Tag Archives: hotel jakarta

Review: JW Marriott Jakarta

Kawasan Mega Kuningan Jakarta, selain terkenal sebagai distrik bisnis juga ternyata gudangnya properti-properti mewah. Sejujurnya, salah satu goal saya untuk urusan review hotel adalah meninggalkan β€œjejak” di properti-properti yang ada di kawasan Mega Kuningan dan Jalan Dr. Satrio. Sebelumnya, saya sudah merasakan serunya menginap dan berenang di Ritz-Carlton Mega Kuningan dan asyiknya liburan Natal dengan teman dan kakak di Ascott Sudirman. Nah, di Desember 2020 kemarin (haduh lama banget ya ini jedanya, setahun lebih), saya menginap di salah satu properti milik Marriott Hotels, yang juga tetanggaan deket sama Ritz-Carlton. Pokoknya sih, dari jendela kamar saya di Ritz-Carlton dulu, bangunan hotel ini keliatan jelas banget. Maklum bangunannya badag!

review jw marriott jakarta

JW Marriott Jakarta adalah hotel bintang lima yang berlokasi di Jalan DR. Ide Anak Agung Gde Agung Kav. E.1.2 No 1&2, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Hotel ini bisa dibilang salah satu properti mewah Marriott yang pertama di Jakarta. Menurut CVENT, properti ini dibangun dan dibuka sejak tahun 2001. Ini artinya umurnya sudah 21 tahun di tahun 2022. Yang jelas sih, dari waktu saya SD hotel ini sudah ada. Bangunannya yang besar dan terbilang β€œmelebar” (saya ngeliatnya seperti blazer cewek kalau dipasangi shoulder pad) jadi ciri khas properti ini. 

Bicara soal JW Marriott Jakarta, rasanya ingatan saya nggak lepas dari insiden di tahun 2003 dan 2009 akibat teroris. Pasalnya, hotel ini dua kali menjadi sasaran terorisme yang memakan banyak korban. Di tahun 2009, tetangganya, Ritz-Carlton pun malah ikut jadi sasaran pembomban dan walhasil, Manchester United pun gagal main di Jakarta. Sumpah gedeg banget saya dengarnya. Namun, saya sangat senang dan bangga karena JW Marriott Jakarta bisa kembali bangkit dan beroperasi hingga sekarang, dan jadi salah satu properti bintang lima yang populer di ibukota.

Menurut situs resminya, ada 317 kamar yang tersedia di hotel ini. Dari 317 kamar tersebut, 285 unit merupakan tipe kamar biasa, sementara 32 unit lainnya merupakan suite room. Pada dasarnya, ada enam tipe kamar di JW Marriott Jakarta: Deluxe Room (King atau Double), Executive Room, Governor Suite, Diplomat Suite, JW Marriott Suite, dan Presidential Suite. Luas kamar di hotel ini sendiri mulai dari 42 meter persegi untuk tipe terkecil. Tipe paling besar, Presidential Suite, hadir dengan luas 210 meter persegi. Untuk fasilitas, ada restoran, bar, gym, kolam renang, spa, ballroom, meeting room, hingga coffee shop. Oh! Ada juga outdoor kids’ corner yang, kalau saya nggak salah ingat, hanya digelar pas weekend. Ya, digelar karena waktu saya menginap selama tiga hari dua malam, di hari kedua itu si kids’ corner ini belum ada. And oh! Di JW Marriott Jakarta juga ada taman di dekat area kolam renang, serta musala. Ini sih dugaan saya ya. Karena hotel ini lokasinya di kawasan bisnis dan memang waktu saya menginap pun, banyak diadakan acara seperti rapat dan seminar, adanya musala sebagai fasilitas standalone (bukan satu boardroom yang dipakai sebagai musala) jadi hal yang perlu diapresiasi. Dan ukuran musalanya pun cukup luas, dengan segregasi area untuk pria dan wanita.

Waktu menginap, saya memesan kamar tipe Executive. Tipe ini pada dasarnya adalah tipe Deluxe, tapi dilengkapi akses ke executive lounge di lantai 29. Secara keseluruhan, pengalaman menginap saya bisa dibilang positif. Ada kendala yang saya temukan saat menginap, tetapi langkah yang diambil oleh pihak hotel sangat saya apresiasi. Dan juga, pihak hotel kasih saya pralines, cokelat, makaron, dan kue dua hari berturut-turut! Senangnya saya! Lengkapnya, review JW Marriott Jakarta dari saya ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Berdiri sejak tahun 2001, kalau saya lihat dari luar nih, eksterior hotel tampaknya nggak β€œkolot”. Dari segi desain, JW Marriott Jakarta masih bisa β€œmejeng kece” bersama gedung-gedung pencakar langit di kawasan Mega Kuningan. Namun, begitu masuk ke dalam hotel, dari area lobi saja saya bisa merasakan aura β€œlawas” pada interiornya. Well, nggak lawas as in lagu tahun 70-80an, tapi dari interiornya saya tahu pasti bahwa hotel ini bukanlah hotel baru. Interiornya mewah, tapi mewah khas tahun 90an akhir atau 2000an awal. 

Tipe Executive sendiri punya luas 42 meter persegi, seperti tipe Deluxe. Furniturnya tampak dated, tapi bukan sesuatu yang problematik. Sekali lagi, hotel ini dibangun di tahun 2001 dan tampaknya kalau pun ada renovasi, perubahan yang diterapkan tidak begitu drastis. Menempatkan diri di suasana tahun 2000an awal, saya bisa melihat bahwa desain interior yang diusung cukup mencerminkan kemewahan pada era tersebut. Desain kontemporer dengan sedikit bumbu Art-Deco dan minimalism tercermin dari interior kamar. Yang saya suka lagi adalah palet warna yang digunakan. Rona cokelat yang terang dan ke arah pasir seperti rose beige dan bisque (beberapa warna punya sentuhan oranye) diterapkan pada furnitur-furnitur. Dipadukan dengan pencahayaan yang cukup, suasana kamar jadi terasa hangat dan cozy di malam hari. Secara pribadi, inilah suasana yang saya suka. 

Penggunaan warna yang terang dan hangat memberikan kesan yang lebih luas juga pada kamar. Pasalnya, furnitur-furnitur yang ada saya rasa ukurannya cukup bulky (terutama si oversized armchair). Ditambah lagi jendela besar yang menghadap ke jalan, kamar jadi terasa lapang. Saya awalnya minta kamar yang jendelanya menghadap ke arah utara karena ingin lihat lebih banyak gedung-gedung, tapi view kawasan Mega Kuningan pun ternyata nggak begitu membosankan. Beberapa lukisan berbingkai emas dipasang di dinding untuk mempercantik ruangan. 

Kalau biasanya kita bisa menemukan lemari pakaian di vestibule atau hallway, di kamar lemari justru ada di area utama kamar, tepatnya di sisi kiri tempat tidur. Mungkin alasan penempatannya seperti adalah untuk mengisi kekosongan pada dinding supaya dinding nggak terkesan bare. Namun, entah kenapa karena saya terbiasa dengan closet atau lemari pakaian yang adanya di vestibule, ada perasaan belum terbiasa. Di dalam lemari pakaian, ada mini-fridge, setrika, ironing board, dan brankas. Soal gantungan sih, jangan ditanya. Ruang yang ada cukup besar. Oh, ya! Ada satu hal yang saya baru sadari waktu lihat-lihat dokumentasi. Lampu meja yang ada di sisi kiri dan kanan tempat tidur nggak sama! Justru, lampu yang saya rasa seharusnya berpasangan dengan lampu di sisi kiri tempat tidur malah ditempatkan di atas meja kerja. Ini kenapa bisa begini (hahaha). Selain itu, di atas nightstand juga masih ada panel kendali untuk menyalakan atau mematikan lampu dan mengaktifkan indikator β€œdon’t disturb” atau β€œclean the room”—teknologi peninggalan modernitas di tahun 90an akhir dan 2000an awal. 

review jw marriott jakarta
Control panel-nya masih berfungsi lho!

Yang saya suka lagi adalah di bagian bawah jendela, ada semacam apa ya, platform? Intinya sih kalau mau duduk-duduk di samping jendela, dek atau platformnya itu cukup besar sehingga nyaman. Dibilang window seat juga sebetulnya bukan sih, tapi pas hari kedua, saya sempat malas-malasan di kamar sambil ngemil dan lihat pemandangan di luar, dan itu sambil duduk di samping jendela. Buat menggalau sih cocok lah, terutama ketika hujan. 

Kamar Mandi

Interior kamar mandi unit Executive di JW Marriott Jakarta sebetulnya masih mengusung desain yang selaras dengan interior utama kamar. Namun, warna-warna earthy yang lebih cerah dan hangat dipadukan dengan penggunaan marmer berwarna hitam pada wastafel, bingkai cermin, dan border lantai sehingga memberikan kesan elegan khas hotel mewah di tahun 90an akhir dan 2000an awal. Lagi-lagi saya harus menggunakan referensi tersebut karena, well, ya memang begitu. Dari segi desain, kamar mandi ini mengingatkan saya dengan desain kamar mandi di Aryaduta Bandung.

Ukuran kamar mandi cukup luas. Ditambah pencahayaan yang mumpuni dan cermin-cermin besar di salah satu sisi panjang dan lebar bathtub, kesan lapang mun makin tercipta. Shower dan bathtub dipasang terpisah, meskipun bersebelahan dan dibatasi oleh dinding kaca. Area shower sendiri cukup luas, meskipun tanpa rainfall head dan shower tangan. Katup air panas dan air dingin pun terpisah dari keran yang mengatur debit keluaran air. Kloset ada di samping wastafel dan dipisahkan dengan half wall yang membangun semacam privasi, meskipun buat saya jatuhnya β€œsudut merenung” ini jadi sedikit klaustrofobik. Sedikit, ya. Produk-produk mandi dan perawatan kulit yang tersedia datang dari lini Mandarin Tea, seperti produk yang saya temukan di Intercontinental Dago Pakar Bandung. Oh! Saya juga baru tahu informasi soal lini Mandarin Tea ini. Iseng-iseng saya googling dan menurut informasi dari PinterPoin, produk-produk Mandarin Tea ini diproduksi di Sidoarjo. Ini didukung oleh informasi dari Cek BPOM yang menunjukkan bahwa amenities dari lini Mandarin Tea diproduksi oleh Budi Jaya Amenities yang bermarkas di Sidoarjo. Oalah baru tahu saya! Wanginya enak πŸ₯°

Bathroom amenities dan perlengkapan seperti hairdryer, razor, sisir, sikat gigi, dan lain-lain tersedia di kamar mandi. Selain itu, saya juga suka bathtub di kamar mandi ini karena dimensinya yang panjang, dan bahkan bisa dibilang lebih panjang dari ekspektasi. Soal maintenance, saya rasa ini perlu ditingkatkan oleh pihak hotel. Lantai di area shower sudah mulai menunjukkan tanda-tanda β€œpenuaan” dan bekas kesiram air panas. Terlihat dari tampilan lantai yang mulai pudar dan menguning. Keran shower juga sempat rusak dan saya rasa cukup parah. Pasalnya, katup air panas dan air dinginnya rusak sehingga air yang keluar, meskipun saya udah putar katup full ke air dingin, tetap air panas, and it was freaking hot I could burn myself if I kept using the shower. Untuk menikmati air dengan suhu yang pas (hangat atau dingin), mau nggak mau saya harus mandi di bathtub. Agak merepotkan. Saya laporkan kendala tersebut ke pihak hotel dan meskipun awalnya saya kira saya harus nunggu cukup lama, ternyata reparasinya memakan waktu yang cukup singkat. Patut diapresiasi.

Fasilitas Hotel

Sailendra Restaurant

Reservasi saya di JW Marriott Jakarta sudah mencakup breakfast dan akses ke executive lounge di lantai 29. Namun untuk sarapan, saya beserta Kak Ami dan Pak Suneo lebih memilih makan di Sailendra Restaurant karena pilihan menunya lebih variatif. Pas Natal tahun 2019 sendiri, saya dan Pak Suneo sempat makan di sini dan buffet-nya memang ajib sih. Restoran ini berada di lantai lobi. Kalau begitu masuk ke hotel, restoran ini ada di sayap kiri bangunan.

Area restoran ini sangat luas dan punya beberapa section. Waktu sarapan, saya pilih tempat duduk yang lebih dekat ke station, biar gampang ngambil ini itu. Sailendra Restaurant hadir dengan desain interior kontemporer yang saya rasa lebih modern kalau dibandingkan dengan desain kamar dan lobi utama. Langit-langitnya yang tinggi bikin restoran ini makin terkesan megah dan lapang, dan ada area semi-basement (nggak bisa dibilang basemen juga sih) yang menurut saya jauh lebih luas, dengan langit-langit yang lebih tinggi (ya karena dia ketinggiannya lebih rendah dibandingkan area penerimaan restoran) dan jendela-jendela besar yang menghadap ke luar hotel. Rasanya seperti berkunjung ke restoran di kapal pesiar. 

Banyaknya station bisa dibilang berbanding lurus dengan pilihan menu yang disediakan. Saya sempat sarapan dengan udon karena bisa dibilang saya nggak pernah makan udon untuk sarapan. Menu-menu sarapan lain khas hotel seperti baked beans dan kawan-kawannya sudah jelas tersedia. Pilihan bakery yang disajikan pun variatif. Untuk teh, kopi, atau bahkan air tawar, nanti akan dibawakan oleh staf yang bertugas (termasuk ketika kita mau nambah, bisa minta tolong ke staf yang ada). 

Besarnya area restoran sangat bisa dipahami. Pasalnya, untung mengakomodasi tamu-tamu yang stay di seluruh 317 kamar di JW Marriott Jakarta, tentunya dibutuhkan ruang yang lebih besar. Ada beberapa area yang lebih privat dan dibatasi oleh panel-panel kaca. Di ruangan atau area privat ini juga dipajang botol-botol wine, mungkin untuk wine tasting ya. Oh! Berhubung saya menginap menjelang Natal, dekorasi-dekorasi khas Natal terlihat di area restoran. Ada juga semacam pohon Natal yang terbuat dari roti-roti jahe. Pas ngeliatnya, bawaannya gatel ingin nyomot satu. 

Executive Lounge

Seperti yang saya bilang sebelumnya, tipe Executive di JW Marriott Jakarta sebetulnya sama dengan tipe Deluxe, tapi sudah dilengkapi akses ke executive lounge yang ada di lantai 29. Dengan akses ke lounge ini, saya juga bisa menikmati sajian sarapan, high tea, dan evening cocktails. Saya awalnya nggak baca apa saja culinary offering dari lounge ini, dan sekitar jam satu siang, pergi ke lounge sama Kak Ami dengan ekspektasi makan siang di sana. Ternyata, nggak ada lunch di lounge dan karena kadung ke sana (dan malu juga kalau ngilang begitu aja), kami pun β€œterpaksa” pesan teh sambil ngobrol barang 15 menitan sebelum akhirnya makan siang di Lotte Shopping Avenue.

Executive lounge di properti ini bisa dibilang nggak begitu besar. Ukurannya mungkin hampir sebelas dua belas dengan executive lounge di Grand Hyatt Jakarta, meskipun dari segi bentuk atau dimensi sih, lounge di JW Marriott Jakarta terasa lebih luas dan lapang. Suasana elegan dan Christmas-y terasa dari interior lounge. Palet warna yang diterapkan ke interior kamar ikut diaplikasikan ke interior lounge. Namun, beberapa furnitur dan carpeting di lounge menggunakan warna yang lebih gelap. Bahkan, karpetnya sendiri berwarna merah Santa. Accidentally Christmas, I guess?

Sebuah koridor menuju toilet dan ruangan-ruangan employee-only membagi dua lounge menjadi dua area. Sisi selatan menawarkan view kawasan Mega Kuningan, sementara sisi utara menawarkan view Jalan Dr. Satrio dan gedung-gedung tinggi di kawasan Sudirman, dan menurut saya area ini jauh lebih seru sih kalau untuk lihat pemandangan sambil makan malam. Namun, station-station berada di sisi selatan lounge. Keputusan saya, Kak Ami, dan Pak Suneo untuk breakfast di Sailendra Restaurant tampaknya sudah sangat tepat. Pasalnya, station yang ada hanya dua, satu untuk makanan dan satu untuk minuman. Jadi, variasi menu yang dihadirkan pun jauh lebih terbatas.

Soal menu, buat saya sih decent. Culinary offering dari lounge memang dari segi variasi ya terbatas, tapi dari segi rasa sih enak-enak aja. Pilihan kue dan pastry-nya pun ya fine-fine aja. Minuman beralkohol bisa dinikmati pada jam evening cocktail, dan itu free flow. Sparkling wine cukup lah buat saya. Dan, oh! Saya suka banget sama kue cokelat dan chocolate mousse mereka! Saya nggak tahu dan nggak nanya nama kuenya apa, tapi itu kue cokelat dan enak banget. Chocolate mousee-nya jauh lebih enak! Di malam terakhir, saya nongkrong agak lama di lounge setelah makan malam buat baca buku. Ditemani beberapa gelas chocolate mousse, kue cokelat, dan sparkling wine, betah tuh saya sampai nggak kerasa beberapa bab terlewati. Saya sampai minta ke staf tolong dibawakan lagi mousse beberapa kali saking enaknya.

Ada satu hal lagi yang jadi catatan saya. Menurut saya, para staf di executive lounge memberikan pelayanan yang kurang personalized. Padahal, ekspektasi saya adalah saya bisa mendapatkan personalized service sesuai kebutuhan atau kondisi saya. Namun, jatuhnya saya amati semua tamu yang datang ke lounge mendapatkan pelayanan yang disamaratakan. Mungkin karena waktu itu lounge juga sedang ramai, tapi tetap saja ini jadi hal yang saya sayangkan sih.Β 

Blu Martini Bar & Lounge dan Asuka

Saat nulis review JW Marriott Jakarta ini, sejujurnya saya ngerasa ada yang kurang. Pasalnya, seperti halnya di beberapa review sebelumnya, saya nggak selalu menikmati fasilitas hotel secara maksimal. Untuk dining venue, misalnya, saya kadang hanya datang, foto-foto, dan beres, tanpa mencoba makanan atau minuman yang ditawarkan. But anyway, saya bertiga (dengan Kak Ami dan Pak Suneo) sempat lihat-lihat ke Blu Martini dan Asuka. Keduanya juga berada di lantai lobi. Namun untuk ke Blu Martini, harus turun dulu tangga. Bisa dibilang lokasinya Blu Martini ini di semi-basement

Lounge ini menurut saya cukup besar dan luas. Saya nggak masuk lebih dalam karena ternyata di area ujung, sedang ada acara. Jadi, batas saya hanyalah long bar dan area bilyar. Area mixology dipercantik oleh empat pilar yang dipasangi panel motif dan lampu neon yang berubah warna di dalamnya. Sebagai background, dipasang display raksasa berisi botol-botol liquor. Area mixology dan meja bar utamajuga jadi focal point di lounge ini. Saat lampu mulai masuk ke siklus warna ungu, pink, dan biru muda, saya langsung teringat sesuatu: Hotel del Luna! Bar di Hotel del Luna punya desain yang, meskipun nggak mirip, menggunakan palet warna yang sama untuk pencahayaannya. Jadi, ya, otomatis pikiran ini langsung teringat ke adegan Jang Man-wol dan Kim Shi-ik yang berantem di bar gegara urusan cocktail yang nggak enak. Blu Martini Bar & Lounge di JW Marriott Jakarta juga punya pool table buat yang suka main bilyar. 

Selepas dari Blu Martini, kami mampir ke Asuka karena ternyata si Pak Suneo sudah ke sana duluan buat ngobrol sama staf di sana dan beli Purin. Di Asuka, kami berkesempatan bertemu dengan Bu Yuli yang memberikan saya tur singkat (terima kasih banyak, Bu Yuli karena sudah mengizinkan saya ambil foto-foto Asuka). Sesuai namanya, sajian yang ditawarkan Asuka adalah hidangan Jepang. Di Asuka, kita juga bisa menikmati pengalaman omakase dining. Untuk yang belum tahu, omakase merupakan semacam konsep restoran atau sistem pemesanan makanan di mana kita mempersilakan chef untuk menentukan sendiri mau buat apa. Kasarnya sih, terserah lo deh. Dilansir dari situs resmi hotel, bahan-bahan bogabahari yang digunakan diimpor dari pasar ikan Toyoshu di Jepang. 

Soal interior, shades cokelat ala Sutei (istilah saya aja itu) digunakan untuk membangun suasana yang hangat dalam desain Jepang kontemporer. Area restoran cukup besar, meskipun saya nggak masuk-masuk sampai ke ujung karena terlalu asyik ngobrol dengan Bu Yuli dan Chef Nishiura Osamu. Yap betul! Kami berkesempatan bertemu dengan executive chef di Asuka, Chef Nishiura, and it was an honour for us (meskipun bahasa Jepang saya sangat sangat terbatas). Di area utama restoran, ada bar yang jadi spot seru untuk menikmati live cooking.Β 

Asuka juga punya beberapa ruang tatami yang lebih privat. Ruangan-ruangan ini cocok untuk ngumpul bareng keluarga atau mengadakan acara kecil seperti pesta ulang tahun atau semacamnya. Ada juga sudut-suduAsuka juga punya beberapa ruang tatami yang lebih privat. Ruangan-ruangan ini cocok untuk ngumpul bareng keluarga atau mengadakan acara kecil seperti pesta ulang tahun atau semacamnya. Ada juga sudut-sudut non-tatami (meja kursi biasa) yang terasa lebih privat karena tertutup atau tersegregasi dari area-area lain oleh panel-panel bergaya kontemporer. Di situs web hotel, ada beberapa offer yang ditawarkan, dan salah satunya adalah paket weekend okawari brunch yang diadakan setiap Sabtu dan Minggu dari jam 11.30 siang hingga jam 2.30 sore. Kalau saya ada kesempatan ke Jakarta, saya ingin coba ini.

Saya hampir lupa! Asuka juga menawarkan Purin, custard pudding khas Jepang. Saya lupa harganya berapa karena yang beli si Pak Suneo. Namun, dia beli dua varian. Teksturnya lembut dan manisnya nggak sampai bikin pusing! Kalau ingin pesan atau cari tahu lebih lanjut, bisa main ke Instagram-nya Asuka di sini.

Gym, Kolam Renang, dan Taman

JW Marriott Jakarta punya gym dan kolam renang sebagai fasilitas kebugaran utama. Ada juga spa dan area spa mencakup ruang ganti, kamar mandi/bilas, whirlpool, dan sauna. Sayangnya, sauna dan whirlpool belum bisa beroperasi karena pandemi. Namun, saya masih bisa menggunakan gym dan kolam renang untuk olahraga. Untuk gym sendiri, areanya cukup luas dan besar menurut saya. Peralatan yang tersedia pun variatif dan banyak. Oh, ya! Waktu saya menginap, saya harus reservasi slot dulu sebelum bisa pakai gym dan kolam renang. Seingat saya, slot waktu yang dikasih adalah satu jam. Kalau memang gym atau kolam renang sedang kosong dan kita masih mau olahraga, kita boleh lanjut. Cuman kalau sedang ramai, kita harus gantian dulu dengan orang lain yang ingin pakai slot waktu berikutnya. Banyaknya alat untuk setiap jenis peralatan membuat saya nggak perlu nunggu karena harus gantian dengan tamu lain. I had a good 20-minute exercise at the gym. Sebentar sih sebetulnya, tapi saya setelah lari di treadmill ingin berenang dan rencananya, besok paginya mau joging keliling Mega Kuningan (tapi nggak terlaksana because I’m not a morning person to be honest). Di gym juga ada staf yang bertugas jika sewaktu-waktu kita perlu bantuan atau ingin titip barang.

Kolam renang di hotel ini merupakan kolam outdoor dan punya bentuk yang menurut saya sih aneh. Posisinya yang mojok dan benar-benar mengikuti bentuk atau perimeter bangunan bikin bentuk kolam ini jadi, ya, itu, aneh kalau menurut saya. Di salah satu sisi kolam, terdapat barisan patung-patung itik (atau merpati ya?) yang dari mulutnya keluar air. Kolam dewasa memiliki kedalaman 1,2 meter. Kolam anak sendiri kedalamannya saya nggak ingat, tapi yang jelas nggak ada pemisah permanen antara kolam anak dan kolam dewasa. Jadi, buat yang bawa anak-anaknya berenang, tolong diawasi baik-baik, ya. Air kolam juga nggak dihangatkan. Saat cuaca panas, saya rasa menyegarkan sih untuk berenang di sini. Namun, karena saya berenang pas hari benar-benar gelap dan mau hujan, cuaca Jakarta jadi lebih dingin dan saya nggak kuat berenang lama-lama. Apalagi, waktu itu tamu yang berenang juga cukup banyak. I just didn’t like being around too many people

Di sekitar kolam, ada beberapa recliner dan kursi untuk para tamu. Namun, nggak ada parasol untuk meneduhi area duduk tersebut. Nggak jauh dari kolam renang, ada taman dan gazebo yang kelihatannya jadi rebutan para tamu yang ingin tempat teduh buat duduk atau bersantai. Taman tersebut nggak begitu besar, tapi well-maintained dan punya semacam jogging track, meskipun pendek. Saya bertiga sempat main ke taman tersebut sambil lihat-lihat, dan dari ujung taman, saya bisa lihat view area Mega Kuningan. Dari area kolam sendiri, kalau saya lihat ke arah atas, pemandangan yang terlihat bagus. Saya dikelilingi oleh bangunan-bangunan tinggi. By the way, pardon my finger di foto gazebo.

Fasilitas Lain

Sebetulnya, masih ada beberapa fasilitas lain seperti ballroom, meeting room, dan bahkan Chinese restaurant (Pearl) di hotel ini. Namun, karena nggak semua fasilitas saya kunjungi atau gunakan, saya nggak cantumkan di review JW Marriott Jakarta ini. Oh, ya! Untuk Pearl, restoran ini berada satu lantai di atas lantai lobi dan bisa diakses lewat lift atau grand staircase yang ada di dekat Sailendra Restaurant. 

Hanya saja, dua fasilitas lain yang saya sempat lihat langsung adalah musala dan kids’ corner. Musala di hotel ini berada satu lantai dengan area kolam renang dan gym. Ukurannya cukup luas. Area pria dan wanita juga dipisah. Mengingat hotel ini berada di kawasan bisnis dan sering menjadi tempat diadakan seminar atau pertemuan besar, adanya musala jadi fasilitas penunjang yang sangat berguna, terutama untuk para Muslim karena ini artinya penyelenggara acara nggak perlu mempersiapkan ruangan untuk disulap jadi musala dadakan. 

Di akhir pekan, di area kolam suka digelar kids’ corner. Saya berkesempatan lihat-lihat dan β€œnyebur” ke ball pit-nya. Mainan yang disediakan cukup beragam, dari kuda-kudaan, ball pit, sampai rumah-rumahan. Buat yang menginap bersama anak-anak, fasilitas yang satu ini bisa dicoba. Apalagi, kids’ corner ini juga dibuka di dekat kolam renang. Jadi, sebelum atau sesudah berenang, bisa main dulu di sini. 

Lokasi

Bicara soal lokasi, JW Marriott Jakarta berada di kawasan yang menurut saya strategis dari beberapa perspektif. Kalau dilihat dari sudut pandang pebisnis, misalnya, hotel ini berlokasi di kawasan bisnis dan perkantoran. Ke area perkantoran di Jalan Rasuna Said, deket. Ke kawasan SCBD, lumayan lah. Ke perkantoran di Jalan Sudirman, ya, lumayan juga sih. Intinya sih kalau menurut saya, nggak begitu repot untuk bepergian dari sini. Jalan Rasuna Said juga jadi salah satu β€œgudang”-nya embassy beberapa negara. Jadi, nggak heran ketika banyak tamu-tamu asing yang menginap di hotel ini.

Untuk jarak ke mal, sebetulnya mal terdekat dari hotel adalah Lotte Shopping Avenue dan Bellagio Boutique Mall. Jaraknya cukup dekat, cuman buat sebagian orang mungkin jaraknya terbilang jarak nanggung. Kalau jalan kaki, mungkin agak jauh. Kalau pakai taksi, mungkin terlalu dekat. Saya sendiri waktu menginap di sana dan makan siang ke Lotte, memang pakai Grab sih. Ya, kalau mau sekalian olahraga sih bisa jalan kaki aja. Nggak hanya Lotte Shopping Avenue, beberapa mal di Jalan Dr. Satrio seperti Kuningan City, Mal Ambassador, dan ITC Kuningan bisa jadi opsi alternatif. Nggak repot sih kalau untuk urusan belanja dan makan di luar hotel, menurut saya. Bahkan, pihak hotel pun menawarkan shuttle ke beberapa lokasi. Sayangnya waktu saya menginap, layanan ini lagi nggak aktif. 

Dari Stasiun Gambir, hotel ini berjarak kurang lebih 20 menit, tergantung kondisi lalu lintas (berdasarkan perkiraan saya sendiri ini). Saya sendiri waktu menginap, nggak ke Jakarta menggunakan kereta api. Jadi, saya nggak hitung atau amati jarak dari Stasiun Gambir ke hotel. Namun, kalau dipikir-pikir atau dipertimbangkan, jaraknya kurang lebih segitu sih. Stasiun MRT terdekat dari hotel adalah Stasiun MRT Bendungan Hilir. LRT Jakarta di Rasuna Said masih dalam pembangunan, tapi kalau sudah jadi, stasiun LRT terdekat dari hotel adalah stasiun yang ada di depan Pasar Festival atau Agro Plaza. 

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Review JW Marriott Jakarta yang saya tulis tentunya nggak lengkap tanpa testimoni saya mengenai kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak hotel. Selama menginap selama dua malam, buat saya sih secara keseluruhan kualitas pelayanan yang diberikan oleh hotel sudah bagus. Ada beberapa hal yang pada awalnya bikin saya kaget dan agak kesal, tetapi baik pihak hotel dan saya bisa sama-sama cari solusi yang tepat. 

Di sore hari pertama, saya, Kak Ami, dan Pak Suneo memutuskan untuk keliling-keliling hotel dan ambil foto beberapa fasilitas hotel. Saat keliling-keliling di area lobi, kami seperti diikuti oleh staf keamanan hotel. Bahkan waktu kami ke Blu Martini pun, staf di sana sempat tanya-tanya tujuan kami ke bawah itu untuk apa. Setelah saya jelaskan (dan saya juga bilang bahwa saya menginap), akhirnya kami diizinkan foto-foto area bar dan lihat-lihat. Saat itu, staf keamanan hotel masih mengawasi kami dari jauh. Pak Suneo yang ngerasa risi akhirnya ngomong ke pihak resepsionis. Setelah ngobrol, kami (terutama saya) jadi paham kenapa kami seperti diikuti atau diawasi ketat. Insiden terorisme yang terjadi dua kali di hotel bikin pihak hotel harus jauh lebih ketat dalam menjaga properti dan mengawasi siapa pun yang datang ke hotel, termasuk kami. Namun, staf resepsionis menginformasikan ke beberapa pihak di hotel bahwa kami mungkin akan datang dan lihat-lihat untuk foto-foto. Setelah itu, kami bisa lihat-lihat dan ambil dokumentasi untuk review ini dengan santai dan nyaman. 

review jw marriott jakarta

Waktu tiba di kamar, saya senang dan terharu saat mendapatkan sambutan hangat dari pihak hotel. Di kamar saya, sudah tersedia makaron dan kue, dan di jendela kamar saya pun digambari doodle selamat datang. Senang sekali rasanya saat tahu bahwa pihak hotel sejak awal sudah berusaha membuat saya merasa welcomed dan nyaman di JW Marriott Jakarta. Kebetulan saya pun menginap dua malam di sana. Kenyamanan tentunya jadi faktor yang penting karena kalau saya nggak nyaman dari awal, kemungkinan stay saya ke sananya nggak akan terasa enjoyable.

Ada kendala yang saya alami saat menginap. Di pagi hari kedua, saya nggak bisa pakai shower kamar mandi karena katup air panas air dinginnya rusak. Walhasil, air yang keluar hanya air panas dan itu benar-benar panas. Kalau mau pakai air dingin atau hangat, harus mandi di bathtub, tapi itu sangat nggak praktis menurut saya. Akhirnya, saya pun minta tolong teknisi untuk memperbaiki shower di kamar mandi saya. Ternyata, prosesnya nggak begitu lama dan sekitar jam 12 siang, saya udah bisa pakai shower lagi dengan air bersuhu sejuk. Pas saya kembali ke kamar (setelah makan siang di luar hotel), kamar saya sudah rapi dan di atas meja sudah ada kue dan ucapan terima kasih. Waktu saya telepon, katanya sih itu ucapan terima kasih karena saya suka upload foto-foto properti ke Instagram Story. Apa pun itu, saya apresiasi ucapan terima kasih dari pihak hotel (dan saya habisin kuenya he he he). 

Overall, soal kualitas pelayanan sih saya nggak ada keluhan. Memang kalau boleh jujur, saat saya berada di lounge dan restoran, tidak ada pelayanan yang super spesial atau gimana. Bisa dibilang ya sama rata lah dengan para tamu lain. Namun, pelayanan yang diberikan juga nggak buruk atau messy. Saat check-in dan check-out pun, prosesnya berjalan cukup lancar dan para staf yang bertugas cukup helpful. No objection.Β 

Kesimpulan

Kunjungan saya ke JW Marriott Jakarta melengkapi goal saya untuk menginap di dua properti Marriott di Mega Kuningan. Bagi saya, Ritz-Carlton dan JW Marriott ini seperti duo Miriam Forcible dan April Spink dari film Coraline atau The Barry Sisters, duo penyanyi Amerika Serikat keturunan Yahudi yang terkenal di tahun 1940an hingga 1970an. Karena usianya lebih tua daripada Ritz-Carlton, saya bisa melihat tanda-tanda usia tersebut, terutama dari interior hotel. Soal interior, gaya yang diusung adalah gaya kontemporer dengan palet warna earthy. Kalau dibandingkan dengan properti-properti di kelasnya, dari segi interior sih memang dated, tapi saya secara pribadi nggak keberatan.Β 

review jw marriott jakarta

Dengan luas 42 meter persegi, kamar tetap terasa luas dan lapang, terutama dengan langit-langit yang tinggi dan jendela besar, meskipun beberapa furnitur terkesan oversized dan β€œbadag”. Ditambah lagi, palet warna yang cerah dan pencahayaan yang cukup membuat atmosfer ruangan terasa hangat dan nyaman, terutama di malam hari. Di bawah jendela pun, terdapat semacam dudukan yang membuat saya bisa menikmati pemandangan Jakarta di malam hari sambil ngemil atau ngeteh.Β Kamar mandi di kamar saya pun cukup besar, dan yang saya suka dengan bathtub-nya yang panjang. Meskipun sempat ada kendala dengan shower, masalah bisa terselesaikan dengan baik dan kamar mandi tetap bisa digunakan.Β 

Soal fasilitas, JW Marriott Jakarta menawarkan beragam pilihan, dari fasilitas MICE, kebugaran, sampai hiburan. Ada tiga restoran, satu bar, dan satu coffee/tea shop di hotel ini. Kalau menginap di beberapa tipe kamar, kita juga bisa dapat akses ke executive lounge yang menyajikan sarapan, high tea, dan evening cocktail. Menu sarapan yang disajikan di Sailendra Restaurant menurut saya sangat variatif, dan setiap harinya berganti-ganti. Pilihan menu yang disajikan di executive lounge memang terbatas, tetapi kalau prioritasnya adalah eksklusifitas, makan dan minum di lounge memang pilihan yang pas. Apalagi, pemandangan dari lounge juga bagus. Yang saya agak sayangkan, lounge tidak menggelar lunch. Namun, selain itu sih soal makan minum, saya hepi-hepi aja.Β 

Dari semua fasilitas kebugaran yang tersedia, saya hanya pakai gym dan kolam renang. Sayangnya, sauna dan whirlpool belum beroperasi. Padahal, saya membayangkan enaknya berendam di whirlpool setelah selesai berenang dan nge-gym. Namun, berendam di bathtub juga bisa membayar keinginan tersebut. Posisi dan bentuk kolam renang yang menurut saya β€œaneh” sebetulnya urusannya soal preferensi saya. 

Waktu menginap, saya book lewat aplikasi Marriott Bonvoy dan dapat rate yang cukup terjangkau untuk dua malam, yaitu 2,2 juta rupiah. Ini karena saya dapat special rate ulang tahun JW Marriott Jakarta yang hanya valid kalau saya menginap selama dua malam di weekday. Apalagi, saya juga dapat kamar tipe Executive yang dilengkapi sarapan dan akses ke executive lounge. Asyik nggak tuh? Terakhir saya cek, harga-harga properti-properti Marriott, terutama yang bintang lima di Jakarta jadi pada naik cukup signifikan. Hotel ini menyentuh angka dua jutaan terakhir kali saya cek (sekitar beberapa hari yang lalu dari tanggal upload tulisan ini). Dulu sih, rate untuk properti ini sempat ada di kisaran 1,3 atau 1,5 jutaan. Mungkin karena sekarang orang-orang sudah bisa liburan lagi kali ya? Entahlah. 

Untuk kalian yang cari properti yang lebih baru dengan desain interior yang lebih modern, hotel ini memang menawarkan opsi yang agak dated, meskipun dari aspek teknologi sih, teknologi-teknologi baru sudah tersedia. Namun, hotel ini menghadirkan kamar-kamar yang luas, dengan fasilitas komprehensif, kualitas pelayanan yang baik, pengalaman bersantap yang berkesan, dan lokasi yang sangat strategis.Β 

Pros & Cons

πŸ‘πŸ» Pros

  • Ukuran kamar cukup luas, dengan langit-langit yang tinggi dan jendela besar.
  • Bathtub di kamar mandi lebih panjang dari ekspektasi.
  • Lokasi strategis, dekat ke mana-mana, terutama kawasan perkantoran.
  • Menu breakfast sangat variatif.
  • As expected from a five-star hotel, fasilitas yang ditawarkan properti komprehensif, termasuk musala (ini saya nggak sangka-sangka sih sebetulnya, walaupun mungkin properti-properti lain juga banyak yang menyediakan musala, tapi saya nggak tahu).
  • Gym hotel cukup besar dengan banyak equipment.
  • Ini personal preference, tapi saya suka dengan desain interior barnya.

πŸ‘ŽπŸ» Cons

  • Bagi sebagian orang, desain interior kamar mungkin terkesan dated, tapi saya secara pribadi nggak masalah sih. Saya pernah bilang sebelumnya kalau hotel-hotel mewah di tahun 90an itu punya charm-nya tersendiri.
  • Pilihan menu di executive lounge jauh lebih terbatas (tapi entah kenapa, menurut saya terlalu terbatas jatuhnya meskipun saya suka dessert-nya).
  • Bentuk dan posisi kolam renangnya agak aneh buat saya.
  • Sempat ada kendala dengan shower. Menurut saya, ini perlu jadi catatan buat pihak hotel agar maintenance kamar lebih ditingkatkan.
  • Pelayanan di executive lounge terasa kurang personalized.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😢
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Άβšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Review: Erian Hotel Jakarta

Bulan Mei kemarin ini, saya ke Jakarta untuk urus perpanjangan paspor. Sayangnya, paspor saya nggak bisa diproses karena kurang satu berkas. Satu doang, loh! Padahal, saya udah jauh-jauh datang dari Bandung. Selain itu, saya juga udah baca persyaratan perpanjangan paspor apa saja dan persiapkan semuanya. Ternyata, hanya karena saya bukan pemegang KTP Jakarta, saya harus melampirkan surat domisili atau surat keterangan bahwa saya tinggal di Jakarta. Duh, repot ya.

Ketika ke Jakarta itu, saya nginap selama dua malam di salah satu hotel yang ada di Jalan Wahid Hasyim. Selain lokasinya yang strategis karena dekat ke Stasiun Gambir dan Bundaran HI, kawasan ini terkenal dengan deretan hotel, restoran, dan kafe yang beragam. Jalan Wahid Hasyim juga dekat sama Jalan Jaksa yang terkenal sebagai salah satu destinasi wisata murah, terutama buat para turis asing.

Awalnya, saya mikir untuk cari hotel di kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada, tapi berhubung ketika terakhir ke Jakarta, properti yang saya kunjungi bertempat di kawasan itu, saya pikir perlu cari lokasi lain buat ganti suasana. Akhirnya, pilihan saya jatuh ke properti ini.

erian-hotel
Fasad Erian Hotel Jakarta. Foto milik pihak manajemen hotel.

Erian Hotel Jakarta adalah akomodasi bintang 3 yang bertempat di Jalan Wahid Hasyim no. 45, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kawasan Jalan Wahid Hasyim ini cukup terkenal di kalangan wisatawan yang berlibur di Jakarta karena banyaknya pilihan hotel, restoran, dan kafe yang beragam. Kawasan ini juga dekat dengan Jalan Agus Salim yang jadi surganya para foodie. Alasan saya pilih hotel ini adalah karena lokasinya dekat dari Stasiun Gambir dan pusat kota, serta kawasan di sekitar hotel cukup hidup di malam hari. Jadi, gampang deh intinya kalau tengah malam lapar dan perlu cari makanan.

Ada 71 kamar di Erian Hotel yang terbagi ke dalam 4 tipe, yaitu Superior, Deluxe, Premiere, dan Family. Ukuran kamarnya mulai dari 15 meter persegi untuk tipe paling kecil (Superior) sampai 33 meter persegi untuk tipe terbesar (Family). Nah, untuk tipe Superior sendiri, ada satu single bed sehingga hanya bisa mengakomodasi satu tamu. Tipe-tipe lainnya bisa mengakomodasi 2-3 tamu (atau 4 mungkin kalau kepepet). Hotel ini punya satu restoran/kedai kopi di lantai 2 dan 4 pilihan ruang rapat dengan opsi terbesar dapat menampung maksimal 120 orang. Berdasarkan info dari website resminya, Erian Hotel JakartaΒ sedang mempersiapkan rooftop bar dan waktu saya berkunjung Mei kemarin ini, rooftop bar-nya memang belum siap. Semoga aja saat tulisan ini diunggah, rooftop bar-nya sudah buka.

Waktu menginap di sana, saya pesan kamar Deluxe Twin. Reservasi saya nggak mencakup sarapan karena dipikir-pikir lagi juga, saya bakalan bangun siang dan mungkin terlalu males ke restoran. Sampai saat artikel ini ditulis, hotel ini menyandang skor 9,0 dari 10,0 di Agoda, dan 9.2 di Booking.com. Kunjungan saya kemarin sekalian membuktikan apa yang membuat properti ini bisa dapat skor tinggi seperti itu. Ulasan lengkapnya seperti biasa ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Salah satu hal yang saya suka ketika nge-review hotel adalah bahas desainnya. Kamar Deluxe saya punya interior bergaya modern kontemporer. Desain seperti ini sebetulnya bukan hal yang asing di hotel-hotel bintang tiga atau hotel budget, tapi menurut saya, apa yang ditawarkan Erian Hotel cukup berbeda dari hotel-hotel lainnya dan nggak terkesan cookie-cutter.

Dengan luas 18 meter persegi, space yang ada sebetulnya terbatas, tetapi untungnya nggak sampai terasa sempit atau bahkan claustrophobic. Interior kamar didominasi palet warna hangat, dengan headboard dan panel dinding berwarna cokelat bergaya minimalis. Flooring lantai menggunakan ubin persegi panjang berwarna abu-abu tua yang dipasang dalam pola running bonds, seperti pola pemasangan bata untuk tembok. Penggunaan ubin ini bikin kamar tampak lebih unik dan memberikan semacam sentuhan Industrial. Ada satu jendela berbentuk tinggi ramping yang menghadap ke arah timur. View dari jendela sendiri sebetulnya nggak menarik karena tepat di samping bangunan hotel sedang ada konstruksi bangunan.

IMG_20190510_172715

IMG_20190510_172721

Furnitur yang digunakan bergaya kontemporer semi-IKEA-ish kalau pake bahasa saya sih. Walaupun dari segi desain sendiri nggak begitu wah, palet warna furnitur senada dengan panel dinding dan lantai. Kamar saya dilengkapi dua twin bedΒ yang cukup luas kalau untuk tidur sendiri. Di kamar ada cukup banyak stopkontak. Jadi, nggak perlu rebutan ketika nginep bareng temen. Televisinya memang nggak begitu besar, tapi pilihan kanalnya cukup banyak. Koneksi internet hotel juga terbilang cepat.

Karena keterbatasan ruang, wastafel ditempatkan di dekat area utama kamar. Penempatannya mirip dengan penempatan wastafel di Ibis Budget Asia Afrika Bandung. Hanya saja, menurut saya si wastafel ini jaraknya terlalu dekat dengan tempat tidur. Kalau yang pakai wastafelnya apik sih, mungkin air nggak akan sampai tumpah ke sana ke mari, tapi waktu saya di sana pun, sebesar apa pun usaha saya supaya air nggak sampai ke sana ke mari, tetap aja ke luar dari bathroom sink. Untungnya memang nggak ada kejadian air atau sabun sampai tumpah ke atas kasur, tetapi ya tetap aja sih ada rasa waswas.

IMG_20190510_172735

IMG_20190510_172753

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, area shower dan klosetnya dipisah. Lagi, konsep seperti ini mirip dengan konsep kamar mandi di Ibis Budget Asia Afrika (dan mungkin beberapa hotel budget semacamnya). Namun, ada satu hal yang saya suka dari area shower di Erian Hotel ini. Dari segi ruang, shower box-nya terasa lebih luas dan dia punya rainshower. Yay!Β Ini yang saya suka!

Area shower dibatasi dinding kaca buram. Buat sebagian orang yang ngerasa nggak nyaman dengan konsep kamar mandi semiterbuka seperti ini, kayaknya nggak akan nyaman saat mandi, terutama saat nginap bareng teman, meskipun kaca yang digunakan adalah kaca buram. Mungkin ada rasa awkward atau semacamnya. Pintu area shower memang rapat, tetapi setelah beres mandi dan pintu dibuka, air yang nempel di pintu pada akhirnya tetap turun ke lantai di depan wastafel setelah pintu dibuka dan area wastafel pun tetap becek. Kalau kurang suka dengan rainshower, ada shower tangan yang bisa dipakai buat tembakkan air ke bahu dan leher. Pijat gratis!

IMG_20190510_172826

Untuk kloset, ada kubikel kecil di dekat pintu masuk. Kubikel ini ukurannya sempit dan dibatasi pintu kaca buram. Sebetulnya, penggunaan pintu kaca sendiri bisa memberikan kesan yang lebih lapang dan menghilangkan efek claustrophobic. Sayangnya, interior kubikel ini menggunakan palet warna gelap sehingga tetap aja sih kubikel kloset ini terkesan gelap dan sempit. Selain itu, jarak dari lutut ke pintu saat duduk di atas kloset pun nggak begitu jauh. Buat saya secara pribadi, buang air di kubikel sempit itu kurang nyaman.

IMG_20190510_173028

Fasilitas Umum

Mengenai fasilitas umum sendiri, Erian Hotel memang nggak menawarkan opsi yang beragam, tapi setidaknya fasilitas bersantap tetap hadir di hotel ini. Satu lantai di atas lobi, ada restoran hotel yang juga berfungsi sebagai kedai kopi. Nah, menurut resepsionis, kafe ini buka 24 jam. Jadi, cocok lah buat nongkrong malem-malem atau kalau tiba-tiba tengah malam lapar pengen ngemil.

IMG_20190511_113223

IMG_20190511_113143

 

Area restoran/kedai kopi ini cukup luas. Ada seating area di balkon dengan view Jalan Wahid Hasyim. Area ini cukup panas kalau siang-siang dan enaknya sih ditempati di malam hari. View dari balkon juga kalau malam-malam lumayan bagus soalnya. Rencananya sih, Erian Hotel Jakarta mau punya rooftop bar. Sayangnya, waktu saya menginap, barnya masih dalam proses persiapan. Semoga aja barnya segera dibuka.

Selain restoran dan kedai kopi, hotel ini juga punya beberapa pilihan ruang rapat. Mengingat lokasinya di kawasan Jakarta Pusat, Erian Hotel merupakan pilihan hotel yang cukup mumpuni untuk kalangan pebisnis. Oh ya, hotel ini juga menawarkan layanan drop off gratis ke beberapa tempat di sekitar hotel, termasuk Grand Indonesia dan Stasiun BNI City kalau tamu melakukan reservasi secara langsung dari situs web resmi hotel.

Kalau seneng bersepeda, hotel ini juga menawarkan penyewaan sepeda gratis. Tamu bisa pinjam sepeda (dengan keranjang kayu) buat keliling-keliling kawasan Wahid Hasyim dan sekitarnya. Di hari Minggu, kalau mau tamu juga bisa bersepeda ke kawasan Thamrin sambil menikmati momen car free day. Mungkin lain kali kalau saya nginep di sana lagi, saya coba pinjem sepeda deh untuk keliling-keliling.

IMG_20190510_201948

IMG_20190511_113157

Lokasi

Bicara soal lokasi, Erian Hotel berada di tempat yang strategis. Kawasan Jalan Wahid Hasyim ini gudangnya hotel, restoran, dan kafe kece. Selain itu, hotel ini pun dekat dari Jalan Jaksa yang biasanya dikenal sebagai kawasan wisata terjangkau di kalangan turis asing. Jalan lebih jauh sedikit, kita bisa ke Jalan Agus Salim yang jadi surganya para pecinta makanan. Bahkan, dari hotel ke Sarinah pun hanya memakan waktu sekitar 10-15 menit kalau jalan kaki. Menurut saya sih, jarak segini masih terbilang dekat. Nggak tahu sih kalau malas jalan kaki. Yang jelas sih saya pernah jalan kaki dari Starbucks Jakarta Teater ke hotel. Ternyata nggak jauh-jauh amat.

Dari Stasiun Gambir, hotel ini berjarak sekitar 10 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Stasiun Gondangdia, wih jalan kaki 5 menit sih nyampe malahan karena dekat. Dari Stasiun BNI City, Erian Hotel Jakarta bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan roda empat.

Kesimpulan

Sederhana tapi manis. Saya rasa itu frasa yang pas buat menggambarkan hotel ini. Erian Hotel memang nggak menawarkan fasilitas super hebat, tapi untuk kunjungan bisnis atau kunjungan lainnya yang nggak menuntut harus ada ini itu, hotel ini bisa jadi pilihan yang cerdas. Lokasinya strategis dan ukuran kamarnya representatif. Desain kamarnya pun menarik dan nggak memberikan kesan cookie-cutter hotel.

Sayangnya, desain kamar mandi di kamar Deluxe (dan tipe Superior kalau saya lihat dari fotonya) mungkin kurang pas buat orang-orang yang nggak nyaman dengan konsep shower area yang hanya dipisah oleh dinding kaca buram. Selain itu, kubikel toilet juga tetap terasa sempit dan gelap, walaupun sudah pakai pintu kaca dan lampu yang cukup terang. Sebagai solusi, mungkin bisa pesan tipe kamar yang lain dengan desain kamar mandi yang lebih “standar” (tipe Premier, misalnya). Sisi positifnya, ada rainshower di kamar mandi.

Kehadiran restoran/kedai kopi yang buka 24 jam bisa jadi salah satu keunggulan Erian Hotel Jakarta. Kafe-kafe di kawasan Jalan Wahid Hasyim memang nggak selalu buka 24 jam, dan kalau kamu cari tempat yang buka 24 jam selain minimarket, kedai kopi di hotel bisa jadi opsi alternatif yang cocok. Hotel ini juga rencananya akan buka rooftop bar. Semoga saja ketika tulisan ini dirilis (atau sesegera mungkin), rooftop bar-nya sudah buka.

Dengan rate mulai dari 450 ribu rupiah (berdasarkan info dari Tripadvisor), Erian Hotel merupakan pilihan hotel budget yang menghadirkan kenyamanan dalam kesederhanaan. Kalau cari hotel berkualitas dan terjangkau di kawasan Thamrin, hotel ini bisa jadi pilihan yang tepat.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasinya strategis. Kawasan Jalan Wahid Hasyim sendiri punya banyak restoran dan kafe kece. Di dekat hotel juga ada Jalan Jaksa dan Jalan Agus Salim. Kalau pengen menikmati petualangan kuliner, gampang deh pokoknya!
  • Rate-nya terbilang terjangkau.
  • Meskipun tergolong hotel budget, interior kamar mencerminkan desain yang cukup unik, terutama dari penggunaan panel kayu dan ubin warna gelap dengan pemasangan pola running bonds.
  • Ada kedai kopi yang buka 24 jam di hotel. Cocok kalau ingin ngopi sambil ngobrol sampai malam banget.
  • Hotel ini menghadirkan sepeda yang bisa dipinjam secara gratis oleh para tamu. Lumayan lah bersepeda keliling Jakarta (meskipun mungkin panas, gerah, macet, dan polusinya bikin pusing).
  • Ada rainshower di kamar mandi.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Konsep shower area semiterbuka di tipe Superior dan Deluxe mungkin kurang cocok buat orang-orang yang ngerasa nggak nyaman dengan konsep tersebut. Sebetulnya, shower area ini dibatasi oleh dinding kaca buram, tapi tetap aja kan rasanya mungkin awkward.
  • Kubikel toiletnya terasa claustrophobic.
  • Rooftop bar-nya belum siap. Semoga saja sih saat artikel ini dirilis, rooftop bar-nya sudah buka.
  • Wastafel ditempatkan terlalu dekat dengan kasur. Kalau airnya ke mana-mana, bisa basah kena kasur.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Άβšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°

Review: The Mayflower Jakarta – Marriott Executive Apartments

Karena kerjaan saya udah pada beres, akhirnya hari Sabtu bisa bersantai sambil nulis review. Seminggu kemarin ini, saya memang sengaja beresin kerjaan sesegera mungkin dan ternyata Tuhan mengizinkan kerjaan untuk cepat beres. Jadi, sekarang saya bisa back to the business.

Nah, untuk tulisan kali ini, saya mau mengulas salah satu serviced apartment di Jakarta. Saya rasa saya belum banyak ngulas serviced apartment, padahal sebetulnya saya udah pernah berkunjung ke beberapa properti. Yang udah saya tulis ulasannya sih Ascott Sudirman, tapi sebetulnya sebelum ke sana, saya pun udah pernah berkunjung ke beberapa properti, seperti Somerset Grand Citra dan Aston Kuningan Suites. Hanya saja, kalau untuk ulasan, saya lebih suka datang langsung ke tempatnya dan ambil foto propertinya. Waktu berkunjung ke dua properti itu, saya nggak banyak ambil foto so bisa dibilang materinya kurang komprehensif, and I want to give something better to my readers.

Oh, ya, kunjungan saya ke properti ini bisa dibilang sangat mengesankan. Terima kasih banyak buat teman-teman saya yang diam-diam ternyata bersekongkol dengan pihak properti, saya dikasih kejutan ulang tahun! Padahal, ulang tahun saya itu udah lewat sekitar 2 mingguan.

IMG_20190615_154837
Kolam renang The Mayflower Jakarta. Foto milik pribadi

The Mayflower Jakarta – Marriott Executive Apartments berlokasi di Sudirman Plaza, Indofood Tower Jl. Jenderal Sudirman Kav. 76-78, Kuningan, Jakarta Selatan. Dari segi lokasi, properti ini bisa jadi opsi yang mumpuni karena ke daerah Kuningan dekat, ke daerah Thamrin juga lumayan dekat. Ditambah lagi, Stasiun MRT Setiabudhi Astra ada tepat di depan properti. Jadi, ke mana-mana gampang lah ya. The Mayflower Jakarta ini merupakan salah satu serviced apartment punya Marriott yang ada di Jakarta, selain The Residences at The Ritz-Carlton Pacific Place.

Kalau baca informasi dari Tripadvisor sih, ada 96 unit apartemen di The Mayflower Jakarta. Nah, 96 unit tersebut terbagi ke dalam 6 tipe, yaitu One-Bedroom Superior Suite, One-Bedroom Deluxe Suite, One-Bedroom Executive Suite, Two-Bedroom Deluxe Suite, Two-Bedroom Executive Suite, dan Three-Bedroom Executive Suite. Untuk fasilitas umum, serviced apartment ini punya gym, studio senam, kolam renang dalam ruangan, steam room, sauna, restoran, dan spa. Menurut saya sih udah lengkap fasilitas yang tersedia untuk para pengunjung, apa lagi kolam renangnya. Wih! Saya suka banget kolam renang di sini. Selain besar, view-nya keren banget, meskipun memang enclosed.Β 

Ketika berkunjung, saya dan teman-teman menginap di unit Two-Bedroom Deluxe Suite. Pada awalnya, yang menginap itu hanya berempat, tapi ujung-ujungnya malah jadi tujuh orang karena malam harinya saya ada makan malam sama teman-teman, dan ada tiga orang yang akhirnya ikut nginap karena kemalaman. Pembahasan lengkap termasuk kejutan ulang tahunnya saya ceritakan di segmen berikutnya, ya!

Desain Apartment
Living & Dining Area

Dengan luas 106 meter persegi, unit Two-Bedroom Deluxe Suite saya terasa lapang, bahkan untuk menjamu teman-teman yang datang. Apartemen ini punya kitchenette, ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan, master bedroom dengan en-suite bathroom, kamar tidur kedua, dan kamar mandi bersama.

IMG_20190615_132910

IMG_20190615_132920

Untuk ruang keluarga sendiri, space yang ada bisa dibilang luas. Jarak dari ujung sofa yang berada di depan jendela ke TV stand cukup besar. Saya dan Haikal malahan bisa latihan freestyle untuk main Pump It Up! di Funworld Grand Indonesia. Ada dua sofa untuk tiga sampai empat orang, satu armchair, dan coffee table. Ruang keluarga ini bisa menampung sekitar 7-8 orang kira-kira, atau lebih kalau ambil kursi dari ruang makan. Di ruang makan sendiri, hanya ada meja makan lingkaran dan 4 kursi makan.

Secara keseluruhan, interior ruang keluarga, ruang makan, dan kitchenette mengusung desain modern atau kontemporer. Namun, palet warna dan desain secara keseluruhan apartemen tidak begitu spesial dan cenderung “polos” dengan dominasi warna putih di dinding, tanpa aksen atau paneling. Sepintas, saya malah jadi ingat showroomΒ unit apartemen-apartemen yang suka ditampilkan di mal. Lantai unit menggunakan marmer warna gading. Seandainya warnanya lebih gelap atau flooring-nya diganti sama parket, saya rasa akan ada semacam kontras biar ruangan nggak terkesan monoton. Sofa di ruang keluarga mengingatkan saya sama salah satu sofa termahal yang ada di base game The Sims 3, dengan warna yang sama. Furnitur di ruang keluarga dan ruang makan sebetulnya mirip-mirip sih, semacam satu paket.

Nah, di malam hari, pencahayaan ruang keluarga dan ruang makan ini cenderung redup. Saya jujur kurang suka suasana yang redup, tapi kalau buka sheer, kita bisa menikmati pemandangan kota yang keren banget. Posisi apartemen saya berada di sudut utara gedung, jadi saya dapat view ke Jalan Sudirman, baik di depan gedung maupun jalan menuju kawasan Bundaran HI.

IMG_20190615_132935

IMG_20190615_133000

Untuk kitchenette, peralatan yang tersedia sudah lengkap. Ada kompor induksi, bak cuci, oven, coffee maker, toaster, dishwasher, dan kulkas. Peralatan makan dan memasak disimpan dengan rapi di dalam counter dan overhead cabinet. Di samping kulkas juga ada dispenser air minum yang keliatan “jadul” dibandingkan perlengkapan dapur lainnya. Ini nggak jadi masalah sih buat saya dan teman-teman.

Nah, di unit saya juga ada mesin cuci dan ironing board yang disembunyikan dengan apik di dalam lemari di hallway menuju pintu keluar. Mesin cuci front load ini juga dilengkapi detergen. Jadi, saya nggak perlu beli lagi detergen ketika mau cuci atau keringkan pakaian.

IMG_20190615_142131

Nah, sekitar setengah jam setelah tiba di apartemen, pintu depan diketuk. Ketika dibuka, ternyata beberapa staf The Mayflower Jakarta datang untuk kasih selamat ulang tahun sambil bawa kue dan nyanyi bersama. Wah! Saya senang banget rasanya! Di kartu ada nama-nama stafnya tapi karena tulisannya kecil, saya nggak begitu bisa bacanya. Ada Ms. Pricilla, Mr. Daniel, Ms. Regina, Pa Supri. Kalau ada yang kelewat, aduh maaf karena nggak kebaca he he. Terima kasih banyak atas kejutannya! Saya senang sekali.

Kamar Tidur

Unit apartemen saya punya dua kamar tidur. Master bedroom dilengkapi king-size bed, TV, meja kerja, dan lemari pakaian yang cukup besar. Selain itu, posisinya ada di sudut gedung jadi saya bisa dapat dua view dari kamar.

IMG_20190615_133433

IMG_20190615_133443

Interior kamar mengusung desain yang kurang lebih sama dengan interior ruangan lain di apartemen. Di sini, flooring menggunakan lantai parket untuk membangun atmosfer yang lebih hangat. Warna-warna kayu juga lebih menonjol di sini dibandingkan di ruang keluarga dan ruang makan. King-size bed di kamar utama cukup untuk tiga orang, apalagi badan saya kan kecil. Jarak dari ujung tempat tidur ke TV stand memang sempit, tapi nggak jadi masalah. Malahan, saya nggak nonton TV yang ada di kamar dan justru nonton TV yang ada di ruang keluarga.

Di atas meja kerja, ada lampu dengan patung kuda yang menarik perhatian saya. Desainnya mengingatkan saya sama lampu-lampu meja bergaya modern klasik yang cukup terkenal di tahun 2000-an. Entah kenapa, kalau lihat sinetron-sinetron yang menampilkan rumah-rumah orang kaya di era tahun 2000-an, ada aja patung atau hiasan berbentuk kuda. Oh ya, dari jendela kamar, saya bisa lihat gedung-gedung “tetangga” di Jalan Jenderal Sudirman, termasuk Astra Tower dan AYANA Midplaza.

IMG_20190615_133527

IMG_20190615_133509

Untuk kamar kedua, ukurannya lebih kecil dengan jendela menghadap ke arah utara. Jadi, di kamar ini, kita bisa menikmati view ke arah Bundaran HI (meskipun bundarannya sendiri nggak keliatan). Kamar ini dilengkapi queen-size bed, dua lemari pakaian, dan TV. Secara keseluruhan, unit apartemen ini punya tiga TV, dengan TV yang paling besar ditempatkan di ruang keluarga. Ini cocok banget buat saya yang suka rebutan channel TV ketika liburan sama keluarga atau teman-teman.

Kamar kedua pun menggunakan parket sebagai flooring untuk membangun atmosfer yang lebih hangat. Kedua kamar punya pencahayaan yang baik di malam hari. Nah, kalau di kamar kedua, lemari pakaiannya ini bukan semacam walk-in closet. Selain itu, warnanya agak nabrak dengan warna furnitur lain yang gelap. Desainnya pun biasa-biasa saja, meskipun hal ini nggak jadi masalah, baik untuk saya maupun teman-teman yang lain. Oh ya, di kamar kedua ini nggak ada meja kerja. Jadi, kalau kebagian kamar ini dan harus kerja, mungkin bisa kerja di ruang keluarga atau ruang makan. Selain itu, di kamar ini, stopkontaknya nggak banyak.

IMG_20190615_133325

IMG_20190615_133339

IMG_20190615_133348

Kamar Mandi

Unit Two-Bedroom Deluxe Suite di The Mayflower Jakarta ini punya dua full bath. Satu kamar mandi ada di dalam kamar tidur utama. Sementara itu, satu kamar mandi lagi posisinya berseberangan dengan kamar kedua. Master bath dilengkapi dengan bathtub, sementara kamar mandi bersama dilengkapi shower.

IMG_20190615_133555

IMG_20190615_133544

Di kamar mandi utama, hanya ada satu wastafel. Sebetulnya, ini agak disayangkan karena kalau ada his-and-hers sink, tamu pasangan nggak perlu rebutan wastafel, terutama mengingat The Mayflower Jakarta ini termasuk properti bintang lima. Meskipun demikian, hair dryer, vanity mirror, produk mandi, dan beragam handuk tetap tersedia.

Tampil elegan dalam balutan marmer berwarna gading, master bath dilengkapi bathtub yang ditempatkan di samping jendela yang menghadap ke Jalan Sudirman. Bathtub-nya sendiri nggak begitu besar, tetapi cukup dalam. Di sore atau malam hari, view dari jendela ini keren banget. Berendam dan relaksasi di sini malam hari tuh asyik banget! Ada semacam tembokan juga di samping jendela yang bisa dipakai buat duduk dan foto-foto buat Instagram, seperti foto-foto yang banyak diunggah para tamu The Mayflower Jakarta.

IMG_20190615_133540

Oh ya! Satu hal yang harus diingat adalah di kamar mandi ini, keset hanya ada satu dan ditempatkan di dekat pintu. Karena berbahan marmer, lantai kamar mandi jadi licin banget ketika basah. Saya hampir kepeleset ketika keluar shower. Saran saya adalah kesetnya di bawa ke dekat bathtub atau shower ketika mau mandi. Agak repot sih, tapi lebih baik aman daripada celaka. Di satu sisi, full marble bath ini tampak elegan. Di sisi lain, aspek keselamatan jadi korbannya.

Untuk kamar mandi kedua, ukurannya lebih kecil karena nggak ada bathtub. Di kamar mandi ini, hanya ada shower aja, dan itu pun bukan rainshower. Perlengkapan seperti vanity mirror dan hair dryer pun nggak ada di kamar mandi ini, tapi nggak jadi masalah karena bisa pakai hair dryer di kamar mandi utama. Ah, saya lupa foto, tapi di samping shower box, sebetulnya ada half wall yang memisahkan area shower dengan satu space kosong. Mungkin dulunya mau dipasang sesuatu, tapi akhirnya nggak jadi. Tidak bermasalah, cuman memang bikin gereget aja sih ketika dilihat.

IMG_20190615_133251

IMG_20190615_133303

Fasilitas Umum
Kolam Renang

Nah, ini nih fasilitas unggulan The Mayflower Jakarta yang wajib dicoba dan sayang banget kalau dilewatkan. Kolam renang di serviced apartment ini punya ukuran setengah olimpik dan ini pun udah luas banget! Kebayang ‘kan kalau ada olympic-size pool di sini besarnya kayak gimana. Kedalamannya memang hanya 1,2 meter, tapi luas kolamnya itu loh yang bikin saya senang banget. Di sisi barat kolam, berjajar recliner dan meja-meja untuk para tamu. Posisi recliner dan meja ini membelakangi floor-to-ceiling window yang menghadap ke Jalan Jenderal Sudirman. Kece banget!

IMG_20190615_154936

IMG_20190615_154837

Oh ya, di sini nggak hanya ada kolam dewasa, tapi ada juga kolam anak di sisi selatan. Di sisi utara kolam dewasa, ada dua jacuzzi yang bisa dipakai (saya lupa ambil fotonya). Nah, kedua jacuzzi ini juga mantap jiwa dan bisa jadi spot yang Instagrammable karena berada di samping jendela yang menghadap ke arah utara (Bundaran HI). Kebayang ‘kan habis capek berenang, bisa berendam di jacuzzi sama teman-teman sambil ngobrol dan menikmati pemandangan kota. Kolam renang dan jacuzzi ini buka dari jam 6 pagi sampai jam 10 malam setiap hari. Di sini juga nggak ada penjaga. Jadi, tetap awasi adik-adiknya ya kalau berenang di sini.

IMG_20190615_154800

Ruang ganti pakaian berada di dekat area reception kolam renang dan spa. Ruangannya cukup besar, dan dilengkapi steam room dan sauna. Sehabis berenang, saya dan teman-teman coba steam room di sini. Sambil ngobrol-ngobrol, kami keluarin banyak keringat, ya hitung-hitung berkeringat karena selama ini jarang olahraga. Untuk sauna, saya coba sendiri, tapi hanya bertahan selama sekitar 10 menitan karena udah terlanjur gerah di steam room.

IMG_20190615_165738

IMG_20190615_165756

Ruang ganti ini punya cukup banyak loker. Untuk shower box, hanya ada 4 kubikel, tetapi waktu itu kolam renang lagi sepi. Jadi, nggak ada acara ngantri buat mandi. Di area wastafel disediakan perlengkapan seperti korek kuping, kapas, hair dryer, dan parfum. Oh ya, ruang ganti ini juga dipakai sama orang-orang yang habis nge-gym.

IMG_20190615_165714

IMG_20190615_165724

IMG_20190615_165810

Gym

Berlokasi di area yang sama dengan kolam renang, gym di The Mayflower Jakarta menawarkan pengalaman berolahraga dengan pemandangan kota Jakarta yang memukau. Untuk menuju gym, kita harus naik tangga dulu yang bisa diakses dari studio senam. Studio senamnya sendiri luas banget. Hanya saja, karena posisinya di sudut ruangan, cerminnya dipasang di satu sudut saja (sisi timur). Padahal, biasanya kan studio senam itu cerminnya di mana-mana. Studio ini juga dilengkapi stereo system. Jadi, pas lah buat latihan K-pop dance atau sekadar joget poco-poco. Saya sih sempet latihan dance di sini sebelum main ke gym.

IMG_20190615_172309

Untuk gym sendiri, ukurannya cukup luas, dengan peralatan olahraga kardio ditempatkan di dekat jendela yang menghadap ke arah selatan. Asyik banget rasanya ketika lari di atas treadmill, kita bisa dengerin lagu kesukaan sambil lihat view kota yang bagus. Mantap jiwa deh! Di dekat area kardio juga ada dispenser air minum dan keranjang handuk kotor.

IMG_20190615_172624

IMG_20190615_172324

Perlengkapan angkat beban ada di sisi timur ruangan. Area ini pakai rubber mat sebagai flooring untuk mencegah kepeleset, dan dinding di kedua sisi ruangan dipasangi cermin. Mungkin supaya bisa sambil mengagumi bentuk tubuh yang udah jadi sambil olahraga ya, atau sambil mirrorΒ selfie ala ala di gym. Secara keseluruhan, perlengkapan olahraga di gym sudah lengkap dan banyak sehingga tamu nggak perlu rebutan atau nunggu terlalu lama saat mau pakai salah satu alat.

IMG_20190615_172709

IMG_20190615_172658

The Cafe

Bertempat di lantai lobi, The Cafe merupakan dining venue di The Mayflower Jakarta yang menyajikan menu sarapan, makan siang, dan makan malam. Lokasinya berhadapan dengan area resepsionis. Kafe/restoran ini ukurannya menurut saya nggak begitu besar, tetapi jumlah mejanya cukup banyak. Hanya saja, mungkin nggak bisa menampung banyak tamu ketika tingkat occupancy properti lagi tinggi banget. Saya nggak sarapan di sana. Jadi, nggak tahu seperti apa kondisi restoran ketika jam sarapan. Hanya ya itu tadi, saya membayangkan restoran nggak bisa menampung semua tamu ketika tingkat occupancy sedang sangat tinggi, dan nggak tahu deh nanti para tamu yang nggak kebagian kursi, duduknya di mana.

Saya jadi ingat waktu menginap di Aryaduta Bandung bulan Januari kemarin ini. Tingkat occupancy hotel sedang sangat tinggi. Walhasil, untuk sarapan pun saya harus masuk daftar waiting list. Terlepas dari space restoran yang luas dan banyaknya tempat duduk, saya bahkan kesulitan cari meja kosong dan harus dibantu oleh staf di sana. Beberapa tamu malah diarahkan ke ruang VIP yang biasanya digunakan untuk momen tertentu.

IMG_20190615_132346

Di ujung restoran, ada bar untuk pesan beragam minuman.Β Dari segi interior, The Cafe tampil elegan dalam balutan warna-warna earthy dan furnitur bergaya kontemporer. Interiornya sendiri senada dengan interior lobi yang tampil cantik dengan double-height ceiling. Di samping The Cafe, ada eskalator menuju area parkir. Sebetulnya, akses masuk The Mayflower Jakarta ini ada dua, lewat area parkir dan lobi Indofood Tower (pintu masuk dari Jalan Jenderal Sudirman).

IMG_20190616_162141

IMG_20190615_132404

Lokasi

Bicara soal faktor lokasi, The Mayflower Jakarta merupakan properti yang strategis. Berada di Jalan Jenderal Sudirman, properti ini bisa jadi pilihan yang pas untuk kalangan pebisnis maupun wisatawan. Di lantai lobi Indofood Tower memang ada beberapa restoran, tetapi sayangnya pada tutup di hari Minggu. Cari minimarket pun agak susah dan minimarket terdekat ada di Jalan Setiabudhi Barat, di belakang kawasan Sudirman Plaza. Untuk ke sana, kita bisa jalan kaki dalam jarak yang nanggung–dekat nggak, jauh juga nggak, tapi jaraknya bikin males jalan kaki.

Di depan Indofood Tower, ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra yang bisa membawa kita ke Bundaran HI atau kawasan Senayan. Hadirnya mode transportasi ini bisa jadi alternatif yang efektif, terutama ketika kondisi lalu lintas lagi padat banget. Selain itu, karena bertempat di Jalan Jenderal Sudirman, di hari Minggu kita bisa turun langsung ke jalanan buat menikmati Car Free Day. Saya dan teman-teman jalan pagi di ajang Car Free Day sambil cari sarapan dan menikmati suasana pagi Jakarta yang ternyata jam 9 aja udah kerasa gerah.

Mengingat lokasi minimarket cukup jauh dari properti, saran saya sih kalau kebetulan lagi ke mal atau toko swalayan, sekalian aja beli bahan-bahan masak. The Mayflower Jakarta menghadirkan kitchenette di setiap unit apartemen yang bisa kita manfaatin buat masak sendiri. Lumayan ‘kan bisa hemat juga.

Kesimpulan

Urban retreat. Entah kenapa frasa itu yang muncul di pikiran saya untuk menggambarkan The Mayflower Jakarta. Kalau cari properti di pusat kota untuk berlibur, saya rasa properti ini bisa jadi pilihan yang tepat. Untuk urusan bisnis, serviced apartment ini menawarkan akses cepat ke area perkantoran di Jalan Jenderal Sudirman. Untuk liburan, kawasan Bundaran HI yang ikonik juga hanya berjarak sekitar 10-15 menitan. Ditambah lagi, ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra yang memudahkan kita untuk bepergian, terutama ketika kondisi lalu lintas lagi nggak bersahabat. Hanya saja, di properti nggak ada minimarket dan untuk menuju minimarket terdekat, kita harus jalan kaki cukup jauh ke Jalan Setiabudhi Barat. Kurang praktis sih, terutama ketika kita perlu beli jajanan atau makanan di malam hari.

Dari segi interior, sayangnya saya nggak menemukan sesuatu yang spesial. Rasanya ya kayak berkunjung ke apartemen modern aja. Bagus memang, tapi nggak spesial sehingga tidak meninggalkan kesan yang mendalam. At least, in-room amenities berfungsi dengan baik dan ruangan pun tidak menampilkan kerusakan. View dari berbagai ruangan di unit apartemen juga keren dan memukau. Ditambah lagi, ukuran apartemen yang luas sehingga cocok untuk menerima tamu, terutama untuk acara kumpul-kumpul atau pesta.

Fasilitas umum The Mayflower Jakarta sangat mumpuni. Ketika saya baca tanggapan dari pihak properti di review saya di Tripadvisor, mereka mengatakan bahwa kolam renang indoor-nya in fact merupakan yang terbesar di Jakarta. No wonder karena memang ukurannya pun luas. Setengah olimpik itu besar loh, terutama untuk kolam renang yang dibangun di dalam gedung bertingkat. Studio senam dan gym-nya pun mengesankan dan menawarkan pemandangan kota yang mengagumkan. Saya bisa bilang bahwa salah satu daya tarik properti ini adalah pemandangan kota yang bisa dinikmati dari berbagai fasilitas.

Satu hal lagi yang saya perhatikan adalah dining venue di properti. Dengan ukuran yang bisa dibilang kecil, saya agak ragu bahwa restoran bisa menampung semua tamu ketika tingkat occupancy properti sedang sangat tinggi. The Mayflower Jakarta punya lebih dari 90 unit apartemen, dengan kapasitas 2-8 orang. Kalau dihitung rata-rata menjadi 5 orang per unit, saya rasa akan banyak tamu yang masuk waiting list untuk sarapan di pagi hari.

Dengan rate mulai dari sekitar 1 juta rupiah (harga nett, untuk unit terkecil berdasarkan info rate dari Marriott Bonvoy), The Mayflower Jakarta layak diperhitungkan. Untuk unit apartemen lengkap, rate segitu menurut saya masih terjangkau, apa lagi dengan view kota yang keren dan fasilitas berkelas. Unit yang saya pesan sendiri kemarin itu ditawarkan dengan harga sekitar 1,2 juta rupiah per malam (mungkin karena lagi low seasons ya). Tentunya, rate 1,2 juta per malam untuk apartemen dua kamar itu a big steal lah! Akhir kata, properti ini bisa menjadi pilihan luxury affordable bagi kalangan pebisnis maupun wisatawan yang ingin menikmati fasilitas bintang lima dan pemandangan khas kehidupan urban yang mengagumkan di pusat kota Jakarta dengan harga yang bersahabat.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Ukuran apartemen terbilang luas di kelasnya. Meskipun hanya memiliki 2 kamar untuk (maksimal) 5 orang, ruang keluarga unit saya cukup luas dan bisa menampung 7-8 tamu. Cocok untuk kumpul-kumpul atau pesta. Bahkan, mungkin bisa bawa sampai 10 orang kalau kepepet banget sih (if you don’t mind sleeping on the couch).
  • The Mayflower Jakarta punya kolam renang indoor terluas di Jakarta. Sejauh ini, saya pernah ke beberapa properti di Jakarta yang punya kolam renang dalam ruangan di gedung bertingkat, tetapi nggak ada yang seluas kolam renang di sini.
  • Ada dua jacuzzi di area kolam renang, masing-masing menawarkan pemandangan kota yang keren.
  • Studio senam di sini pun saya rasa jauh lebih besar dibandingkan studio di properti-properti lain yang pernah saya kunjungi.
  • Gym properti menawarkan pengalaman berolahraga ditemani pemandangan kota yang memukau. Cocok lah buat yang bosan lari di atas treadmill tanpa ngeliat view keren.
  • Lokasi properti sangat strategis. Di depan Indofood Tower banget ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra. Selain itu, properti ini juga dikelilingi banyak gedung perkantoran sehingga pas untuk kalangan pebisnis.
  • Masih berkaitan dengan lokasi, di hari Minggu tamu bisa menikmati ajang car free day dengan langsung ke Jalan Jenderal Sudirman di depan Indofood Tower.
  • Rate-nya terbilang terjangkau. Unit terkecil bisa dipesan dengan harga sekitar 1 juta rupiah (pemesanan bisa dilakukan via aplikasi Marriott Bonvoy atau online travel agent).

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Desain interior unit apartemen tidak begitu spesial. Bagus, tapi tidak sampai memberikan kesan yang membekas (halah bahasa gue).
  • Restoran properti dirasa terlalu kecil, terutama jika dibandingkan jumlah tamu yang banyak.
  • Minimarket terdekat jaraknya cukup jauh dari properti. Kalau jalan kaki, jaraknya ya lumayan bikin malas sih.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😢
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Review: Four Seasons Jakarta

Wah, tak terasa ya sudah masuk kerja lagi. Rasanya masih ingin liburan dan saya masih dalam fase transisi ke rutinitas setelah kemarin ini libur Lebaran dan menikmati euforia ulang tahun yang bisa dibilang cukup panjang (sebetulnya ini masih belum bisa move on dari euforianya).

Nah, berhubung saya sebut-sebut ulang tahun, di tulisan ini saya akan bahas satu properti di bilangan Jakarta Selatan yang saya kunjungi untuk kabur sekalian merayakan ulang tahun. Ulang tahun ke berapanya nggak perlu saya sebut, tapi yang jelas saya sangat menikmati kunjungan ke properti ini. Dari mulai check-in, istirahat, sampai check-out, saya benar-benar menikmati liburan singkat di sini. Harapannya sih ingin tinggal lebih lama, tapi apa daya masih ada bahan review lain yang harus dikunjungi. Hopefully, I can stay longer there in the near future.

four seasons jakarta
Four Seasons Jakarta. Foto milik pihak manajemen

Four Seasons Jakarta adalah akomodasi bintang lima yang Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 18 Capital Place, Jakarta. Seperti alamatnya, hotel ini berada satu lokasi dengan gedung perkantoran Capital Place. Secara pribadi, bisa saya bilang kalau Four Seasons Jakarta merupakan salah satu hotel mewah Jakarta yang terbaik di kelasnya, dan ini bukan tanpa alasan (atau seenggaknya, bukan untuk alasan klise macam “hotelnya ‘kan bintang lima”).

Buat yang tinggal di Jakarta, mungkin tahu kalau Four Seasons Jakarta sendiri dulunya berada di bilangan Setiabudhi. Di tahun 2016 kalau nggak salah dengar, hotel ini pindah ke Gatot Subroto dan lokasinya yang dulu sekarang ditempati oleh soon-to-be St. Regis Jakarta. Di belakang lokasi pembangunan St. Regis sendiri ada Four Seasons Residence.

Ada 125 suite room di properti ini yang terbagi ke dalam dua kategori utama: Suite dan Specialty Suite. Untuk kategori Suite sendiri ya, sesuai dengan namanya, merupakan kamar suite “standar” mereka (tapi ya, se-standar standar-nya Four Seasons, tetap aja fasilitasnya mewah dan berkelas). Untuk kategori Suite ini dibagi lagi jadi tiga tipe: Executive Suite, Deluxe Suite, dan Club Premier Suite (yang ini tuh corner room). Kalau untuk Specialty Suite sendiri dibagi jadi dua tipe: Ambassador Suite dan Presidential Suite.

Sebagai fasilitas umum untuk pengunjung, Four Seasons Jakarta punya dua restoran, satu bar, satu patisserie, kolam renang, gym, spa, salon, barbershop, business center, meeting room, dan ballrom, dengan opsi terbesar yang bisa mengakomodasi maksimal 650 tamu. Hotel ini juga menawarkan layanan shuttle van gratis ke beberapa tempat di kawasan SCBD dan Senayan. Pemesanannya bisa lewat telepon atau aplikasi Four Seasons di HP.

Waktu menginap di Four Seasons Jakarta, saya pesan kamar Deluxe Suite di lantai 15 dengan view ke arah Jalan Gatot Subroto. Menurut staf hotel sendiri, kamar saya itu merupakan salah satu kamar dengan view terbaik (duh, jadi senang ‘kan). Ditambah lagi, Ms. Dika, Guest Experience Supervisor secara personal mengantar kami ke kamar, kasih lihat kejutan yang sudah disiapkan di kamar untuk saya, dan ngajak kami tur keliling hotel untuk lihat-lihat berbagai fasilitas yang ada sambil cerita banyak tentang hotel dan topik-topik random. Intinya sih kunjungan saya ke Four Seasons Jakarta sangat menyenangkan! Cocok buat saya yang sering mengalami stres ini. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Salah satu alasan terbesar saya memilih hotel ini untuk merayakan ulang tahun adalah desainnya. If you’re looking for a luxury, Four Seasons Jakarta is one of the answers! Ini bukan paid promotion; ini murni komentar saya sebagai interior design enthusiast, hotel reviewer, dan The Sims player. Dengan luas 62 meter persegi, Deluxe Room yang saya tempati terasa lapang. Bahkan, ketika teman-teman saya berkunjung untuk ketemu sambil ngobrol-ngobrol dan ngopi di kamar pun, kamar nggak kerasa sempit. Secara keseluruhan, interior kamar mengusung desain modern classic dengan elemen-elemen Chinoiserie, Louis XVI, dan Art Deco. Kamar-kamar di sini didesain oleh Champalimaud Design, firma berkapten Alexandra Champalimaud yang juga mendesain beberapa properti ternama seperti The Ritz-Carlton Kuala Lumpur, The Plaza New York, dan Waldorf Astoria Chengdu.

Bicara tentang tata letak kamar, area tidur dan living area dipisahkan oleh pintu geser. Jadi, privasi masih bisa tetap terjaga lah in case nih ada tamu yang datang. Sebetulnya ketika saya ke sana sih, nggak ada sesuatu yang harus disembunyikan di area tidur. Hanya saja ‘kan, kalau tamu lain mau simpan apa gitu, dompet atau apa lah misalnya, mungkin perlu tutup area kamar biar nggak kelihatan orang lain.

IMG_20190531_173203
IMG_20190531_173211
IMG_20190531_173226
IMG_20190531_173238

Area tidur kamar saya punya luas yang kurang lebih sih sama dengan living area-nya. Seperti yang bisa dilihat di gambar, suite room saya dihias dengan birthday banner dan tiga balon (saya telepon layanan housekeeping selesai foto-foto untuk keluarkan balon-balon itu). Terima kasih banyak untuk Ms. Dika dan para staf di Four Seasons Hotel yang sudah mempersiapkan kejutan ini untuk saya (walaupun maaf banget balon-balonnya harus segera saya keluarkan karena saya fobia balon).

Dinding area tidur dipasangi panel kayu berwarna abu-abu muda dengan sedikit hue biru kehijauan. Untuk pencahayaan, saya suka kamar yang terang (terutama dengan lampu warna hangat) karena selain tampak lebih mewah, kesannya juga lebih lapang. Ada dua lampu dinding dengan sentuhan Art Deco (atau mungkin baroque ya karena desainnya cukup intricate) yang mengapit king bed. Tempat tidurnya sendiri luas dan bisa memuat bahkan 3 orang dewasa. Headboard-nya tampak elegan dan mewah, dengan bantalan berwarna abu-abu tua dan frame warna emas.

Di sisi kiri tempat tidur, ada jendela besar yang menghadap ke arah jalan dan menawarkan pemandangan kota yang keren banget. Di area tidur juga ada satu kursi lengan dengan floor lampΒ di sampingnya. Cocok buat baca buku, meskipun saya lebih suka baca sambil duduk di chaise lounge yang ada di living area.

IMG_20190531_173248
IMG_20190531_173314
IMG_20190531_173330
IMG_20190531_173443
IMG_20190531_173149

Untuk living area, penempatan furnitur berfokus di sisi-sisi ruangan sehingga menyisakan ruang kosong di tengah ruangan. Saya rasa tata letak furnitur seperti ini jadi siasat untuk membuat ruangan terasa lebih luas, mengingat furnitur-furnitur di sini terbilang oversized, terutama dua kursi lengan di arat barat ruangan. Di dinding barat ruangan, tepatnya di belakang dua kursi lengan bergaya Louis XVI dipasang cermin buram yang dibentuk dalam pola kotak-kotak. Nah, dinding sisi barat dan juga timur juga dihias oleh mural bergaya Chinoiserie yang menonjolkan elemen-elemen floral. Pada awalnya, saya kira mural itu adalah wallpaper, tapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata memang lukisan.

Di depan jendela, ada chaise lounge bergaya kontemporer yang ditempatkan menghadap televisi. Nah, televisinya sendiri berada di atas meja kerja yang besar, cocok buat saya yang kalau kerja pasti berantakan mejanya karena kebanyakan barang. Di atas meja kerja, ada panel yang memuat beberapa porta, termasuk porta audio in. Kalau lihat di foto, kan ada dua tirai di kedua sisi jendela. Nah, tirai yang ada di belakang chaise lounge itu ternyata menyembunyikan sound system. Awalnya, saya bingung karena ketika nonton Fast and Furious, kok ada suara bas yang lebih kentara dari belakang kursi. Ditambah lagi, saya dengar suara-suara yang lebih detail, seperti bunyi metal dan semacamnya. Saya kira itu suara dari luar (dan sempat berpikir kayaknya kamarnya kurang sound-proof). Ternyata setelah dicari-cari, ada sound system yang disembunyikan di balik tirai. Wah, ini bisa jadi trik nih!

Foyer kamar sendiri berbentuk koridor pendek, dengan dressing table dan display yang memuat camilan dan minuman. Meskipun nggak besar, foyer tetap tampil cantik dalam balutan marmer putih dan panel dinding berwarna putih dengan lis emas.

Kamar Mandi

Semua tipe di kategori Suite punya kamar mandi dengan bentuk memanjang. Kamar mandi unit saya tampil mewah dan cantik dalam balutan marmer putih beraksen abu-abu. Ada area shower terpisah dan his-and-hers sink, lengkap dengan vanity mirror supaya nggak perlu rebutan wastafel saat mau cuci muka atau gosok gigi.

IMG_20190531_173455
IMG_20190531_173555

Kamar mandi bisa diakses lewat area tidur dan foyer. Untuk walk-in closet-nya sendiri sih ukurannya cukup besar (lagian memang mau bawa baju sebanyak apa sampai perlu walk-in closet sebesar ruang keluarga?). Di depan walk-in closet, ada “bilik merenung”, istilahnya si Mike buat kubikel kloset. Ukurannya sendiri mirip ukuran kubikel kloset di mal. Hanya saja, yang ini lebih mewah dalam balutan marmer dan lukisan. Masalah yang sama alami adalah pintu geser kubikel ini nggak ada kuncinya dan ketika ditutup, justru bergeser lagi. Walhasil, saya harus nahan pintunya supaya nggak terbuka ketika saya lagi ada urusan penting–satu aspek yang perlu diperbaiki Four Seasons Jakarta.

IMG_20190531_173607
IMG_20190531_183347
IMG_20190531_183359

Deep soaking tub di kamar mandi cukup besar dan bisa menampung 2 dewasa, in case perlu some romantic time. Di seberangnya ada shower area yang cukup luas dengan rainshower, salah satu bathroom amenities yang paling saya suka. Produk mandi yang tersedia adalah produk-produk dari Etro, fashion house asal Italia. Secara pribadi, saya nggak begitu suka dengan aromanya (Vicolo Fiori) karena menurut saya secara pribadi sih “terlalu formal” dan terlalu floral, tapi ini sih soal preferensi pribadi aja ya. In fact, body lotion-nya cukup melembapkan dan bikin tangan terasa halus.

Dining Venues

Alto

Bertempat di lantai 20, Alto merupakan salah satu restoran yang ada di Four Seasons Jakarta. Restoran ini menyajikan hidangan Italia dan buka pada jam makan siang (11.30 siang sampai 2.30 sore), makan malam (6.00 sore sampai 10.30 malam), dan Sunday brunch (11.30 siang sampai 3.00 sore).

Dari segi desain, Alto tampil berani dalam balutan warna merah yang tajam. Wall paneling warna merah dipadukan dengan lis warna emas, menciptakan kesan mewah. Furnitur, lampu, dan aksen dinding bergaya Art Deco memperkuat sisi glamor restoran ini. Ada ruang privat, main area, outdoor area, dan bar di restoran ini, dan semuanya selaras didesain dalam gaya yang sama. Untuk bar sendiri, areanya memang tidak seluas main area, tetapi tetap terasa mewah dan dilengkapi jendela besar dengan pemandangan Jalan Gatot Subroto.  Outdoor seating area dipercantik dengan potted plants dan oversized armchair berbahan cowhide. Sayangnya saya lupa foto outdoor area-nya karena fokus ngobrol bersama Ms. Jani dan justru malah foto-foto centil di sana, bukannya ambil foto buat bahan review.

IMG_20190531_185126
IMG_20190531_185119
IMG_20190531_185017
IMG_20190531_185012

Private area punya kapasitas 10 orang dan terasa lebih intimate. Area ini punya meja makan berbentuk lingkaran dan jendela-jendela besar yang menghadap ke Jalan Gatot Subroto. Sepintas, dengan meja makan bentuk lingkaran, interior yang didominasi warna merah, dan chandelier berbentuk bunga lotus, saya merasa seperti sedang berkunjung ke Chinese restaurant. Sementara itu, ada satu lagi area yang bisa dibilang cukup privat, tapi bisa menampung lebih banyak tamu dan punya beberapa meja terpisah. Area ini punya jendela yang menghadap ke arah selatan. Ketika saya lihat ke luar sih, view-nya memang nggak sebagus view ke kawasan Jalan Gatot Subroto.

IMG_20190531_183953
IMG_20190531_184002
IMG_20190531_184159

The Palm Court

Bertempat di lantai lobi, The Palm Court ini tempatnya para tamu sarapan di pagi hari. Sebetulnya ketika saya baca-baca informasi tentang Four Seasons Jakarta, restoran ini merupakan salah satu tempat yang bikin saya penasaran. Ketika berkunjung ke Savoy Homann Bandung, saya sarapan di Garden Restaurant yang mengusung konsep palm court, dan memang lengkap dengan pohon-pohon palem. Entah kenapa, saya tertarik dengan restoran berkonsep palm court karena kesannya lapang, cerah, dan eksotis.

Sayangnya, di dining hall utama, memang tidak ada pohon-pohon palem tinggi di tengah ruangan (walaupun tetap ada beberapa potted plants di sana sini). Meskipun demikian, saya dibuat kagum dengan langit-langit berkubah yang tinggi dan chandelier kristal kontemporer dengan desain yang rumit, tapi elegan. Sepintas, saya melihat desain chandelier-nya ini mirip bunga dandelion. Plafon ruangan juga menampilkan permainan tekstur yang memberikan kesan mewah.

IMG_20190531_191128
IMG_20190531_191142
IMG_20190531_191150
IMG_20190601_103752
IMG_20190601_103800
IMG_20190601_103930

Furnitur di The Palm Court tampil elegan dalam dominasi warna hijau dan cokelat tua. Ada beberapa kursi bersandaran tinggi berbahan velvet hijau yang mengingatkan saya sama singgasana raja dan ratu. Dari belakang, kursi-kursi ini kelihatan kayak shield. Cocok lah buat main cilukba. Dari belakang diterka-terka siapa yang duduk, pas dilihat eh taunya Sehun.

giphy

Untuk makanan sendiri sih saya nggak banyak komentar. Maksudnya, saya nggak ada keluhan. Saya suka salad-nya yang jelas. Ada juga pilihan keju, bacon, dan semacamnya. Bisa dibilang tipikal menu sarapan internasional di hotel bintang lima sih. Karena saya datang ke restoran jam 10, para staf udah mulai beres-beres restoran, tapi saya tetap kebagian makanan kok. Bisa dilihat di foto, menu sarapan yang saya ambil sih cukup sederhana. Takutnya nggak habis masalahnya, ‘kan sayang makanan dibuang-buang.

1559389373295

The Palm Court ini nggak hanya punya indoor dining area. Di sebelah timur ruangan, ada pintu menuju taman dan The Orchid Court. Area outdoor ini tampil cantik dengan tanaman-tanaman tropis dan paviliun semi-outdoor dengan sentuhan Arabesque.

IMG_20190601_104340
IMG_20190601_104324
IMG_20190601_104349

Untuk The Orchid Court sendiri tempatnya tertutup, tetapi jendela-jendela besarnya memungkinkan banyak cahaya matahari untuk masuk dan menerangi ruangan di pagi atau siang hari. Sentuhan Arabesque masih terlihat di beberapa bagian ruangan, tetapi yang menjadi primadona area ini tentunya koleksi bunga anggrek berwarna ungu. Bunga-bunga ini ditanam di sekitar ruangan. Furniturnya sendiri tampil lebih santai dalam balutan warna biru dan putih, berbeda dari furnitur di The Palm Court dengan balutan warna velvet green yang memang terasa lebih elegan, tapi juga austere.

Ukuran ruangan memang tidak begitu besar dan hanya ada beberapa set meja kursi di sini. Karena ukurannya bisa dibilang kecil dengan bentuk memanjang, udara di dalam The Orchid Court terasa jauh lebih sejuk (atau malahan dingin). Sebetulnya, bisa dipahami sih kenapa di pagi hari suhunya terasa dingin karena pasti untuk mengantisipasi suhu yang lebih panas di siang hari, terutama dengan jendela kaca besar yang memungkinkan paparan cahaya matahari secara penuh.

IMG_20190601_103959
IMG_20190601_104004
IMG_20190601_104301

Nautilus Bar

Tidak jauh dari lobi, ada Nautilus Bar yang buka dari jam 12 siang sampai 1 pagi. Di antara dining venues lain di Four Seasons Jakarta, Nautilus Bar ini yang tampak paling dark dan sexy. Konsep interiornya sendiri nautical, tapi dengan pemilihan warna hitam sebagai warna dominan dan palet sepia untuk mural kapal layar di dinding, rasanya saya seperti diceritakan dongeng sejarah zaman dulu.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, interior Nautilus Bar didominasi warna hitam yang elegan dengan aksen emas di sana sini. Ada dua niche di sisi utara dan selatan bar dengan dinding bermotif sisik ikan (atau ular ya) yang berkilau. Waktu ke sana, sayangnya salah satu spot sudah ditempati musisi bar. Satu spot di sampingnya memang sih kosong, tapi saya lagi nggak mau duduk dekat-dekat pengunjung lain. Lagi kumat antisosialnya.

tenor
I hate people!

Sebagian besar furnitur menampilkan desain Art Deco, baik dari bentuk maupun pattern di bagian sampingnya. Langit-langitnya sendiri punya plafon berbentuk chocolate bar, dengan lampu-lampu yang sengaja diredupkan untuk membangun atmosfer yang sexy. Di atas meja, ada lampu berbahan logam berbentuk cendawan. Grand piano ditempatkan di sisi utara ruangan. Saya sempat main beberapa lagu (dan diizinkan untuk main, selama memang kita bisa dan betul mainnya).

IMG_20190531_230545
IMG_20190531_230603
IMG_20190531_232025
IMG_20190531_232122
IMG_20190531_224203

Ketika berkunjung, saya pesan Nutmeg Old-Fashioned, cocktail eksotis dengan rasa pala yang cukup kentara. Tamu yang datang juga disuguhi camilan gratis untuk dinikmati sambil minum dan ngobrol. Buat yang suka cocktail yang lebih ringan, saya sarankan sih pilih menu yang lain karena aroma dan rasa pala di Nutmeg Old-Fashioned ini bisa dibilang sangat kuat. Pilihan cocktail yang ditawarkan di Nautilus Bar terinspirasi dari rempah-rempah khas Indonesia, makanya banyak menu-menu yang mengintegrasikan rempah-rempah dalam campurannya.

La Patisserie

Buka dari jam 11 siang sampai jam 8 malam, La Patisserie ini cocok buat afternoon tea bareng temen-temen sambil ngobrol dan ngemil kue. Lokasinya berada nggak jauh dari lobi dan Nautilus Bar. Dengan langit-langit tinggi dan pemilihan warna-warna cerah, La Patisserie memberikan atmosfer yang lebih santai, tapi tetap mewah.

IMG_20190601_104457
IMG_20190601_104508

Di bagian tengah ruangan, ada semacam lounge chair berbentuk lingkaran besar yang dipisahkan oleh beberapa lengan. Di tengahnya, ditempatkan vas bunga sebagai pemanis. Set kursi dan meja lainnya tampil lebih kasual dalam desain yang lebih sederhana dan warna kuning yang menonjol. Panel dinding menggunakan warna aquamarine yang selaras dengan warna lounge chair di tengah ruangan, sepintas mengingatkan saya dengan ruang Le MΓ©ridienne di private apartment-nya Marie Antoinette. Aksen-aksen emas tetap ditampilkan di sini.

IMG_20190601_104528
IMG_20190601_104533
IMG_20190601_104539

Fasilitas Lain

The Library

Berada di lantai lobi dan berseberangan dengan grand staircase yang jadi salah satu spot ikoniknya Four Seasons Jakarta, ada The Library. Ruangan ini ukurannya kurang lebih sama dengan La Patisserie, tetapi menawarkan atmosfer yang lebih serius dan tenang. Desainnya sepintas mirip dengan satu ruangan di Gatsby’s Mansion. Kalau pernah nonton The Great Gatsby, mungkin ingat ada satu ruangan di istananya Gatsby yang menampilkan kumpulan foto-foto dia, grand piano, dan lounge chairs. Kalau nggak salah itu ada di scene pesta pertama Gatsby yang dihadiri sama Nick.

IMG_20190531_230018
IMG_20190531_230041

Meskipun namanya The Library, yang saya sayangkan adalah koleksi bukunya nggak begitu banyak. Sebagian besar sih kalau saya perhatikan, buku-buku yang ada di sini adalah ensiklopedia. Bisa dipahami sih karena dari segi desain, bukunya pas dengan desain ruangan. Tempat duduk yang tersedia di sini nggak banyak, dan saya rasa ini tepat karena ruangan ini lebih cocok buat baca, ngobrol serius (bukan ngobrol hahah heheh), atau kerja. Di salah satu sudut dinding, ada mural bergaya nautical yang senada dengan mural di Nautilus Bar.

Pool Terrace

Nah, ini fasilitas yang saya suka di Four Seasons Jakarta. Berada di lantai yang sama dengan gym dan spa, kolam renang di hotel ini besar dan cukup panjang buat bolak-balik satu lap. Kolam utamanya nggak begitu dalam, sekitar 1,4 meter kalau nggak salah. Di sisi barat juga ada kolam untuk anak. Selain itu, di area ini juga ada pool bar yang menyajikan beragam cocktail. Ada juga tangga menuju sun deck yang ternyata kosong karena, well, siapa juga yang mau dengan sengaja panas-panasan untuk bersantai di bawah teriknya matahari Jakarta yang menyengat banget.

IMG_20190601_121301
IMG_20190601_121237

Ada cukup banyak deck chair dan recliner di area ini. Jadi, pengunjung nggak perlu berebut tempat duduk, meskipun memang area yang teduhnya lebih sedikit. Selain itu, ada juga beberapa bale-bale buat bersantai sambil lihat orang-orang yang berenang. Area kolam sendiri didesain dalam gaya tropis, lengkap dengan pohon-pohon kamboja yang bikin saya seolah lagi ada di sebuah resor di Bali, sampai saya mengalihkan pandangan ke arah utara dan sadar kalau saya ternyata lagi ada di Jakarta.

Ketika berenang, saya sengaja cari area yang diteduhi pepohonan. Air kolam juga terasa hangat karena terpapar cahaya matahari. Oh ya, kolam renang di Four Seasons Jakarta juga buka selama 24 jam ya. Kalau malam-malam, ada beberapa torch raksasa yang dinyalakan untuk menerangi area kolam. Torch-nya gede, kayak yang di film The Mummy.

IMG_20190601_121313

Gym

Berada satu lantai dengan Pool Terrace, gym di Four Seasons Jakarta memiliki peralatan yang cukup lengkap. Saya sendiri nggak pakai gym karena keburu capek berenang. Salah satu sisi ruangan punya jendela yang menghadap ke arah kolam. Untuk masuk, kita bisa masuk lewat pintu kaca utama atau “pintu samping”. Nah, kalau mau akses lewat pintu kaca, kita harus tap kartu kamar ke card reader. Lucunya, waktu itu pintu samping ini terbuka jadi saya (atau siapa pun) bisa masuk tanpa harus tap kartu.

IMG_20190531_190008
IMG_20190531_190017
IMG_20190531_190035

Area gym sendiri sebetulnya cukup luas, hanya saja kurang besar kayaknya kalau mau senam, kecuali peralatannya digeser-geser supaya ada ruang cukup besar di tengah gym. Saya kurang tahu ini ganti pakaiannya di mana, tapi bisa jadi shower area dan ruang ganti pakaiannya bergabung dengan ruang ganti dan bilas kolam renang. Di dekat gym juga ada spa, salon, dan barbershop.

Grand Staircase

Sebetulnya, tangga ini bukan termasuk fasilitas umum di Four Seasons Jakarta, tapi karena desainnya yang majestic, tangga ini jadi salah satu spot foto terbaik di hotel ini. Posisinya berada di lantai lobi, tepatnya di persimpangan antara Palm Court dan Nautilus Bar.

IMG_20190531_190412
IMG_20190531_190429

Area tangga tampak mewah dalam balutan warna krem, handle bar berwarna emas, langit-langit yang tinggi, dan karpet motif floral warna cokelat dan hitam. Sebagian besar tamu yang datang ke sini pasti nyempetin foto-foto di tangga ini, dan para staf pun biasanya dengan senang hati akan bantu fotoin tamu.

Lokasi

Four Seasons Jakarta berada di Jalan Gatot Subroto, salah satu kawasan perkantoran yang cukup sibuk di Jakarta. Hotel ini sendiri berada satu kompleks dengan Capital Place. Dari Stasiun Gambir, perjalanan ke hotel ini memakan waktu sekitar 35 menit menggunakan kendaraan roda empat. Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, perjalanan ke hotel paling cepat memakan waktu sekitar 50 menit lewat Tol Bandara.

Pihak hotel menyediakan layanan shuttle van gratis ke beberapa destinasi terdekat, seperti SCBD dan Senayan. Waktu itu, saya coba pakai layanan shuttle van mereka ke Pacific Place yang ternyata bisa diakses lewat jalur di belakang hotel. Perjalanan dari hotel ke Pacific Place memakan waktu sekitar 10 menit aja. Lumayan cepat, ‘kan?

Dari segi lokasi sendiri, sebetulnya Four Seasons Jakarta memang sudah strategis. Kalau pesan kamar dengan view ke arah kota pun, view yang didapatkan cantik banget. Yang jadi masalah menurut saya sih kondisi lalu lintas yang kadang-kadang nggak bisa diprediksi. Namun, selama di sana sih lalu lintas dari hotel ke kawasan SCBD lancar-lancar aja. Hanya saja, perjalanan dari Stasiun Gambir ke hotel memang cukup lama karena kejebak macet di beberapa titik.

Kesimpulan

Sebagai salah satu akomodasi bintang lima di Jakarta, Four Seasons Jakarta memang nggak main-main dalam menawarkan pengalaman menginap atau berlibur yang mengesankan untuk para tamu. Dari mulai desain interior, fasilitas, sampai staf, Four Seasons Jakarta berhasil memberikan momen ulang tahun yang berkesan buat saya.

Dari aspek desain interior, Alexandra Champalimaud did a great job. Saya sendiri sebetulnya penggemar desain-desain klasik, meskipun saya nggak menutup diri untuk desain-desain kontemporer. Ukuran kamar yang luas dengan ruang keluarga terpisah, mural bergaya Chinoiserie di dinding, kamar mandi marmer dengan deep soaking tub, dan jendela yang menawarkan view kota bikin saya betah di kamar. If I stayed longer, I would have spend one day staying in my room, reading some books, taking naps, and doing nothing.

Four Seasons Jakarta menawarkan fasilitas umum yang lengkap untuk para pengunjung. Nautilus Bar, Palm Court, Pool Terrace, dan Library jadi fasilitas-fasilitas yang paling saya sukai saat berkunjung. Untuk perpustakaan sendiri sih, sayangnya koleksi bukunya nggak begitu banyak dan kebanyakan buku-buku yang ada memang memiliki desain yang cocok dengan desain interior ruangan. Mungkin kalau koleksinya diperbanyak, akan lebih baik. Ah, hampir lupa! Saya nggak nemu jacuzzi di area kolam renang. Waktu cek ke area ganti, di dalam pun nggak ada sauna atau steam room. Mungkin ketiga fasilitas itu tersedia di spa hotel, tapi karena saya nggak berkunjung ke sana, saya pun nggak sempat tanya-tanya. Padahal, kalau ada jacuzzi, sauna, atau steam room di area yang lebih mudah diakses pengunjung, kayaknya akan lebih baik.

Kualitas layanan dan keramahtamahan para staf harus diacungi jempol. Ms. Dika selaku Guest Experience Supervisor dan Ms. Jani di Alto dengan senang hati menemani dan mengantar saya berkeliling sambil bercerita tentang hotel. Untuk Ms. Dika sendiri, dia yang mewujudkan momen ulang tahun berkesan saya di Four Seasons Jakarta. Staf-staf lain di reception area pun sama ramahnya (sayangnya saya lupa tanyakan nama-namanya).

Dengan rate mulai dari 2,5 juta rupiah per malam (berdasarkan situs web resmi hotel, belum termasuk tax), Four Seasons Jakarta memang salah satu properti dengan harga rata-rata yang cukup tinggi di Jakarta, bahkan di antara properti-properti di kelasnya. Namun, dengan kualitas layanan yang memukau, fasilitas berkelas, dan desain interior yang mewah dan elegan, you will definitely get what you pay for. Ditambah lagi, dengan layanan in-room breakfast dan shuttle van gratis, menurut saya dana yang harus dikeluarkan cukup sepadan dengan sedikit kemewahan dan oasis ketenangan di tengah ingar-bingarnya kota Jakarta.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ» Pros

  • Desain interiornya keren banget. Untuk penggemar interior bergaya klasik, Four Seasons Jakarta jadi pilihan yang harus dipertimbangkan, terutama dengan wall paneling, chandelier di kamar, dan mural bergaya Chinoiserie di living area.
  • Komunikasi dengan staf bisa melalui aplikasi Four Seasons dari ponsel. Cukup praktis, terutama ketika kita ingin minta jemputan pulang dari mal atau lokasi lain ke hotel.
  • Setiap suite punya living area terpisah. Jadi, tetap ada ruangan terpisah untuk menerima tamu yang datang.
  • Di kamar mandi, ada deep soaking tub yang bisa memuat maksimal 2 orang. Cocok buat mandi mewah atau sekadar menikmati momen galau.
  • Kolam renangnya cantik banget, dengan pohon-pohon kamboja dan tanaman-tanaman eksotis yang membangun atmosfer resor tropis.
  • Ada banyak Instagrammable spot di hotel ini, dari mulai area drop-off tamu, kolam renang, perpustakaan, sampai The Orchid Court.
  • Stafnya ramah dan helpful, terutama Ms. Dika sebagai Guest Experience Supervisor dan Ms. Jani dari Alto
  • Tipe Executive Suite dan Deluxe Suite sebetulnya punya luas yang sama, tetapi view yang beda. Deluxe Suite menawarkan view ke arah perkotaan, tetapi dengan rate yang sedikit lebih tinggi. Worth paying sih menurut saya.
  • Lokasinya dekat dari SCBD dan kawasan Kuningan. Ada juga layanan shuttle van gratis yang bisa kita gunakan untuk menuju tempat-tempat di kedua kawasan tersebut. Dari hotel, Pacific Place bisa ditempuh dalam waktu sekitar 10 menitan. Di samping hotel juga ada Museum Satria Mandala.

πŸ‘ŽπŸ» Cons

  • Kalau bicara soal rate, Four Seasons Jakarta memang salah satu yang rate-nya cukup tinggi, bahkan di antara hotel-hotel bintang lima lainnya. Bisa dibilang, Four Seasons Jakarta ini masuk ke upper-tier hotel bintang lima di Jakarta kalau dari segi rate (ada beberapa hotel bintang lima yang rate-nya di bawah 2 juta soalnya, apalagi kalau dapat kode atau promo diskon).
  • Saya lupa jelaskan di atas. Di dekat hotel ada minimarket yang buka hanya sampai jam 10 malem. Kalau tengah malam tiba-tiba craving ingin camilan, minimarket terdekat ada di seberang jalan. Dan ketika saya bilang seberang jalan, kita harus nyebrangin dulu jalan raya dan jalan tol.
  • Jacuzzi, sauna, dan steam room-nya di mana sih?
  • Koleksi buku di The Library terbatas. Semoga sih bisa diperbanyak dan merangkul lebih banyak genre, termasuk novel.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😌
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩🀩
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Review: Mercure Jakarta Kota

Terakhir saya nulis ulasan itu bulan kemarin ya. Tampaknya karena kesibukan saya, jadwal nulis review hotel jadi macam sebulan sekali. Sebetulnya, masalahnya bukan karena kurang bahan sih (believe me or not, masih ada banyak hotel yang review-nya belum saya tulis, tapi kunjungannya udah dari bulan kapan), tapi karena kerjaan.

Kunjungan ke hotel yang mau saya bahas kali ini agak spesial karena ada kerabat saya yang ulang tahun. Sebetulnya jatohnya ini saya numpang nginep sih (berhubung malemnya diajak makan-makan sama teman-teman yang lain di warung seafood). Hotel ini merupakan salah satu properti punya Accor yang usianya cukup tua di Jakarta. Dari desainnya saya bisa lihat sisa-sisa kemegahan hotel ini di heyday-nya dulu, meskipun pesonanya masih tetap terjaga.

1139_17032512520051846435
Mercure Jakarta Kota. Foto milik pihak manajemen

Mercure Jakarta Kota adalah akomodasi bintang empat yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk no. 123, Jakarta. Hotel ini bersebelahan dengan Hotel Santika Premier Hayam Wuruk. Di kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada sendiri ada banyak banget hotel, Mercure Jakarta kota sendiri bukan satu-satunya properti Accor yang ada di kawasan ini. Nggak jauh dari hotel ini juga ada Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada.

Dikenal juga dengan nama Mercure Rekso Hayam Wuruk, Mercure Jakarta KotaΒ punya 243 kamar yang terbagi ke dalam 3 tipe: Superior, Deluxe, dan Executive. Berdasarkan informasi dari situs resminya, hotel ini terinspirasi oleh budaya Indonesia-Tionghoa yang saya rasa cukup kentara, terutama dari pemilihan warna. Untuk desain secara keseluruhan, saya akan menggunakan istilah “hotel-hotel mewah yang suka ditampilkan di film-film laga Hong Kong-Jackie Chan”. Menurut staf yang waktu itu bertugas di pool area sih, di lantai paling atas ada Presidential Suite, tapi ketika saya cross check di website resmi hotel dan situs-situs booking, saya nggak nemu tipe itu. Mungkin yang dimaksud Presidential Suite itu tipe Executive kali ya? Di Tripadvisor sendiri, kalau saya lihat dari foto-fotonya saya malah nemu tipe Junior Suite. Nah loh, jadi ada berapa tipe kamar di properti ini? Did I miss something?

Untuk memenuhi kebutuhan pengunjung, hotel ini dipersenjatai fasilitas-fasilitas mumpuni seperti kolam renang, gym, spa, dan sauna. Ada dua restoran dan satu bar di hotel ini. Sebagai fasilitas MICE, ada 6 ruang rapat dengan opsi terbesar memiliki luas 680 meter persegi dan kapasitas maksimal 550 orang. Waktu menginap, kerabat saya pesan kamar tipe Deluxe dengan jendela menghadap ke arah utara. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Di Mercure Jakarta Kota, saya menginap di kamar Deluxe. Interior kamar tampil elegan dalam palet warna putih-cokelat-merah. Dinding kamar sendiri didominasi warna putih, sementara furnitur berbahan kayu dicat dengan warna light cherry (atau mungkin light mahogany ya karena ada corak kemerahannya sebetulnya). Chaise loungeΒ kontemporer berwarna merah ditempatkan di samping meja kopi, membelakangi dinding dan jendela yang ditutupi gorden berwarna cokelat. Untuk istilah desain, menurut saya interior kamar mengusung desain kontemporer. Saya jadi ingat hotel-hotel mid-scaleΒ dengan desain seperti ini yang pada heyday-nya dulu sih seperti mencerminkan modernitas dan kemewahan pada masanya.

IMG_20190209_151043

IMG_20190209_151057

IMG_20190209_151346

IMG_20190209_151331

IMG_20190209_151317

Kalau lihat di foto, di atas tempat tidur ada kayak seserahan. Tenang ya itu bukan seserahan nikahan tapi, kerajinan tangan dari handuk yang disiapkan pihak hotel buat menyambut kerabat saya yang lagi ulang tahun. Ketika lihat kerajinan itu, saya kagum karena hasilnya keren banget. Ada yang dibentuk kue ulang tahun, ada yang dibentuk semacam angsa, dan lain-lain. Two thumbs up buat staf Mercure Jakarta Kota yang sudah mempersiapkan surprise tersebut!

tenor-1
Sehun suka. Good job!

Walhasil, di kamar jadi ada banyak banget handuk.

giphy
Handuk di mana-mana! Inikah namanya toko handuk?

Fasilitas kamar sendiri mencakup TV, AC, coffee maker, ya yang begitu lah ya amenities wajib. Closet-nya memang nggak besar, tapi setidaknya tertutup dan cukup lah buat gantung beberapa baju. Oh ya, saya lupa bilang bahwa kamar ini punya luas 35 meter persegi. Jarak dari ujung tempat tidur ke TV stand bisa dibilang luas banget. Kayanya cukup lah buat senam poco-poco dua atau tiga orang. Desain furnitur sih bisa dibilang dated kalau dibandingkan dengan furnitur modern jaman sekarang, tapi saya nggak mempermasalahkan itu. In fact, saya rasa furnitur-furnitur modern di tahun 80-90an itu punya charm-nya tersendiri.

IMG_20190209_151135

IMG_20190209_151126

Satu hal yang saya suka dari kamar ini adalah jendelanya. Kalau biasanya hotel-hotel menawarkan jendela biasa, Mercure Jakarta Kota memasang semacamΒ bay window. Ditambah lagi, kaca jendela yang dipasang juga setinggi dinding. Jadi, saya bisa lihat pemandangan dengan lebih jelas.

IMG_20190209_151436
Pemandangan dari jendela. Terlihat Novotel, Holiday Inn & Suites, dan Jayakarta.

Kamar Mandi

Bicara tentang kamar mandi, luasnya nggak besar. Posisinya bisa dibilang serba mepet. Kloset berada terlalu dekat dengan bathtub. Pintu kamar mandi sendiri kalau dibuka langsung nempel ke dinding bathtub. Ukuran bathtub sendiri nggak begitu panjang dan saya rasa, kamar mandi unit merupakan aspek yang lebih perlu diperhatikan dan di-improve dibandingkan bagian kamar yang lain.

IMG_20190209_151240

IMG_20190209_151230

IMG_20190209_151220

IMG_20190209_151211

Fasilitas kamar mandi terbilang lengkap. Di kamar mandi udah ada vanity mirror, hair dryer yang desainnya sepintas mirip alat pengering tangan di wastafel restoran fast food, dan produk-produk mandi. Kalau melihat dari segi desain, pemilihan keramik untuk dinding mengurangi elegancyΒ kamar mandi karena menurut saya secara pribadi sih terlalu modest. Kesannya kayak kamar mandi di rumah. Meskipun demikian, pencahayaan cukup terang dan semua perlengkapan kamar mandi masih berfungsi dengan baik. Urusan desain sih pada akhirnya preferensi masing-masing.

Fasilitas Umum
Kolam Renang

Salah satu fasilitas yang saya manfaatkan saat berkunjung ke Mercure Jakarta Kota adalah kolam renangnya. Kunjungan ke kolam renang ini lebih tepat dilakukan di sore hari, sekitar jam 3 atau 4. Berada di bagian belakang hotel, area kolam renang diteduhi bangunan hotel yang tinggi sehingga pas berenang, rasanya sejuk aja nggak kena cahaya matahari yang menyengat. Kalau cuaca cerah, air kolam dihangatkan oleh paparan cahaya matahari di siang hari. Jadi, begitu sore-sore berenang, airnya nggak kerasa dingin.

IMG_20190209_153022

IMG_20190209_153025

Meskipun ukurannya nggak begitu besar, kolam renang di Mercure Jakarta Kota tetap layak dijajal. Apalagi, ada area kolam yang cukup dalam juga. Sebetulnya agak nggak seimbang ya kalau kedalaman kolam dibandingkan sama ukurannya. Selain itu, ada juga kolam anak di sini. Bangunan tambahan yang menjorok ke arah kolam itu gym hotel. Jujur saya sih suka dengan area kolam renangnya.

IMG_20190209_153001

IMG_20190209_153041

Di sudut area kolam, ada whirlpool untuk empat orang. Sebetulnya ya bisa untuk banyakan sih. Hanya saja, lubang dorong air dan udaranya hanya ada empat. Kalau mau pakai, kita bisa tekan sendiri tombol yang ada di salah satu dinding. Area ini beratap, tapi dari sini juga kita bisa lihat kawasan perumahan di sekitar hotel. Selain itu, ada juga sekolah yang jendela kelas-kelasnya satu level dengan area ini. Jadi agak parno mau berendam. Takut diliatin anak-anak sekolah. Oh ya, keesokann harinya saya sempat coba lagi whirlpool, tapi kali ini suhu airnya terlalu panas. Walhasil, nggak jadi deh.

Oh, ya, satu hal yang saya rasa perlu dibenahi oleh Mercure Jakarta Kota adalah lampu yang dipasang di dalam kolam renang. Waktu saya berenang, saya kaget karena lampu itu dalam kondisi lepas, dengan kabel-kabel yang mencuat keluar. Saya yakin sih lampunya pasti dimatikan. Hanya saja, ‘kan ngeri rasanya. Takutnya ada orang iseng nyalakan lampu, pas kebetulan ada yang berenang. Bisa jadi Final Destintation kalo kayak gitu. Semoga sih saat tulisan ini dirilis, lampunya sudah diperbaiki.

IMG_20190209_164831

IMG_20190209_164816

Area ganti pakaian ada di dekat kolam. Untuk area ganti pria, kita harus masuk dulu ke dalam bangunan utama. Posisinya ada di depan gym, di sebelah spa. Di dalam area ganti, ada beberapa shower box dan satu ruang sauna.

Restoran

Mercure Jakarta Kota mempunyai dua restoran yang menawarkan menu yang berbeda. Lokasinya sama sih, satu lantai di atas lantai lobi, tapi di area yang berbeda. Restoran Spice menawarkan menu internasional yang juga jadi tempat tamu menikmati sarapan pagi. Atmosfernya santai dan interiornya juga kontemporer kasual. Kebetulan waktu saya foto-foto, habis ada acara besar di sana dan ini adalah kondisi setelah para staf beres-beres.

IMG_20190210_132708

IMG_20190210_132645

Nggak jauh dari Spice, ada Chiao Tung, Chinese restaurant yang menawarkan dimsum sebagai menu andalannya. Nah, bufet dimsum ini bisa dinikmati setiap akhir pekan dan libur Nasional dari jam 11 siang sampai jam 3 sore. Saya nggak sempat mencoba sih dimsum di sana gimana, tapi menurut Ci Windi, saudara saya yang pernah nyoba makan dimsum di sana, katanya makanannya enak. Bisa jadi opsi sih ini kalau lagi pengen all you can eat dimsum di Jakarta.

IMG_20190209_150201

IMG_20190210_132731

Selain Spice dan Chiao Tung, ada Kirana Cafe di lantai lobi. Lokasinya nggak jauh dari lobi dan area resepsionis. Kafe ini memang nggak besar, tapi atmosfernya sih cukup cozy, terutama untuk sekadar ngobrol sama ngopi bareng temen-temen atau keluarga, atau nonton film. Di Kirana Cafe juga ada tangga menuju Chiao Tung yang berada tepat di atasnya. Sebetulnya, di ujung kafe (masuk ke area lobi) ada grand piano. Hanya saja, kursinya nggak tahu ke mana. Pianonya bisa dibuka, tapi saya mainnya jadi sambil berdiri. Uh πŸ˜•

IMG_20190209_223116

IMG_20190209_223326

IMG_20190209_223313

Fasilitas Lain

Selain kolam renang dan restoran, seperti yang saya sebutkan di atas, Mercure Jakarta Kota juga punya beberapa fasilitas lain, seperti fasilitas MICE, gym, dan spa. Untuk gym-nya sendiri sih saya lihat ukurannya cukup besar dan peralatannya lumayan lengkap.

IMG_20190209_153231

IMG_20190209_153242

IMG_20190209_153302

Gym hotel ini punya view ke area kolam renang. Di hari terakhir kunjungan, saya liat ada beberapa anak remaja yang olahraga di gym, dan setelah itu langsung pada berenang. Ya, olahraganya sebentar sih macem lari di atas treadmill 10 menitan, habis itu ngobrol-ngobrol, dan langsung pada berenang ceria di kolam renang.

Salah satu bagian hotel yang saya suka dan menurut saya jadi claim to fame-nya Mercure Jakarta Kota adalah lobinya. Si grand lobby ini punya kubah stained glass yang cantik dengan desain khas hotel mewah bergaya kontemporer di tahun 90an. Dari tengah kubah, ada lampu besar yang bergantung. Waktu berkunjung, saat itu masih suasana imlek. Lampion-lampion kertas yang dinyalakan di malam hari membuat area lobi tampak lebih cantik.

IMG_20190210_133503

IMG_20190209_223131

IMG_20190209_150119

IMG_20190209_150136

IMG_20190209_150156

IMG_20190209_150024

Oh ya, satu lagi. Ada empat lift utama di hotel ini untuk tamu (seinget saya empat, apa enam ya?). Dua lift yang posisinya paling ujung ternyata lift panoramik. Pemandangan dari lift bagus banget buat dilihat, terutama ketika lift mulai naik.

IMG_20190209_150703
View dari lift ke arah selatan

Lokasi

Sekarang kita bicara soal lokasi. Berdiri megah di Jalan Hayam Wuruk, Mercure Jakarta Kota memberikan kemudahan untuk mengakses berbagai tempat di kawasan Glodok. Dari hotel, Pantjoran Tea House, salah satu kedai teh favorit saya bisa dicapai dengan berkendara sekitar 5 menitan. LTC Glodok, Harco, dan Plaza Glodok juga nggak jauh dari hotel kok. Kalau mau pergi ke kawasan Thamrin, bisa pakai bis Transjakarta. Haltenya? Ada di seberang hotel, di atas Sungai Batang Hari. Kita tinggal naik jembatan penyeberangan aja menuju halte.

Untuk kondisi lalu lintas sendiri, area di depan hotel sih nggak begitu macet. Hanya saja, memang macetnya di titik-titik kayak depan Glodok Plaza dan LTC. Selebihnya sih menurut saya lancar-lancar aja. Dari Stasiun Gambir, Mercure Jakarta Kota berjarak sekitar 15 menit dengan kendaraan roda empat. Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, kita bisa berkendara selama sekitar 30 menit lewat tol bandara dan turun menjelang Kota Tua biar lebih cepat.

Kesimpulan

Mercure Jakarta KotaΒ memang bukan properti baru. Dari fasad dan interiornya, kita bisa lihat kalau hotel ini merupakan hotel senior, tapi pesonanya masih tetap bisa kita rasakan kok. Dari segi fasilitas pun, saya rasa hotel ini punya cukup lengkap: kolam renang, gym, spa, meeting/function room, sauna, restoran, dan kafe. Beberapa fasilitas memang perlu dibenahi, tetapi secara umum sih semuanya in a decent condition.

Dari aspek interior, furnitur di kamar bisa dibilang dated. Kontemporer memang, tapi ya kontemporer pada masanya. Kalau dibandingkan dengan furnitur sekarang, wajar ketika dibilang agak kuno, tapi setidaknya semuanya masih berfungsi dengan baik dan terawat. Dengan luas 35 meter persegi, kamar Deluxe sudah bisa dibilang besar. Seperti yang saya bilang, bahkan buat poco-poco sama 2 orang pun cukup. Bay window yang ada di kamar juga jadi daya tarik tersendiri. Untuk kamar mandi, memang kurang elegan kalau bicara dari segi desain, tapi setidaknya fasilitasnya lengkap.

Lokasi hotel sendiri sangat strategis. Ke mana-mana dekat. Ada banyak restoran dan toko di sepanjang jalan Hayam Wuruk-Gajah Mada. Mal juga ada. Yang penting lagi adalah, posisi hotel ini berada berseberangan sama halte busway Transjakarta yang memudahkan tamu untuk pergi ke mana-mana.

Dengan rate mulai dari 600 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), Mercure Jakarta KotaΒ menawarkan ketenangan dan old charm di tengah ingar bingarnya kawasan Hayam Wuruk. Kalau kamu bukan tipe orang yang finicky dengan desain yang agak dated, hotel ini bisa jadi pilihan akomodasi yang terjangkau di lokasi yang strategis.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasi hotel cukup strategis. Di seberang hotel, ada halte busway Transjakarta. Jadi, gampang kalau mau pergi ke mana-mana.
  • Ukuran kamarnya besar. Tipe Deluxe punya luas 35 meter persegi. Tipe Superior punya luas 29 meter persegi. Untuk ukuran hotel “senior” dan bintang empat, tipe kamar terkecil yang berukuran 29 meter persegi itu udah lumayan banget. Tipe kamar yang saya tempati malahan punya jarak yang cukup besar antara ujung tempat tidur dan TV stand.
  • Fasilitas umumnya lengkap: kolam renang, gym, sauna, spa, fasilitas MICE, dan lain-lain.
  • Rate-nya terjangkau. Di kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada, Mercure Jakarta Kota merupakan salah satu akomodasi bintang empat yang cukup terjangkau.
  • Stafnya ramah. Ditambah lagi, kerajinan tangan dari handuknya cantik banget.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Beberapa aspek di kamar perlu dibenahi, seperti pintu atau kamar mandi. Saya rasa desain kamar mandi perlu diganti biar tampak lebih elegan.
  • Lampu di dalam kolam renang perlu diganti. Ngeri banget kabel-kabelnya sampai mencuat ke luar. Semoga sih sudah diperbaiki ketika tulisan ini diunggah.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😢
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°