Tag Archives: hotel murah bandung

Review: Yello Paskal Bandung

Mendengar istilah budget hotel, saya nggak bisa bohong kalau salah satu hal yang terpikir adalah hotel-hotel cookie-cutter. Istilah hotel cookie-cutter mengacu pada hotel-hotel (biasanya akomodasi bujet) dengan desain interior yang serupa/senada. Umumnya, hotel-hotel kayak gini menerapkan gaya kontemporer minimalis pada interior kamar yang tidak memiliki keunikan/kekhasan tertentu, dan bisa ditemukan juga di hotel-hotel lain. Makanya, istilah cookie-cutter pun dibuat. In a layman’s term, mungkin sebutannya copy-paste kali, ya, walaupun memang desainnya nggak 100% identik banget.

Nah, beberapa pemilik properti melihat ini sebagai satu aspek yang bisa dimodifikasi supaya hotelnya nggak terkesan “bias-bias anjas” alias biasa aja (kalau pakai bahasanya Tante Debby Sahertian). Meskipun pada dasarnya merupakan akomodasi ekonomis, beberapa properti memainkan aspek desain sebagai keunggulannya. Walhasil, bisa kita lihat banyak banget hotel-hotel budget dengan kamar berdesain unik dan cantik yang Insta-worthy. Nggak bisa dipungkiri lagi deh. Berbagai hal Insta-worthy itu menjual banget di era seperti sekarang. Content, you know. Bahkan, beberapa hotel bujet yang mengusung desain interior unik pada akhirnya nggak lagi dipandang sebagai properti ekonomis. Saya sendiri kadang bingung ketika harus ngelompokkin properti seperti ini. Dibilang hotel budget, bukan. Dibilang hotel butik, juga bukan. Ujung-ujungnya saya selalu tag properti kayak ini ke dua kategori, budget dan midscale.

Di Bandung, ada salah satu properti milik Tauzia Hotels yang, selain lokasinya strategis gilingan alias gila, desain interiornya juga cucok meong wak (buset dah ini gue kesambet apa pake bahasa gaul terus?! Tobat, Hun!). Saya berkesempatan menginap di sini tahun kemarin bareng si Pak Suneo. Dia pilih properti ini, salah satunya karena dekat dari mal. “Supaya gampang liat-liat ke Uniqlo”, katanya. Ya, akses ke mal yang berada tepat di bawah hotel jadi salah satu keunggulan hotel ini.

Yello Paskal Bandung. Foto milik pihak manajemen hotel.

Yello Paskal Bandung adalah hotel bintang 3 yang berlokasi di Kompleks Paskal Hypersquare, Jalan Pasir Kaliki no. 25, Bandung. Properti kelas budget-midscale milik Tauzia Hotels ini merupakan hotel Yello pertama di Bandung. Saya sendiri sebelumnya sudah pernah nginap di Yello Hotel yang ada di Jakarta, tepatnya di Harmoni (udah dua kali sebetulnya. Review nanti menyusul, ya). Dari alamatnya, kita bisa tahu kalau properti ini ada di kompleks perbelanjaan yang nge-hits di Bandung. Lebih tepatnya lagi, tower hotel berada di atas bangunan Paskal 23, mal upscale yang sering jadi tujuan nongkrong anak gahol Bandung, walaupun saya lebih suka ke Paskal Food Market-nya daripada ke malnya.

Dilansir dari situs web resmi hotel, Yello Paskal Bandung mengedepankan seni urban dan teknologi sebagai keunggulannya, serta menargetkan netizen sebagai target tamunya. Well, nggak aneh sih karena dari segi desain, interior-interior hotel, baik ruang publik maupun kamar tamu menampilkan gaya yang youthful dan Instagrammable banget. Sayangnya, situs web resmi hotel nggak banyak menawarkan informasi tentang hotel itu sendiri. Untungnya, masih ada Tripadvisor yang jadi sumber referensi saya. Dilansir dari Tripadvisor, hotel Instagrammable di Bandung ini punya 105 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe: Yello Room dan Yello Suite. Nah, yang Yello Suite ini, saya juga nggak dapet banyak informasi. Namun, dari fotonya sih yang jelas kamar terlihat lebih luas dengan sofa memanjang di samping jendela. Soal fasilitas, ada restoran, ruang rapat, kolam renang, netzone, dan gaming station.

Saat berkunjung, saya menginap di kamar tipe Yello Room. Selama menginap, akses cepat ke mal jadi hal yang bikin saya senang. Gimana nggak? Mau cari makan jadi gampang. Namun, ada juga kendala yang menurut saya signifikan dan menyebalkan ketika menginap. Ulasan dan cerita lengkapnya di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Tipe Yello Room di Yello Paskal Bandung memiliki luas 20 meter persegi. Ya, dari segi luas sih, pretty standard untuk ukuran hotel budget dan bintang tiga. Kamar yang saya tempati memiliki jendela dengan view ke arah utara. Jadi, dari kamar saya bisa lihat pemandangan Gunung Tangkuban Parahu. What a nice way to start the day.

Bicara soal angka, 20 meter persegi memang bukan ukuran yang benar-benar luas, terutama saat itu sudah termasuk kamar mandi. Namun penggunaan warna putih sebagai warna dominan dan warna kuning sebagai aksen membuat ruangan terasa luas dan lapang. Apalagi, jendela di ujung ruangan pun besar dan lebar. Sinar matahari juga bisa banyak masuk ke ruangan. Oh, ya! Mohon maaf sebelumnya. Foto diambil waktu tirai jendela ditutup. Nggak ngerti deh si Pak Suneo malah nutup tirai. Silau dan panas, katanya.

Secara umum, skema warna yang diterapkan pada interior adalah putih, kuning, dan abu-abu tua. Komposisi warna ini menurut saya sih sudah pas dan nggak nabrak. Saya malah ingat dulu waktu masih pakai WinAmp di komputer (ada yang inget WinAmp), saya download custom skin dari internet. Nah, si skin ini bertema keju dan skema warna yang digunakannya adalah putih, kuning, dan abu-abu. Di samping jendela, ada chaise lounge berdesain kontemporer dengan beberapa throw pillow, serta meja kerja dengan lampu gantung yang kelihatan seperti awan mini di atasnya.

Di dekat kamar mandi, ada lemari dengan mural kartun yang menjadi salah satu focal point di kamar. Mural serupa juga saya temukan saat menginap di Yello Hotel Harmoni. Sesuai dengan konsep hotel, harus ada elemen seni di kamar. Selain mural, aspek urban art juga tercermin dari slippers yang tersedia. Sendalnya didesain kayak sneakers. Gemes! Fasilitas lain yang tersedia di kamar mencakup coffee/tea maker, electronic safe, dan TV. Sayangnya, di kamar nggak ada mini fridge. Buat yang ingin bawa makanan/minuman, pertimbangkan hal ini ya sebelum bawa makanan atau minuman ke kamar.

Kamar Mandi

Kamar mandi untuk tipe Yello Room di Yello Paskal Bandung memiliki luas yang terbatas. Interiornya didominasi ubin warna abu-abu muda yang dipasang dalam pola running bond. Nah, biasanya pemasangan ubin dalam pola running bond identik dengan gaya Industrial. Namun, kesan Industrial tidak terasa di kamar mandi karena ukuran ubin yang besar, warnanya yang masih gelap, serta nat-nya yang bukan hitam. And I think the developer didn’t intend to design the bathroom in Industrial style.

Semua area kamar mandi serba terbatas dari segi ruang. Area shower-nya segitunya dan hanya dipisahkan sebagian sisinya oleh dinding kaca. Walhasil, air tetap bisa nyiprat ke area kamar mandi yang lain. Namun, yang saya suka dari kamar mandi ini adalah keluaran air dari shower yang kencang, serta sabun dan sampo yang punya aroma citrus. Cermin berbentuk segi empat dengan sudut rounded dipercantik dengan lampu neon yang terpasang dalam cermin. Kesannya mencoba edgy, meskipun kurang greget atau ampuh untuk bikin kamar mandi terlihat lebih stylish. Perlengkapan lain yang tersedia di kamar mandi mencakup alat mandi pribadi dan gelas untuk kumur-kumur. Tidak ada hair dryer di kamar mandi.

Fasilitas Umum

Kolam Renang

Salah satu fasilitas unggulan di Yello Paskal Bandung adalah kolam renangnya. Berada di lantai lobi, kolam renang hotel menawarkan view pusat kota Bandung yang lumayan keren, terutama di sore hari. Ukuran kolam memang nggak besar, tetapi ya cukup besar lah buat sebatas bolak-balik dari ujung ke ujung. Kolam anak juga tersedia dan terpisah dari kolam dewasa.

Sebagian area kolam diteduhi oleh bangunan tower. Seating area yang ada terbatas dan yang bikin saya greget adalah, jarak dari ujung lounger ke dinding pembatas kolam terlalu dekat. Lebih tepatnya lagi, lebar jalur pejalan kaki terlalu sempit sehingga orang-orang yang lalu lalang akan kerasa terlalu dekat dengan orang yang lagi tiduran atau santai di lounger. Secara pribadi, saya sih akan ngerasa risih ketika lagi tiduran santai, dan orang dalam jarak dekat bolak-balik di depan saya. Air di kolam renang ini tidak hangat. Namun, karena konsep kolam yang outdoor dan kemungkinan terpapar cahaya matahari, sepertinya sih nggak begitu dingin. Maklum, waktu menginap saya nggak berenang. Oh, ya. Di dekat kolam renang, sebenarnya ada semacam taman kecil. Namun, menurut saya sih tamannya bukan tipikal taman-taman scenic—lebih ke arah area transisi antara kolam renang dan pintu masuk ke hotel.

Restoran & Lounge

Untuk bersantap, para tamu di Yello Paskal Bandung bisa ke restoran yang berada di lantai lobi. Nah, reservasi si Pak Suneo nggak mencakup sarapan. Walhasil, saya nggak bisa mencicipi menu sarapan yang ditawarkan di restoran ini. Namun, saya tetap ambil foto restorannya sehingga setidaknya bisa bahas aspek arsitekturnya.

Area restoran di Yello Paskal Bandung cukup luas. Di salah satu sisi ruangan, bahkan ada dua meja kayu panjang, masing-masing untuk delapan orang. Saya rasa meja ini bisa dipakai untuk rapat kecil atau semacamnya. Dilihat juga dari banyaknya station yang ada, sepertinya menu sarapan yang ditawarkan sangat beragam. Interior restoran mengusung desain kontemporer yang youthful, thanks to walls lined with colorful geometric-patterned wallpaper. Warna-warna bumi terlihat dari penggunaan furnitur dan beberapa kursi bahkan memiliki bantalan dan sandaran berwarna hijau zamrud (earthy banget, ‘kan?). Area tengah restoran dipercantik juga dengan coffered ceiling dengan pola checkerboard supaya selaras dengan desain wallpaper.

Sebagai ekstensi area restoran, di alley menuju ruang-ruang rapat dan musala ditempatkan beberapa meja dan kursi. Di lounge sendiri ada beberapa meja dan kursi makan, tentunya untuk mengantisipasi kekurangan meja dan kursi kalau okupansi hotel sedang tinggi. Area lounge diterangi oleh cahaya alami dari jendela-jendela besar yang dipasang di setiap sisi ruangan. View dari jendela, ya, lumayan bagus sih. Di salah satu sudut ruangan, ada instalasi seni berbentuk seperti pohon natal.

Gaming Station

Fasilitas yang saya sempat coba saat menginap di Yello Paskal Bandung adalah gaming station-nya. Berada di lantai lobi, area permainan ini dilengkapi televisi, mesin Xbox dan meja fussball. Di area ini juga ada beberapa tablet yang bisa digunakan pengunjung.

Karena ada Xbox, saya dan Pak Suneo pun main dan game yang kami pilih adalah Just Dance. Lumayan lah buat berkeringat. Lagu-lagu yang tersedia memang nggak banyak, tapi saya cukup terhibur dengan duel joget Waka Waka-nya Shakira dan New Face-nya PSY. Sayangnya, area yang tersedia kurang luas buat nge-dance, terutama dengan adanya meja dan kursi untuk para pengguna tablet. Walhasil, kami pun nggak bisa bergerak dengan leluasa dan beberapa kali saya keluar dari sensor konsol karena bergerak terlalu jauh.

Oh, ya! Di sini hanya tersedia satu televisi dan satu konsol. Jadi, kalau lagi rame, you might expect antrean yang lumayan panjang. Untungnya waktu itu, saya dan Pak Suneo datang duluan pas gaming station masih kosong dan bisa main lebih lama.

Lokasi

Ngomongin soal lokasi, Yello Paskal Bandung bisa jadi salah satu opsi hotel Instagrammable di Bandung yang dekat dari Stasiun Bandung. Pasalnya, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 5 menit dari Stasiun Bandung menggunakan kendaraan bermotor (tentunya selama jalanan nggak macet). Mau apa-apa juga gampang karena hotel ini berada di kompleks Paskal Hypersquare. Mau belanja, tinggal turun ke Paskal 23. Mau makan? Di Paskal 23 juga ada banyak restoran dan kafe. Ingin nongkrong malem-malem? Di belakang Paskal 23 ada Paskal Food Market yang konon punya 1.001 menu (saya nggak pernah ngitung sih), tapi tempatnya lumayan asyik buat nongkrong bareng temen-temen, terutama dengan konsep outdoor-nya (tapi bakalan misbar kalau hujan, meskipun ada juga area tertutupnya).

Di luar kompleks Paskal Hypersquare, Yello Paskal Bandung juga cukup dekat ke tempat-tempat lain, seperti Taman Balai Kota Bandung dan Alun-Alun Bandung. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menitan dengan kendaraan bermotor.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Selama menginap di Yello Paskal Bandung, sebetulnya saya nggak mengalami kendala ketika masih menginap. Menurut saya, staf yang bertugas ramah-ramah. Baik saya maupun Pak Suneo nggak banyak berinteraksi dengan staf hotel memang, tetapi sebagian staf yang berinteraksi langsung menunjukkan keramahan. Waktu saya kebingungan nyari Just Dance di Xbox pun, salah satu staf hotel dengan ramah mencoba bantu saya nyariin game itu dan betulkan controller yang rusak.

Hanya saja, masalah yang menurut saya signifikan dan mengesalkan terjadi setelah check-out dari hotel. Setelah check-out? Kok bisa? Jadi, gini ceritanya. Karena saya datang pakai mobil, saya pun otomatis dapat kartu tiket parkir. Nah, kartu tiket parkirnya ini sama dengan tiket parkir ke area Paskal Hypersquare. Ya, lebih tepatnya sih, saya dapat tiket parkir saat masuk ke Paskal Hypersquare, dan tiket itu juga berfungsi sebagai tiket parkir mobil hotel (lha wong parkir mobilnya aja di parkiran Paskal 23). Supaya nggak perlu bayar parkir, saya harus lapor ke pihak resepsionis. Nah, waktu itu saya lapor ke resepsionis dan staf yang bertugas kasih saya satu tiket baru yang menunjukkan bahwa saya itu tamu hotel. tiket itu nanti tinggal dikasihkan bersama kartu tiket parkir utama ke petugas parkir pas mau pulang.

Ketika mau keluar dari Paskal Hypersquare, si petugas parkir nagih lagi satu tiket. Saya bingung harus kasih tiket yang mana lagi. Ternyata, tamu hotel harus memberikan dua tiket tambahan. Jadi, satu tiket yang saya dapat dari staf itu hanya berlaku untuk satu hari. Kalau ingin gratis selama masa menginap (Sabtu-Minggu), saya harus dapat dua tiket, dan staf yang bertugas hanya kasih saya satu tiket (buat Sabtu aja). Karena saya stay dari Sabtu ke Minggu, dan saya hanya dikasih satu tiket, otomatis si gratisnya itu nggak berlaku dan saya kena charge parkir dari Sabtu ke Minggu. Lumayan tuh sekitar 70 atau 80 ribu, ya, saya lupa juga. Yang jelas saya sama si Pak Suneo sampe kewalahan nyariin uang tunai dan itu bikin saya sampai emosi dan marahin petugas parkirnya (dia juga ngomongnya ketus sih soalnya).

Akhirnya, si Pak Suneo telepon pihak hotel dan marah-marah dia di telepon. Saya juga ikut kesal karena si staf resepsionis yang bertugas kenapa hanya kasih satu tiket, dan bukan dua tiket. Kalau dia tahu bahwa peraturannya adalah tamu harus kasih dua tiket, kenapa dia hanya kasih satu tiket? Untungnya saya masih ingat nama stafnya. Jadi, ketika pihak hotel tanya siapa staf yang kasih saya tiket, saya bisa jawab siapa. Itu pengalaman yang menyebalkan dan jujur aja bikin saya sempat males main ke Paskal 23 (in fact, saya sangat jarang main ke mal itu karena selain jauh, nggak ada banyak hal di sana). Pihak hotel memberikan pengembalian dana ke si Pak Suneo untungnya.

Meskipun memang terjadi di luar masa menginap, kendala tersebut bikin baik saya dan Pak Suneo jadi kesal dan agak pikir-pikir lagi kalau ingin stay di sana. Ya, harapannya sih masalah yang sama jangan sampai terjadi lagi dan staf hotel juga mohon lebih teliti lagi.

Kesimpulan

Berada di kompleks mal yang terkenal dan jadi salah satu destinasi favorit turis domestik (terutama orang-orang Jakarta), Yello Paskal Bandung adalah hotel di Bandung yang menawarkan akses cepat ke mal dan interior kamar yang eye-catching. Dengan konsep interior yang youthful, properti ini lebih cocok buat liburan bareng teman. Namun, keluarga atau pebisnis juga sah-sah aja nginep di sini. Nggak ada larangan kok.

Interior kamar mengusung desain playful ala Yello. Ya, properti-properti Yello punya ciri khasnya tersendiri dari segi desain interior. Palet monokrom dengan sentuhan kuning sebagai colour pop jadi salah satu karakter desain interior Yello. Fasilitas yang tersedia di kamar dirasa sudah cukup, meskipun kalau ada hair dryer, kayaknya akan lebih lengkap. Slippers dengan desain sneakers jadi hal yang saya rasa cute. Sayangnya, saya nggak bawa pulang slippers-nya.

Fasilitas yang ditawarkan sudah cukup mumpuni untuk properti bintang tiga. Apalagi, di hotel ini ada kolam renang dan gaming station, dua fasilitas unggulan yang menurut saya jadi daya tarik tersendiri. Semua properti Yello punya gaming station dan fasilitas olahraga, either a gym or a swimming pool. Tersedianya musala dan meeting room juga membuat properti ini cocok buat mengadakan acara-acara formal.

Akses cepat ke Paskal 23 juga jadi kelebihan tambahan properti ini. Buat yang seneng belanja, Yello Paskal Bandung bisa jadi pertimbangan saat pilih hotel. Paskal 23 sendiri baru berdiri selama sekitar 3-4 tahunan dan jadi salah satu mal middle-upper scale di Bandung dengan tenant-tenant yang cukup terkenal seperti Zara, Uniqlo, H&M, Pull & Bear, dan Puma. In fact, Uniqlo pertama di Bandung itu dibuka di sini. Selain itu, jaraknya dari Stasiun Bandung juga jadi salah satu aspek unggulan properti ini.

Namun, kejadian kurang menyenangkan yang saya alami bikin saya jujur masih agak “trauma”. Mungkin lebih tepatnya, hal tersebut bikin saya secara pribadi mikir-mikir lagi untuk berkunjung ke sini. Saya percaya sih bahwa masalah seperti itu bisa dicegah dengan komunikasi sejak awal, tetapi setidaknya untuk sekarang, saya akan menghindari trigger trauma dulu.

Tripadvisor menyebutkan bahwa rate kamar di sini berkisar 250-514 ribu rupiah. Namun, di Agoda sendiri saya sering lihat properti ini rata-rata berada di kisaran 450 ribuan per malam. Terlepas dari kendala yang saya alami, Yello Paskal Bandung sangat bisa menjadi opsi akomodasi yang nggak hanya menarik dari segi desain, tetapi juga strategis dari aspek lokasi.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasi hotel sangat strategis. Dekat dari Stasiun Bandung. Ada mal di bawah. Di area Paskal Hypersquare sendiri ada banyak kafe dan restoran, terutama Paskal Food Market yang konon punya 1.001 menu (saya nggak pernah hitung sih).
  • Desain interior kamar cukup Insta-worthy, terutama dengan skema warna yang eye-catching.
  • Fasilitas yang tersedia cukup lengkap, terutama karena ada gaming station.
  • Rate hotel masih terbilang terjangkau.
  • Slippers-nya lucu ✨

👎🏻 Cons

  • Masalah serius yang saya alami bikin saya secara pribadi agak “trauma”.
  • Pilihan tipe kamar yang tersedia nggak banyak.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌⚪️⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

Review: Hotel California Bandung

Mencoba flashback ke beberapa tahun silam, saya cukup sering ke BEC 2 Mall. Mal ini sendiri sebetulnya merupakan ekstensi dari BEC yang sudah berdiri dari jaman saya SD. Alasan saya ke BEC 2 adalah makan dan main game karena meskipun BEC 2 konsepnya sudah lebih general, bukan sebatas mal khusus elektronik, sebenarnya nggak banyak opsi toko yang ada di sana. Namun, karena ada bioskop, massage parlor, dan tempat main game, jadilah saya cukup sering ke sana. Setiap ke BEC, saya selalu melewati sebuah hotel yang berlokasi di Jalan Wastukencana. Saya sebenarnya cukup penasaran dengan hotel itu dulu karena tangga utamanya terlihat dari luar (kita sebut grand staircase, ya) dan saya suka menebak-nebak, grand piano-nya ditempatkan di sebelah mana (ternyata nggak ada grand piano). Akhirnya, di akhir tahun 2019 kemarin, saya berkesempatan menginap di hotel tersebut. Skor di atas 8 di Agoda, di atas 8,5 di Traveloka, dan 4 koma lebih di Google bikin saya penasaran. Ditambah lagi, Nita (teman sekelas di kampus dan sekarang rekan kerja) pernah minta saya nge-review hotel ini dan belum kesampaian. So, Nita, utangku lunas, ya. He he he.

Jendela besar di suite room. Foto milik pribadi

Hotel California Bandung adalah properti bintang 3 yang berlokasi di Jalan Wastukencana No. 48, Bandung. Lokasinya yang strategis jadi salah satu keunggulan hotel ini. Gimana nggak? Kawasan ini cukup ramai dan sering dilewati, terutama oleh orang-orang yang mau ke BEC dan BIP. Waktu pertama kali dengar nama hotel ini, saya langsung ingat salah satu lagu legendaris yang dipopulerkan oleh The Eagles, Hotel California. Dalam lagu tersebut, Hotel California digambarkan sebagai hotel hantu yang membuat para tamunya terjebak dan nggak bisa keluar. Namun, hotel yang satu ini nggak begitu, ya. Buktinya, saya bisa check-out dan pulang. No hantu-hantuan.

Dilansir dari situs resminya, hotel ini memang terinspirasi dari Hotel California, lagu dan album milik The Eagles yang dirilis di tahun 1976. Sebenarnya, waktu saya menginap, hotel ini nggak hanya menonjolkan sisi “The Eagles” saja; beberapa fasilitas hotel juga terinspirasi dari musik-musik lain (walaupun dari aspek nama saja). Nah, soal fasilitas, Hotel California Bandung memang nggak menawarkan banyak pilihan. Ada toko suvenir, spa, aula serbaguna, ruang rapat, restoran, dan lounge. Kalau melihat dari pilihan fasilitas yang ada, saya rasa hotel ini cocok untuk kalangan pebisnis. Lokasinya pun strategis dan dekat dari area perkantoran, terutama perkantoran Pemkot Bandung.

Sayangnya, website resmi hotel tidak menampilkan banyak informasi soal hotel ini (saya dapat link-nya dari profil Instagram resmi hotel). Namun, kalau lihat di Agoda (dan seingat saya, ya), ada tiga tipe kamar yang ditawarkan Hotel California Bandung, yaitu Deluxe, Executive, dan Suite. Waktu menginap, saya memesan kamar Suite di lantai tujuh. Tipe Suite ternyata merupakan corner room dengan keunikan yang melebihi ekspektasi saya. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain kamar, tipe Suite (dan tipe-tipe lainnya) di Hotel California Bandung hadir dengan interior yang didominasi warna-warna earthy dengan kontras warna yang jelas antara lantai dan dinding. Hal pertama yang saya suka dari hotel ini adalah semua kamarnya menggunakan lantai parket. Oh, ya! Di depan pintu, kita juga bisa melihat CD The Eagles sebagai penanda nomor kamar. Dengan luas 37 meter persegi, tipe Suite menawarkan ruang yang ternyata cukup luas. Meskipun demikian, ada sesuatu yang menurut saya nanggung dengan layout-nya.

Berada di pojok bangunan, kamar saya memiliki dua jendela yang menghadap ke arah berbeda sehingga saya bisa menikmati dua view, Jembatan Pasupati dan area perkotaan. Jendela yang menghadap ke arah perkotaan merupakan jendela full-height sehingga saya bisa menikmati view dengan puas. Apalagi di dekat jendela, ada chaise lounge untuk bersantai. Seru banget! Nah, di tengah ruangan terdapat dinding yang memisahkan area utama kamar dengan area santai ini. Sayangnya, adanya dinding ini juga membuat view perkotaan nggak bisa terlihat dari tempat tidur. Namun, dari tempat tidur kita masih bisa lihat view Jembatan Pasupati dan Gunung Tangkuban Parahu.

Hampir lupa! Kelengkapan kamar mencakup televisi, AC, meja kerja, sepasang armchair dan meja kopi, chaise lounge, coffee/tea maker, dan kulkas mini. Untuk tempat tidur, ukurannya cukup besar dan nyaman. Desainnya simpel dengan headboard pendek dari blok-blok kayu berwarna cokelat muda dan gading. Sayangnya, pencahayaan di kamar menurut saya cenderung terlalu remang di malam hari. Selain itu, kualitas channel TV pun kurang bagus. Gambarnya masih banyak semutnya. Untuk koneksi internet sendiri, saya sempat nggak bisa hubungkan laptop dan ponsel ke WiFi. Mungkin karena waktu itu tamu hotel sedang banyak kali, ya?

Lemari pakaian di kamar memiliki konsep terbuka, bukan lemari yang berpintu. Ukurannya sih cukup besar. Hanya saja, gantungan yang disediakan terlalu sedikit. Untuk area kerja sendiri, posisi meja kerja memang berada di samping jendela dan kalau buat kerja siang-siang atau sore-sore sih, ini asyik banget. Kalau udah jenuh, tinggal lihat view di luar sambil ngeteh. Ah! Kalau ngeteh sih lebih asyik sambil duduk santai di chaise lounge. Di malam hari, pencahayaan area kerja hanya bergantung pada satu drop light kecil di langit-langit dan ternyata, pencahayaan ini pun kurang cukup. Saya niatnya malam-malam mau beresin kerjaan, tapi karena kondisinya remang, niat kerja pun saya urungkan. Ya, daripada matanya pegal dan rusak, ‘kan?

Sekali lagi, area santai di kamar Suite ini jadi tempat favorit saya. Bahkan, saya sampai foto-foto di area ini karena jendela-jendelanya yang besar. View yang ditawarkan juga cantik. Saya bisa bilang bahwa jendela-jendela besar ini jadi kelebihan kamar tipe Suite, tentunya selain ukuran ruangan yang paling luas di antara tipe-tipe lain.

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi di tipe Suite Hotel California Bandung, salah satu aspek yang langsung terpikir sama saya adalah ukurannya. Dibandingkan dengan area utama kamar, ukuran kamar mandi masih tergolong kecil. Apalagi, di kamar mandi tidak tersedia bathtub. Ini jadi sesuatu yang saya sayangkan.

Kamar mandi dilengkapi wastafel, kloset duduk, dan area shower. Nah, area shower yang ada pun terbilang kecil. Ya, balik lagi karena ukuran kamar mandinya memang kecil. Area shower dipisahkan sebagian oleh kaca dan tidak ada pintu pemisah. Ini artinya saat mandi, air tetap bisa keciprat ke area kamar mandi yang lain. Meskipun bukan jadi masalah yang besar, setelah dipikir-pikir lagi, saya suka agak kesal ketika keset dan lantai area kamar mandi yang lain jadi cepat banget basah hanya karena air dari area shower meluap atau terpercik ke luar. Di area shower pun hanya ada fixed shower, tanpa rainshower atau shower tangan. Keluaran air dari shower memiliki tekanan yang cukup. Nggak kencang, tapi nggak pelan juga.

Soal kelengkapan yang lain, di kamar mandi sudah tersedia produk-produk mandi dan perawatan pribadi yang disimpan dalam boks transparan untuk menjaga agar semuanya tetap bersih dan kering. Hair dryer juga tersedia di kamar mandi. Overall sih tidak ada yang bermasalah dengan aspek ini, dan jujur saja, ketersediaan hair dryer jadi sesuatu yang sangat diapresiasi.

Restoran

Untuk bersantap sarapan saat menginap di Hotel California Bandung, saya mengunjungi Brown Sugar Cafe di lantai dasar. Bicara soal luasnya, restoran ini memang tidak besar. Dibandingkan dengan jumlah meja dan kursi yang disediakan, ruangan yang ada sepertinya kurang luas sehingga restoran kesannya sempit. Saat tamu sedang ramai, bisa saya bayangkan situasinya akan crowded. Meskipun demikian, ada area teras yang diperuntukkan sebagai area merokok.

Interior restoran didominasi jendela-jendela full height yang menawarkan pemandangan area parkir dan jalan raya. Nggak ada yang sangat spesial kalau soal pemandangan. Namun, banyaknya jendela di restoran membuat interior restoran setidaknya terasa lebih lapang dan terang. Desain yang diusung pun senada dengan desain interior kamar, tetapi dengan dominasi warna krem/beige sebagai pengganti palet warna cokelat yang lebih tua/hangat.

Soal menu, pilihan yang ditawarkan memang tidak sampai supervariatif. Namun, menu wajib seperti nasi (waktu saya berkunjung, nasi goreng) dan sumber protein sih pasti ada. Station bubur ayam pun tersedia untuk yang ingin sarapan dengan bubur. Karena bangunnya telat, saya datang ketika restoran sudah hampir tutup jam sarapan. Untungnya, makanan masih hangat dan enak untuk dimakan.

Fasilitas Lain

Seperti yang saya bilang sebelumnya, Hotel California Bandung memang tidak menawarkan fasilitas yang sangat beragam. Selain restoran, terdapat beberapa ruang rapat dan ballroom untuk mengadakan berbagai acara. Layanan spa dan toko souvenir pun tersedia di hotel ini. Kalau dilihat dari pilihan fasilitas yang ditawarkan, hotel ini memang cocok untuk kalangan pebisnis yang berkunjung ke Bandung untuk keperluan pekerjaan. Meskipun demikian, keluarga atau wisatawan ya tetap boleh menginap di sini, terutama karena aspek lokasinya yang strategis.

Di sudut lobi, terdapat lounge bernama Penny Lane. Dari segi ukuran, lounge ini memang tidak besar dan posisinya pun nyéngclé (kalau kata orang Sunda) di pojokan. Saya nggak sempat menelusuri area lounge dan bawah tangga. Jadi, saya nggak punya dokumentasi apa pun mengenai lounge tersebut (mohon maaf, ya). Namun, dari segi interior, Penny Lane lounge menawarkan sudut yang cukup cozy untuk sekadar ketemu teman/keluarga sambil ngeteh dan ngopi.

Lokasi

Hotel California Bandung adalah salah satu akomodasi yang berada di kawasan yang strategis. Berlokasi di Jalan Wastukencana, hotel ini bisa dibilang cuman sepelemparan batu dari Bandung Indah Plaza, Bandung Electronic Center, dan BEC Mall 2. Beberapa universitas seperti UNISBA dan UNPAS bisa dicapai bahkan dengan jalan kaki (sekitar 10 menit sih kalau jalan kaki). Berbagai kawasan berada cukup dekat dari hotel. Ke Cihampelas atau Balai Kota? Deket. Ke Pasteur? Deket. Ke kawasan Jalan Riau? Deket juga. Ke Alun-Alun dan Jalan Braga? Lumayan deket. Intinya sih ke mana-mana itu gampang. Hanya saja, hotel ini berada di jalan yang menerapkan sistem one-way. Namun, kalau pun harus muter balik pun, rutenya nggak jauh kok.

Dari Stasiun Bandung, Hotel California Bandung hanya berjarak sekitar 15 menit dengan kendaraan bermotor. Dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 25 menit. Lumayan dekat, ‘kan?

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Bicara soal pelayanan, satu hal yang pasti sih tidak ada keluhan signifikan. Bahkan, selama menginap pun saya nggak mengeluhkan apa pun ke staf hotel (kecuali koneksi internet yang susah diakses dari laptop, tapi karena saya pun urung niat untuk kerja, ya, nggak masalah jadinya). Proses check-in berlangsung lancar dan cepat. Resepsionis yang handle proses pun ramah. Para staf restoran pun ramah dan helpful.

Urusan kebersihan kamar pun masih terbilang baik. Jendela kamar (tepatnya jendela yang menghadap ke utara) memang kotor dan kusam. Kalau di foto sih, kelihatannya kayak bersih, tapi sebetulnya itu kotor, lho. Ke depannya, semoga saja kebersihan jendela bisa lebih dijaga oleh pihak hotel. Mengenai parkir, saya agak khawatir dengan banyaknya lahan parkir yang tersedia. Untungnya, waktu menginap saya masih dapat spot parkir kosong. Nah, kalau penuh, mungkin ada staf hotel yang akan mencarikan tempat parkir. Soal ini sih saya kurang tahu pasti, cuman masa sih nggak ada valet, ya? Saya rasa sih ada. Kasihan banget soalnya kalau tamu yang datang ternyata kehabisan tempat parkir.

Kesimpulan

No nonsense. Saya kepikiran frasa ini kalau diminta mendeskripsikan Hotel California Bandung. Dari proses check-in yang cepat hingga fasilitas yang diberikan, rasanya saat menginap semuanya berjalan lancar. Memang sih ada beberapa hal yang saya sayangkan, seperti area shower yang kecil, pencahayaan di study area yang kurang baik, dan koneksi internet yang susah diakses. Namun, selebihnya sih semuanya baik-baik saja. Kondisi kamar baik, furnitur dan room amenities masih rapi dan berfungsi, dan view dari kamar pun bagus. Untuk kalangan pebisnis yang datang, kelancaran dan kemudahan seperti ini tentunya sangat diharapkan dan diapresiasi.

Tipe Suite menawarkan ukuran yang, jika dibandingkan suite room di properti-properti lainnya, memang kalah besar. Namun, unit terbesar di Hotel California Bandung ini hadir sebagai corner room dengan dua view yang memanjakan mata. Kamar pun tetap terasa lapang. Untuk menunjang santai-santai, tersedia chaise lounge di samping jendela. Cocok lah buat rehat sejenak setelah sibuk kerja atau rapat. Ukuran kamar mandi di tipe Suite memang kecil dan ini jadi hal yang sebetulnya disayangkan, mengingat tipe unit adalah Suite (dan akan lebih baik kalau kamar mandinya pun lebih besar), tetapi hal tersebut memang nggak jadi masalah besar karena kamar mandi berfungsi dengan baik.

Fasilitas-fasilitas lain beroperasi dengan baik. Tidak ada keluhan mengenai restoran. Makanan yang disajikan pun hangat dan enak. Kondisi restoran pun baik dan bersih. Dari aspek lokasi, hotel ini pun dekat ke mana-mana dan dilewati jalur angkot. Hanya saja, kalau saya kaitkan lagi dengan para tamu yang datang untuk keperluan bisnis/pekerjaan, yang saya agak cemaskan ya koneksi internetnya. Saya nggak tahu apakah para tamu lain mengalami kesulitan yang sama saat ingin menghubungkan perangkat/laptopnya ke WiFi hotel, tetapi saya mengalami masalah seperti itu. Ditambah lagi, kecepatan jaringan pun terbilang lambat. Untuk buka e-mail sih mungkin cepat, tapi saya nggak tahu kalau harus upload/download file besar. Ya, semoga aja sih sekarang koneksinya sudah jauh lebih baik, mengingat saya nginap di sana pun setahun yang lalu (tapi semoga aja ulasannya nggak jadi obsolete banget).

Situs Tripadvisor menyebutkan rate hotel ini mulai dari 397 ribu rupiah per malam. Pada kenyataannya, kalau saya lihat di Agoda atau Traveloka, rate yang ditawarkan bisa lebih rendah daripada itu (dan sudah dengan pajak). Dengan rate yang reasonable, lokasi yang strategis, serta kamar yang luas dan beratmosfer hangat, Hotel California Bandung bisa jadi pilihan akomodasi yang terjangkau, terutama untuk kalangan pebisnis di pusat Bandung.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Soal rate, hotel ini masih menawarkan harga yang terjangkau. Saya pikir ini bisa jadi opsi yang ramah di kantong, terutama untuk para young traveler.
  • Lokasi hotel strategis. Ke mana-mana deket.
  • Ukuran kamar relatif besar, bahkan untuk tipe terkecil. Seingat saya, tipe terkecil punya luas di atas 20 meter persegi (23 atau 25 gitu ya?).
  • Tipe Suite menawarkan dua view dan jendela-jendela yang besar. Cocok buat nyantai sambil lihat pemandangan.
  • Fasilitas yang tersedia di hotel cocok untuk kunjungan kerja/bisnis, terutama untuk rapat, seminar, dan semacamnya.
  • No nonsense. Proses check-in terbilang cepat. Fasilitas yang ada memang tidak muluk-muluk, tapi beroperasi/berfungsi dengan baik.

👎🏻 Cons

  • Hotel ini klaimnya mengusung konsep musik, tetapi elemen-elemen musik di sini terasa kurang kuat.
  • Kamar mandi tipe Suite terbilang kecil, serta tidak dilengkapi bathtub.
  • Koneksi internet kadang susah diakses.
  • Kualitas channel televisi kurang baik.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😶⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

Review: RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2

Di Bandung, saya sering banget nemu properti-properti RedDoorz. Di setiap kawasan, setidaknya ada satu properti RedDoorz. Bahkan, di deket kompleks rumah saya pun ada satu properti mereka. Secara pribadi, saya memang jarang menginap di properti mereka, tapi kali ini saya berkesempatan buat melewati satu malam di salah satu properti RedDoorz yang lokasinya dekat banget sama Universitas Kristen Maranatha di Bandung. Kalau mau ke kampus, beneran bisa lewat pintu belakang! Lha wong saya aja makan siang di kampus sebelum check-in. He he he.

IMG_20190816_142003

RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 berlokasi di Jalan Sukamekar III No. 20, Bandung. Lokasinya persis bersebelahan dengan pintu belakang Universitas Kristen Maranatha. Gate ini dipakai buat akses motor atau pejalan kaki. Karena bangunannya homy banget, dulu saya mengira kalau properti ini semacam kost ekslusif. Fasadnya tampil cantik dengan dinding bata ekspos dan halaman depan yang cukup luas. Sebenarnya, properti bintang tiga ini punya namanya sendiri, yaitu Sekar Arum Butik Guesthouse, tapi karena listing yang lebih populer di Google adalah RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2, jadilah entri itu yang lebih sering muncul.

Ada 11 kamar yang ditawarkan di guest house mungil ini, tapi jangan salah! Walaupun kelihatannya kecil, kamar-kamarnya ternyata cukup luas. Desain interior menjadi daya tarik guest house ini, terutama dengan sentuhan tradisional Jawa dan permainan warna-warna earthy yang bikin nyaman saat menginap. Tipe kamarnya hanya satu dan dibedakan oleh penggunaan tempat tidur saja (double/twin). Untuk fasilitas sendiri, harus saya bilang nggak ada banyak pilihan selain public spaces dan ruang makan.

Nah, ulasan ini spesial karena saya kerja sama dengan pihak RedDoorz. Di akhir ulasan juga ada kode promo yang bisa kalian pakai saat ingin melakukan pemesanan melalui aplikasi atau situs web RedDoorz. Ulasan lengkap dan kode promonya ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Saat check-in di RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2, resepsionis yang bertugas menawarkan saya kamar yang mau dipilih. Karena kamar-kamar double bed tinggal di lantai bawah, akhirnya pilihan saya jatuh ke kamar nomor 1 yang posisinya tepat di samping area resepsionis (sebetulnya kamar ini disarankan karena sinyal WiFi-nya lebih kencang). Meskipun hanya punya satu tipe, ukuran kamar yang tersedia ternyata beda-beda, meskipun perbedaannya nggak begitu signifikan. Ketika saya cross-check ke Agoda, ukuran kamarnya berkisar antara 18-20 meter persegi. Saya rasa kamar saya luasnya 20 meter persegi karena cukup luas.

Interior kamar tampak hangat dengan dinding bata ekspos di salah satu sisi ruangan. Ada satu jendela kecil yang menghadap ke arah taman depan. Furnitur-furnitur kayu bergaya tradisional Jawa mendominasi ruangan. Salah satu furnitur yang menarik perhatian saya adalah cermin antik yang punya pengait pakaian. Dulu, cermin seperti ini ada di rumah nenek saya. Kesan homy langsung terasa di kamar, terutama dengan pencahayaan warna hangat dan penggunaan warna-warna earthy. Atsmofer tradisional Jawa juga tercermin dari lukisan wayang dan penggunaan kain batik.

IMG_20190816_135149

IMG_20190816_135448

IMG_20190816_135522

Fasilitas kamar mencakup televisi, AC, koneksi WiFi. Air minum dan gelas juga tersedia di kamar. Yang saya sayangkan adalah di kamar nggak ada lemari pakaian. Kalau sebatas gantungan pakaian sih ada, tapi lemari sayangnya tidak ada. Selain itu, televisi yang dipakai juga televisi tabung. Memang membangun kesan nostalgic sih, tapi layarnya kecil dan suka berisik di bagian belakang tabungnya.

Oh ya, di kamar juga ada meja belajar yang merangkap sebagai vanity table. Sayangnya di dekat meja belajar nggak ada stopkontak. Ada sebetulnya, tapi terpakai untuk televisi. Akhirnya, saya terpaksa pakai counter table di dekat kamar mandi karena ada stopkontak kosong di sana. Mungkin kalau di kamar lain, posisi stopkontaknya lebih dekat dengan meja kerja.

IMG_20190816_135549

IMG_20190816_135326

IMG_20190816_141744

Satu lagi, karena konsepnya guest house dengan pintu kamar yang masih pakai kunci biasa, kamar nggak kedap suara. Ketika ada orang lain ngobrol di luar, suaranya pasti kedengaran ke kamar. Kebetulan posisi kamar saya juga ada di bawah kamar di lantai 2, perpindahan furnitur di kamar lantai atas kedengaran. Mungkin buat yang finicky dengan hal seperti ini akan merasa terganggu. Oh ya, tepat di depan kamar saya ada tea/coffee station. Kalau mau bikin teh, saya hanya perlu keluar kamar dan bisa langsung seduh teh atau kopi buat dinikmati di kamar. Teh, kopi, dan coffee maker tidak tersedia di kamar. Jadi, kita harus bikin kopi ya di luar kamar. Kayak tidur di rumah sendiri.

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, desainnya terasa natural melalui penggunaan batu-batu alam di dinding dan lantai. Area shower dipisahkan dari kloset. Untuk air panas, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 menggunakan alat pemanas air rumahan (yang biasa dipasang di kamar mandi) sehingga volume air panas yang tersedia akan bergantung kepada air yang tersisa di tabung pemanas (dan buat manasin airnya pun cukup lama). Di sisi lain, ini ngingetin buat nggak buang-buang air sih.

Alat mandi sudah disediakan oleh RedDoorz. Ada sikat dan pasta gigi, sabun, sampo, sisir, dan handuk. Sebagai gantungan handuk, ada semacam tongkat kayu panjang yang diletakkan di dekat wastafel. Nuansa alaminya kerasa cukup kental di sini. Saya juga suka dengan penggunaan glass block sebagai akses masuk cahaya matahari dari luar. Oh ya, saya harus ingatkan ini. Kalau menginap di kamar nomor 1, siap-siap dengan split level di kamar mandi. Saya berapa kali kaget ketika masuk kamar mandi karena ada tiga split level di sini. Intinya sih watch your step.

IMG_20190816_135613

IMG_20190816_135628

IMG_20190816_141635

Fasilitas Umum

Bicara soal fasilitas, memang nggak banyak yang ditawarkan oleh RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 atau Sekar Arum Boutique Guesthouse. Ada banyak ruang publik yang bisa dimanfaatkan untuk ngobrol atau bersantai. Di dekat resepsionis pun ada ruang keluarga dengan televisi. Di dekatnya ada meja makan untuk enam orang. Layout furnitur dan interiornya homy banget. Beneran, rasanya kayak tinggal di rumah sendiri. Ada juga dapur, tapi saya nggak ke sana karena ketika saya intip, staf guest house pada diamnya di sana. Breakfast disajikan di ruang makan, tetapi ketika tamu sedang banyak, saya rasa tamu bisa makan di ruang keluarga sambil nonton televisi, atau mungkin di teras depan. Ya, beneran deh rasanya kayak tinggal di rumah sendiri! Nyaman dan hangat!

IMG_20190816_142146

IMG_20190816_142049

IMG_20190816_142033

IMG_20190816_142317

IMG_20190816_142211

Di sisi timur ruang keluarga, ada koridor menuju kamar-kamar lainnya di lantai satu. Di depan koridor ini juga ada satu set meja dan kursi kopi bergaya antik, serta kolam ikan yang menjadi elemen air di ruang publik ini. Tangga menuju lantai dua berada tepat di depan kamar saya.

Melangkah keluar bangunan utama guesthouse, ada halaman depan yang cukup luas dan digunakan sebagai area parkir tamu. Ada ayunan di ujung teras, dan di dekatnya, ada kandang ayam hias. Staf guest house bilang bahwa pemilik memang pelihara ayam hias yang sengaja dibiarkan berkeliaran dan, uniknya, nggak kabur ke luar pagar! Oh ya, ayam-ayam ini juga kelihatannya jinak. Waktu saya dekati, dia nggak mencoba ngejar atau patuk. Such gentle chickens.

IMG_20190816_141833

IMG_20190816_141925

IMG_20190816_142003

IMG_20190816_142250

Beralih ke lantai dua, dari segi suasana nggak jauh beda dengan atmosfer di lantai satu. Furnitur-furnitur kayu antik mewarnai sudut-sudut ruangan. Ada juga tanaman hias yang bikin ruang publik terasa ijo royo-royo, dan tentunya masih dengan dinding bata ekspos yang membangun suasana hangat dan homy.

IMG_20190816_142449

IMG_20190816_142435

IMG_20190816_142518

IMG_20190816_142559

Untuk properti bintang tiga, minimnya fasilitas umum memang jadi sesuatu yang disayangkan. Informasi kelas hotel ini saya dapatkan dari halaman Tripadvisor-nya Sekar Arum Guesthouse dan halaman Agoda-nya RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2. Namun, kembali lagi sih. Dengan konsep guesthouse, saya rasa keterbatasan fasilitas mungkin terbayar oleh kenyamanan menginap dan desain interior yang Insta-worthynostalgic dan nyaman.

Lokasi

Berada di lingkungan kampus, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 dikelilingi banyak banget tempat makan mahasiswa. Di depan properti sendiri ada beberapa warung makan yang bisa dikunjungi sebagai opsi makan murah. Jalan kaki sekitar 5 menit, kita sudah sampai di Jalan Surya Sumantri yang menawarkan lebih banyak tempat makan dan kafe.

Kalau dari Gerbang Tol Pasteur sendiri, properti ini berjarak sekitar 5 menit dengan kendaraan roda empat (ambil aja jalur keluar di sisi kiri jalan utama sebelum perempatan). Berada di jalan pemukiman warga, guest house ini kadang dikira kost eksklusif atau rumah biasa. Saran saya sih kalau ingin bepergian pakai GO-Jek atau Grab, patokannya adalah pintu belakang Maranatha. Posisi guest house berada di samping pintu belakang Maranatha. Saya aja makan siang di food court kampus jadinya. Oh ya, meskipun ada di lingkungan mahasiswa, ketika saya menginap saya nggak terganggu dengan suara bising. Pas siang sih ada lah sekelebat suara para mahasiswa pulang kampus, tapi di malam hari sih tenang-tenang aja lingkungannya.

Kesimpulan

Hidden gem. Jujur saya pun kaget karena ternyata ada properti unik di dekat kampus. Betul-betul dekat karena saya keluar lewat pintu belakang kampus, jalan sedikit ke barat, eh udah sampai di guest house. Dengan interior bergaya Jawa tradisional dan sentuhan natural, serta penggunaan warna-warna earthy, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 menawarkan pengalaman menginap yang nostalgic, seperti ketika menginap di rumah nenek.

Ukuran kamar terbilang luas, terutama ketika menginap sendiri. Hanya saja, beberapa fasilitas kamar perlu di-upgrade atau ditambahkan (mis. TV tabung jadi LED TV). Terminal listrik juga bisa disediakan di kamar karena nggak ada stopkontak di dekat meja kerja. Kalau split level di kamar mandi, ya mau gimana lagi karena sudah bagian dari struktur bangunan sih. Selain itu, properti ini juga memang nggak punya banyak fasilitas umum, dan ini saya rasa cukup disayangkan berhubung guest house ini menyandang bintang tiga.

Selebihnya sih, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 menawarkan akomodasi yang terjangkau, cantik, dan strategis. Dengan rate mulai dari 270 ribuan per malam (berdasarkan rate menginap kemarin), kita sudah bisa menginap dengan nyaman dan menikmati suasana yang homy. Bagi penyuka interior bergaya Jawa tradisional, properti ini layak untuk dipertimbangkan.

 

ADA HADIAH DARI A BOY IN A HOTEL ROOM!

Seperti yang saya bilang di paragraf pembuka, saya ada hadiah nih buat kalian yang mau nginap di properti-properti RedDoorz! Jangan takut bokek lagi! Kalau kalian melakukan reservasi melalui situs web dan aplikasi resmi RedDoorz, kalian bisa masukkan kode promo buat dapatkan diskon menarik! Nah, RedDoorz kerja sama nih dengan A Boy in a Hotel Room buat ngasih kode promo ini:

HEYBOY

Dengan promo ini, kalian bisa dapatkan diskon 25% untuk semua properti RedDoorz di Indonesia. YA! DISKON 25% LOH! Mau nginap di properti RedDoorz di Yogyakarta? Pake aja kode promo ini! Di Jakarta? Pake juga lah! ‘Kan berlaku untuk semua properti RedDoorz di Indonesia. Ketentuannya saya jelaskan di poin-poin berikut:

  • Promo berlaku untuk semua properti RedDoorz di Indonesia (termasuk properti Plus dan Premium). Buat properti RedDoorz di luar negeri kayak Vietnam dan Singapura, maaf nih belum bisa 😞 (doakan semoga ada lagi ya kerja sama buat kode promo yang bisa dipakai di luar negeri)
  • Promo ini berlaku untuk pemakaian satu kali per satu akun. Jadi, kalau kamu udah pakai kode ini untuk akun kamu, kode ini nggak bisa dipakai untuk yang kedua kalinya, tapi temanmu bisa pakai kok selama dia belum pernah pakai kode ini.
  • Kode promo ini nggak case sensitive. Mau huruf kapital semua atau huruf kecil, bisa dipakai. Asal jangan ngetiknya alay macam “h3YboY” atau “H3YbOy”, apalagi “H3YTaYo”
  • Kode ini setara dengan diskon 25%.
  • Kode ini berlaku hingga Agustus 2020. Nah ‘kan masih banyak waktu nih buat liburan! Santuy lah.
  • Kode hanya bisa dipakai untuk reservasi melalui situs web dan aplikasi resmi RedDoorz. Pemesanan via OTA nggak bisa pakai kode ini.

 

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Dari Gerbang Tol Pasteur sih sekitar 5 menit dengan kendaraan roda empat. Di sekitar properti juga banyak warung makan, restoran, dan semacamnya.
  • Desain interiornya memikat banget, terutama buat yang suka interior bergaya Jawa tradisional. Atmosfernya pun hangat, rasanya kayak nginap di rumah nenek.
  • Rate-nya terjangkau, sekitar 270 ribu per malam.
  • Karena konsepnya guest house dan public space-nya pun homy, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 cocok banget buat yang ingin pesan banyak kamar untuk liburan keluarga. Waktu saya check-out, ada orang yang datang dan nanya-nanya untuk pesan beberapa kamar untuk keperluan acara keluarga.
  • Ada ayam hias 🐓🐣

👎🏻 Cons

  • Untuk akomodasi bintang tiga, fasilitas umum yang tersedia dirasa sangat terbatas.
  • Beberapa fasilitas kamar perlu di-upgrade.
  • Dengan konsep guest house, mungkin ekspektasinya perlu diturunkan kalau mencari kamar yang kedap suara. Saya juga lupa bilang bahwa meskipun aksesnya 24 jam, pulang malam nggak sebebas yang dibayangkan. Memang sih ada satpam yang bertugas, tetapi ya… Bayangkan aja deh nginep di rumah nenek dan pulang malem, lalu harus pencet bel dan terpaksa ngebangunin orang yang lagi istirahat.

 

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😶⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩⚪️
Harga: 💰

 

Review: The 1O1 Bandung Dago

Bicara tentang pilihan hotel, saya sebetulnya buat satu thread Twitter yang memuat sekitar 20 atau 30-an hotel di Bandung yang Instagrammable dengan rate yang terjangkau. Salah satu goal saya adalah mengunjungi semua properti yang saya cantumkan di thread tersebut. Dari semua opsi yang saya cantumkan, baru 8 yang udah saya kunjungi. Sebetulnya saya ngerasa agak kecewa karena untuk bikin list rekomendasi, akan lebih baik kalau saya udah pernah menginap di hotel yang dicantumkan secara langsung. Jadi, saya bisa kasih komentar yang lebih legit berdasarkan pengalaman nyata.

By the way, hotel yang akan saya review ini adalah salah satu dari hotel yang sudah saya kunjungi dari thread tersebut. Saya udah dua kali menginap di sini dan di kedua kunjungan, saya menginap di tipe kamar yang sama. Bedanya adalah tipe tempat tidur dan posisi kamar. Secara pribadi, saya suka hotel ini karena lokasinya yang sangat strategis dan interior kamarnya yang unik dan youthful.

facade
Fasad The 1O1 Bandung Dago. Foto milik pihak manajemeh hotel.

The 1O1 Bandung Dago adalah akomodasi bintang 4 yang berlokasi di Jalan Ir. H. Juanda No. 3, Bandung, 40115. Buat orang Bandung asli yang udah tinggal di Kota Kembang dari tahun 90-an, pasti tahu bahwa sebelum jadi hotel, bangunan yang sekarang ini ditempat oleh The 1O1 Dago adalah Planet Dago, salah satu mal yang cukup ngetren di eranya, terutama karena bowling alley-nya. Nah, jangan sampai ketukar ya karena di kawasan Dago bawah juga dulu ada mal bernama Dago Plaza alias Dapla yang sama kecenya. Sayangnya, kedua mal sekarang sudah beralih fungsi. Yang satu jadi hotel, yang satu lagi jadi hardware store dan toko furnitur besar.

Ada 140 kamar di The 1O1 Dago yang terbagi ke dalam 5 tipe. Unit terkecilnya punya luas 24 meter persegi, sementara unit terluasnya merupakan unit duplex seluas 69 meter persegi untuk 4 orang, lengkap dengan ruang keluarga yang cukup luas. Secara keseluruhan, hotel ini mengusung desain yang trendi dan semi-resort-ish kalau dilihat dari luar. Apa lagi, di bagian depan hotel ada kafe dan taman yang cukup menyegarkan mata. Untuk desain kamar sendiri, interiornya memadukan sentuhan tropical resort, chic minimalism, dan mid-century.

Untuk menunjang kebutuhan para tamu, The 1O1 Bandung Dago punya kolam renang, spa, restoran (merangkap kafe), dan gym yang ternyata baru buka ketika saya berkunjung ke sana. Hotel ini juga 4 ruang rapat sebagai fasilitas bisnis. Ketika menginap, saya dapat kamar tipe Deluxe Smart di lantai 3. Nah, kamar ini dilengkapi balkon pribadi dengan pemandangan kawasan Jalan Ir. H. Juanda dan sekitarnya. Sayangnya, kehadiran balkon ini juga ternyata memberikan downside tersendiri. Terlebih lagi, kamar yang saya tempati punya connecting door dan saya harus bersebelahan dengan tamu yang cukup berisik. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Memiliki luas 24 meter persegi, kamar Deluxe Smart saya tidak terasa claustrophobic. Dulu, saya juga pernah menginap di The 1O1 Dago dan dapat kamar Deluxe Smart. Kamar di kunjungan sebelumnya terasa lebih lapang. Sayangnya, posisinya berada di lantai 5, dengan jendela menghadap ke arah utara dan tanpa kehadiran balkon pribadi. Jadi, view-nya lebih terbatas. Mungkin ukuran kamar itu lebih luas karena nggak ada balkon.

Bicara soal desain, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, interior kamar mengusung desain chic modern secara keseluruhan, dengan dominasi palet warna monokrom dan earthy. Interior kamar juga menonjolkan permainan tekstur. Dinding berwarna abu-abu tua tampil manis dengan mural kutipan warna-warni di atas tempat tidur. Di sisi seberangnya, ada dinding bertekstur kasar berwarna abu-abu kerikil. Headboard dan panel belakang televisi sama-sama memiliki tekstur sisik ikan dan warna light maple. Dari segi tekstur sih bisa dibilang there’s a lot going on, tapi untungnya nggak sampai overwhelming sih dan semuanya tetap membentuk kesatuan.

Bisa dilihat di gambar bawah, di dekat televisi ada pintu. Nah, itu connecting door ke kamar sebelah. Sayangnya, soundproofing kamar kurang baik karena suara dari kamar sebelah terdengar jelas. Terlebih lagi, saat itu tamu di kamar sebelah tampaknya adalah keluarga dengan dua orang anak kecil yang berisik banget. Bahkan, ada anak yang mau coba buka pintu kamar. Rasanya terganggu banget, terutama di pagi hari ketika salah satu anak itu nangis dan rewel. Don’t judge me but I don’t like kids.

IMG_20190630_142607

IMG_20190630_142543

In-room amenities dasar tersedia dan mencakup TV, AC, dan coffee/tea maker. Kulkas pun ada di kamar, ditempatkan di bawah rak gantung pakaian (bisa baca paragraf sebelumnya). Koneksi WiFi hotel secara keseluruhan sih cukup cepat dan bisa diandalkan. Saya kerja dari kamar dan koneksinya stabil dan cepat, terlebih lagi karena saya nggak banyak download konten dari internet dan sebatas pakai koneksi internet untuk upload kerjaan dan fetch teks sumber untuk diterjemahkan.

Vibe tropical resort terasa dari penggunaan furnitur minimalis dan upholstery dengan sentuhan eksotis. Kalau di foto sih nggak kelihatan jelas, tapi end table di samping tempat tidur punya sentuhan mid-century yang cukup kental. Di kamar memang tidak ada closet, tapi sebagai gantinya disediakan rak gantung pakaian yang posisinya berada di samping tempat tidur. Nah, di bawah rak gantung pakaian ada kulkas. Repotnya adalah untuk buka atau pakai kulkas ini, end table harus digeser dulu.

IMG_20190630_142650

IMG_20190630_142529

IMG_20190630_163140

Salah satu kelebihan kamar ini adalah private balcony dengan pemandangan kawasan Jalan Ir. H. Juanda. Ukuran balkonnya memang kecil, tetapi cukup nyaman untuk santai sore sambil ngopi atau ngeteh dan ngobrol-ngobrol. Bahkan, di malam hari pun saya sengaja buka pintu balkon supaya bisa nongkrong ketika lagi bosan. Sekali lagi, karena soundproofing kamar yang kurang baik (dan memang risiko kamar yang posisinya menghadap ke jalan yang ramai), suara kendaraan bermotor dari luar (terutama motor-motor yang berisik) terdengar sampai kamar, meskipun memang ributnya nggak sekencang suara dari kamar sebelah.

IMG_20190630_142848

IMG_20190630_142858

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, desainnya masih senada dengan ruangan utama kamar tidur. Interiornya didominasi warna-warna yang lebih terang. Penggunaan countertop beton dengan tekstur yang menyerupai batu memberikan sentuhan alami yang lebih kental pada kamar mandi. Sementara itu, di dekat kloset ada panel kayu bermotif sama dengan headboard tempat tidur. Di area bathroom sink, ada hair dryer dan dua stopkontak untuk shaver. Ada juga sabun cuci tangan dan produk-produk pribadi. Cukup lengkap lah.

IMG_20190630_142712

IMG_20190630_142749

Untuk shower box, areanya cukup luas dan dibatasi oleh dinding dan pintu kaca. Aliran airnya cukup kencang dan suhunya cukup stabil (untuk air panas). Memang tidak ada rainshower, tapi saya bisa atur posisi dan sudut kepala shower supaya air bisa diarahkan ke bahu. Niche untuk menyimpan botol sabun dan samponya tampak kotor dan ubin dinding area shower pun kelihatan kurang bersih. Agak disayangkan sebetulnya. Aroma sabun dan sampo hotel tidak menyengat. Jadi, cocok buat yang nggak begitu suka produk mandi berbau intens.

IMG_20190630_142740

IMG_20190630_142800

Fasilitas Umum
SODA Resto & Bar

Untuk fasilitas bersantap, The 1O1 Bandung Dago punya SODA Resto & Bar. Restoran ini juga bisa dikunjungi oleh umum, dan bukan hanya tamu hotel. Bertempat di lantai lobi, area restoran cukup luas dan didesain dalam gaya yang menurut saya cukup kompleks. Elemen-elemen rustic industrial dan boho chic bisa dilihat di SODA Resto & Bar. Waktu menginap, saya memang nggak reservasi dengan breakfast. Jadi, kedatangan saya lebih ke untuk foto-foto properti.

Penggunaan dinding bata ekspos berwarna putih di area prasmanan memberikan kesan sederhana dan bersih. Secara pribadi, saya nggak begitu suka desain langit-langit di sini karena jatuhnya semacam “there’s too much going on here“. Di beberapa sudut, ada tanaman (entah asli atau palsu ya) yang memberikan kesan segar dan rimbun. Opsi makanan yang disediakan juga cukup variatif. Ada long table bergaya industrial dengan selongsong lampu yang mengingatkan saya dengan lampu yang suka dipakai oleh tim lighting waktu jaman saya partisipasi pagelaran drama di kampus.

IMG_20190701_103125

IMG_20190701_103252

IMG_20190701_103306

Di bagian tengah restoran, dekat pintu keluar ada satu platform pendek dengan beberapa perlengkapan untuk penampilan musik seperti stand partitur dan pengeras suara. Di sini juga ada sofa berlapis kain perca dan sepintas, bentuk dan penempatannya mengingatkan saya sama sofa ikonik di Central Perk dari serial komedi F.R.I.E.N.D.S. Beberapa dekorasi bergaya shabby chic juga bisa ditemukan di area ini.

IMG_20190701_103333

IMG_20190701_103403

Area restoran ini meluas sampai ke teras depan. Nah, sejujurnya saya suka banget dengan teras ini karena terasa rimbun oleh tanaman rambat dan pepohonan. Outdoor seating area ini punya kanopi kaca sehingga cahaya matahari bisa masuk. Perlu diingat bahwa pepohonan dan tanaman rambat yang ada di sini berfungsi juga sebagai pembatas antara trotoar jalan dan area restoran.

Dekorasinya sendiri masih senada dengan interior bagian utama restoran. Hanya saja, di sini kesannya jauh lebih santai, mungkin karena posisinya di luar ruangan dan lebih banyak tanaman. Area ini digunakan juga sebagai smoking area untuk para tamu.

IMG_20190701_103516

IMG_20190701_103537

Tidak jauh dari area SODA Resto & Bar, di depan pintu masuk utama The 1O1 Dago ada semacam area duduk dan taman yang ukurannya memang kecil, tapi sangan rimbun dan menyegarkan mata. Di samping taman, ada jalan menuju jalur parkir dan di sisi kirinya terdapat tembok kayu setinggi bangunan hotel. Oh ya, area di depan pintu masuk utama ini cukup luas, tetapi tampak kosong karena memang nggak ada apa-apa (maksudnya, nggak ada furnitur apa pun). Ada gebyok warna sian di salah satu sisinya. Di sini juga, ada pintu kaca geser yang memisahkan antara area hotel dengan trotoar di depannya.

IMG_20190701_081147

IMG_20190701_081118

IMG_20190701_081059

Kolam Renang

Menurut saya, kolam renang di The 1O1 Bandung Dago ini lebih cocok sebagai kolam anak daripada kolam dewasa. Ya, bisa aja sih tapi mungkin jatuhnya semacam plunge pool karena memang ukurannya “nanggung” dan kedalamannya juga relatif dangkal, cocok lah buat anak-anak SD.

Di salah satu sisi kolam, ada dinding dengan tanaman rambat yang memberikan kesan sejuk. Lantai kolam pun berwarna kehijauan dan lebih cocok untuk konsep natural (warna biru memang memberikan kesan air yang bersih dan sejuk, tetapi memang kurang natural sih). Posisi kolam renang bersebelahan dengan SODA Resto & Bar dan saya secara pribadi sih merasa agak awkward ketika lagi berenang, eh diliatin orang-orang yang lagi makan.

Di dekat tangga menuju kolam renang, dipasang papan peraturan dengan desain teks dan gambar yang menggemaskan. Dengan kedalaman 90 sentimeter dan peraturan yang ternyata cenderung dialamatkan untuk anak-anak, bisa dibilang bahwa kolam ini memang kolam anak. Kolam ini hanya buka dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore.

IMG_20190701_102858

IMG_20190701_103109

IMG_20190701_103041

Di sisi barat kolam, ada area ganti pakaian dan toilet untuk tamu yang mau dan habis berenang. Ruang ganti pakaian dan toiletnya memang nggak banyak, tetapi waktu saya berkunjung pun bahkan nggak ada yang berenang. Entahlah kalau kebetulan tingkat okupansi hotel lagi penuh, dan dengan tamu keluarga, mungkin area ini akan sangat ramai.

IMG_20190701_102953

IMG_20190701_102940

Fasilitas Lain

The 1O1 Dago juga memiliki gym yang ternyata baru buka. Gym ini sebetulnya belum 100% siap dipakai karena masih proses persiapan. Dan karena alasan ini pula, saya nggak ke area gym. Posisi gym ada di sebelah SODA Resto & Bar, di bangunan kayu yang mungkin kelihatan di salah satu foto outdoor seating area restoran yang saya unggah sebelumnya. Hotel ini juga punya layanan spa dan pijat. Saya lupa kalau nggak salah Whales Spa & Massage itu ada di lantai 1 atau 2, yang jelas sih satu lantai di atas lobi.

Di area lobi hotel, ada banyak pernak-pernik dan beberapa dijual untuk para tamu. Area ini tampak elegan dengan kursi-kursi bergaya kontemporer, coffered ceiling berlampu neon biru, dan deretan jendela dan pintu besar menuju restoran. Di sisi barat lobi, ada meeting room yang kebetulan saat itu sedang digunakan untuk menggelar sebuah acara (dan entah gimana ceritanya, saya malah nyasar ke sana).

IMG_20190630_163528

IMG_20190630_163541

Lokasi

Bicara soal lokasi, The 1O1 Bandung Dago ini memang juara. Bertempat di persimpangan Jalan Merdeka, Jalan Ir. H. Juanda, dan Jl. Riau, posisinya memudahkan kita untuk mengunjungi dua mal terkenal di Bandung, BIP dan BEC Mall. Untuk menuju kedua mal itu, saya bisa jalan kaki selama 5 menit aja dari hotel. Selain itu, di kawasan Jalan Merdeka juga ada Gramedia dan beberapa restoran (untuk makan sih, saya malah pergi ke mal sebetulnya).

Kalau jalan ke arah utara sedikit, ada Harvest buat yang seneng kue dan segala kudapan berbahan cokelat. Dari hotel, kawasan butik Jalan Riau juga bisa ditempuh dengan berkendara selama sekitar 5 menitan. Jalan Ir. H. Juanda di depan hotel jadi tempat ajang car free day di hari Minggu, dan buat para tamu yang seneng jalan pagi di hari Minggu, ajang car free day tentunya jangan sampai dilewatkan. Oh ya, kawasan distro Jalan Sultan Agung juga cukup dekat dari hotel dan bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 10 menitan. Selain itu, The 1O1 Dago berjarak sekitar 15 menit dari Stasiun Bandung.

Kesimpulan

Lokasi dan desain jadi keunggulan hotel yang dibuka pada tahun 2013 ini. Mau ke mana-mana dekat dan bisa dengan jalan kaki. Hotel ini juga berada di kawasan yang dijadikan ajang car free day di hari Minggu. Intinya sih, kalau urusan lokasi, The 1O1 Bandung Dago ini salah satu opsi yang terdepan, terutama kalau ingin cari hotel yang posisinya di pusat kota dan dekat dari mal.

Untuk desain, saya senang dengan vibe tropical resort di kamar. Interior kontemporer yang chic dan youthful, terutama dengan mural dan panel kayu di dinding menjadikan hotel ini sebagai salah satu hotel Instagammrable di Bandung. Kehadiran private balcony di kamar juga jadi salah satu hal yang layak diunggulkan. Tidak semua kamar punya balkon memang, tetapi coba minta pihak hotel untuk siapkan kamar dengan balkon.

Hanya saja, perlu diakui bahwa posisi kamar yang menghadap ke jalan raya juga punya kelemahan tersendiri. Dengan soundproofing yang kurang mumpuni, suara rewel dan jerit-jerit anak dari kamar sebelah, serta motor berisik dari luar terdengar cukup jelas di kamar. Untuk kamar mandi, fasilitas yang disediakan sudah lengkap. Mungkin aspek kebersihannya perlu lebih ditingkatkan.

Saya nggak ada keluhan mengenai fasilitas hotel yang lain. Untuk kolam renang, dengan kedalaman 90 sentimeter tentunya lebih diperuntukkan bagi anak-anak. Orang dewasa ya bisa aja berenang, tetapi posisi kolam renang yang langsung bersebelahan dengan restoran bikin saya mikir-mikir lagi sih untuk berenang. Hotel-hotel lain banyak yang punya kolam renang dengan posisi bersebelahan dengan restoran. Hanya saja, mungkin karena ukuran kolamnya kecil dan posisinya sangat dekat dengan restoran, saya agak canggung kalau berenang dan dilihatin orang-orang yang lagi makan. Ini nggak jadi masalah besar sebetulnya dan sifatnya subjektif. Untuk gym, semoga saja persiapannya sudah selesai dan bisa segera digunakan oleh para tamu.

Dengan rate mulai dari 450 ribu rupiah per malam (berdasarkan info dari Tripadvisor), The 1O1 Bandung Dago bisa jadi pilihan sempurna buat staycation di pusat kota Bandung. Lokasi yang strategis dan desain kamar yang cantik dapat melengkapi liburan di Kota Kembang. Selain itu, kehadiran beberapa unit yang dapat mengakomodasi 3-4 orang juga memberikan kesempatan bagi para tamu yang datang dengan keluarga atau teman-teman untuk menikmati liburan dan beraktivitas bersama, tanpa harus terpisah kamar.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Untuk ke BIP atau BEC Mall, hanya perlu jalan kaki selama sekitar 5 menitan. Di hari Minggu, tamu bisa coba ajang car free day secara langsung dengan keluar hotel karena Jalan Ir. H. Juanda di depan hotel termasuk ke area ajang car free day Bandung.
  • Desain kamar cukup Instagrammable. Coba lihat mural kutipan di foto yang saya lampirkan di atas. So sweet 🐩.
  • Ada balkon pribadi (tersedia untuk kamar-kamar tertentu). Balkon ini menghadap ke arah jalan raya dan menampilkan pemandangan pusat kota Bandung yang cantik, terutama di malam hari. Cocok buat santai sore sambil ngopi.
  • Ada kolam renang ramah anak, dengan desain natural yang cantik.
  • SODA Resto & Bar bisa jadi tempat hangout yang gak cuma Instagrammable, tapi juga cozy. Apalagi kalau duduk di sofa ala F.R.I.E.N.D.S.
  • Rate-nya reasonable. Untuk properti unik di pusat kota, rate mulai dari 450 ribuan menurut saya reasonable.
  • Tersedia beberapa tipe kamar yang bisa mengakomodasi 3-4 orang tamu. Cocok buat staycation bareng teman-teman atau keluarga.
  • Saya secara pribadi suka dengan outdoor seating area SODA Resto & Bar karena terkesan rimbun. Sayangnya, area ini juga dijadikan smoking area. Buat saya yang nggak merokok, kenyamanannya berkurang dengan asap rokok harus diakui.

👎🏻 Cons

  • Soundproofing kamar kurang baik. Suara anak kecil rewel dan nangis dari kamar sebelah terdengar jelas (terutama saat dapat connecting room). Dengan balkon pribadi, suara bising kendaraan bermotor dari luar juga terdengar, meskipun memang nggak sekencang suara nangis anak kecil.
  • Kolam renangnya kurang besar dan lebih cocok sebagai kolam anak. Mungkin buat orang dewasa, saat ini cukup mengawasi anak-anak dulu aja ya.
  • Gym hotel masih dalam proses persiapan. Semoga saat tulisan ini dirilis, gym-nya sudah siap digunakan.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

Review: Hotel Citradream Bandung

Niatnya saya mau beresin review ini minggu kemarin, tapi baru sempat lagi nulis sekarang. Selain itu, saya juga berkunjung ke hotel ini udah lama banget, tapi baru bisa buat review-nya sekarang. Intinya sih masih banyak hotel-hotel yang sudah dikunjungi, tapi belum sempat saya tulis review lengkapnya di blog. Kalau di halaman Tripadvisor saya sih udah ada, tapi saya pikir akan lebih lengkap kalau baca review di blog ini.

Saya nginap di sini dua kali sebetulnya, dengan jarak antara kedua kunjungan yang cukup lama (mungkin 8 atau 9 bulan). Kunjungan kedua ini sifatnya bener-bener leisure. Jadi, saya nggak bawa laptop atau beresin kerjaan sama sekali. Posisinya yang strategis memungkinkan saya buat menikmati suasana pagi di pusat kota Bandung dan jadi turis lokal di kota sendiri.

the-facade-of-the-hotel
Hotel Citradream Bandung. Foto milik pihak manajemen.

Hotel Citradream Bandung merupakan akomodasi bintang tiga yang berlokasi di Jalan Pasir Kaliki no. 36-42, Bandung. Berada tidak jauh dari persimpangan Jalan Kebon Kawung dan Jalan Pasir Kaliki, hotel ini gampang ditemukan dan berjarak sekitar 5 menit aja dari Stasiun Bandung dengan kendaraan bermotor.

Hotel berlantai 8 ini punya 76 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe aja: Superior Twin dan Superior King. Jatuhnya pilihan kamar yang tersedia memang itu-itu aja, tapi saya rasa ini mungkin bukan masalah buat orang-orang yang cari akomodasi no-nonsense yang ramah di kantong. Untuk fasilitas sendiri, Hotel Citradream Bandung punya satu restoran dan empat meeting room untuk keperluan bisnis.

Waktu menginap, saya pesan kamar Superior King. Posisi kamar saya berada di bagian barat gedung dengan jendela menghadap ke Jalan Pasir Kaliki. View yang saya dapat dari kamar cukup bagus, meskipun nggak begitu city view karena yang lebih terlihat itu kawasan pemukiman warga. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Kalau bicara soal desain kamar di Hotel Citradream Bandung, sejujurnya sih saya nggak menemukan sesuatu yang sangat spesial. Interiornya bisa dibilang tipikal interior kamar di akomodasi-akomodasi cookie-cutter: kontemporer dan minimalis. Palet warna putih, abu-abu, dan cokelat butternut mendominasi interior kamar. Colour pop bisa dilihat pada penggunaan warna hijau neon di pintu. Secara pribadi, saya nggak ada keluhan dengan atmosfer kamar atau pemilihan warna interior. Hanya saja, balik lagi ke pernyataan awal saya. Nggak ada sesuatu yang begitu spesial.

Untuk ukuran kamar, saya menemukan informasi yang berbeda dari beberapa sumber. Di Traveloka, dikatakan kalau luas kamar adalah 15 meter persegi. Booking.com menyebutkan bahwa luas kamar adalah 17 meter persegi. Sementara itu, situs resmi hotel mencantumkan ukuran kamar adalah 16,5 meter persegi. Sepertinya bisa dibilang bahwa ukuran kamar berkisar antara 15-17 meter persegi, dan ini mungkin tergantung kepada posisi kamar. Waktu pertama kali menginap di sini, saya dapat kamar di sisi utara gedung. Meskipun view dari jendela nggak begitu bagus dan saya bisa melihat jendela-jendela kamar di hotel tetangga, ukuran kamar terasa lebih luas.

IMG_20190317_151314

IMG_20190317_151353

IMG_20190317_151408

Furnitur kamar bergaya kontemporer dan minimalis. Nggak ada desain ribet-ribet, yang penting fungsional. Bentuk-bentuk yang ditonjolkan dari furnitur yang ada menampilkan sudut-sudut tajam yang membangun nuansa kaku. Untungnya, pencahayaan kamar terasa cukup di malam hari. Jadi, suasana kamar tetap terasa nyaman, meskipun saya nggak bisa bilang hangat juga. Lebih ke arah sejuk sih. Sejuk dan nyaman.

Fasilitas kamar sendiri sangat basic. TV layar datar dan WiFi tetap tersedia di kamar. Dua botol air mineral juga disediakan. Lemari pakaian bentuknya hanya semacam gantungan baju terbuka, tanpa pintu. Untuk electronic safe sendiri ada di bawah lemari pakaian. Sayangnya, di kamar nggak ada tea/coffee maker. Namun, di koridor kamar tersedia galon air untuk para pengunjung. Hanya saja, repot sih menurut saya kalau mau bikin teh atau perlu air panas untuk minum, harus sampai keluar kamar dulu.

IMG_20190317_151421

IMG_20190317_151430

Oh ya, view dari jendela kamar menurut saya sih lumayan bagus. Kalau ngejar city view dengan banyak gedung-gedung tinggi, memang menurut saya sih kurang “kota”, tapi seenggaknya saya bisa lihat suasana jalan raya dengan lebih jelas. Di malam hari, kawasan di sekitar Hotel Citradream Bandung masih hidup, mungkin karena posisinya dekat dari stasiun, nggak jauh dari mal, dan memang ada banyak restoran, kafe, dan minimarket.

IMG_20190317_152009

IMG_20190317_152014

Kamar Mandi

Bicara soal luas, kamar mandi di kamar saya memang nggak begitu besar. Space yang ada terbatas. Area shower-nya nggak begitu besar dan remang karena cahaya lampu terhalang shower curtain. Interior kamar mandi sendiri didominasi ubin persegi panjang berwarna putih yang disusun ala bata untuk memberikan sentuhan Industrial. The trick kinda works, though, hanya mungkin kalau ukuran ubinnya lebih kecil, kesan Industrial-nya terasa lebih kental.

IMG_20190317_151506

IMG_20190317_151454

IMG_20190317_151446

Produk yang disediakan di kamar mandi mencakup sabun, sampo, dan sikat gigi. Nggak ada produk lain di kamar mandi. Hair dryer pun nggak disediakan (tapi mungkin bisa pinjam ke manajemen kalau perlu karena saya sendiri nggak tahu dan nggak perlu pakai pada saat itu). Saya suka dengan keluaran air shower yang cukup kencang dan suhu air yang relatif stabil. Meskipun memang area shower-nya agak remang, tapi saya menikmati pijat bahu gratis dengan air panas dari shower.

Fasilitas Umum

Hotel Citradream Bandung menawarkan dua fasilitas umum bagi para pengunjung: meeting room dan restoran. Untuk restoran sendiri, posisinya berada di lantai dasar, nggak jauh dari lobi dan area resepsionis.

Restoran hotel berbentuk memanjang, dilengkapi furnitur bergaya kontemporer dengan warna-warna neon dan lampu “cangkir” yang sepintas mengingatkan saya sama suasana perpustakaan modern, terutama dengan penempatan meja yang memanjang. Area duduk pengunjung ini meluas sampai ke luar. Biasanya, outdoor seating area ini dipakai para tamu yang ingin merokok karena pengunjung nggak boleh merokok di area makan utama.

IMG_20190317_192642

IMG_20190317_192648

IMG_20190317_192708

Selain restoran, Hotel Citradream Bandung juga memiliki empat ruang rapat yang bisa dipakai untuk keperluan bisnis. Saya nggak sempat main-main ke area sana, tapi kalau lihat dari foto-fotonya di website resmi hotel, ukuran ruang rapatnya memanjang dan nggak begitu lebar, tetapi kondusif sih untuk meeting kecil.

Dari segi fasilitas umum, Hotel Citradream Bandung memang nggak menawarkan banyak pilihan. Selain itu, lahan parkir hotel juga sangat terbatas, terutama untuk mobil. Waktu saya menginap di sana, untungnya saya dapat tempat parkir mobil. Kalau nggak, tamu mungkin perlu parkir di pinggir jalan. Memang ada petugas yang berjaga, tetapi saya sendiri ngerasa nggak tenang kalau harus parkir di pinggir jalan.

Oh ya, ini bukan fasilitas umum hotel sih, tapi saya ingin kasih tahu aja. Biasanya, makanan dan minuman hotel kan terkenal mahal. Nah, di Hotel Citradream Bandung ini, saya rasa pilihan makanan dan minuman yang bisa kita pesan untuk dinikmati di kamar ditawarkan dengan harga yang bisa dibilang terjangkau. Menu minuman sendiri ditawarkan dengan harga mulai dari 10 ribu rupiah. Kalau makanan, yang paling mahal pun dibanderol dengan harga 30 ribu rupiah. Dan yang bikin saya excited lagi adalah, harga yang tertera di menu itu sudah termasuk pajak dan biaya layanan! Pilihan menunya memang nggak begitu banyak, tetapi untuk level makanan hotel sih, harga segitu menurut saya terjangkau.

IMG_20190318_092326

Lokasi

Terlepas dari kurangnya variasi tipe kamar dan fasilitas umum yang tersedia, aspek lokasi jadi salah satu keunggulan Hotel Citradream Bandung. Dari Stasiun Bandung, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit menggunakan kendaraan bermotor. Kalau jalan kaki, kira-kira sekitar 10 menitan sih. Dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15-20 menit, tergantung kondisi lalu lintas.

Untuk urusan makanan, di sekitar hotel ada banyak kafe dan restoran yang buka sampai larut malam. Di seberang hotel pun ada minimarket yang buka 24 jam, cocok buat yang ingin ngemil tengah malam. Kalau ingin belanja, ada Paskal 23 yang bisa ditempuh dengan jalan kaki selama sekitar 10 menit. Ada juga Istana Plaza alias IP yang berjarak sekitar 5 menit dengan kendaraan bermotor. Kalau mau ke IP, bisa pakai angkot dan biasanya ongkosnya 2 ribu.

Kesimpulan

Objectively speaking, tidak banyak yang ditawarkan oleh Hotel Citradream Bandung. Pilihan jenis kamar dan fasilitas umum yang terbatas menandakan bahwa hotel ini memang no-nonsense, in terms of tujuannya: orang datang untuk beristirahat. Meskipun demikian, restoran tetap tersedia dan beberapa ruang rapat hadir di hotel ini untuk menunjang keperluan bisnis tamu.

Desain kamar pun nggak begitu spesial, tipikal cookie-cutter bisa dibilang. Namun, fasilitas dasar tetap tersedia, minus tea/coffee maker. Pihak hotel menyediakan dispenser air panas/dingin di koridor kamar. Hanya saja, saya rasa ribet kalau harus bolak-balik keluar kamar hanya untuk ambil air panas. Luas kamar mandi pun terbatas, seperti halnya produk mandi yang ditawarkan. Meskipun demikian, secara keseluruhan kualitas istirahat saya baik dan fasilitas yang tersedia berfungsi dengan baik.

Dengan rate mulai dari 250 ribuan (berdasarkan info dari Tripadvisor), Hotel Citradream Bandung layak diperhitungkan, terutama untuk para pengunjung yang nggak finicky dengan fasilitas hotel dan hanya perlu tempat buat beristirahat di malam hari. Lokasinya yang sangat strategis dan dekat dari Stasiun Bandung membuat properti ini bisa jadi pilihan cerdas dan terjangkau untuk para wisatawan.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Harganya terjangkau. Dengan lokasi yang strategis, properti ini bisa dibilang salah satu hotel dengan rate yang terjangkau.
  • Lokasinya strategis. Ke mana-mana dekat. Mau ke mal, cukup jalan kaki sekitar 10 menit. Dari Stasiun Bandung, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit dengan kendaraan bermotor. Di sekitar hotel juga banyak restoran dan kafe yang buka sampai tengah malam.
  • Harga menu makanan dan minuman terjangkau, terutama untuk level makanan dan minuman dari hotel.

👎🏻 Cons

  • Pilihan tipe kamar dan fasilitas umum kurang variatif.
  • Area parkir untuk tamu, terutama parkir mobil sangat terbatas. Kalau tempat parkir penuh, ada kemungkinan parkir mobil harus di pinggir jalan.
  • Di kamar tidak ada tea/coffee maker. Kalau perlu air panas, perlu keluar kamar untuk pakai dispenser di koridor kamar. Repot kalau harus bolak-balik begitu.
  • Desain kamarnya tipikal cookie-cutter hotel.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰