dan dekat ke mana-mana. Dari Stasiun Bandung, jaraknya kira-kira 10 menit kalau pakai mobil. Di dekat hotel ada Istana Plaza dan Living Plaza. Di sebelahnya malahan ada KFC (buka 24 jam), Richeese, dan Kehidupan. Gampang lah kalau malem-malem craving pengen ngemil.
  • Ada sky lounge.
  • Rate-nya masih terjangkau dan agreeable untuk hotel di kelasnya, terutama dengan lokasi yang prima.
  • Suasana kamar tenang, meskipun posisi hotel berada di kawasan yang ramai dan sering macet.

👎🏻 Cons

  • Maintenance kamar kurang baik. Masih ada sisa debu di atas karpet dan sekitar kaki furnitur.
  • Kamar mandi terlalu kecil dan redup, terutama shower area-nya.
  • Rainshower perlu perbaikan. Ada baiknya juga tambahin shower tangan atau keran untuk mengakomodasi pengunjung Muslim yang mau wudhu.
Penilaian Akhir

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩⚪️
Harga: 💰💰