Tag Archives: hotel budget

Review: RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2

Di Bandung, saya sering banget nemu properti-properti RedDoorz. Di setiap kawasan, setidaknya ada satu properti RedDoorz. Bahkan, di deket kompleks rumah saya pun ada satu properti mereka. Secara pribadi, saya memang jarang menginap di properti mereka, tapi kali ini saya berkesempatan buat melewati satu malam di salah satu properti RedDoorz yang lokasinya dekat banget sama Universitas Kristen Maranatha di Bandung. Kalau mau ke kampus, beneran bisa lewat pintu belakang! Lha wong saya aja makan siang di kampus sebelum check-in. He he he.

IMG_20190816_142003

RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 berlokasi di Jalan Sukamekar III No. 20, Bandung. Lokasinya persis bersebelahan dengan pintu belakang Universitas Kristen Maranatha. Gate ini dipakai buat akses motor atau pejalan kaki. Karena bangunannya homy banget, dulu saya mengira kalau properti ini semacam kost ekslusif. Fasadnya tampil cantik dengan dinding bata ekspos dan halaman depan yang cukup luas.Β Sebenarnya, properti bintang tiga ini punya namanya sendiri, yaitu Sekar Arum Butik Guesthouse, tapi karena listing yang lebih populer di Google adalah RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2, jadilah entri itu yang lebih sering muncul.

Ada 11 kamar yang ditawarkan di guest house mungil ini, tapi jangan salah! Walaupun kelihatannya kecil, kamar-kamarnya ternyata cukup luas. Desain interior menjadi daya tarik guest house ini, terutama dengan sentuhan tradisional Jawa dan permainan warna-warna earthy yang bikin nyaman saat menginap. Tipe kamarnya hanya satu dan dibedakan oleh penggunaan tempat tidur saja (double/twin). Untuk fasilitas sendiri, harus saya bilang nggak ada banyak pilihan selain public spaces dan ruang makan.

Nah, ulasan ini spesial karena saya kerja sama dengan pihakΒ RedDoorz. Di akhir ulasan juga ada kode promo yang bisa kalian pakai saat ingin melakukan pemesanan melalui aplikasi atau situs web RedDoorz. Ulasan lengkap dan kode promonya ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Saat check-in diΒ RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2, resepsionis yang bertugas menawarkan saya kamar yang mau dipilih. Karena kamar-kamar double bed tinggal di lantai bawah, akhirnya pilihan saya jatuh ke kamar nomor 1 yang posisinya tepat di samping area resepsionis (sebetulnya kamar ini disarankan karena sinyal WiFi-nya lebih kencang). Meskipun hanya punya satu tipe, ukuran kamar yang tersedia ternyata beda-beda, meskipun perbedaannya nggak begitu signifikan. Ketika saya cross-check ke Agoda, ukuran kamarnya berkisar antara 18-20 meter persegi. Saya rasa kamar saya luasnya 20 meter persegi karena cukup luas.

Interior kamar tampak hangat dengan dinding bata ekspos di salah satu sisi ruangan. Ada satu jendela kecil yang menghadap ke arah taman depan. Furnitur-furnitur kayu bergaya tradisional Jawa mendominasi ruangan. Salah satu furnitur yang menarik perhatian saya adalah cermin antik yang punya pengait pakaian. Dulu, cermin seperti ini ada di rumah nenek saya. Kesan homyΒ langsung terasa di kamar, terutama dengan pencahayaan warna hangat dan penggunaan warna-warna earthy. Atsmofer tradisional Jawa juga tercermin dari lukisan wayang dan penggunaan kain batik.

IMG_20190816_135149

IMG_20190816_135448

IMG_20190816_135522

Fasilitas kamar mencakup televisi, AC, koneksi WiFi. Air minum dan gelas juga tersedia di kamar. Yang saya sayangkan adalah di kamar nggak ada lemari pakaian. Kalau sebatas gantungan pakaian sih ada, tapi lemari sayangnya tidak ada. Selain itu, televisi yang dipakai juga televisi tabung. Memang membangun kesan nostalgic sih, tapi layarnya kecil dan suka berisik di bagian belakang tabungnya.

Oh ya, di kamar juga ada meja belajar yang merangkap sebagai vanity table. Sayangnya di dekat meja belajar nggak ada stopkontak. Ada sebetulnya, tapi terpakai untuk televisi. Akhirnya, saya terpaksa pakai counter table di dekat kamar mandi karena ada stopkontak kosong di sana. Mungkin kalau di kamar lain, posisi stopkontaknya lebih dekat dengan meja kerja.

IMG_20190816_135549

IMG_20190816_135326

IMG_20190816_141744

Satu lagi, karena konsepnya guest house dengan pintu kamar yang masih pakai kunci biasa, kamar nggak kedap suara. Ketika ada orang lain ngobrol di luar, suaranya pasti kedengaran ke kamar. Kebetulan posisi kamar saya juga ada di bawah kamar di lantai 2, perpindahan furnitur di kamar lantai atas kedengaran. Mungkin buat yang finicky dengan hal seperti ini akan merasa terganggu. Oh ya, tepat di depan kamar saya ada tea/coffee station. Kalau mau bikin teh, saya hanya perlu keluar kamar dan bisa langsung seduh teh atau kopi buat dinikmati di kamar. Teh, kopi, dan coffee maker tidak tersedia di kamar. Jadi, kita harus bikin kopi ya di luar kamar. Kayak tidur di rumah sendiri.

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, desainnya terasa natural melalui penggunaan batu-batu alam di dinding dan lantai. Area shower dipisahkan dari kloset. Untuk air panas, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2Β menggunakan alat pemanas air rumahan (yang biasa dipasang di kamar mandi) sehingga volume air panas yang tersedia akan bergantung kepada air yang tersisa di tabung pemanas (dan buat manasin airnya pun cukup lama). Di sisi lain, ini ngingetin buat nggak buang-buang air sih.

Alat mandi sudah disediakan oleh RedDoorz. Ada sikat dan pasta gigi, sabun, sampo, sisir, dan handuk. Sebagai gantungan handuk, ada semacam tongkat kayu panjang yang diletakkan di dekat wastafel. Nuansa alaminya kerasa cukup kental di sini. Saya juga suka dengan penggunaan glass block sebagai akses masuk cahaya matahari dari luar. Oh ya, saya harus ingatkan ini. Kalau menginap di kamar nomor 1, siap-siap dengan split level di kamar mandi. Saya berapa kali kaget ketika masuk kamar mandi karena ada tiga split level di sini. Intinya sih watch your step.

IMG_20190816_135613

IMG_20190816_135628

IMG_20190816_141635

Fasilitas Umum

Bicara soal fasilitas, memang nggak banyak yang ditawarkan oleh RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 atau Sekar Arum Boutique Guesthouse. Ada banyak ruang publik yang bisa dimanfaatkan untuk ngobrol atau bersantai. Di dekat resepsionis pun ada ruang keluarga dengan televisi. Di dekatnya ada meja makan untuk enam orang. Layout furnitur dan interiornya homy banget. Beneran, rasanya kayak tinggal di rumah sendiri. Ada juga dapur, tapi saya nggak ke sana karena ketika saya intip, staf guest house pada diamnya di sana. BreakfastΒ disajikan di ruang makan, tetapi ketika tamu sedang banyak, saya rasa tamu bisa makan di ruang keluarga sambil nonton televisi, atau mungkin di teras depan. Ya, beneran deh rasanya kayak tinggal di rumah sendiri! Nyaman dan hangat!

IMG_20190816_142146

IMG_20190816_142049

IMG_20190816_142033

IMG_20190816_142317

IMG_20190816_142211

Di sisi timur ruang keluarga, ada koridor menuju kamar-kamar lainnya di lantai satu. Di depan koridor ini juga ada satu set meja dan kursi kopi bergaya antik, serta kolam ikan yang menjadi elemen air di ruang publik ini. Tangga menuju lantai dua berada tepat di depan kamar saya.

Melangkah keluar bangunan utamaΒ guesthouse, ada halaman depan yang cukup luas dan digunakan sebagai area parkir tamu. Ada ayunan di ujung teras, dan di dekatnya, ada kandang ayam hias. Staf guest house bilang bahwa pemilik memang pelihara ayam hias yang sengaja dibiarkan berkeliaran dan, uniknya, nggak kabur ke luar pagar! Oh ya, ayam-ayam ini juga kelihatannya jinak. Waktu saya dekati, dia nggak mencoba ngejar atau patuk. Such gentle chickens.

IMG_20190816_141833

IMG_20190816_141925

IMG_20190816_142003

IMG_20190816_142250

Beralih ke lantai dua, dari segi suasana nggak jauh beda dengan atmosfer di lantai satu. Furnitur-furnitur kayu antik mewarnai sudut-sudut ruangan. Ada juga tanaman hias yang bikin ruang publik terasa ijo royo-royo, dan tentunya masih dengan dinding bata ekspos yang membangun suasana hangat dan homy.

IMG_20190816_142449

IMG_20190816_142435

IMG_20190816_142518

IMG_20190816_142559

Untuk properti bintang tiga, minimnya fasilitas umum memang jadi sesuatu yang disayangkan. Informasi kelas hotel ini saya dapatkan dari halaman Tripadvisor-nya Sekar Arum Guesthouse dan halaman Agoda-nya RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2. Namun, kembali lagi sih. Dengan konsep guesthouse, saya rasa keterbatasan fasilitas mungkin terbayar oleh kenyamanan menginap dan desain interior yang Insta-worthy,Β nostalgic dan nyaman.

Lokasi

Berada di lingkungan kampus, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 dikelilingi banyak banget tempat makan mahasiswa. Di depan properti sendiri ada beberapa warung makan yang bisa dikunjungi sebagai opsi makan murah. Jalan kaki sekitar 5 menit, kita sudah sampai di Jalan Surya Sumantri yang menawarkan lebih banyak tempat makan dan kafe.

Kalau dari Gerbang Tol Pasteur sendiri, properti ini berjarak sekitar 5 menit dengan kendaraan roda empat (ambil aja jalur keluar di sisi kiri jalan utama sebelum perempatan). Berada di jalan pemukiman warga, guest house ini kadang dikira kost eksklusif atau rumah biasa. Saran saya sih kalau ingin bepergian pakai GO-Jek atau Grab, patokannya adalah pintu belakang Maranatha. Posisi guest houseΒ berada di samping pintu belakang Maranatha. Saya aja makan siang di food court kampus jadinya. Oh ya, meskipun ada di lingkungan mahasiswa, ketika saya menginap saya nggak terganggu dengan suara bising. Pas siang sih ada lah sekelebat suara para mahasiswa pulang kampus, tapi di malam hari sih tenang-tenang aja lingkungannya.

Kesimpulan

Hidden gem. Jujur saya pun kaget karena ternyata ada properti unik di dekat kampus. Betul-betul dekat karena saya keluar lewat pintu belakang kampus, jalan sedikit ke barat, eh udah sampai di guest house. Dengan interior bergaya Jawa tradisional dan sentuhan natural, serta penggunaan warna-warna earthy, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 menawarkan pengalaman menginap yang nostalgic, seperti ketika menginap di rumah nenek.

Ukuran kamar terbilang luas, terutama ketika menginap sendiri. Hanya saja, beberapa fasilitas kamar perlu di-upgrade atau ditambahkan (mis. TV tabung jadi LED TV). Terminal listrik juga bisa disediakan di kamar karena nggak ada stopkontak di dekat meja kerja. Kalau split level di kamar mandi, ya mau gimana lagi karena sudah bagian dari struktur bangunan sih. Selain itu, properti ini juga memang nggak punya banyak fasilitas umum, dan ini saya rasa cukup disayangkan berhubung guest house ini menyandang bintang tiga.

Selebihnya sih, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 menawarkan akomodasi yang terjangkau, cantik, dan strategis. Dengan rate mulai dari 270 ribuan per malam (berdasarkan rate menginap kemarin), kita sudah bisa menginap dengan nyaman dan menikmati suasana yang homy. Bagi penyuka interior bergaya Jawa tradisional, properti ini layak untuk dipertimbangkan.

 

ADA HADIAH DARI A BOY IN A HOTEL ROOM!

Seperti yang saya bilang di paragraf pembuka, saya ada hadiah nih buat kalian yang mau nginap di properti-properti RedDoorz! Jangan takut bokek lagi! Kalau kalian melakukan reservasi melalui situs web dan aplikasi resmi RedDoorz, kalian bisa masukkan kode promo buat dapatkan diskon menarik! Nah, RedDoorz kerja sama nih dengan A Boy in a Hotel Room buat ngasih kode promo ini:

HEYBOY

Dengan promo ini, kalian bisa dapatkan diskon 25%Β untuk semua properti RedDoorz di Indonesia. YA! DISKON 25% LOH! Mau nginap di properti RedDoorz di Yogyakarta? Pake aja kode promo ini! Di Jakarta? Pake juga lah! ‘Kan berlaku untuk semua properti RedDoorz di Indonesia. Ketentuannya saya jelaskan di poin-poin berikut:

  • Promo berlaku untuk semua properti RedDoorz di Indonesia (termasuk properti Plus dan Premium). Buat properti RedDoorz di luar negeri kayak Vietnam dan Singapura, maaf nih belum bisa 😞 (doakan semoga ada lagi ya kerja sama buat kode promo yang bisa dipakai di luar negeri)
  • Promo ini berlaku untuk pemakaian satu kali per satu akun. Jadi, kalau kamu udah pakai kode ini untuk akun kamu, kode ini nggak bisa dipakai untuk yang kedua kalinya, tapi temanmu bisa pakai kok selama dia belum pernah pakai kode ini.
  • Kode promo ini nggak case sensitive. Mau huruf kapital semua atau huruf kecil, bisa dipakai. Asal jangan ngetiknya alay macam “h3YboY” atau “H3YbOy”, apalagi “H3YTaYo”
  • Kode ini setara dengan diskon 25%.
  • Kode ini berlaku hingga Agustus 2020. Nah ‘kan masih banyak waktu nih buat liburan! Santuy lah.
  • Kode hanya bisa dipakai untuk reservasi melalui situs web dan aplikasi resmi RedDoorz. Pemesanan via OTA nggak bisa pakai kode ini.

 

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasinya strategis. Dari Gerbang Tol Pasteur sih sekitar 5 menit dengan kendaraan roda empat. Di sekitar properti juga banyak warung makan, restoran, dan semacamnya.
  • Desain interiornya memikat banget, terutama buat yang suka interior bergaya Jawa tradisional. Atmosfernya pun hangat, rasanya kayak nginap di rumah nenek.
  • Rate-nya terjangkau, sekitar 270 ribu per malam.
  • Karena konsepnya guest house dan public space-nya pun homy, RedDoorz Plus near Exit Toll Pasteur 2 cocok banget buat yang ingin pesan banyak kamar untuk liburan keluarga. Waktu saya check-out, ada orang yang datang dan nanya-nanya untuk pesan beberapa kamar untuk keperluan acara keluarga.
  • Ada ayam hias πŸ“πŸ£

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Untuk akomodasi bintang tiga, fasilitas umum yang tersedia dirasa sangat terbatas.
  • Beberapa fasilitas kamar perlu di-upgrade.
  • Dengan konsep guest house, mungkin ekspektasinya perlu diturunkan kalau mencari kamar yang kedap suara. Saya juga lupa bilang bahwa meskipun aksesnya 24 jam, pulang malam nggak sebebas yang dibayangkan. Memang sih ada satpam yang bertugas, tetapi ya… Bayangkan aja deh nginep di rumah nenek dan pulang malem, lalu harus pencet bel dan terpaksa ngebangunin orang yang lagi istirahat.

 

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😢βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Ά
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩βšͺ️
Harga: πŸ’°

 

Review: Erian Hotel Jakarta

Bulan Mei kemarin ini, saya ke Jakarta untuk urus perpanjangan paspor. Sayangnya, paspor saya nggak bisa diproses karena kurang satu berkas. Satu doang, loh! Padahal, saya udah jauh-jauh datang dari Bandung. Selain itu, saya juga udah baca persyaratan perpanjangan paspor apa saja dan persiapkan semuanya. Ternyata, hanya karena saya bukan pemegang KTP Jakarta, saya harus melampirkan surat domisili atau surat keterangan bahwa saya tinggal di Jakarta. Duh, repot ya.

Ketika ke Jakarta itu, saya nginap selama dua malam di salah satu hotel yang ada di Jalan Wahid Hasyim. Selain lokasinya yang strategis karena dekat ke Stasiun Gambir dan Bundaran HI, kawasan ini terkenal dengan deretan hotel, restoran, dan kafe yang beragam. Jalan Wahid Hasyim juga dekat sama Jalan Jaksa yang terkenal sebagai salah satu destinasi wisata murah, terutama buat para turis asing.

Awalnya, saya mikir untuk cari hotel di kawasan Hayam Wuruk-Gajah Mada, tapi berhubung ketika terakhir ke Jakarta, properti yang saya kunjungi bertempat di kawasan itu, saya pikir perlu cari lokasi lain buat ganti suasana. Akhirnya, pilihan saya jatuh ke properti ini.

erian-hotel
Fasad Erian Hotel Jakarta. Foto milik pihak manajemen hotel.

Erian Hotel Jakarta adalah akomodasi bintang 3 yang bertempat di Jalan Wahid Hasyim no. 45, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kawasan Jalan Wahid Hasyim ini cukup terkenal di kalangan wisatawan yang berlibur di Jakarta karena banyaknya pilihan hotel, restoran, dan kafe yang beragam. Kawasan ini juga dekat dengan Jalan Agus Salim yang jadi surganya para foodie. Alasan saya pilih hotel ini adalah karena lokasinya dekat dari Stasiun Gambir dan pusat kota, serta kawasan di sekitar hotel cukup hidup di malam hari. Jadi, gampang deh intinya kalau tengah malam lapar dan perlu cari makanan.

Ada 71 kamar di Erian Hotel yang terbagi ke dalam 4 tipe, yaitu Superior, Deluxe, Premiere, dan Family. Ukuran kamarnya mulai dari 15 meter persegi untuk tipe paling kecil (Superior) sampai 33 meter persegi untuk tipe terbesar (Family). Nah, untuk tipe Superior sendiri, ada satu single bed sehingga hanya bisa mengakomodasi satu tamu. Tipe-tipe lainnya bisa mengakomodasi 2-3 tamu (atau 4 mungkin kalau kepepet). Hotel ini punya satu restoran/kedai kopi di lantai 2 dan 4 pilihan ruang rapat dengan opsi terbesar dapat menampung maksimal 120 orang. Berdasarkan info dari website resminya, Erian Hotel JakartaΒ sedang mempersiapkan rooftop bar dan waktu saya berkunjung Mei kemarin ini, rooftop bar-nya memang belum siap. Semoga aja saat tulisan ini diunggah, rooftop bar-nya sudah buka.

Waktu menginap di sana, saya pesan kamar Deluxe Twin. Reservasi saya nggak mencakup sarapan karena dipikir-pikir lagi juga, saya bakalan bangun siang dan mungkin terlalu males ke restoran. Sampai saat artikel ini ditulis, hotel ini menyandang skor 9,0 dari 10,0 di Agoda, dan 9.2 di Booking.com. Kunjungan saya kemarin sekalian membuktikan apa yang membuat properti ini bisa dapat skor tinggi seperti itu. Ulasan lengkapnya seperti biasa ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Salah satu hal yang saya suka ketika nge-review hotel adalah bahas desainnya. Kamar Deluxe saya punya interior bergaya modern kontemporer. Desain seperti ini sebetulnya bukan hal yang asing di hotel-hotel bintang tiga atau hotel budget, tapi menurut saya, apa yang ditawarkan Erian Hotel cukup berbeda dari hotel-hotel lainnya dan nggak terkesan cookie-cutter.

Dengan luas 18 meter persegi, space yang ada sebetulnya terbatas, tetapi untungnya nggak sampai terasa sempit atau bahkan claustrophobic. Interior kamar didominasi palet warna hangat, dengan headboard dan panel dinding berwarna cokelat bergaya minimalis. Flooring lantai menggunakan ubin persegi panjang berwarna abu-abu tua yang dipasang dalam pola running bonds, seperti pola pemasangan bata untuk tembok. Penggunaan ubin ini bikin kamar tampak lebih unik dan memberikan semacam sentuhan Industrial. Ada satu jendela berbentuk tinggi ramping yang menghadap ke arah timur. View dari jendela sendiri sebetulnya nggak menarik karena tepat di samping bangunan hotel sedang ada konstruksi bangunan.

IMG_20190510_172715

IMG_20190510_172721

Furnitur yang digunakan bergaya kontemporer semi-IKEA-ish kalau pake bahasa saya sih. Walaupun dari segi desain sendiri nggak begitu wah, palet warna furnitur senada dengan panel dinding dan lantai. Kamar saya dilengkapi dua twin bedΒ yang cukup luas kalau untuk tidur sendiri. Di kamar ada cukup banyak stopkontak. Jadi, nggak perlu rebutan ketika nginep bareng temen. Televisinya memang nggak begitu besar, tapi pilihan kanalnya cukup banyak. Koneksi internet hotel juga terbilang cepat.

Karena keterbatasan ruang, wastafel ditempatkan di dekat area utama kamar. Penempatannya mirip dengan penempatan wastafel di Ibis Budget Asia Afrika Bandung. Hanya saja, menurut saya si wastafel ini jaraknya terlalu dekat dengan tempat tidur. Kalau yang pakai wastafelnya apik sih, mungkin air nggak akan sampai tumpah ke sana ke mari, tapi waktu saya di sana pun, sebesar apa pun usaha saya supaya air nggak sampai ke sana ke mari, tetap aja ke luar dari bathroom sink. Untungnya memang nggak ada kejadian air atau sabun sampai tumpah ke atas kasur, tetapi ya tetap aja sih ada rasa waswas.

IMG_20190510_172735

IMG_20190510_172753

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, area shower dan klosetnya dipisah. Lagi, konsep seperti ini mirip dengan konsep kamar mandi di Ibis Budget Asia Afrika (dan mungkin beberapa hotel budget semacamnya). Namun, ada satu hal yang saya suka dari area shower di Erian Hotel ini. Dari segi ruang, shower box-nya terasa lebih luas dan dia punya rainshower. Yay!Β Ini yang saya suka!

Area shower dibatasi dinding kaca buram. Buat sebagian orang yang ngerasa nggak nyaman dengan konsep kamar mandi semiterbuka seperti ini, kayaknya nggak akan nyaman saat mandi, terutama saat nginap bareng teman, meskipun kaca yang digunakan adalah kaca buram. Mungkin ada rasa awkward atau semacamnya. Pintu area shower memang rapat, tetapi setelah beres mandi dan pintu dibuka, air yang nempel di pintu pada akhirnya tetap turun ke lantai di depan wastafel setelah pintu dibuka dan area wastafel pun tetap becek. Kalau kurang suka dengan rainshower, ada shower tangan yang bisa dipakai buat tembakkan air ke bahu dan leher. Pijat gratis!

IMG_20190510_172826

Untuk kloset, ada kubikel kecil di dekat pintu masuk. Kubikel ini ukurannya sempit dan dibatasi pintu kaca buram. Sebetulnya, penggunaan pintu kaca sendiri bisa memberikan kesan yang lebih lapang dan menghilangkan efek claustrophobic. Sayangnya, interior kubikel ini menggunakan palet warna gelap sehingga tetap aja sih kubikel kloset ini terkesan gelap dan sempit. Selain itu, jarak dari lutut ke pintu saat duduk di atas kloset pun nggak begitu jauh. Buat saya secara pribadi, buang air di kubikel sempit itu kurang nyaman.

IMG_20190510_173028

Fasilitas Umum

Mengenai fasilitas umum sendiri, Erian Hotel memang nggak menawarkan opsi yang beragam, tapi setidaknya fasilitas bersantap tetap hadir di hotel ini. Satu lantai di atas lobi, ada restoran hotel yang juga berfungsi sebagai kedai kopi. Nah, menurut resepsionis, kafe ini buka 24 jam. Jadi, cocok lah buat nongkrong malem-malem atau kalau tiba-tiba tengah malam lapar pengen ngemil.

IMG_20190511_113223

IMG_20190511_113143

 

Area restoran/kedai kopi ini cukup luas. Ada seating area di balkon dengan view Jalan Wahid Hasyim. Area ini cukup panas kalau siang-siang dan enaknya sih ditempati di malam hari. View dari balkon juga kalau malam-malam lumayan bagus soalnya. Rencananya sih, Erian Hotel Jakarta mau punya rooftop bar. Sayangnya, waktu saya menginap, barnya masih dalam proses persiapan. Semoga aja barnya segera dibuka.

Selain restoran dan kedai kopi, hotel ini juga punya beberapa pilihan ruang rapat. Mengingat lokasinya di kawasan Jakarta Pusat, Erian Hotel merupakan pilihan hotel yang cukup mumpuni untuk kalangan pebisnis. Oh ya, hotel ini juga menawarkan layanan drop off gratis ke beberapa tempat di sekitar hotel, termasuk Grand Indonesia dan Stasiun BNI City kalau tamu melakukan reservasi secara langsung dari situs web resmi hotel.

Kalau seneng bersepeda, hotel ini juga menawarkan penyewaan sepeda gratis. Tamu bisa pinjam sepeda (dengan keranjang kayu) buat keliling-keliling kawasan Wahid Hasyim dan sekitarnya. Di hari Minggu, kalau mau tamu juga bisa bersepeda ke kawasan Thamrin sambil menikmati momen car free day. Mungkin lain kali kalau saya nginep di sana lagi, saya coba pinjem sepeda deh untuk keliling-keliling.

IMG_20190510_201948

IMG_20190511_113157

Lokasi

Bicara soal lokasi, Erian Hotel berada di tempat yang strategis. Kawasan Jalan Wahid Hasyim ini gudangnya hotel, restoran, dan kafe kece. Selain itu, hotel ini pun dekat dari Jalan Jaksa yang biasanya dikenal sebagai kawasan wisata terjangkau di kalangan turis asing. Jalan lebih jauh sedikit, kita bisa ke Jalan Agus Salim yang jadi surganya para pecinta makanan. Bahkan, dari hotel ke Sarinah pun hanya memakan waktu sekitar 10-15 menit kalau jalan kaki. Menurut saya sih, jarak segini masih terbilang dekat. Nggak tahu sih kalau malas jalan kaki. Yang jelas sih saya pernah jalan kaki dari Starbucks Jakarta Teater ke hotel. Ternyata nggak jauh-jauh amat.

Dari Stasiun Gambir, hotel ini berjarak sekitar 10 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Stasiun Gondangdia, wih jalan kaki 5 menit sih nyampe malahan karena dekat. Dari Stasiun BNI City, Erian Hotel Jakarta bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan roda empat.

Kesimpulan

Sederhana tapi manis. Saya rasa itu frasa yang pas buat menggambarkan hotel ini. Erian Hotel memang nggak menawarkan fasilitas super hebat, tapi untuk kunjungan bisnis atau kunjungan lainnya yang nggak menuntut harus ada ini itu, hotel ini bisa jadi pilihan yang cerdas. Lokasinya strategis dan ukuran kamarnya representatif. Desain kamarnya pun menarik dan nggak memberikan kesan cookie-cutter hotel.

Sayangnya, desain kamar mandi di kamar Deluxe (dan tipe Superior kalau saya lihat dari fotonya) mungkin kurang pas buat orang-orang yang nggak nyaman dengan konsep shower area yang hanya dipisah oleh dinding kaca buram. Selain itu, kubikel toilet juga tetap terasa sempit dan gelap, walaupun sudah pakai pintu kaca dan lampu yang cukup terang. Sebagai solusi, mungkin bisa pesan tipe kamar yang lain dengan desain kamar mandi yang lebih “standar” (tipe Premier, misalnya). Sisi positifnya, ada rainshower di kamar mandi.

Kehadiran restoran/kedai kopi yang buka 24 jam bisa jadi salah satu keunggulan Erian Hotel Jakarta. Kafe-kafe di kawasan Jalan Wahid Hasyim memang nggak selalu buka 24 jam, dan kalau kamu cari tempat yang buka 24 jam selain minimarket, kedai kopi di hotel bisa jadi opsi alternatif yang cocok. Hotel ini juga rencananya akan buka rooftop bar. Semoga saja ketika tulisan ini dirilis (atau sesegera mungkin), rooftop bar-nya sudah buka.

Dengan rate mulai dari 450 ribu rupiah (berdasarkan info dari Tripadvisor), Erian Hotel merupakan pilihan hotel budget yang menghadirkan kenyamanan dalam kesederhanaan. Kalau cari hotel berkualitas dan terjangkau di kawasan Thamrin, hotel ini bisa jadi pilihan yang tepat.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasinya strategis. Kawasan Jalan Wahid Hasyim sendiri punya banyak restoran dan kafe kece. Di dekat hotel juga ada Jalan Jaksa dan Jalan Agus Salim. Kalau pengen menikmati petualangan kuliner, gampang deh pokoknya!
  • Rate-nya terbilang terjangkau.
  • Meskipun tergolong hotel budget, interior kamar mencerminkan desain yang cukup unik, terutama dari penggunaan panel kayu dan ubin warna gelap dengan pemasangan pola running bonds.
  • Ada kedai kopi yang buka 24 jam di hotel. Cocok kalau ingin ngopi sambil ngobrol sampai malam banget.
  • Hotel ini menghadirkan sepeda yang bisa dipinjam secara gratis oleh para tamu. Lumayan lah bersepeda keliling Jakarta (meskipun mungkin panas, gerah, macet, dan polusinya bikin pusing).
  • Ada rainshower di kamar mandi.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Konsep shower area semiterbuka di tipe Superior dan Deluxe mungkin kurang cocok buat orang-orang yang ngerasa nggak nyaman dengan konsep tersebut. Sebetulnya, shower area ini dibatasi oleh dinding kaca buram, tapi tetap aja kan rasanya mungkin awkward.
  • Kubikel toiletnya terasa claustrophobic.
  • Rooftop bar-nya belum siap. Semoga saja sih saat artikel ini dirilis, rooftop bar-nya sudah buka.
  • Wastafel ditempatkan terlalu dekat dengan kasur. Kalau airnya ke mana-mana, bisa basah kena kasur.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Άβšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°

Review: Hotel Citradream Bandung

Niatnya saya mau beresin review ini minggu kemarin, tapi baru sempat lagi nulis sekarang. Selain itu, saya juga berkunjung ke hotel ini udah lama banget, tapi baru bisa buat review-nya sekarang. Intinya sih masih banyak hotel-hotel yang sudah dikunjungi, tapi belum sempat saya tulis review lengkapnya di blog. Kalau di halaman Tripadvisor saya sih udah ada, tapi saya pikir akan lebih lengkap kalau baca review di blog ini.

Saya nginap di sini dua kali sebetulnya, dengan jarak antara kedua kunjungan yang cukup lama (mungkin 8 atau 9 bulan). Kunjungan kedua ini sifatnya bener-bener leisure. Jadi, saya nggak bawa laptop atau beresin kerjaan sama sekali. Posisinya yang strategis memungkinkan saya buat menikmati suasana pagi di pusat kota Bandung dan jadi turis lokal di kota sendiri.

the-facade-of-the-hotel
Hotel Citradream Bandung. Foto milik pihak manajemen.

Hotel Citradream Bandung merupakan akomodasi bintang tiga yang berlokasi di Jalan Pasir Kaliki no. 36-42, Bandung. Berada tidak jauh dari persimpangan Jalan Kebon Kawung dan Jalan Pasir Kaliki, hotel ini gampang ditemukan dan berjarak sekitar 5 menit aja dari Stasiun Bandung dengan kendaraan bermotor.

Hotel berlantai 8 ini punya 76 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe aja: Superior Twin dan Superior King. Jatuhnya pilihan kamar yang tersedia memang itu-itu aja, tapi saya rasa ini mungkin bukan masalah buat orang-orang yang cari akomodasi no-nonsense yang ramah di kantong. Untuk fasilitas sendiri, Hotel Citradream Bandung punya satu restoran dan empat meeting room untuk keperluan bisnis.

Waktu menginap, saya pesan kamar Superior King. Posisi kamar saya berada di bagian barat gedung dengan jendela menghadap ke Jalan Pasir Kaliki. View yang saya dapat dari kamar cukup bagus, meskipun nggak begitu city viewΒ karena yang lebih terlihat itu kawasan pemukiman warga. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Kalau bicara soal desain kamar di Hotel Citradream Bandung, sejujurnya sih saya nggak menemukan sesuatu yang sangat spesial. Interiornya bisa dibilang tipikal interior kamar di akomodasi-akomodasi cookie-cutter: kontemporer dan minimalis. Palet warna putih, abu-abu, dan cokelat butternut mendominasi interior kamar. Colour pop bisa dilihat pada penggunaan warna hijau neon di pintu. Secara pribadi, saya nggak ada keluhan dengan atmosfer kamar atau pemilihan warna interior. Hanya saja, balik lagi ke pernyataan awal saya. Nggak ada sesuatu yang begitu spesial.

Untuk ukuran kamar, saya menemukan informasi yang berbeda dari beberapa sumber. Di Traveloka, dikatakan kalau luas kamar adalah 15 meter persegi. Booking.com menyebutkan bahwa luas kamar adalah 17 meter persegi. Sementara itu, situs resmi hotel mencantumkan ukuran kamar adalah 16,5 meter persegi. Sepertinya bisa dibilang bahwa ukuran kamar berkisar antara 15-17 meter persegi, dan ini mungkin tergantung kepada posisi kamar. Waktu pertama kali menginap di sini, saya dapat kamar di sisi utara gedung. Meskipun view dari jendela nggak begitu bagus dan saya bisa melihat jendela-jendela kamar di hotel tetangga, ukuran kamar terasa lebih luas.

IMG_20190317_151314

IMG_20190317_151353

IMG_20190317_151408

Furnitur kamar bergaya kontemporer dan minimalis. Nggak ada desain ribet-ribet, yang penting fungsional. Bentuk-bentuk yang ditonjolkan dari furnitur yang ada menampilkan sudut-sudut tajam yang membangun nuansa kaku. Untungnya, pencahayaan kamar terasa cukup di malam hari. Jadi, suasana kamar tetap terasa nyaman, meskipun saya nggak bisa bilang hangat juga. Lebih ke arah sejuk sih. Sejuk dan nyaman.

Fasilitas kamar sendiri sangat basic. TV layar datar dan WiFi tetap tersedia di kamar. Dua botol air mineral juga disediakan. Lemari pakaian bentuknya hanya semacam gantungan baju terbuka, tanpa pintu. Untuk electronic safe sendiri ada di bawah lemari pakaian. Sayangnya, di kamar nggak ada tea/coffee maker. Namun, di koridor kamar tersedia galon air untuk para pengunjung. Hanya saja, repot sih menurut saya kalau mau bikin teh atau perlu air panas untuk minum, harus sampai keluar kamar dulu.

IMG_20190317_151421

IMG_20190317_151430

Oh ya, view dari jendela kamar menurut saya sih lumayan bagus. Kalau ngejar city view dengan banyak gedung-gedung tinggi, memang menurut saya sih kurang “kota”, tapi seenggaknya saya bisa lihat suasana jalan raya dengan lebih jelas. Di malam hari, kawasan di sekitar Hotel Citradream Bandung masih hidup, mungkin karena posisinya dekat dari stasiun, nggak jauh dari mal, dan memang ada banyak restoran, kafe, dan minimarket.

IMG_20190317_152009

IMG_20190317_152014

Kamar Mandi

Bicara soal luas, kamar mandi di kamar saya memang nggak begitu besar. Space yang ada terbatas. Area shower-nya nggak begitu besar dan remang karena cahaya lampu terhalang shower curtain. Interior kamar mandi sendiri didominasi ubin persegi panjang berwarna putih yang disusun ala bata untuk memberikan sentuhan Industrial. The trick kinda works, though, hanya mungkin kalau ukuran ubinnya lebih kecil, kesan Industrial-nya terasa lebih kental.

IMG_20190317_151506

IMG_20190317_151454

IMG_20190317_151446

Produk yang disediakan di kamar mandi mencakup sabun, sampo, dan sikat gigi. Nggak ada produk lain di kamar mandi. Hair dryer pun nggak disediakan (tapi mungkin bisa pinjam ke manajemen kalau perlu karena saya sendiri nggak tahu dan nggak perlu pakai pada saat itu). Saya suka dengan keluaran air shower yang cukup kencang dan suhu air yang relatif stabil. Meskipun memang area shower-nya agak remang, tapi saya menikmati pijat bahu gratis dengan air panas dari shower.

Fasilitas Umum

Hotel Citradream Bandung menawarkan dua fasilitas umum bagi para pengunjung: meeting room dan restoran. Untuk restoran sendiri, posisinya berada di lantai dasar, nggak jauh dari lobi dan area resepsionis.

Restoran hotel berbentuk memanjang, dilengkapi furnitur bergaya kontemporer dengan warna-warna neon dan lampu “cangkir” yang sepintas mengingatkan saya sama suasana perpustakaan modern, terutama dengan penempatan meja yang memanjang. Area duduk pengunjung ini meluas sampai ke luar. Biasanya, outdoor seating area ini dipakai para tamu yang ingin merokok karena pengunjung nggak boleh merokok di area makan utama.

IMG_20190317_192642

IMG_20190317_192648

IMG_20190317_192708

Selain restoran, Hotel Citradream Bandung juga memiliki empat ruang rapat yang bisa dipakai untuk keperluan bisnis. Saya nggak sempat main-main ke area sana, tapi kalau lihat dari foto-fotonya di website resmi hotel, ukuran ruang rapatnya memanjang dan nggak begitu lebar, tetapi kondusif sih untuk meeting kecil.

Dari segi fasilitas umum, Hotel Citradream Bandung memang nggak menawarkan banyak pilihan. Selain itu, lahan parkir hotel juga sangat terbatas, terutama untuk mobil. Waktu saya menginap di sana, untungnya saya dapat tempat parkir mobil. Kalau nggak, tamu mungkin perlu parkir di pinggir jalan. Memang ada petugas yang berjaga, tetapi saya sendiri ngerasa nggak tenang kalau harus parkir di pinggir jalan.

Oh ya, ini bukan fasilitas umum hotel sih, tapi saya ingin kasih tahu aja. Biasanya, makanan dan minuman hotel kan terkenal mahal. Nah, di Hotel Citradream Bandung ini, saya rasa pilihan makanan dan minuman yang bisa kita pesan untuk dinikmati di kamar ditawarkan dengan harga yang bisa dibilang terjangkau. Menu minuman sendiri ditawarkan dengan harga mulai dari 10 ribu rupiah. Kalau makanan, yang paling mahal pun dibanderol dengan harga 30 ribu rupiah. Dan yang bikin saya excited lagi adalah, harga yang tertera di menu itu sudah termasuk pajak dan biaya layanan! Pilihan menunya memang nggak begitu banyak, tetapi untuk level makanan hotel sih, harga segitu menurut saya terjangkau.

IMG_20190318_092326

Lokasi

Terlepas dari kurangnya variasi tipe kamar dan fasilitas umum yang tersedia, aspek lokasi jadi salah satu keunggulan Hotel Citradream Bandung. Dari Stasiun Bandung, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit menggunakan kendaraan bermotor. Kalau jalan kaki, kira-kira sekitar 10 menitan sih. Dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15-20 menit, tergantung kondisi lalu lintas.

Untuk urusan makanan, di sekitar hotel ada banyak kafe dan restoran yang buka sampai larut malam. Di seberang hotel pun ada minimarket yang buka 24 jam, cocok buat yang ingin ngemil tengah malam. Kalau ingin belanja, ada Paskal 23 yang bisa ditempuh dengan jalan kaki selama sekitar 10 menit. Ada juga Istana Plaza alias IP yang berjarak sekitar 5 menit dengan kendaraan bermotor. Kalau mau ke IP, bisa pakai angkot dan biasanya ongkosnya 2 ribu.

Kesimpulan

Objectively speaking, tidak banyak yang ditawarkan oleh Hotel Citradream Bandung. Pilihan jenis kamar dan fasilitas umum yang terbatas menandakan bahwa hotel ini memang no-nonsense, in terms of tujuannya: orang datang untuk beristirahat. Meskipun demikian, restoran tetap tersedia dan beberapa ruang rapat hadir di hotel ini untuk menunjang keperluan bisnis tamu.

Desain kamar pun nggak begitu spesial, tipikal cookie-cutter bisa dibilang. Namun, fasilitas dasar tetap tersedia, minus tea/coffee maker. Pihak hotel menyediakan dispenser air panas/dingin di koridor kamar. Hanya saja, saya rasa ribet kalau harus bolak-balik keluar kamar hanya untuk ambil air panas. Luas kamar mandi pun terbatas, seperti halnya produk mandi yang ditawarkan. Meskipun demikian, secara keseluruhan kualitas istirahat saya baik dan fasilitas yang tersedia berfungsi dengan baik.

Dengan rate mulai dari 250 ribuan (berdasarkan info dari Tripadvisor), Hotel Citradream Bandung layak diperhitungkan, terutama untuk para pengunjung yang nggak finicky dengan fasilitas hotel dan hanya perlu tempat buat beristirahat di malam hari. Lokasinya yang sangat strategis dan dekat dari Stasiun Bandung membuat properti ini bisa jadi pilihan cerdas dan terjangkau untuk para wisatawan.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Harganya terjangkau. Dengan lokasi yang strategis, properti ini bisa dibilang salah satu hotel dengan rate yang terjangkau.
  • Lokasinya strategis. Ke mana-mana dekat. Mau ke mal, cukup jalan kaki sekitar 10 menit. Dari Stasiun Bandung, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit dengan kendaraan bermotor. Di sekitar hotel juga banyak restoran dan kafe yang buka sampai tengah malam.
  • Harga menu makanan dan minuman terjangkau, terutama untuk level makanan dan minuman dari hotel.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Pilihan tipe kamar dan fasilitas umum kurang variatif.
  • Area parkir untuk tamu, terutama parkir mobil sangat terbatas. Kalau tempat parkir penuh, ada kemungkinan parkir mobil harus di pinggir jalan.
  • Di kamar tidak ada tea/coffee maker. Kalau perlu air panas, perlu keluar kamar untuk pakai dispenser di koridor kamar. Repot kalau harus bolak-balik begitu.
  • Desain kamarnya tipikal cookie-cutter hotel.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩🀩
Harga: πŸ’°πŸ’°

Review: Serela Waringin Bandung

Di Bandung, Pecinan jadi salah satu kawasan yang secara pribadi saya suka. Bukan karena bias secara etnis ya, tapi karena suasananya. Kalau ditanya Pecinan itu mulainya dari mana, saya sendiri bingung karena daerah Jalan Sudirman itu sebetulnya udah tergolong Pecinan. Masuk lagi ke jalan yang lebih kecil-kecil, kita bisa nemu kelenteng, Chinese restaurant, sampai tempat les bahasa Mandarin.

Secara spesifik, saya senang dengan kawasan Jalan Kelenteng. Biasanya, di luar kelenteng banyak tukang jualan yang menjajakan beragam makanan, dari mulai batagor, pecel lelel, sampai sate. Ada juga penjual bunga sampai burung-burung kecil. Waktu Hari Waisak kemarin ini, saya sengaja ingin menginap di kawasan itu supaya bisa ke kelenteng pagi-paginya untuk lihat-lihat (I’m not a Buddhist by the way). Nggak jauh dari kelenteng, ada satu hotel yang posisinya juga berdekatan dengan objek wisata Chinatown. Akhirnya, saya menginap deh di hotel ini.

sample-about-waringin

Serela Waringin Bandung adalah akomodasi bintang tiga yang berlokasi di Jalan Kelenteng no. 30-33, Bandung. Dari segi eksterior, bangunan hotel tampak cukup noticeable dengan fasad bergaya tropis minimalis dan elemen-elemen natural. Kalau saya ingat-ingat lagi, beberapa properti Kagum Hotels juga menggunakan desain eksterior yang mirip-mirip, seperti Serela Riau dan Serela Merdeka.

Ada 92 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe di Serela Waringin Bandung, Superior dan Deluxe. Untuk unit Superior sendiri tersedia dengan twin bed dan double bed. Sementara kalau pilih Deluxe, semua unit dilengkapi dengan double bed. Dari segi lokasi, hotel ini cocok buat orang-orang yang ingin main ke kawasan Pecinan atau Paskal 23. Jalan Kelenteng sendiri relatif lebih sepi sebetulnya dibandingkan Jalan Kebon Jati dan Jalan Sudirman yang kalau udah macet, duh ampun deh. Bisa dibilang hotel ini semacam jadi oasis di tengah kemacetan kota Bandung.

Untuk fasilitas sendiri, tidak disangka-sangka ternyata hotel yang kelihatannya kecil ini punya fasilitas yang cukup mumpuni. Ada satu ballroom dan 6 ruang rapat, satu restoran, satu lounge, dan kolam renang di Serela Waringin Bandung. Secara pribadi, saya agak kaget karena di hotel ini ada kolam renang. Kalau lihat dari luar, hotel ini keliatannya kecil dan saya juga nggak lihat ada tanda-tanda kolam renang dari luar. Ketika sarapan, saya baru tahu kalau ternyata di samping restoran, ada kolam renang. Ukurannya nggak besar-besar banget memang, tapi cukup lah buat bolak-balik satu lap.

Waktu menginap, saya dapat kamar Superior dengan double bed. Jendela kamar menghadap ke arah utara. Secara keseluruhan, nggak ada kejadian atau pengalaman buruk selama menginap di sana. Bisa dibilang, everything was so smooth. Ulasan lengkapnya ada di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Bicara soal interior kamar, desainnya mengingatkan saya dengan beberapa hotel serupa di kelasnya (atau satu tingkat di atasnya). Interior bergaya kontemporer nan elegan dibalut warna-warna earthy yang bikin ruangan terasa hangat. Dengan luas 15 meter persegi, memang nggak ada banyak ruang kosong di kamar ini. Untungnya, furnitur yang digunakan nggak oversized. Hanya saja, memang perlu diakui bahwa kamar terasa sempit, bahkan di pagi hari ketika ruangan tampak sangat terang dan cahaya matahari banyak masuk ke kamar.

Furniturnya sendiri bergaya kontemporer dengan sedikit sentuhan Hollywood Glam untuk membangun atmosfer mewah. Penggunaan headboard berdesain minimalis dan memanjang menurut saya sangat cerdas karena dengan ruang yang terbatas, berbagai dekorasi yang rumit hanya akan membuat ruangan terasa semakin sempit.

IMG_20190518_164723

IMG_20190518_164744

Fasilitas kamar memang basic, tapi setidaknya memenuhi kebutuhan dasar. Ada teko pemanas air, dua botol air mineral, TV, dan AC. Jaringan WiFi-nya terbilang kenceng. Yang kurang saya suka adalah ketika buka jendela, ternyata di luar ada semacam balkon yang bisa diakses dari satu pintu area service, dan kondisi balkonnya berantakan (ada spanduk ini itu). Saya nggak foto balkonnya memang.

Overall sih, dari segi fasilitas kamar nggak ada yang bermasalah. Lemari pakaiannya memang kecil, tapi setidaknya masih ada ruang untuk simpan baju. Selain itu, karena space yang segini-gininya, saya secara pribadi merasa kalau tipe Superior ini kurang cocok buat keluarga yang bawa anak, apalagi kalau anak-anaknya suka lari-larian dan banyak gerak.

IMG_20190518_164735

IMG_20190518_164752

Kamar Mandi

Kamar mandi unit Superior di Serela Waringin Bandung bisa dibilang kecil. Space yang ada ya segitu-gitunya. Dalam balutan keramik berwarna krem gelap, suasana kamar mandi rasanya agak mengekang, terutama dengan pencahayaan yang minim.

IMG_20190518_164826

IMG_20190518_164844

Penggunaan cermin besar di belakang wastafel dan kloset mungkin jadi salah satu cara menyiasati kecilnya ruang di kamar mandi. Meja wastafel bisa dibilang kecil sehingga kalau mau berbagi kamar dengan orang lain, mungkin bisa rebutan tempat simpan sikat gigi dan sabun pencuci muka. Meskipun demikian, kamar mandi sudah dilengkapi amenities seperti alat mandi dan hair dryer.

Shower area di kamar mandi pun sama terbatasnya dari segi ruang. Hanya ada shower tangan yang bisa dipasang di holder. Untungnya, keluaran air cukup kencang dan enak lah buat pijat bahu. Sayangnya, pengaturan suhu air agak rumit. Air cenderung terlalu panas daripada terlalu dingin. Bahkan setelah keran diputar ke arah air dingin, air masih terasa terlalu panas.

IMG_20190518_164851

Fasilitas Umum
Restoran

Restoran diΒ Serela Waringin Bandung berada di lantai dua bangunan hotel. Bentuknya memanjang, dengan beberapa ruang rapat di sisi selatan ruangan. Di ujung restoran, dekat pintu menuju kolam renang, ada egg station buat yang suka scrambled egg atau sunny side-up. Jendela-jendela besar ada di sisi utara ruangan dan membatasi area kolam renang. Dari segi interior, restoran ini mengusung desain kontemporer yang tampil cantik dalam balutan palet monokromatik.

IMG_20190519_091129

IMG_20190519_091144

IMG_20190519_091214

Di dekat lift, ada area dessert dan minuman. Opsi minumannya cukup variatif, terutama untuk hotel budget/mid-scale.Β Untuk salad sendiri sih standar ya, tapi rasanya tetap enak dan decent. Di area ini juga ada semacam jalan kecil menuju lounge.Β Nah, awalnya saya juga bingung gimana caranya mengakses lounge tersebut karena dari lobi pun nggak ada tangga atau lift menuju lounge tersebut. Saya nggak foto tempatnya sih sayangnya. Kalau aja ada fotonya, mungkin pembaca bisa memahami maksud saya dengan lebih jelas.

Untuk makanan, saya rasa juga nggak ada yang perlu dikritik. Pilihan menu sih standar bufet restoran, tapi rasanya sih enak. Yang saya foto itu ikan dori (atau filet kakap ya? Lupa saya) dengan saus Thailand. Asam manis pedas gitu.

IMG_20190519_091230

IMG_20190519_091254

IMG_20190519_084110

Kolam Renang

Berlokasi di lantai yang sama dengan restoran, kolam renang di Serela Waringin Bandung memang nggak besar. Saya kurang tahu panjangnya berapa, tapi lebarnya sih sekitar 2,5 meter kira-kira. Kedalamannya sendiri kalau nggak salah sih 1,2 meter (atau 1,4 ya?).

IMG_20190519_091312

Area santai di kolam renang punya tempat duduk yang terbatas. Ketika lagi ramai, mungkin kita nggak bisa dapat tempat duduk. Di sini juga nggak ada penjaga kolam jadi kalau bawa anak-anak berenang di sini, pastikan selalu diawasi ya.

Lobi

Area lobi tampil elegan dengan chandelier bergaya modern dan furnitur kontemporer. Ukurannya cukup luas, tetapi kurang kondusif untuk menampung tamu dalam jumlah banyak, terutama tamu-tamu tur. Di kedua sisi pintu utama, ada patung gajah yang menghadap ke arah jendela luar. Area parkir hotel ada di depan lobi dan di belakang. Perlu saya ingatkan kalau tempat parkir di Serela Waringin Bandung ini terbatas. Jadi, ada kemungkinan beberapa tamu ngga bisa dapet tempat parkir ketika okupansi hotel lagi penuh.

IMG_20190519_092053

IMG_20190518_231349

IMG_20190518_231356

Lokasi

Salah satu keunggulan Serela Waringin Bandung adalah lokasinya. Bertempat di Jalan Kelenteng, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit dari objek wisata Chinatown dan Vihara Samudra Bhakti. Kalau mau belanja, tinggal nyeberang ke Paskal 23. Untuk wisata kuliner sendiri, di sekitar hotel ada banyak kaki lima yang menjual beragam makanan, seperti ayam goreng, sate, pecel lele, dan batagor. Perlu belanja camilan? Di sebelah hotel juga ada minimarket.

Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat selama sekitar 10 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, hotel ini berjarak sekitar 30 menit.

Kesimpulan

No nonsense. Menurut saya ini kata yang tepat untuk menggambarkan properti ini. Simpel dan nggak ribet. Dari segi fasilitas, memang Serela Waringin Bandung nggak menawarkan banyak pilihan. Desain interiornya pun nggak aneh-aneh, walaupun aspek elegansi tetap dikedepankan melalui penggunaan furnitur bergaya kontemporer dengan sentuhan Hollywood Glam. Namun, adanya kolam renang untuk properti yang dari depan tampak kecil saja udah jadi semacam kejutan buat saya. Memang benar apa kata pepatah. Don’t judge a book by its cover.

Untuk interior kamar, menurut saya kekurangan yang paling kentara adalah ukurannya. Dengan luas 15 meter persegi, nggak banyak ruang yang ditawarkan di kamar. Untuk keluarga, mungkin baiknya pesan kamar dengan tipe yang lebih besar, tapi kalau datang sendirian sih, saya rasa tipe Superior sudah cukup mumpuni. Ditambah lagi, fasilitas kamar juga cukup lengkap.

Dari aspek lokasi sendiri, ada banyak destinasi yang bisa dicapai dengan berjalan kaki dari hotel. Chinatown dan Vihara Samudra Bhakti bisa dicapai dengan berjalan selama 5 menit aja. Sambil menuju Vihara, kita juga bisa lewati banyak pedagang kaki lima yang menjual beragam makanan, dari mulai camilan ringan seperti batagor sampai makanan berat kayak pecel lele dan sate. Di samping hotel pun, ada minimarket. Intinya kalau urusan perut sih aman.

Dengan rate mulai dari 380 ribu rupiah per malam (berdasarkan website resmi hotel), Serela Waringin Bandung bisa jadi pilihan akomodasi midscale yang terjangkau. Interior kamar pun tampil cantik dalam balutan desain kontemporer dan warna-warna earthy yang membangun atmosfer elegan. Dengan lokasi strategis, harga bersahabat, dan desain yang cantik, Serela Waringin Bandung berhasil menunjukkan bahwa mereka bisa memberikan sedikit kemewahan, dan bukan sebagai menjadi properti cookie-cutter.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasinya strategis. Ke mana-mana dekat. Di sebelah hotel ada minimarket. Di sekitar hotel juga banyak kaki lima yang jual beragam makanan. Pokoknya dijamin aman deh urusan perut!
  • Rate-nya cukup terjangkau untuk properti di kelasnya.
  • Ada kolam renang. Meskipun nggak besar, kehadiran kolam renang di properti ini bisa jadi sarana hiburan yang mengasyikkan buat keluarga.
  • Furnitur bergaya Hollywood Glam membangun atmosfer elegan nan mewah, khas Serela banget.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Ukuran kamar untuk tipe Superior-nya kecil. Kurang terasa lapang. Seandainya desain interiornya jauh lebih intricate, mungkin akan kerasa makin sempit.
  • Beberapa area perlu dirapikan dan dibersihkan.
  • Tempat parkir untuk tamu terbatas. Harus siap-siap nggak dapat tempat parkir kalau okupansi lagi tinggi.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Άβšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°

Review: Harbour Bay Amir Batam

Selama ini kan saya sering bahas hotel-hotel di Bandung atau Jakarta. Desember 2018 kemarin ini ada kerabat yang nikahan di Batam. Saya dan keluarga pun akhirnya ke sana untuk menghadiri pernikahan itu. Nah, sudah ada hotel buat saya dan keluarga yang lokasinya nggak jauh dari wedding venue.

Kunjungan ke hotel ini sebetulnya semacam jadi surprise buat saya karena saya nggak tahu hotelnya apa dan lokasinya di mana sebelumnya. Jadi ketika tiba di hotel dan menginap di sana selama 2 malam, ya lumayan sih buat saya ada hal-hal baru yang both unik and aneh. For the record, saya tegaskan lagi kalau saya nggak cari tahu tentang hotel ini sebelumnya. Secara keseluruhan sih pengalaman menginapnya oke lah, tapi tetap ada cerita-cerita yang asyik buat dibahas.

a957efce1a7c8d78c416abb028300ec0
Fasad Harbour Bay Amir Hotel. Foto milik pihak manajemen.Β 

Harbour Bay Amir Hotel adalah akomodasi yang berlokasi di Jalan Duyung Sel Jodoh, Batu Ampar, Batam. Hotel bintang tiga ini dekat banget dari Harbour Mall Batam dan Harbour Bay Ferry Terminal yang melayani rute Batam-Singapura. Walaupun lokasinya bersebelahan, hotel ini accessible dari mal dengan jalan kaki, tapi nggak kalau bawa mobil. Gate masuknya beda soalnya.

Fasad hotel ini mengingatkan saya sama hotel-hotel mewah di tahun 80 atau 90an dulu. Bangunannya tampak “padat”, dengan dinding berwarna kuning gading. Untuk menuju lobi, kita harus naik ke semacam portico yang juga berfungsi sebagai area drop-only kendaraan. Jalan kakinya lumayan menguras tenaga karena nanjak cukup tinggi.

Ada 125 kamar di Harbour Bay Amir HotelΒ yang terbagi ke dalam lima tipe: Standard, Superior, Executive Business, Junior Suite, dan Amir Suite. Kamar yang saya tempati saat berkunjung adalah kamar Superior (ini hasil upgrade karena ayah saya ingin kita semua dapat kamar yang non-smoking, sementara kamar Standard sebelumnya yang kita dapat merupakan kamar smoking). Fasilitas-fasilitas seperti restoran, lounge, spa, banquet room, dan business center juga tersedia. Di hotel ini juga kita bisa minta antar jemput ke golf course katanya. Hanya saja golf is not my thing dan emang nggak bisa juga sih mainnya. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya bilang sebelumnya, hotel ini mengingatkan saya sama hotel-hotel mewah di tahun 80 atau 90an. Interiornya menurut saya sih bergaya modern yang elegan dan “khas” untuk masanya. Bau kamarnya pun bahkan “khas”. Beberapa orang nggak suka dengan properti lama, tapi kalau saya sih bukan nggak suka. Lebih ke memandangnya sebagai “old charm” karena properti-properti lama seperti ini tuh khas. Selama kualitas layanannya bagus dan kamar tetap terawat sih saya nggak masalah sebetulnya.

Dengan ukuran 28 meter persegi, kamar Superior ini rasanya cukup luas. Nggak salah sih kalau Agoda melabeli kamar ini sebagai “spacious room“. Kamar saya berada di lantai 8 dan view yang saya dapatkan dari kamar adalah view kota. Sebetulnya nggak begitu kelihatan sih, dan justru yang kelihatan adalah hotel dengan bangunan bergaya kapal pesiar yang berada nggak jauh dari kawasan Harbour Bay.

This slideshow requires JavaScript.

Desain interior kamar sendiri mungkin jatuhnya ke arah modern sih, tapi nggak ke klasik. Tipikal contemporary elegance lah, tapi khas di era 80-90an. Keliatan banget ini furnitur-furniturnya masih asli dari jaman dulu belum diganti. Untuk televisi, untungnya sih sudah pakai widescreen TV.Β Nah, AC-nya masih AC jadul tuh, tapi berfungsi kok. Salah satu sisi positifnya adalah, meskipun dated, furnitur di kamar masih berfungsi dengan baik. Jujur, saya suka wall lamp yang ada di kedua sisi tempat tidur.

Di salah satu sudut ruangan ada kursi lengan yang empuk dan floor lamp dengan desain yang mirip sama desain wall lamp. Study area posisinya di samping jendela jadi sambil kerja, kita bisa lihat pemandangan di luar. Hanya saja, jujur sih pemandangannya nggak begitu bagus. Kehalangin mal pula. Tempat tidurnya sendiri ukurannya cukup besar, terutama karena saya sendiri di kamar. Headboard-nya ini ukurannya kecil, berbentuk persegi panjang, dan nggak menyatu sama kasur.

Untuk maintenance kamar sendiri, dari segi furnitur sih memang terjaga. Hanya saja, ada semacam bekas setrika di karpet sisi kiri tempat tidur. Dinding di sisi itu juga keliatan kotor, seolah belum dicat udah lama.Β Oh ya, kunci pintu kamar di Harbour Bay Amir Hotel ini masih pakai kunci manual. Ya, kunci yang beneran kunci, bukan card. Sebetulnya card ada sih, tapi dipakai buat nyalakan listrik kamar. Ini yang bikin saya agak parno sih karena kesannya kalau pakai kunci manual itu less secure, meskipun tetap ada selot tambahan di pintu. Meskipun bising dari luar nggak kedengaran, saya bisa tetap dengar suara-suara ribut dari koridor kamar. Bisa dibilang kamarnya kurang sound-proof.

Kamar Mandi

Khas hotel-hotel lama, kamar mandi di kamar saya punya bathtub dan surprisingly, ukurannya panjang! Kalau untuk kamar mandi, desainnya ke arah modern klasik, tampil mewah dengan dinding dan lantai marmer warna gading dan hijau zamrud. Sayangnya, maintenance-nya kurang baik menurut saya. Di beberapa sudut, dindingnya keliatan kotor.

img_20181214_153151_hht
Kloset dan bathtub
img_20181214_153140
Area wastafel
img_20181214_153010
Kloset dan bathtub

Perlengkapan mandi yang ditawarkan cukup lengkap. Ada sikat dan pasta gigi, sabun, shower cap, dan semacamnya. Oh ya, di kamar mandi ada stiker peringatan tentang air. Jadi di sini, kita diminta untuk menyalakan keran air selama sekitar 1-2 menit untuk mendapatkan air yang lebih bersih. Ketika pertama kali saya buka keran air, yang keluar memang air berwarna kecokelatan dan bau besi. Ini jadi PR besar buat pihak hotel supaya tamu nggak harus menunggu 1-2 menit dan buang-buang air sebelum mandi.

Kehadiran bathtub ini sebetulnya tak disangka-sangka dan saya suka. Berhubung selama di Batam saya banyak pergi ke sana sini dan jalan kaki, berendam di bathtub berisi air panas yang udah ditambahi bath bomb malam-malam itu rasanya menyenangkan. Ukuran bathtub yang panjang dan kedalaman yang pas juga bikin saya bisa selonjoran lega. Memang sih kalau properti-properti lama biasanya masih punya bathtub di kamar mandinya. Beda sama properti-properti baru yang pasang shower sebagai pengganti bathtub, mungkin untuk alasan penghematan ruang dan biaya pembangunan.

Fasilitas Umum

Dari fasilitas-fasilitas yang ada, saya cuman sempat berkunjung ke restoran dan lounge-nya. Sebetulnya, lounge ini bergabung dengan bar, tapi dipisahkan dari restoran pakai railing. Waktu jam sarapan sendiri, banyak tamu yang justru makan di lounge karena kehabisan tempat duduk di restoran.

This slideshow requires JavaScript.

Sebetulnya ada pengalaman enak nggak enak dengan restoran di Harbour Bay Amir Hotel ini. Jadi saya tiba di Batam itu hari Jumat sekitar jam 3 sore. Karena belum sempat makan siang, akhirnya saya dan keluarga makan di restoran hotel ini. Setelah pesan, ternyata makanan kami lama banget datangnya. Kayaknya kami harus nunggu sekitar setengah jam lebih. Minuman sih datang, tapi makanannya yang lama banget, sampai saya coba intip ke dapurnya.

Akhirnya makanan datang juga setelah nunggu lama, dan untungnya makanannya enak. Saya pesan calamari dan itu segar banget cuminya, mungkin karena dekat dengan laut juga. Makanan lainnya juga nggak kalah enak, walaupun nggak sempat difoto. Oh ya, untuk sarapan sendiri menunya nggak bisa dibilang special, tapi decent. Di hari terakhir, saya suka dengan ayam saus Thailand-nya karena pedas manisnya pas.

This slideshow requires JavaScript.

Area lobi dan resepsionis hotel mencerminkan banget atmosfer hotel lawasnya. Untuk resepsionis sendiri sih kelihatannya udah mengalami renovasi, tapi area lift dan lobinya kelihatannya masih sama. Waktu check-in, ada satu resepsionis laki-laki dengan tampilan perlente ke arah flamboyan yang kurang ramah. Macam nggak sabar menghadapi kami yang mau check-in. Untungnya, temannya yang pakai kacamata bisa bersikap jauh lebih ramah sama saya dan keluarga.

Lokasi

Dari segi lokasi, Harbour Bay Amir Hotel ini cocok buat yang perlu bepergian ke Singapura atau destinasi lainnya melalui Harbour Bay Ferry Terminal. Dari hotel, lokasinya mungkin sekitar 2 menit kalau pakai kendaraan. Kalau mau belanja atau nonton, tinggal nyeberang ke Harbour Bay Mall. Malnya sendiri masih sepi sih, tapi udah ada beberapa tenant kayak J.Co dan Starbucks.

Kalau mau belanja sih, saran saya mendingan langsung ke kawasan Nagoya. Dari hotel, jaraknya sekitar 5-10 menitan kalau pakai kendaraan. Oh ya, dari Bandara Internasional Hang Nadim sendiri hotel ini jaraknya sekitar 20 menitan.

Ah jadi ingat! Kalau mau makan seafood, nggak perlu jauh-jauh pergi. Berada di kawasan Harbour Bay Mall, ada restoran yang direkomendasikan sama teman ayah saya. Nama restorannya Wey Wey. Seating area-nya luas. Bahan-bahannya fresh dan menu yang ditawarkan juga enak-enak.Β Rekomendasi saya sih kalau ke sana, jangan lupa pesan Udang Nestum dan Sup Asparagus. Cocok banget dinikmati malam-malam, apalagi dengan view laut dan alunan live music yang asyik.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 250 ribu rupiah (berdasarkan Tripadvisor), Harbour Bay Amir HotelΒ bisa jadi akomodasi terjangkau di kawasan Harbour Bay. Jaraknya sangat dekat dari Harbour Bay Mall dan Harbour Bay Ferry Terminal. Selain itu, di belakang kawasan Harbour Bay juga banyak restoran-restoran seafood yang menawarkan sajian boga bahari yang mantul alias mantap betul! Sayang banget lah kalo ke Batam nggak nyoba.

Dari segi desain sendiri, interiornya mencerminkan atmosfer hotel mewah di era 80 atau 90an. Furnitur-furniturnya memang dated, tapi mostly masih berfungsi dengan baik (bahkan AC-nya pun begitu). Hanya saja, memang pihak hotel masih punya banyak PR yang harus dikerjakan, terutama maintenance kamar. Selain itu, kayaknya akan lebih baik kalau pintu kamar diganti pakai card. Soundproofing juga perlu ditingkatkan supaya istirahat nggak keganggu dengan suara dari koridor kamar.

Namun, hadirnya bathtub di kamar Superior bisa jadi semacam media relaksasi yang pas. Hanya saja, imbauan untuk menyalakan keran selama 1-2 menit supaya bisa mendapatkan air bersih rasanya inconvenient, terutama karena kita perlu menunggu dan jatuhnya jadi buang-buang air.

Secara keseluruhan, Harbour Bay Amir Hotel memberikan pengalaman menginap yang, meskipun nggak sempurna, tapi cukup nyaman. Selama nggak superΒ finicky tentang desain interior atau ketenangan kamar, saya rasa hotel ini bisa jadi opsi akomodasi yang terjangkau.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Rate-nya relatif terjangkau.
  • Tipikal old charm. Desain interiornya menunjukkan banget kalau ini properti lama, meskipun beberapa aspek sudah diperbarui, tapi tetap ada “sisa-sisa” kemewahan yang layak dicoba.
  • Lokasinya dekat dari mal dan terminal feri.
  • Ada bathtub di kamar mandi dan cukup panjang. Untuk rate yang terjangkau, kehadiran bathtub sih jadi luxury affordable rasanya.
  • Ukuran kamarnya luas. 28 meter persegi itu lumayan loh.
  • Hotel ini dekat dari kawasan kuliner Harbour Bay. Jangan lupa ke Wey Wey buat pesta seafood!

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Furniturnya dated. Buat yang finicky soal interior, mungkin ini bisa jadi bahan omelan.
  • Buat dapat air bersih, kita harus nyalakan keran selama 1-2 menit. Ini buang-buang air, dan juga buang waktu.
  • Pelayanan staf masih harus ditingkatkan, terutama dari aspek keramahan dan kecepatan (untuk makanan). By the way, resepsionis yang pakai kacamata sih ramah banget. One plus point for him.
  • Kebersihan kamar harusnya lebih terjaga. Bekas setrika di karpet dan dinding yang kotor harus ditangani.
  • Soundproofing kurang bagus. Suara dari koridor kamar kedengaran. Buat yang gampang keganggu pas tidur, ini pasti ngeselin.
  • Kunci kamar masih pakai kunci manual, bukan card. Kita dikasih card untuk nyalakan listrik kamar saja. Kurang praktis dan lebih berat buat dibawa-bawa.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌βšͺ️βšͺ️ (satu bonus poin buat bathtub-nya)
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Άβšͺ️βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩😢βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°