Tag Archives: bandung hotel

Review: Art Deco Luxury Hotel & Residence Bandung

Lagi-lagi hiatus. Jujur kadang saya sedih ketika sadar bahwa blog ini mulai terbengkalai. Sebenarnya, mau gimana lagi. Tanggung jawab pekerjaan memang nggak bisa dilepas begitu aja. No pain no gain. Nggak kerja, nggak dapet duit. Padahal, utang review masih banyak sebetulnya. Ada beberapa hotel yang sudah dikunjungi dan tinggal diulas. Hanya waktunya saja sih yang belum ada.

But anyway, saya lagi ada waktu luang setelah beresin kerjaan. Nah, momen ini akan saya manfaatin untuk mengulas hotel yang satu ini. Sebetulnya, saya kunjungi hotel ini udah cukup lama, tapi baru sempat sekarang nih nulis review-nya. Ada cerita unik sebetulnya tentang hotel ini. Jadi, waktu itu saya lagi iseng-iseng cek Agoda. As usual, saya sering iseng cek Agoda, Traveloka, Marriott Bonvoy, IHG, dan situs-situs booking lainnya dengan harapan dapet diskon atau deal asyik. Nah, waktu lagi cek, tiba-tiba hotel ini muncul di list. Yang bikin saya excited adalah diskonnya cukup menarik. Di Agoda sendiri, rate hotel ini cukup tinggi. Karena diskonnya cukup besar dan reservasinya sudah mencakup breakfast, akhirnya saya putuskan buat book hotel ini sekalian review.

Screen Shot 2019-12-04 at 10.57.04 PM
Fasad Art Deco Luxury & Residence Bandung. Foto milik pihak manajemen hotel.

Art Deco Luxury & Residence Bandung berlokasi di Jl. Rancabentang No. 2, Bandung. Dari segi lokasi, hotel ini dekat banget dengan Universitas Katolik Parahyangan. Namun, yang jadi fokus saya sebetulnya bukan jaraknya dari kawasan UNPAR, tapi lingkungannya yang asri dan rimbun. Menurut saya secara pribadi sih Art Deco Luxury ini salah satu hotel di Bandung yang menawarkan view alam terbaik, tapi juga akses yang lebih dekat ke pusat kota. Karena dikelilingi banyak pepohonan, gedungnya yang bergaya modern klasik ini tampak mencolok, apalagi dengan tinggi 9 lantai dan dominasi warna putih.

Ada 65 kamar di hotel ini. Mengusung nama “art deco”, ekspektasi saya sebetulnya cukup besar karena saya ingin tahu seberapa art deco sih hotel ini. Saya sampai ngontak kakak saya yang arsitek buat minta konfirmasi. Sebelum datang, saya hanya lihat kamarnya dari foto-foto di internet dan jujur, saya suka dengan desainnya. Sepintas saya ingat dengan kamar saya di Four Seasons Jakarta dulu. Oh, ya! Semua kamar yang ada terbagi ke dalam empat tipe, yaitu Deluxe, Premier, Corner Suite, dan Jacuzzi Suite. Untuk tipe yang terakhir, ada jacuzzi di balkonnya. Next time mungkin saya coba deh book tipe kamar itu (masalahnya, rate-nya lumayan mahal sih). Untuk fasilitas sendiri, ada gym, restoran, rooftop pool, whirlpool, spa, dan meeting room. Untuk hotel bintang empat, fasilitas segitu sudah terbilang lengkap lah.

Waktu berkunjung, saya pesan kamar tipe Deluxe. Saya dapat kamar dengan twin bed. Sebetulnya, kalau bisa dapat yang king bed sih sepertinya enak buat guling-guling di atas kasur, walaupun saya sebetulnya kalau tidur nggak motah. Untuk ulasan lengkapnya, bisa baca segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Kalau melihat dari namanya, ekspektasi saya dari Art Deco Luxury & Residence Bandung ini adalah kamar-kamar bergaya art deco. Sebetulnya, ada beberapa elemen interior, tidak hanya kamar tapi juga area publik lainnya yang mencerminkan gaya ini (dan sudah dikonfirmasi sama kakak saya. Xiexie, Bang Michan). Untuk kamar sendiri, dengan luas 28 meter persegi, saya merasa kamar sudah terasa cukup luas. Interior kamar sendiri buat saya lebih ke arah gaya modern classic. Penggunaan panel kayu saja sebetulnya tidak lantas membuat interior kamar bergaya art deco. Namun, headboard tempat tidur punya bentuk yang hampir menyerupai clamshell, dan buat saya sih  headboard berbentuk clamshell cukup art deco. Seandainya motifnya adalah garis-garis vertikal, dan bukan quilted, saya rasa kesan art deco-nya akan makin kentara.

IMG_20190719_153600_BURST1
IMG_20190719_153648
IMG_20190719_153707

Terlepas dari seberapa art deco-nya interior kamar, satu hal yang berani saya bilang adalah suasana kamar terasa elegan. Pemilihan warna gading yang dipadukan beberapa shades cokelat bikin kamar terlihat mewah. Pencahayaan ruangan memang cenderung redup, tapi saya rasa cocok sih kalau niatnya datang untuk istirahat. Saat menginap, saya hampir nggak pergi ke mana-mana lagi (kecuali sekitar jam 9an untuk makan malam, dan balik lagi jam 10). Jujur saya betah sebetulnya di kamar. Apalagi waktu sore-sore saat hari masih cerah. Saya senang nongkrong di balkon buat sebatas ngeteh sambil lihat kebun.

Sayangnya, personal request saya nggak terpenuhi. Saya rasa mungkin karena tingkat okupansi Art Deco Luxury & Residence Bandung pada saat itu lagi tinggi. Saya minta kamar di lantai yang lebih tinggi, tapi malah dapat kamar di lantai 2. Walhasil, pemandangan yang didapat pun kurang tinggi.

IMG_20190719_153748
IMG_20190719_153758

Untuk en suite amenities sendiri, jelas ada TV, WiFi, dan AC. Sebelumnya saya sempat bilang kalau interior kamar lebih ke arah modern classic. Saya punya alasannya. Bisa dilihat sendiri, working desk dan kursinya lebih bergaya kontemporer. Kalau gini, jatuhnya sih seperti modern meets classic, dan saya sendiri fine dengan hal itu. Hanya saja, kalau memang ingin menonjolkan “art deco”, mungkin penggunaan furnitur dengan nuansa art deco yang lebih kental akan jauh lebih bagus.

Di kamar juga ada coffee/tea maker dan electronic safe. Lemari pakaiannya sendiri cukup besar. Di dekat counter teh dan kopi, ada pintu menuju connecting room di sebelah. Nah, yang saya kurang suka adalah pemotongan panel dinding yang “maksa”. Bisa dilihat di foto sebelumnya, alih-alih memasang pintu dengan desain yang memang pintu banget (mis. pintu utama kamar), pintu menuju kamar sebelah terkesan seperti dipaksa dibuat dengan membongkar dinding yang sudah ada. Saat lihat itu, saya langsung ingat salah satu episode serial Mr. Bean. Di episode itu, si Bean mencoba menutup bukaan di dinding dengan menggambar persegi panjang pada salah satu dinding gipsum, menjebol dinding tersebut sesuai gambar, dan memasangkan si potongan persegi panjang itu ke bukaan dinding pertama.

IMG_20190719_154140
IMG_20190719_154204

Sebelumnya, saya sempat bilang bahwa interior kamar ini mengingatkan saya dengan interior kamar saya waktu menginap di Four Seasons Jakarta. Salah satu aspek pengingat yang paling menonjol adalah mural di dinding belakang tempat tidur. Di Art Deco Luxury & Residence Bandung, mural yang ada tampil dengan warna yang lebih kontras dari latar belakang. Meskipun demikian, muralnya masih berdesain floral dengan burung dan kupu-kupu. Saya juga suka dengan adanya sconce kristal di kedua sisi tempat tidur. Kehadiran sconce ini menambah kemewahan interior kamar.

Oh, ya! Saya lupa cerita lebih banyak tentang balkonnya. Saya udah bilang kalau saya menempati kamar di lantai 2. Ya, dari segi ketinggian sih masih belum cukup tinggi buat melihat pemandangan yang lebih luas. Apalagi, tepat di bawah kamar saya ada unit-unit punya residents. Nah, kalau saya perhatikan, unit-unit itu dilengkapi kolam renang kecil. Sayangnya, sebagian besar kolam renang di unit-unit itu pada nggak keurus dan dibiarin kotor. Saya sengaja nggak foto karena memang kelihatannya kurang rapi. Untuk view sendiri, saya langsung dapat view kebun. Cukup menyegarkan mata, terutama di pagi hari. Waktu bangun, hal yang pertama saya lakukan adalah buka tirai dan pintu, lalu ke balkon buat bersantai. Udara kawasan Ciumbuleuit ini masih segar banget. Dingin, tapi menyegarkan.

IMG_20190719_154059
IMG_20190719_154042
IMG_20190719_154051

Kamar Mandi

Desain kamar mandi sendiri senada dengan desain kamar. Lagi-lagi, ada satu sudut kamar mandi yang mengingatkan saya dengan kamar mandi di Four Seasons Jakarta. Di dinding belakang kloset, terpasang lukisan kecil. Kalau penasaran, bisa coba lihat di review saya sebelumnya. Nggak 100% identik, tapi mirip.

IMG_20190719_153921
IMG_20190719_153836
IMG_20190719_153853

Bentuk kamar mandinya memanjang, dengan sisi lebar yang menurut saya sih kecil. Posisi “default” tempat sampah terlalu dekat dengan kloset. Jadi, kalau mau buang air, saya harus geser dulu tempat sampahnya supaya nggak sempit. Meskipun demikian, saya suka dengan penggunaan marble wall berwarna beige yang bikin interior kamar mandi terasa mewah dan elegan. Bathroom sink-nya pun besar dengan bentuk oval.

IMG_20190719_153908
IMG_20190719_153938

Bathroom amenities-nya mencakup produk mandi, hairdryer (ada di dalam laci), dan handuk. Nggak ada vanity mirror di sini. Nah, karena ukuran kamar mandinya juga yang serba terbatas, shower area-nya bisa agak kecil. Ada fixed shower dan shower tangan di sini, dan saya lebih suka pakai shower tangannya karena bisa diatur ke semburan jet. Lumayan buat pijat bahu dan leher yang pegal. Untuk bath product sendiri, Art Deco Luxury & Residence Bandung menghadirkan produk-produk lini White River Falls dari Waterl’Eau, perusahaan asal Belgia yang sudah berkecimpung di dunia produk mandi sejak tahun 1992.

Nah, saya sempat research singkat tentang lini ini. Dilansir dari situs resminya, produk-produk dari lini White River Falls ini mengandung witch hazel sebagai bahan utamanya. Witch hazel sendiri bermanfaat menghaluskan kulit dan mencegah peradangan. Tanaman ini juga bisa membasmi jerawat, dan saya sendiri pakai toner wajah yang bahan utamanya witch hazel karena kulit saya cenderung berminyak dan gampang jerawatan. Dari segi aroma, saya suka karena nggak menyengat (kecuali body lotion-nya karena aromanya lebih intens). Sepintas aromanya mengingatkan saya sama sampo bayi Johnsons. Kalau mau mencoba mandi mewah, produk-produk ini bisa jadi andalan.

Fasilitas Umum

Restoran

Art Deco Luxury & Residence Bandung punya satu restoran di lantai rooftop. Sebenarnya, ini satu-satunya dining venue di hotel ini. Begitu keluar dari lift, saya disambut dengan satu dinding dengan mural bertema oriental dan dua buah kursi tangan bergaya Chinoiserie sebagai focal point. Untuk restorannya sendiri sebetulnya cukup besar. Ada area indoor dan outdoor. Area indoor-nya masih mengusung desain interior yang sejalan dengan interior kamar. Dan lagi-lagi, buat saya sih masih kurang art deco (kalau mengambil definisi art deco era Roaring Twenties).

IMG_20190719_170752
IMG_20190719_154903

Interior restoran tampil elegan dalam dominasi warna putih dan furnitur bergaya modern klasik dalam balutan warna krem dan emas. Ada sofa beludru berwarna royal blue sebagai colour pop di area indoor restoran. Pencahayaan didukung oleh beberapa chandelier dan sconce yang mirip dengan sconce di kamar atau koridor hotel. Penggunaan cermin di dinding membangun kesan lapang di dalam ruangan. Restoran juga terasa lapang karena banyak jendela besar yang menghadap ke arah luar. Di siang hari, jendela-jendela ini membantu banyak cahaya untuk masuk ke ruangan. Jadi, bisa mengurangi penggunaan lampu dan menghemat listrik. Di salah satu sudut restoran, ada lemari penyimpanan wine. Sabi lah kalau mau selebrasi.

IMG_20190719_155102
IMG_20190719_155009

Waktu sarapan, saya sengaja pilih tempat di area outdoor. Area ini sendiri punya kelebihdan dan kekurangan. Kelebihannya ya view yang didapatkan dan paparan udara segar yang lebih besar. Kekurangannya adalah saat angin lagi kenceng, siap-siap deh kedinginan dan tisu berterbangan. Karena bangun agak telat, saya sarapan sekitar jam setengah sepuluh. Dengan kondisi cuaca yang mendung dan angin yang kencang, lagi sarapan tuh rasanya kedinginan. Tadinya, saya mau makan di area indoor, tapi berhubung okupansi lagi ramai dan terlalu banyak orang, yang sepi dan lebih nyaman buat makan ya area outdoor ini. Tapi serius deh, view dari area ini tuh cantik banget!

IMG_20190719_155230
IMG_20190719_154955
IMG_20190719_154938
IMG_20190719_154848

Untuk menu sarapan sendiri sih, dibilang basic banget nggak. Bisa dibilang standar hotel bintang empat kali ya. Ada cake, sajian penutup mulut, salad, dan semacamnya. Waktu itu saya hampir kehabisan makanan karena bangunnya telat. Saya sarapan dengan hashbrown potato, sosis, dan tipikal makanan sarapan. Ada kopi dan teh juga tentunya. Overall sih saya nggak kecewa dengan menu sarapannya. Everything was okay.

IMG_20190720_103501
IMG_20190720_103448

Kolam Renang

Fasilitas yang satu ini sebetulnya jadi fasilitas yang pengen saya coba waktu menginap di Art Deco Luxury & Residence Bandung. Namun, karena kolam renangnya selalu ramai sama tamu, terutama anak-anak, niat berenang pun urung. Malas aja rasanya kalau berenang keganggu banyak tamu. Kan nggak enak ketika lagi mau renang satu lap, eh kehalangin anak kecil. Ditambah lagi cuaca sedang mendung. Intinya sih mager.

Terlepas dari kondisinya, kolam renang di hotel ini bisa jadi salah satu yang terbaik di Bandung, terutama dari segi view. Posisinya di rooftop berarti kolam ini punya view yang cantik. Ukurannya memanjang dan bisa dibilang cukup luas. Untuk kedalaman, seingat saya sih 1,4 meter. Cukup lah buat menyelam.

IMG_20190720_103532
IMG_20190719_154545
IMG_20190720_103842

Di sisi utara kolam renang, ada whirlpool yang ternyata laku di kalangan anak-anak. Bahkan, ban renang bentuk flamingo pun sampai dibawa ke whirlpool yang sebetulnya kedalamannya cetek. Ya, mungkin karena airnya yang hangat, anak-anak lebih betah berendem di sana daripada nyebur ke kolam renang. Duh, padahal saya tuh ingin banget berendam di sana. Ada juga beberapa gazebo dan recliners buat bersantai. Dari segi desain, area ini sebetulnya cantik sih, terutama kalau lagi sepi. Mungkin lain kali saya coba deh berendam di whirlpool itu dan semoga aja nggak ramai sama anak-anak.

Gym

Di sisi utara kolam renang, ada gym yang cukup luas. Dengan posisi di ujung bangunan, gym ini menawarkan pengalaman olahraga yang menyegarkan. View dari jendelanya keren banget dan bikin mata adem! Bisa dibilang, salah satu keunggulan Art Deco Luxury & Residence Bandung ini view yang ditawarkan, baik dari kamar maupun fasilitas hotel.

IMG_20190719_154654
IMG_20190719_154647
IMG_20190719_154704

Meskipun ruangannya luas, peralatan di gym ini bisa terbilang terbatas. Dari segi jenis peralatan sih memang variatif, tapi jumlahnya sedikit. Satu jenis alat hanya ada satu unit. Misalnya, di sini hanya ada satu treadmill dan satu stationary bike. Kalau ada beberapa tamu yang mau pakai treadmill, mau nggak mau harus gantian. Unit-unitnya sendiri cukup modern, bukan tipikal mesin obsolete. No objection sih buat gym di sini. Asyik banget rasanya lari di atas treadmill sambil ngeliat view kota Bandung.

Lokasi

Ngomongin faktor lokasi, ada nilai plus dan minus buat Art Deco Luxury & Residence Bandung. Sebetulnya sih, bukan soal plus minus, tapi lebih ke arah tujuan kunjungannya. Berdiri megah di kawasan Ciumbuleuit, hotel ini menawarkan view hutan dan perbukitan yang cantik banget. Udara di sini masih segar dan suhu udaranya masih sejuk. Pagi-pagi buka pintu balkon tuh rasanya asyik banget. Malahan, bisa meditasi kayaknya di balkon.

Selain itu, lokasinya yang tersembunyi membuat properti ini pas banget buat kalian yang ingin cari ketenangan saat berlibur. Hotel ini masih dikelilingi hutan dan pohon-pohon pinus. Ingar bingar dari Jalan Ciumbuleuit pun nggak kedengaran. Di kamar saya, misalnya, saat buka pintu ke balkon, yang saya dengar itu justru suara alam. Ada sih kedengaran suara orang ngobrol, tapi ternyata itu para staf yang lagi kerja di kebun. Sayup-sayup suara kendaraan masih terdengar, tapi nggak begitu mengganggu. Intinya sih cocok buat yang jengah sama hiruk pikuk pusat kota. Mungkin karena saya dapat kamar yang menghadap ke timur, dan bukan ke barat. Kamar-kamar di sisi barat sendiri punya jendela yang menghadap ke jalan kecil di samping hotel dan, bisa ditebak, jalan itu jadi jalur lalu lintas daerah situ.

Di sisi lain, posisinya yang remote bikin saya agak susah ke mana-mana. Sebetulnya, ada sih kayak tempat makan mahasiswa di sekitar UNPAR, tapi untuk ke sana pun kalau jalan kaki sih kurang convenient. At least, harus pakai motor biar cepat sampai. Untuk yang nggak biasa main ke daerah Ciumbuleuit, hotel ini mungkin agak susah dicari. Aksesnya bisa lewat belokan yang nggak jauh dari UNPAR sebetulnya, tapi saya justru akses hotel ini lewat atas. Kalau ingin cari properti yang punya akses lebih cepat ke pusat kota atau daerah rame-rame, sepertinya pikir-pikir lagi sebelum pilih hotel ini.

Art Deco Luxury & Residence Bandung berjarak kurang lebih 30-45 menit dari Stasiun Bandung. Jarak tempuhnya juga kurang lebih sama untuk Bandara Internasional Husein Sastranegara. Sebetulnya, tergantung kondisi lalu lintas sih. Ditambah lagi, Pertigaan Gandok itu terkenal dengan macetnya. Siap-siap aja pokoknya, tapi perjuangan mencapai hotel ini terbayar dengan sejuknya udara perbukitan dan view yang memanjakan mata.

Kesimpulan

Jewel of the forest. Coba bayangin di tengah-tengah kawasan berbukit dan banyak pepohonannya, ada bangunan hotel bergaya modern klasik yang menjulang tinggi. Art Deco Luxury & Residence Bandung menawarkan kemewahan dalam liburan di tengah suasana yang masih alami. Hotel bintang empat di Bandung ini berhasil bikin saya merasa nyaman dengan suasananya. Memang saya agak sedikit kecewa kalau bicara soal desain yang menurut saya masih kurang “art deco” but overall, saya apresiasi apa yang ditawarkan oleh hotel ini. Interior kamar terasa mewah dan elegan, terutama dengan penggunaan panel berwarna putih dan mural di dinding, termasuk sconce kristal yang cantik. Adanya balkon di unit juga jadi nilai tambah tersendiri. Waking up to the sound of nature and soft hill breeze is such a bliss.

IMG_20190719_170946
IMG_20190719_171105

Beberapa aspek di kamar memang terlihat aneh, tapi nggak sampai mengurangi kenyamanan beristirahat (pemasangan connecting door-nya itu loh). Produk mandi yang ditawarkan juga memuaskan karena bukan sebatas produk mandi standar. Hotel ini mengingatkan saya dengan Four Seasons Jakarta, tetapi dengan rate yang jauh lebih terjangkau dan jarak yang lebih dekat ke rumah saya. Fasilitas yang tersedia juga cukup lengkap. Restoran, gym, kolam renang, hot tub… Buat saya sih segitu sudah cukup.

Dengan rate mulai dari 662 ribu rupiah (berdasarkan TripAdvisor, tapi saya sendiri perhatikan di Agoda dan Traveloka, rata-rata rate jatuh di kisaran 800-900 ribuan). hotel ini terbilang reasonable untuk kemewahan dan fasilitas yang ditawarkan, meskipun memang lebih mahal kalau dibandingkan properti-properti lain di kelasnya. Ditambah lagi lingkungan sekitar hotel yang masih alami dan udara yang masih sejuk. Saya rasa properti ini cocok buat kalian yang ingin menjauh sejenak dari ingar bingar perkotaan.

Pros & Cons

Pros 👍🏻

  • Desain interior kamar terasa elegan dan mewah. Semua kamar punya balkon, dan ini jadi daya tarik tersendiri, terutama untuk kamar-kamar di sisi timur dengan view perbukitan dan kota yang lebih cantik.
  • Rooftop pool-nya mantap abis! Ada juga whirlpool buat ngangetin badan kalau kedinginan habis berenang.
  • Gym-nya punya view yang bagus. Lari di atas treadmill sambil liat view perbukitan ‘kan menyegarkan, ya.
  • Lingkungan sekitar hotel masih cukup asri dan dikelilingi banyak pohon pinus. Cocok buat yang ingin nyari ketenangan.
  • Bath product-nya punya aroma yang unik, dan bukan tipikal bath product standar.
  • Ada beberapa unit yang punya private jacuzzi.

Cons 👎🏻

  • Mengusung nama art deco, interior kamar buat saya secara pribadi masih kurang art deco. Mungkin karena saya mengacu ke art deco dari era Roaring Twenties. Jatuhnya, interior lebih terlihat bergaya modern klasik.
  • Kamar mandi untuk tipe Deluxe bisa dibilang kecil dan sempit.
  • Lokasinya tersembunyi, cocok buat yang ingin cari ketenangan, tapi agak repot buat yang ingin akses cepat ke tempat-tempat makan atau daerah perkotaan.
  • Di kelasnya, properti ini punya rate yang relatif lebih tinggi.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩😶⚪️
Harga: 💰💰💰💰

Review: Moxy Bandung

Wah! Saya hiatus berapa lama nih dari blog ini? Karena tanggung jawab pekerjaan, saya “terpaksa” menelantarkan blog review ini. Padahal, masih ada belasan hotel yang menunggu untuk saya ulas. Ke depannya, saya akan coba deh nyolong-nyolong waktu buat nulis ulasan lagi supaya blog ini juga bisa tetap jalan. This is one of my passion. Jadi, ya sayang banget kalau ditelantarkan. Sudah seperti anak sendiri, kalau kata salah satu iklan kecap sih.

Di bulan Agustus kemarin, saya sempat menginap di salah satu hotel yang berlokasi di kawasan Dago. Bos Permata (udah bukan di Panin lagi soalnya si Suneo) main ke Bandung untuk merayakan HUT RI dan dia pesan kamar di hotel ini atas referensi dari temannya yang juga reviewer hotel. Kalau saya kebetulan lagi main ke daerah Dago, saya sering lewati hotel ini, tapi ya hanya lewat. Saya pernah sih lihat foto-foto interiornya dan menurut saya cukup unik, tapi seunik apa itu, saya nggak yakin. Saya harus datang ke hotelnya langsung supaya bisa menilai lebih baik. Karena kebetulan si Pak Suneo nginap di sini, akhirnya ya sudahlah sekalian saya main dan review properti.

Moxy Bandung
Fasad Moxy Bandung. Foto milik manajemen hotel.

Moxy Bandung adalah hotel bintang tiga yang berlokasi di Jl. Ir. H. Djuanda No. 69, Bandung. Location-wise, hotel ini posisinya strategis karena ada di persimpangan. Oh, ya! Dari Balubur Town Square (Baltos) pun hotel ini cukup dekat jaraknya. Bisa lah jalan kaki. Dulu saya pernah paruh waktu kerja bantuin teman di kafe punyanya Baltos. Kalau dilihat dari luar, bangunan hotel cukup terhalangi oleh pohon-pohon besar. Sebenarnya, bangunannya sendiri unik karena berbentuk huruf L, dengan rooftop bar di atasnya.

Hotel ini merupakan salah satu hotel butik di Bandung yang mengedepankan desain yang unik. Kalau lihat di foto-fotonya (nanti juga bisa lihat di segmen berikutnya), interior hotel mengusung gaya Industrial yang kental. Desain ini dipadukan dengan sentuhan vintage dari penggunaan neon warna-warni dan beberapa pernak-pernik khas tahun 80/90-an. Bisa dibilang Moxy Bandung ini hotel Instagrammable banget. Saya sendiri selama nginap, banyak pakai HP buat foto-foto karena tempatnya emang Insta-worthy. Cocok deh buat avid Instagram users.

Ada 109 kamar di hotel ini yang terbagi ke dalam tiga tipe, yaitu Moxie, Dago Deluxe, dan Braga. Nah, tipe kamar terakhir itu merupakan suite room. Untuk fasilitas, Moxy Bandung punya restoran, lounge, meeting room, gym, ironing room, dan rooftop bar. Waktu menginap di sana, saya dapat kamar Dago Deluxe. Kebetulan, kamar saya merupakan corner room dengan view ke arah Dago dan Jembatan Pasopati. Ulasan lengkapnya ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain kamar, saya sih percaya sama Moxy Bandung. Sebagai hotel butik, tentunya desain interior yang cantik menjadi aspek yang penting. Di kawasan Dago, sebenarnya Marriott punya 4 properti, tapi yang secara jelas menargetkan muda-mudi sebagai segmentasi pasarnya ya hotel ini. Seperti yang saya bilang sebelumnya, hotel ini mengusung gaya Industrial sebagai desain utama. Nah, di hotel ini, akses kamar ada dua pilihan: lewat card atau aplikasi Marriott. Kalau kamar dipesan melalui aplikasi atau situs Marriott, akun yang terdaftar akan terhubung dengan pemesanan dan kita bisa masuk ke kamar dengan mendekatkan ponsel (yang ada aplikasi Marriott-nya) ke pintu. Praktis, deh!

Dengan luas 24 meter persegi, kamar Dago Deluxe terasa cukup lapang. Ada dua jendela yang menghadap ke utara dan barat di kamar. Ini artinya, ada banyak cahaya matahari yang masuk ke kamar sehingga bisa mengurangi penggunaan lampu. Sayangnya, di sore hari intensitas cahaya matahari yang masuk ke kamar cukup kuat. Walhasil, suhu di kamar pun jadi terasa lebih panas. Palet warna monokromatik yang cerah juga bikin kamar terasa lebih luas. Dinding semen ekspos di belakang tempat tidur menjadi semacam focal point di kamar. Headboard tempat tidur menggunakan warna gelap untuk membangun kontras dengan dinding.

Oh, ya! Karena si Pak Suneo ini member Marriott Bonvoy, begitu masuk kamar ternyata sudah ada kejutan dari para staf hotel. Ada dua flamingo dan beberapa dekorasi stik di atas headboard. String lights juga dipasang di atas headboard. Di atas tempat tidur, sudah ada papan catur dan balok-balok UNO Stacko yang disusun menjadi tulisan “AT THE MOXY”. Gemas banget!

IMG_20190818_132812
IMG_20190818_132902
IMG_20190818_132957

En-suite amenities yang tersedia memang terbatas. Di kamar tidak ada kulkas kecil dan lemari pakaian tertutup. Namun, fasilitas hiburan seperti TV dan koneksi WiFi sih tetap ada. Di sore hari, saya dan Suneo sempat ketemu dengan Pak Raksa, “kapten”-nya Moxy Bandung untuk ngobrol tentang properti ini, properti-properti Marriott yang lain, dan dunia perhotelan. Menurut beliau, hotel ini mengusung konsep yang lebih “simpel”. Beberapa fasilitas memang “disunat” dari kamar. Setelah diperhatikan, di kamar nggak ada kulkas dan coffee/tea maker. Memang disediakan dua botol air mineral, tapi kalau mau ngopi atau ngeteh, tamu harus ke lobby lounge buat bikin sendiri minuman (gratis kok, kecuali minuman lain kayak bir atau soju). Secara pribadi, menurut saya konsep ini agak merepotkan, tapi waktu menginap, saya memang nggak ada keinginan buat bikin teh atau kopi sih so it didn’t matter.

IMG_20190818_133022
IMG_20190818_133047
IMG_20190818_133109
IMG_20190818_133219_1

Kalau biasanya hotel menyediakan kursi lengan, di sini ada bean bag yang ditempatkan di salah satu sudut kamar. Ada wall lamp di belakangnya sebagai sumber cahaya kalau mau baca buku. Saya sih suka dengan penggunaan bean bag di kamar. Oh, ya! Staf hotel juga menyediakan ukulele (yang sayangnya fals) dan teddy bear raksasa berwarna pink. Unch maksimal deh buat foto-foto! Ada juga rubiks yang nggak bisa saya mainkan. Intinya sih, di kamar ada banyak mainan dan hiburan yang bikin betah. The inner child of me was so alive!

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, saya suka dengan skema warnanya yang cerah. Walaupun masih dalam balutan warna-warna monokrom, penggunaan tiles warna putih dengan pola running bond dan pencahayaan yang terang membuat kamar mandi terasa lebih lapang. Gaya Industrial terlihat dari penggunaan tiles dan furnitur berdesain Utilitarian.

IMG_20190818_133359
IMG_20190818_133354

Shower area-nya cukup luas dan dibatasi oleh dinding kaca. Ada rainshower di sini jadi lumayan lah untuk “galau time”. Dispenser sabun dan sampo sudah tersedia di shower area. Rak handuk bergaya Utilitarian dipasang di atas kloset. Desainnya simpel, tapi cantik. Bisa jadi inspirasi buat rumah idaman di masa mendatang. Sayangnya, nggak ada split level antara shower area dengan area kamar mandi yang lain. Ini artinya air masih bisa meleber dan meluas ke mana-mana.

IMG_20190818_133422
IMG_20190818_133435
IMG_20190818_133343_1

Amenities kamar mandi lainnya yang tersedia mencakup hair dryer, sikat & pasta gigi, hand soap, dan hand towel. Wastafel kamar mandi cukup besar dan bukan tipikal basin yang dangkal sampai airnya gampang tumpah ke mana-mana. Di samping cermin, ada lampu dinding Industrial khas kapal laut. Kalau pernah nonton Titanic, pasti nggak asing sama lampu kayak gini. Oh, ya! Saya lupa. Tepat di depan kamar mandi, ada satu dinding dekoratif yang juga fungsional. Di dinding ini terpasang beberapa foto dan typographical art berbingkai yang bersanding dengan beberapa gantungan pakaian. Walhasil, dinding ini jadi spot yang Instagrammable. Secara pribadi, ini bagian kamar yang saya suka, selain pojok bean bag.

Fasilitas Umum

Lobby Lounge

Moxy Bandung mengusung konsep lobi dan resepsionis yang menyatu dengan lounge. Check-in pun dilakukan di kasir lounge. Mekanismenya jadi terasa santai. Pas sih karena memang hotel ini menargetkan kawula muda sebagai pangsa pasarnya. Area bar berada di tengah-tengah ruangan dengan langit-langit setinggi dua lantai. Di belakang bar, ada beberapa counter dan lemari yang memuat makanan dan minuman, baik yang gratis maupun yang berbayar. Di lounge ini, saya dan Suneo ketemu sama Pak Raksa. Sementara mereka berdua ngobrol, saya ngabisin dua chocolate Martini yang dipesen karena si Suneo baru neguk sekali udah bilang kenyang. By the way, waktu itu lagi ada promo buy one get one. Lumayan lah kalau segelas nggak cukup.

IMG_20190818_143133
IMG_20190818_143817

Di sisi timur bar, ada area restoran hotel. Sarapan pagi dihidangkan di sini. Oh, ya! Di sini juga ada noodle bar. Ada satu rak bergaya Industrial yang punya banyak mi instan dengan berbagai rasa. Ada juga roulette wheel buat milih rasa mi yang bisa dicoba. Area restoran ini sendiri keliatannya kecil, tapi ketika pagi saya cek, ternyata nggak sesempit yang dikira. Sebetulnya, area ini cukup Instagrammable dengan mural di dinding, meskipun kalau untuk public space sih, game room-nya yang jauh lebih Instagrammable.

Mini Library

Naik satu lantai dari lobi melalui tangga, ada lounge area tambahan yang berfungsi sebagai reception area buat meeting room dan juga perpustakaan kecil. Di sini juga ada printer dan komputer yang ditempatkan di atas meja pendek. Kalau mau duduk, pakai bean bag. Ih, ini sih rasanya kayak warnet atau main komputer di rumah sendiri (which I like!). Untuk perpustakaan sendiri, meskipun koleksi bukunya nggak banyak, area ini tetep cozy buat dipake santai sambil baca. Ada meja bundar dengan beberapa kursi, atau sofa panjang yang nyaman. Mainan seperti UNO Stacko juga bisa ditemukan di sini. Waktu saya menginap, kebetulan lagi ada acara yang digelar di sana. Karena itu, saya jadi nggak bisa foto ruang rapatnya.

IMG_20190818_143218
IMG_20190818_143237
IMG_20190818_143531
IMG_20190818_143553

Gym

Di Moxy Bandung, kita bisa tetep liburan sambil olahraga. Ada gym yang buka 24 jam buat menjaga kebugaran tubuh. Nah, ada sesuatu yang bikin saya kesal, nih! Jadi, ceritanya saya udah foto-foto gym-nya tuh. Ketika saya pindahkan foto dari HP ke komputer, saya kaget karena foto-foto gym yang udah diambil ternyata nggak ada. Waktu saya cek di HP pun, saya nggak lihat foto-foto itu. Ada kemungkinan sih fotonya terhapus atau semacamnya. Kesal banget rasanya. Saya jadi nggak punya dokumentasi buat diunggah ke ulasan.

68904227_2483783665041360_1057789649742725120_n
69007451_2483783875041339_1024851803247738880_n

Meskipun demikian, foto saya lagi nyobain tinju ternyata masih bisa digunakan. Foto ini agak memalukan soalnya ada saya-nya, tapi nggak apa-apa lah sesekali muka reviewer-nya nongol di ulasannya sendiri. Untuk gym-nya sendiri, ukurannya nggak begitu besar, tapi nggak sempit juga. Ada treadmill, weight lifter, dan stationary bike. Uniknya, stationary bike yang digunakan adalah sepeda betulan. Ya, memang sih nggak ada layar indikator kecepatan dan segala macam (fitur-fitur yang sifatnya technologic pun nggak ada), tapi sepeda ini bisa jadi media unik buat berolahraga. Di sini juga ada punching bag dan dua pasang sarung tangan tinju.

Di dalem gym juga ada kamar mandi. Nah, kamar mandinya ini memang hanya satu, tapi lengkap karena sudah ada shower. Buat saya, kehadiran full bathroom ini convenient karena habis selesai olahraga, kita bisa langsung mandi, tanpa harus naik ke kamar dengan kondisi badan keringetan dan segala macem.

Game Room

Bisa dibilang fasiltias yang satu ini merupakan fasilitas andalan Moxy Bandung. Berada di lantai lobi, game room merupakan tempat yang Instagrammable dan cozy banget buat ketemu sama temen-temen sambil main. Interior area ini didominasi warna-warna monokrom yang keliatannya lebih berwarna karena neon-neon warna-warni yang membangun vibe musim panas, vintage, dan American diner.

IMG_20190818_142623
IMG_20190818_142649
IMG_20190818_142702
IMG_20190818_143003

Ukuran game room sendiri memang nggak besar, tapi terasa lapang karena nggak tertutup. Warna pink yang hadir di tengah-tengah palet monokromatis menjadi colour pop yang bikin ruangan ini tampak menarik. Ada meja bilyar dengan kain pelapis warna pink yang berada di tengah ruangan. Di sudut ruangan, ada dua dart machine. Ada juga pojok Instagram di salah satu sudut ruangan yang ditempati boks telepon umum, sepeda, dan beragam pernak-pernik bertema HUT RI. Kebetulan pas saya nginep ‘kan pas lagi 17 Agustusan. Di game room ini, pink jadi semacam primadona. Meskipun saya bukan penggemar warna pink, tapi sentuhan pink di ruangan ini menurut saya terlihat cantik dan keren, dan bikin game room ini makin stylish.

Ironing room

Di segmen desain kamar, saya udah bilang bahwa ada beberapa fitur kamar yang disunat. Nah, salah satunya adalah ketersediaan setrika dan ironing board. Meskipun demikian, tamu bisa tetap menyetrika pakaian di Moxy Bandung. Ada ironing room yang bisa dikunjungi ketika perlu menyetrika baju atau celana.

IMG_20190818_141956
IMG_20190818_142007

Ukuran ruangan sendiri nggak begitu besar dan bentuknya memanjang. Ada papan peraturan yang dipajang di dinding untuk tamu yang mau pakai ruangan ini. Nah, anak-anak berusia 16 taun ke bawah nggak boleh ke sini tanpa ditemani orang dewasa. Selain itu, ada poin yang bilang “Be careful. It can be hot and steamy inside“, dengan frasa “hot and steamy” yang digaris bawahi. Hmm… Bisa ae lu.

Moxy Sky

Kalau menginap di Moxy Bandung, tempat yang satu ini jangan sampai dilewatkan. Moxy Sky berada di lantai rooftop bangunan hotel dan merupakan rooftop bar yang kece. Waktu saya menginap, kebetulan barnya lagi tutup. Walhasil, saya cukup menikmati cocktail dan camilan di lobby lounge saja. Namun, tamu diizinkan naik ke sini untuk melihat pemandangan kota Bandung atau sekadar foto-foto.

IMG_20190818_145409
IMG_20190818_150239
IMG_20190818_150216
IMG_20190818_145809

Area rooftop bar sendiri luas dan terasa lapang. Di sini juga ada satu ruang rapat. Untuk desain sendiri sih, masih mengusung gaya Industrial. Elemen kayu dengan sentuhan rustic mendominasi rooftop bar ini. Lampu-lampu bergaya Industrial juga dipasang di beberapa titik untuk menerangi area bar di malam hari. Namun, atmosfer di sini terasa lebih ceria karena implementasi warna-warna cerah pada (terutama) kursi. Tanaman-tanaman hias tropis bisa ditemukan di area rooftop. Di siang hari sendiri, area ini kerasa banget panas karena memang terbuka (pohon yang ada juga kurang rimbun). Ya, memang sih Moxy Bar ini lebih hidup di sore/malam hari. Untuk view sendiri, saya rasa hampir seluruh Bandung kelihatan, tergantung kita lagi ada di sebelah mana.

Oh, ya! Salah satu daya tarik Moxy Bar di Moxy Bandung ini adalah glass platform-nya yang ada di sisi timur area rooftop. Sesuai namanya, platform ini punya dinding kaca yang menjorok ke luar gedung. Buat yang takut ketinggian, saya rasa jangan naik ke sini deh daripada fobianya ke-trigger. Platform ini sendiri bisa diakses lewat tangga dan dipercantik dengan arch putih berlogo Moxy. Dari platform, kita bisa lihat pemandangan ke arah Gedung Sate dan pusat kota Bandung. Instagrammable lah buat yang hobi foto-foto dan ingin melengkapi feed Instagram-nya.

IMG_20190818_145746
IMG_20190818_145615
IMG_20190818_150419

Lokasi

Bicara soal lokasi, Moxy Bandung sih bisa diandalkan untuk yang pengen liburan di pusat kota. Berada di persimpangan Jalan Ir. H. Djuanda dan Jalan Sulanjana, hotel ini dilewati rute angkot buat yang pengen coba ngangkot di Bandung. Ojek dan taksi online? Wah, jelas gampang lah. Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa ditempuh dalam jarak sekitar 20 menit menggunakan kendaraan roda empat. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, waktu tempuhnya sekitar 35 menitan, tergantung kondisi lalu lintas. Ya, kalau disuruh memperkirakan waktu tempuh di Bandung sih, agak susah ya. Tahu sendiri lalu lintas Bandung tuh sekarang jauh lebih parah.

Untuk makan, ada banyak pilihan kafe dan restoran di deket Moxy Bandung. Dengan jalan kaki pun, kita bisa nemu banyak tempat asyik buat makan. Kalau perlu belanja, ada Superindo di deket hotel (sebelahan sama Four Points Bandung). Ingin liat-liat baju murah meriah? Jalan kaki aja ke Balubur Town Square. Pusat perbelanjaan yang terkenal dengan sebutan Baltos ini juga langganan para mahasiswa karena ada buku dan perlengkapan kuliah yang dijual dengan harga lebih terjangkau. Sekitar 10 menit dari hotel, ada kawasan Merdeka yang terkenal dengan BIP dan Gramedia. Kalau udah di area situ sih, enak lah ke mana-mana.

Kesimpulan

Stylish. Itu satu kata yang bisa saya ucapkan untuk menggambarkan Moxy Bandung. Desain interior jadi keunggulan hotel bintang tiga ini, terutama karena menargetkan kawula muda sebagai pangsa pasarnya. Ada banyak banget tempat Instagrammable di hotel ini. Jadi, buat foto-foto sih, dijamin nggak akan kehabisan spot cantik. Untuk kamar sendiri, tipe Dago Deluxe cukup luas, terutama melalui penggunaan warna-warna monokromatik yang cerah dan dua jendela dengan view yang berbeda. Furnitur bergaya Utilitarian yang simpel juga bikin kamar terasa lebih lapang. Untuk kamar mandi, pemilihan ubin warna putih dan pencahayaan yang mumpuni bikin mandi terasa nyaman (terutama buat saya yang nggak suka kamar mandi yang gelap). Ada juga rainshower yang menjadi nilai tambah tersendiri.

Konsep yang diusung Moxy Bandung memang unik, tapi punya downside tersendiri. Di kamar nggak ada kulkas. Ini artinya kita nggak bisa dinginkan makanan atau minuman. Coffee/tea maker juga tidak tersedia. Kalau mau ngopi atau ngeteh, kita harus turun dulu ke lobi buat bikin di coffee/tea station. Repot sih buat orang yang males keluar masuk kamar. Meskipun demikian, akses kamar melalui card dan aplikasi Marriott jadi poin plus tambahan. Untuk fasilitas sendiri, saya rasa udah pas. Nggak ada kolam renang, tapi ada gym. Ada juga lobby lounge dan rooftop bar. Mau baca? Ada perpustakaan kecil dengan business centre. Untuk nyetrika baju, ada ironing room. Apa lagi ya? Saya secara pribadi sih ngerasa sudah cukup dengan fasilitas-fasilitas itu.

Dengan rate mulai dari 500 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), Moxy Bandung layak dijadikan pilihan hotel Instagrammable di Bandung untuk kalian anak gaul. Desain yang striking, konsep yang unik, dan rooftop bar kece bisa melengkapi liburan kamu di Kota Kembang. Lokasinya yang strategis juga menjadikan hotel ini pilihan tepat untuk beristirahat di pusat kota. Ketersediaan beragam mainan dan pernak-pernik gemas akan menghidupkan kembali the inner child dalam diri saat menginap.

Pros & Cons

Pros 👍🏻

  • Desainnya Instagrammable banget! Buat yang hobi foto-foto, Moxy Bandung cocok banget buat dipilih. Ada banyak spot foto yang cantik dan keren. Saran saya sih, coba bawa outfit bergaya vintage-retro buat foto-foto di Game Room.
  • Fasilitasnya cukup mumpuni: game room, perpustakaan/business centre, meeting room, ironing room, gym, lobby lounge, dan rooftop bar.
  • Gym-nya memang kecil, tapi ada punching bag dan beberapa pasang sarung tinju. Kayaknya jarang saya lihat punching bag di gym hotel. Stationary bike-nya gemesin, warna pink pula.
  • Rooftop bar hotel mantap banget buat kongkow sama temen di sore/malam hari. Ada juga glass platform yang Insta-worthy.
  • Lokasinya strategis. Dilewatin sama rute angkot pula. Mau makan dan belanja, ada banyak tempat yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Praktis (ya selama nggak males jalan).
  • Rate-nya masih bersahabat. Memang nggak masuk kelas budget, tapi untuk level midscale, hotel butik ini relatif terjangkau (apalagi kalau bayarnya patungan).
  • Bisa minta mainan dan teddy bear raksasa buat disediakan di kamar.

Cons 👎🏻

  • Nggak ada kulkas dan coffee/tea maker di kamar. Kalau mau ngopi, harus turun ke lobi buat bikin sendiri di coffee/tea station. Repot sih ini kalau harus naik turun ke kamar. Makanan atau minuman juga nggak bisa didinginkan. I can’t keep my beer cold.
  • Nggak ada lemari pakaian tertutup. Adanya gantungan baju.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😆
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰💰

Review: Best Western Premier La Grande Bandung

Mau sedikit cerita dulu. Kemarin, saya sempat telepon pihak ISP karena koneksi internet sering down. Jangankan upload foto ke blog, buka e-mail pun lamanya minta ampun. Sebetulnya, saya udah jengah dengan ISP yang satu ini, tapi berhubung di daerah saya yang tersedia baru ini (dan opsi lainnya ternyata harganya nggak jauh beda, dengan kecepatan yang terbatas), mau nggak mau masih harus bertahan dulu. Biasanya, kalau internet udah lelet, saya jadi agak susah untuk tulis review. Gambar jadi lebih lama dimuat, saya nggak bisa upload foto, dan lain-lain.

Anyway, hotel yang akan saya bahas ini merupakan salah satu hotel yang menurut saya secara pribadi fasadnya kece banget. Bangunannya juga ramping dan tinggi. Kalau kebetulan saya lagi ada acara di Taman Balaikota, bangunan hotel ini jadi latar belakang bangunan kantor walikota bergaya kolonial Belanda. Semacam modern ketemu klasik.

1158696_17022409400051224328
Best Western Premier La Grande. Foto milik pihak manajemen hotel.

Best Western Premier La Grande adalah hotel bintang 4 yang berlokasi di Jalan Merdeka No. 25-29, Bandung. Hotel ini berada satu kompleks dengan La Grande Apartment dan berdiri di atas lahan yang dulunya ditempati Pujasera Merdeka, tempat makan murah meriah yang jadi langganan si Sebastian dan Michi makan es duren. Kalau orang Bandung sih sepertinya masih pada ingat tempat ini. Sekarang, Pujasera ada di bagian belakang area hotel dan apartemen. Di depan apartemen, ada KFC yang dulu juga pernah ada di Pujasera lama.

Ada 191 kamar dan suite di Best Western Bandung yang terbagi ke dalam 6 tipe: Superior, Deluxe, Executive, Junior Suite, Family Suite, dan Premier Suite. Secara keseluruhan, interior kamar menampilkan desain modern kontemporer dengan balutan warna-warna earthy dan sentuhan eksotis. Untuk fasilitas umum, hotel ini punya gym, restoran, kolam renang dengan air hangat, meeting room, business center, spa, dan executive lounge.

Salah satu keunggulan Best Western Premier La Grande adalah lokasinya. Hotel ini diapit oleh dua mal terkenal di Bandung, Bandung Indah Plaza (BIP) dan Bandung Electronic Center Mall (BEC Mall). Nggak jauh dari hotel juga ada Taman Balai Kota dan Taman Sejarah. Jalan kaki sedikit, ada Gramedia. Di sekitar hotel juga banyak restoran dan pusat jajanan buat bersantap. Intinya sih kalau nginep di sini, ke mana-mana bakalan gampang.

Waktu menginap, saya pesan kamar Superior. Posisi kamar berada di sisi kiri gedung kalau dilihat dari depan. Ini artinya jendela-jendela kamar saya menghadap ke arah pusat kota dan Taman Balai Kota. Ulasan lebih lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain kamar, saya secara pribadi sih merasanya oke aja. Dibilang cookie-cutter nggak, tapi dibilang unik daripada yang lain juga nggak juga. Di Bandung, saya tahu ada banyak hotel yang mengusung interior kamar bergaya modern kontemporer dan memanfaatkan penggunaan panel kayu sebagai aksen dinding. Namun, harus saya akui bahwa dominasi warna-warna earthy dan dekorasi ruangan di kamar saya membangun atmosfer elegan.

Dengan luas 29 meter persegi, ada banyak ruang untuk bergerak bebas. Kamar jadi terasa lebih lapang. Meskipun demikian, pemilihan palet warna hangat dan pencahayaan yang tepat membuat kamar tetap terasa cozy. Area tidur utama juga dialasi oleh karpet berwarna krem dengan desain yang sederhana. Kenyamanan tetap bisa didapatkan melalui kesederhanaan.

IMG_20190421_150249
IMG_20190421_150300

Tempat tidur di kamar Superior berukuran cukup besar untuk dua orang. Headboard-nya tampil sederhana dengan bentuk persegi panjang. Di belakang headboard, ada panel kayu setinggi langit-langit dengan niche pada bagian tengahnya yang dipasangi lukisan dengan bentuk memanjang. Niche ini juga dipasangi lampu yang sengaja disembunyikan untuk efek pencahayaan yang mewah.

Di ujung kamar, ditempatkan kursi lengan dan end table. Posisinya membelakangi jendela yang menampilkan pemandangan Taman Balai Kota dan area pusat kota. Area kerja berada di samping televisi. Karena terhalang oleh dinding, cahaya dari jendela nggak menerangi area meja kerja. Sebagai gantinya, ditempatkan lampu meja di atas meja kerja. Oh ya, bisa dilihat di gambar bahwa di salah satu dinding di dekat jendela, ada panel kayu dengan motif floral ala-ala “menggambar batik” jaman SD dulu sebagai aksen dinding.  Waktu menginap di sini, hujan deras turun di sore hari sekitar jam 4 sore dan suasananya asyik banget buat ngopi sambil lihat pemandangan di luar.

IMG_20190421_150427
IMG_20190421_150436
IMG_20190422_083815

In-room amenities mencakup TV, AC, WiFi, coffee/tea maker, electronic safe, dan kulkas. Ya, fasilitas standar lah yang biasanya ada di hotel bintang empat. Ukuran televisinya memang nggak begitu besar, tetapi opsi kanalnya cukup banyak. Koneksi WiFi juga cukup cepat dan stabil. Secara keseluruhan, nggak ada keluhan dari saya. Good job, Best Western Premier La Grande!

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, ukurannya bisa dibilang luas. Bentuknya memanjang, dengan bathroom counter dan lantai berwarna hitam. Dinding kamar mandi sendiri menggunakan keramik besar berwarna abu-abu. Secara keseluruhan, palet monokromatik digunakan untuk interior kamar mandi.

IMG_20190421_150413
IMG_20190421_150406

Perlengkapan kamar mandi mencakup produk dan alat mandi, hair dryer, vanity mirror, dan telepon di samping kloset. Produk dan perlengkapan yang disediakan berfungsi dengan baik. Untuk shower area sendiri, ukurannya cukup luas. Hanya saja, nggak ada shower tangan dan rain shower. Kalau dikasih pilihan antara shower tangan dan rain shower, saya akan lebih pilih rain shower. Keluaran airnya bisa dibilang cukup kencang dan pengaturan suhunya cukup mudah. Again, nggak ada keluhan apa pun.

IMG_20190421_150349

Fasilitas Umum

Restoran

Bertempat di lantai tiga, Parc de Vile Restaurant adalah restoran utama di Best Western Premier La Grande. Bentuknya memanjang dan ukurannya cukup luas, dengan beberapa meja dan kursi di area balkon. Hanya saja, dengan lokasi di bagian depan hotel yang menghadap langsung ke Jalan Merdeka, saya rasa makan di area balkon ini agak kurang nyaman. Selain berisik, risiko makanan terkena debu juga lebih tinggi. Mungkin area ini lebih cocok dipakai buat nongkrong aja.

Dari segi desain sendiri, saya rasa tidak ada yang begitu spesial dengan restoran ini. Konsepnya kontemporer ke arah minimalis. Cukup banyak ditemui di tempat-tempat lain. Meskipun demikian, ukuran restoran yang cukup luas dan penggunaan jendela-jendela besar membuat restoran terasa lapang.

IMG_20190422_101547
IMG_20190422_101558
IMG_20190422_101623

Kolam Renang

Satu lantai di atas restoran, ada kolam renang hotel. Nah, si kolam ini sendiri menurut saya unik karena bentuknya menyerupai huruf “L”. Untuk mengakses kolam renang, kita harus berjalan ke arah gym, setelah itu naik tangga menuju area kolam. Sebagian besar wilayah kolam diteduhi langit-langit. Jadi, pas lah buat berenang tanpa perlu kepanasan karena terkena paparan cahaya matahari langsung (kecuali di pagi hari ketika matahari masih ada di timur).

IMG_20190422_074649
IMG_20190422_074626

Air kolam sendiri terasa hangat karena memang ada heater. Di dekat tangga menuju kolam renang, ada Cordial Pool Bar yang menyediakan beragam light meal dan minuman untuk menemani momen berenang bareng teman-teman dan keluarga. Seating area di pool bar ini terbilang cramped karena meja-meja ditempatkan berdekatan satu sama lain. Kamar bilas dan ruang ganti baju ada di dekat pool bar. Sebetulnya, saya senang sih nongkrong di area kolam renang ini. Hanya saja, saya sayangnya nggak bawa baju renang. Padahal kalau bawa sih, niatnya sekalian nyebur aja.

Gym

Satu lantai dengan kolam renang, ada gym yang cukup luas. Gym ini bisa diakses melalui koridor menuju kolam renang. Kalau dari lift sih, tinggal ikuti koridor menuju kolam renang aja. Si gym ini ada di sisi kiri koridor. Waktu saya ke sana, gym sedang kosong banget. Saya tadinya mau sekalian olahraga, tapi kerjaan menunggu jadi mau nggak mau, saya hanya bisa masuk untuk foto-foto tempat aja.

IMG_20190422_074529
IMG_20190422_074539
IMG_20190422_074514

Dari segi peralatan, gym ini cukup lengkap. Perlengkapan yang ada juga cukup modern. Ada treadmill, stationary bike, stepper, sampai weight lifter. Standar gym lah intinya sih. Space untuk senam bisa dibilang nanggung karena selain tempatnya di tengah-tengah gym, cermin yang ada terhalangi weight lifter. Untuk loker, ada di sisi barat ruangan, di dekat dispenser air. Next time kalau nginep di sana lagi, saya harus pakai fasilitas gym-nya.

Lokasi

Best Western Premier La Grande berada di salah satu distrik belanja Bandung, yaitu Jalan Merdeka. Di sekitar hotel sendiri, ada banyak restoran dan tempat makan terkenal, seperti Baso Malang Karapitan, Dunkin Donuts, dan KFC. Kalau mau jalan sedikit ke belakang, ada Pujasera yang menawarkan beragam makanan. Intinya sih kalau urusan bersantap, aman lah. Hotel ini juga berada di antara dua mal besar, yaitu BIP dan BEC. Dari depan gedung, kita tinggal menyeberangi JPO untuk ke BIP. Jalan sedikit ke belakang, kita tinggal nyeberang jalan ke BEC Mall 2.

Nggak jauh dari hotel, ada beberapa tempat wisata Bandung yang bisa dikunjungi secara gratis. Ada Taman Sejarah yang (sayangnya) lebih terkenal dengan kiddie pool gratisnya. Nggak jauh dari Taman Sejarah, ada Taman Balaikota Bandung yang jadi tempat berkumpulnya muda-mudi Bandung dan beberapa grup kreatif, mulai dari kelompok bahasa sampai dance group. Dari Stasiun Bandung, Best Western Premier La Grande bisa dicapai dengan mobil dalam waktu sekitar 15 menit. Kalau dari Bandara Internasional Huesin Sastranegara, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 20-25 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Maklum, Bandung ‘kan katanya jadi kota termacet pertama se-Indonesia.

Kesimpulan

Dari semua aspek yang ada di hotel ini, lokasi jadi faktor unggulan Best Western Premier La Grande. Posisinya yang strategis bikin saya enak ke mana-mana. Saya cuma perlu parkir mobil dan ke mana-mana tinggal jalan kaki. Selain itu, dari segi segmentasi pasar pun, tempat makan dan mal yang ada di sekitar hotel bisa dibilang masih ada di segmen menengah. Nggak akan bikin cekak deh.

Bicara soal kamar, saya suka dengan ukuran dan palet warna earthy-nya yang bikin kamar terasa hangat. Pencahayaannya juga pas. Ditambah lagi dengan jendela yang menghadap ke arah kota dan hujan di sore hari, bersantai di kamar tuh rasanya nyaman banget. Sambil ngopi, sambil liat suasana kota di saat hujan. Cozy abis! Kamar mandi terasa luas, tapi ke arah unnecessary luas. Semua perlengkapan kamar mandi berfungsi dengan baik. Yang saya sayangkan adalah tidak adanya shower tangan atau rain shower, tapi secara keseluruhan sih nggak ada masalah.

Dengan rate mulai dari 600 ribuan per malam (berdasarkan Tripadvisor), Best Western Premier La Grande bisa jadi opsi yang tepat kalau ingin menikmati liburan di pusat kota dengan akses mudah ke berbagai tempat, tanpa pakai kendaraan. Hotel bintang empat ini juga punya beragam fasilitas yang keren, termasuk kolam renang dengan air hangat. Untuk yang suka suasana kota dan lihat pemandangan kota di malam hari, hotel ini layak buat dipertimbangkan.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis banget. Ke mana-mana bisa jalan kaki. Enak lah pokoknya. Banyak kafe dan restoran di sekitar hotel. Ada juga factory outlet, mal, dan toko buku. Oh, ya! Pasar hewan peliharaan di samping Dunkin Donuts juga bisa dikunjungi kalau mau liat kelinci, anjing, dan kucing.
  • Ukuran kamarnya luas. Ditambah dengan jendela besar yang mengarah ke pusat kota, nyaman banget rasanya buat istirahat di kamar.
  • Untuk ukuran hotel bintang empat dengan lokasi di pusat kota, rate rata-rata yang ditawarkan terbilang terjangkau.
  • Hotel ini punya kolam renang air hangat. Cocok buat berenang di malam hari, tanpa takut kedinginan.
  • Desain kamarnya cantik, memadukan warna earthy dengan motif floral ala “membatik” jaman SD.
  • Gym-nya cukup luas.
  • Meskipun berada di pusat kota, soundproofing kamar bagus banget. Suara berisik dari jalanan nggak kedengaran (ditambah lagi dengan posisi kamar di lantai yang cukup tinggi).

👎🏻 Cons

  • Kalau ada shower tangan atau rain shower di kamar (tipe Superior), kayanya mandi jadi lebih enak.
  • Seating area di pool bar-nya terasa cramped.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰💰

Review: The 1O1 Bandung Dago

Bicara tentang pilihan hotel, saya sebetulnya buat satu thread Twitter yang memuat sekitar 20 atau 30-an hotel di Bandung yang Instagrammable dengan rate yang terjangkau. Salah satu goal saya adalah mengunjungi semua properti yang saya cantumkan di thread tersebut. Dari semua opsi yang saya cantumkan, baru 8 yang udah saya kunjungi. Sebetulnya saya ngerasa agak kecewa karena untuk bikin list rekomendasi, akan lebih baik kalau saya udah pernah menginap di hotel yang dicantumkan secara langsung. Jadi, saya bisa kasih komentar yang lebih legit berdasarkan pengalaman nyata.

By the way, hotel yang akan saya review ini adalah salah satu dari hotel yang sudah saya kunjungi dari thread tersebut. Saya udah dua kali menginap di sini dan di kedua kunjungan, saya menginap di tipe kamar yang sama. Bedanya adalah tipe tempat tidur dan posisi kamar. Secara pribadi, saya suka hotel ini karena lokasinya yang sangat strategis dan interior kamarnya yang unik dan youthful.

facade
Fasad The 1O1 Bandung Dago. Foto milik pihak manajemeh hotel.

The 1O1 Bandung Dago adalah akomodasi bintang 4 yang berlokasi di Jalan Ir. H. Juanda No. 3, Bandung, 40115. Buat orang Bandung asli yang udah tinggal di Kota Kembang dari tahun 90-an, pasti tahu bahwa sebelum jadi hotel, bangunan yang sekarang ini ditempat oleh The 1O1 Dago adalah Planet Dago, salah satu mal yang cukup ngetren di eranya, terutama karena bowling alley-nya. Nah, jangan sampai ketukar ya karena di kawasan Dago bawah juga dulu ada mal bernama Dago Plaza alias Dapla yang sama kecenya. Sayangnya, kedua mal sekarang sudah beralih fungsi. Yang satu jadi hotel, yang satu lagi jadi hardware store dan toko furnitur besar.

Ada 140 kamar di The 1O1 Dago yang terbagi ke dalam 5 tipe. Unit terkecilnya punya luas 24 meter persegi, sementara unit terluasnya merupakan unit duplex seluas 69 meter persegi untuk 4 orang, lengkap dengan ruang keluarga yang cukup luas. Secara keseluruhan, hotel ini mengusung desain yang trendi dan semi-resort-ish kalau dilihat dari luar. Apa lagi, di bagian depan hotel ada kafe dan taman yang cukup menyegarkan mata. Untuk desain kamar sendiri, interiornya memadukan sentuhan tropical resort, chic minimalism, dan mid-century.

Untuk menunjang kebutuhan para tamu, The 1O1 Bandung Dago punya kolam renang, spa, restoran (merangkap kafe), dan gym yang ternyata baru buka ketika saya berkunjung ke sana. Hotel ini juga 4 ruang rapat sebagai fasilitas bisnis. Ketika menginap, saya dapat kamar tipe Deluxe Smart di lantai 3. Nah, kamar ini dilengkapi balkon pribadi dengan pemandangan kawasan Jalan Ir. H. Juanda dan sekitarnya. Sayangnya, kehadiran balkon ini juga ternyata memberikan downside tersendiri. Terlebih lagi, kamar yang saya tempati punya connecting door dan saya harus bersebelahan dengan tamu yang cukup berisik. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Memiliki luas 24 meter persegi, kamar Deluxe Smart saya tidak terasa claustrophobic. Dulu, saya juga pernah menginap di The 1O1 Dago dan dapat kamar Deluxe Smart. Kamar di kunjungan sebelumnya terasa lebih lapang. Sayangnya, posisinya berada di lantai 5, dengan jendela menghadap ke arah utara dan tanpa kehadiran balkon pribadi. Jadi, view-nya lebih terbatas. Mungkin ukuran kamar itu lebih luas karena nggak ada balkon.

Bicara soal desain, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, interior kamar mengusung desain chic modern secara keseluruhan, dengan dominasi palet warna monokrom dan earthy. Interior kamar juga menonjolkan permainan tekstur. Dinding berwarna abu-abu tua tampil manis dengan mural kutipan warna-warni di atas tempat tidur. Di sisi seberangnya, ada dinding bertekstur kasar berwarna abu-abu kerikil. Headboard dan panel belakang televisi sama-sama memiliki tekstur sisik ikan dan warna light maple. Dari segi tekstur sih bisa dibilang there’s a lot going on, tapi untungnya nggak sampai overwhelming sih dan semuanya tetap membentuk kesatuan.

Bisa dilihat di gambar bawah, di dekat televisi ada pintu. Nah, itu connecting door ke kamar sebelah. Sayangnya, soundproofing kamar kurang baik karena suara dari kamar sebelah terdengar jelas. Terlebih lagi, saat itu tamu di kamar sebelah tampaknya adalah keluarga dengan dua orang anak kecil yang berisik banget. Bahkan, ada anak yang mau coba buka pintu kamar. Rasanya terganggu banget, terutama di pagi hari ketika salah satu anak itu nangis dan rewel. Don’t judge me but I don’t like kids.

IMG_20190630_142607

IMG_20190630_142543

In-room amenities dasar tersedia dan mencakup TV, AC, dan coffee/tea maker. Kulkas pun ada di kamar, ditempatkan di bawah rak gantung pakaian (bisa baca paragraf sebelumnya). Koneksi WiFi hotel secara keseluruhan sih cukup cepat dan bisa diandalkan. Saya kerja dari kamar dan koneksinya stabil dan cepat, terlebih lagi karena saya nggak banyak download konten dari internet dan sebatas pakai koneksi internet untuk upload kerjaan dan fetch teks sumber untuk diterjemahkan.

Vibe tropical resort terasa dari penggunaan furnitur minimalis dan upholstery dengan sentuhan eksotis. Kalau di foto sih nggak kelihatan jelas, tapi end table di samping tempat tidur punya sentuhan mid-century yang cukup kental. Di kamar memang tidak ada closet, tapi sebagai gantinya disediakan rak gantung pakaian yang posisinya berada di samping tempat tidur. Nah, di bawah rak gantung pakaian ada kulkas. Repotnya adalah untuk buka atau pakai kulkas ini, end table harus digeser dulu.

IMG_20190630_142650

IMG_20190630_142529

IMG_20190630_163140

Salah satu kelebihan kamar ini adalah private balcony dengan pemandangan kawasan Jalan Ir. H. Juanda. Ukuran balkonnya memang kecil, tetapi cukup nyaman untuk santai sore sambil ngopi atau ngeteh dan ngobrol-ngobrol. Bahkan, di malam hari pun saya sengaja buka pintu balkon supaya bisa nongkrong ketika lagi bosan. Sekali lagi, karena soundproofing kamar yang kurang baik (dan memang risiko kamar yang posisinya menghadap ke jalan yang ramai), suara kendaraan bermotor dari luar (terutama motor-motor yang berisik) terdengar sampai kamar, meskipun memang ributnya nggak sekencang suara dari kamar sebelah.

IMG_20190630_142848

IMG_20190630_142858

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, desainnya masih senada dengan ruangan utama kamar tidur. Interiornya didominasi warna-warna yang lebih terang. Penggunaan countertop beton dengan tekstur yang menyerupai batu memberikan sentuhan alami yang lebih kental pada kamar mandi. Sementara itu, di dekat kloset ada panel kayu bermotif sama dengan headboard tempat tidur. Di area bathroom sink, ada hair dryer dan dua stopkontak untuk shaver. Ada juga sabun cuci tangan dan produk-produk pribadi. Cukup lengkap lah.

IMG_20190630_142712

IMG_20190630_142749

Untuk shower box, areanya cukup luas dan dibatasi oleh dinding dan pintu kaca. Aliran airnya cukup kencang dan suhunya cukup stabil (untuk air panas). Memang tidak ada rainshower, tapi saya bisa atur posisi dan sudut kepala shower supaya air bisa diarahkan ke bahu. Niche untuk menyimpan botol sabun dan samponya tampak kotor dan ubin dinding area shower pun kelihatan kurang bersih. Agak disayangkan sebetulnya. Aroma sabun dan sampo hotel tidak menyengat. Jadi, cocok buat yang nggak begitu suka produk mandi berbau intens.

IMG_20190630_142740

IMG_20190630_142800

Fasilitas Umum
SODA Resto & Bar

Untuk fasilitas bersantap, The 1O1 Bandung Dago punya SODA Resto & Bar. Restoran ini juga bisa dikunjungi oleh umum, dan bukan hanya tamu hotel. Bertempat di lantai lobi, area restoran cukup luas dan didesain dalam gaya yang menurut saya cukup kompleks. Elemen-elemen rustic industrial dan boho chic bisa dilihat di SODA Resto & Bar. Waktu menginap, saya memang nggak reservasi dengan breakfast. Jadi, kedatangan saya lebih ke untuk foto-foto properti.

Penggunaan dinding bata ekspos berwarna putih di area prasmanan memberikan kesan sederhana dan bersih. Secara pribadi, saya nggak begitu suka desain langit-langit di sini karena jatuhnya semacam “there’s too much going on here“. Di beberapa sudut, ada tanaman (entah asli atau palsu ya) yang memberikan kesan segar dan rimbun. Opsi makanan yang disediakan juga cukup variatif. Ada long table bergaya industrial dengan selongsong lampu yang mengingatkan saya dengan lampu yang suka dipakai oleh tim lighting waktu jaman saya partisipasi pagelaran drama di kampus.

IMG_20190701_103125

IMG_20190701_103252

IMG_20190701_103306

Di bagian tengah restoran, dekat pintu keluar ada satu platform pendek dengan beberapa perlengkapan untuk penampilan musik seperti stand partitur dan pengeras suara. Di sini juga ada sofa berlapis kain perca dan sepintas, bentuk dan penempatannya mengingatkan saya sama sofa ikonik di Central Perk dari serial komedi F.R.I.E.N.D.S. Beberapa dekorasi bergaya shabby chic juga bisa ditemukan di area ini.

IMG_20190701_103333

IMG_20190701_103403

Area restoran ini meluas sampai ke teras depan. Nah, sejujurnya saya suka banget dengan teras ini karena terasa rimbun oleh tanaman rambat dan pepohonan. Outdoor seating area ini punya kanopi kaca sehingga cahaya matahari bisa masuk. Perlu diingat bahwa pepohonan dan tanaman rambat yang ada di sini berfungsi juga sebagai pembatas antara trotoar jalan dan area restoran.

Dekorasinya sendiri masih senada dengan interior bagian utama restoran. Hanya saja, di sini kesannya jauh lebih santai, mungkin karena posisinya di luar ruangan dan lebih banyak tanaman. Area ini digunakan juga sebagai smoking area untuk para tamu.

IMG_20190701_103516

IMG_20190701_103537

Tidak jauh dari area SODA Resto & Bar, di depan pintu masuk utama The 1O1 Dago ada semacam area duduk dan taman yang ukurannya memang kecil, tapi sangan rimbun dan menyegarkan mata. Di samping taman, ada jalan menuju jalur parkir dan di sisi kirinya terdapat tembok kayu setinggi bangunan hotel. Oh ya, area di depan pintu masuk utama ini cukup luas, tetapi tampak kosong karena memang nggak ada apa-apa (maksudnya, nggak ada furnitur apa pun). Ada gebyok warna sian di salah satu sisinya. Di sini juga, ada pintu kaca geser yang memisahkan antara area hotel dengan trotoar di depannya.

IMG_20190701_081147

IMG_20190701_081118

IMG_20190701_081059

Kolam Renang

Menurut saya, kolam renang di The 1O1 Bandung Dago ini lebih cocok sebagai kolam anak daripada kolam dewasa. Ya, bisa aja sih tapi mungkin jatuhnya semacam plunge pool karena memang ukurannya “nanggung” dan kedalamannya juga relatif dangkal, cocok lah buat anak-anak SD.

Di salah satu sisi kolam, ada dinding dengan tanaman rambat yang memberikan kesan sejuk. Lantai kolam pun berwarna kehijauan dan lebih cocok untuk konsep natural (warna biru memang memberikan kesan air yang bersih dan sejuk, tetapi memang kurang natural sih). Posisi kolam renang bersebelahan dengan SODA Resto & Bar dan saya secara pribadi sih merasa agak awkward ketika lagi berenang, eh diliatin orang-orang yang lagi makan.

Di dekat tangga menuju kolam renang, dipasang papan peraturan dengan desain teks dan gambar yang menggemaskan. Dengan kedalaman 90 sentimeter dan peraturan yang ternyata cenderung dialamatkan untuk anak-anak, bisa dibilang bahwa kolam ini memang kolam anak. Kolam ini hanya buka dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore.

IMG_20190701_102858

IMG_20190701_103109

IMG_20190701_103041

Di sisi barat kolam, ada area ganti pakaian dan toilet untuk tamu yang mau dan habis berenang. Ruang ganti pakaian dan toiletnya memang nggak banyak, tetapi waktu saya berkunjung pun bahkan nggak ada yang berenang. Entahlah kalau kebetulan tingkat okupansi hotel lagi penuh, dan dengan tamu keluarga, mungkin area ini akan sangat ramai.

IMG_20190701_102953

IMG_20190701_102940

Fasilitas Lain

The 1O1 Dago juga memiliki gym yang ternyata baru buka. Gym ini sebetulnya belum 100% siap dipakai karena masih proses persiapan. Dan karena alasan ini pula, saya nggak ke area gym. Posisi gym ada di sebelah SODA Resto & Bar, di bangunan kayu yang mungkin kelihatan di salah satu foto outdoor seating area restoran yang saya unggah sebelumnya. Hotel ini juga punya layanan spa dan pijat. Saya lupa kalau nggak salah Whales Spa & Massage itu ada di lantai 1 atau 2, yang jelas sih satu lantai di atas lobi.

Di area lobi hotel, ada banyak pernak-pernik dan beberapa dijual untuk para tamu. Area ini tampak elegan dengan kursi-kursi bergaya kontemporer, coffered ceiling berlampu neon biru, dan deretan jendela dan pintu besar menuju restoran. Di sisi barat lobi, ada meeting room yang kebetulan saat itu sedang digunakan untuk menggelar sebuah acara (dan entah gimana ceritanya, saya malah nyasar ke sana).

IMG_20190630_163528

IMG_20190630_163541

Lokasi

Bicara soal lokasi, The 1O1 Bandung Dago ini memang juara. Bertempat di persimpangan Jalan Merdeka, Jalan Ir. H. Juanda, dan Jl. Riau, posisinya memudahkan kita untuk mengunjungi dua mal terkenal di Bandung, BIP dan BEC Mall. Untuk menuju kedua mal itu, saya bisa jalan kaki selama 5 menit aja dari hotel. Selain itu, di kawasan Jalan Merdeka juga ada Gramedia dan beberapa restoran (untuk makan sih, saya malah pergi ke mal sebetulnya).

Kalau jalan ke arah utara sedikit, ada Harvest buat yang seneng kue dan segala kudapan berbahan cokelat. Dari hotel, kawasan butik Jalan Riau juga bisa ditempuh dengan berkendara selama sekitar 5 menitan. Jalan Ir. H. Juanda di depan hotel jadi tempat ajang car free day di hari Minggu, dan buat para tamu yang seneng jalan pagi di hari Minggu, ajang car free day tentunya jangan sampai dilewatkan. Oh ya, kawasan distro Jalan Sultan Agung juga cukup dekat dari hotel dan bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 10 menitan. Selain itu, The 1O1 Dago berjarak sekitar 15 menit dari Stasiun Bandung.

Kesimpulan

Lokasi dan desain jadi keunggulan hotel yang dibuka pada tahun 2013 ini. Mau ke mana-mana dekat dan bisa dengan jalan kaki. Hotel ini juga berada di kawasan yang dijadikan ajang car free day di hari Minggu. Intinya sih, kalau urusan lokasi, The 1O1 Bandung Dago ini salah satu opsi yang terdepan, terutama kalau ingin cari hotel yang posisinya di pusat kota dan dekat dari mal.

Untuk desain, saya senang dengan vibe tropical resort di kamar. Interior kontemporer yang chic dan youthful, terutama dengan mural dan panel kayu di dinding menjadikan hotel ini sebagai salah satu hotel Instagammrable di Bandung. Kehadiran private balcony di kamar juga jadi salah satu hal yang layak diunggulkan. Tidak semua kamar punya balkon memang, tetapi coba minta pihak hotel untuk siapkan kamar dengan balkon.

Hanya saja, perlu diakui bahwa posisi kamar yang menghadap ke jalan raya juga punya kelemahan tersendiri. Dengan soundproofing yang kurang mumpuni, suara rewel dan jerit-jerit anak dari kamar sebelah, serta motor berisik dari luar terdengar cukup jelas di kamar. Untuk kamar mandi, fasilitas yang disediakan sudah lengkap. Mungkin aspek kebersihannya perlu lebih ditingkatkan.

Saya nggak ada keluhan mengenai fasilitas hotel yang lain. Untuk kolam renang, dengan kedalaman 90 sentimeter tentunya lebih diperuntukkan bagi anak-anak. Orang dewasa ya bisa aja berenang, tetapi posisi kolam renang yang langsung bersebelahan dengan restoran bikin saya mikir-mikir lagi sih untuk berenang. Hotel-hotel lain banyak yang punya kolam renang dengan posisi bersebelahan dengan restoran. Hanya saja, mungkin karena ukuran kolamnya kecil dan posisinya sangat dekat dengan restoran, saya agak canggung kalau berenang dan dilihatin orang-orang yang lagi makan. Ini nggak jadi masalah besar sebetulnya dan sifatnya subjektif. Untuk gym, semoga saja persiapannya sudah selesai dan bisa segera digunakan oleh para tamu.

Dengan rate mulai dari 450 ribu rupiah per malam (berdasarkan info dari Tripadvisor), The 1O1 Bandung Dago bisa jadi pilihan sempurna buat staycation di pusat kota Bandung. Lokasi yang strategis dan desain kamar yang cantik dapat melengkapi liburan di Kota Kembang. Selain itu, kehadiran beberapa unit yang dapat mengakomodasi 3-4 orang juga memberikan kesempatan bagi para tamu yang datang dengan keluarga atau teman-teman untuk menikmati liburan dan beraktivitas bersama, tanpa harus terpisah kamar.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Untuk ke BIP atau BEC Mall, hanya perlu jalan kaki selama sekitar 5 menitan. Di hari Minggu, tamu bisa coba ajang car free day secara langsung dengan keluar hotel karena Jalan Ir. H. Juanda di depan hotel termasuk ke area ajang car free day Bandung.
  • Desain kamar cukup Instagrammable. Coba lihat mural kutipan di foto yang saya lampirkan di atas. So sweet 🐩.
  • Ada balkon pribadi (tersedia untuk kamar-kamar tertentu). Balkon ini menghadap ke arah jalan raya dan menampilkan pemandangan pusat kota Bandung yang cantik, terutama di malam hari. Cocok buat santai sore sambil ngopi.
  • Ada kolam renang ramah anak, dengan desain natural yang cantik.
  • SODA Resto & Bar bisa jadi tempat hangout yang gak cuma Instagrammable, tapi juga cozy. Apalagi kalau duduk di sofa ala F.R.I.E.N.D.S.
  • Rate-nya reasonable. Untuk properti unik di pusat kota, rate mulai dari 450 ribuan menurut saya reasonable.
  • Tersedia beberapa tipe kamar yang bisa mengakomodasi 3-4 orang tamu. Cocok buat staycation bareng teman-teman atau keluarga.
  • Saya secara pribadi suka dengan outdoor seating area SODA Resto & Bar karena terkesan rimbun. Sayangnya, area ini juga dijadikan smoking area. Buat saya yang nggak merokok, kenyamanannya berkurang dengan asap rokok harus diakui.

👎🏻 Cons

  • Soundproofing kamar kurang baik. Suara anak kecil rewel dan nangis dari kamar sebelah terdengar jelas (terutama saat dapat connecting room). Dengan balkon pribadi, suara bising kendaraan bermotor dari luar juga terdengar, meskipun memang nggak sekencang suara nangis anak kecil.
  • Kolam renangnya kurang besar dan lebih cocok sebagai kolam anak. Mungkin buat orang dewasa, saat ini cukup mengawasi anak-anak dulu aja ya.
  • Gym hotel masih dalam proses persiapan. Semoga saat tulisan ini dirilis, gym-nya sudah siap digunakan.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

Review: Hotel Citradream Bandung

Niatnya saya mau beresin review ini minggu kemarin, tapi baru sempat lagi nulis sekarang. Selain itu, saya juga berkunjung ke hotel ini udah lama banget, tapi baru bisa buat review-nya sekarang. Intinya sih masih banyak hotel-hotel yang sudah dikunjungi, tapi belum sempat saya tulis review lengkapnya di blog. Kalau di halaman Tripadvisor saya sih udah ada, tapi saya pikir akan lebih lengkap kalau baca review di blog ini.

Saya nginap di sini dua kali sebetulnya, dengan jarak antara kedua kunjungan yang cukup lama (mungkin 8 atau 9 bulan). Kunjungan kedua ini sifatnya bener-bener leisure. Jadi, saya nggak bawa laptop atau beresin kerjaan sama sekali. Posisinya yang strategis memungkinkan saya buat menikmati suasana pagi di pusat kota Bandung dan jadi turis lokal di kota sendiri.

the-facade-of-the-hotel
Hotel Citradream Bandung. Foto milik pihak manajemen.

Hotel Citradream Bandung merupakan akomodasi bintang tiga yang berlokasi di Jalan Pasir Kaliki no. 36-42, Bandung. Berada tidak jauh dari persimpangan Jalan Kebon Kawung dan Jalan Pasir Kaliki, hotel ini gampang ditemukan dan berjarak sekitar 5 menit aja dari Stasiun Bandung dengan kendaraan bermotor.

Hotel berlantai 8 ini punya 76 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe aja: Superior Twin dan Superior King. Jatuhnya pilihan kamar yang tersedia memang itu-itu aja, tapi saya rasa ini mungkin bukan masalah buat orang-orang yang cari akomodasi no-nonsense yang ramah di kantong. Untuk fasilitas sendiri, Hotel Citradream Bandung punya satu restoran dan empat meeting room untuk keperluan bisnis.

Waktu menginap, saya pesan kamar Superior King. Posisi kamar saya berada di bagian barat gedung dengan jendela menghadap ke Jalan Pasir Kaliki. View yang saya dapat dari kamar cukup bagus, meskipun nggak begitu city view karena yang lebih terlihat itu kawasan pemukiman warga. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Kalau bicara soal desain kamar di Hotel Citradream Bandung, sejujurnya sih saya nggak menemukan sesuatu yang sangat spesial. Interiornya bisa dibilang tipikal interior kamar di akomodasi-akomodasi cookie-cutter: kontemporer dan minimalis. Palet warna putih, abu-abu, dan cokelat butternut mendominasi interior kamar. Colour pop bisa dilihat pada penggunaan warna hijau neon di pintu. Secara pribadi, saya nggak ada keluhan dengan atmosfer kamar atau pemilihan warna interior. Hanya saja, balik lagi ke pernyataan awal saya. Nggak ada sesuatu yang begitu spesial.

Untuk ukuran kamar, saya menemukan informasi yang berbeda dari beberapa sumber. Di Traveloka, dikatakan kalau luas kamar adalah 15 meter persegi. Booking.com menyebutkan bahwa luas kamar adalah 17 meter persegi. Sementara itu, situs resmi hotel mencantumkan ukuran kamar adalah 16,5 meter persegi. Sepertinya bisa dibilang bahwa ukuran kamar berkisar antara 15-17 meter persegi, dan ini mungkin tergantung kepada posisi kamar. Waktu pertama kali menginap di sini, saya dapat kamar di sisi utara gedung. Meskipun view dari jendela nggak begitu bagus dan saya bisa melihat jendela-jendela kamar di hotel tetangga, ukuran kamar terasa lebih luas.

IMG_20190317_151314

IMG_20190317_151353

IMG_20190317_151408

Furnitur kamar bergaya kontemporer dan minimalis. Nggak ada desain ribet-ribet, yang penting fungsional. Bentuk-bentuk yang ditonjolkan dari furnitur yang ada menampilkan sudut-sudut tajam yang membangun nuansa kaku. Untungnya, pencahayaan kamar terasa cukup di malam hari. Jadi, suasana kamar tetap terasa nyaman, meskipun saya nggak bisa bilang hangat juga. Lebih ke arah sejuk sih. Sejuk dan nyaman.

Fasilitas kamar sendiri sangat basic. TV layar datar dan WiFi tetap tersedia di kamar. Dua botol air mineral juga disediakan. Lemari pakaian bentuknya hanya semacam gantungan baju terbuka, tanpa pintu. Untuk electronic safe sendiri ada di bawah lemari pakaian. Sayangnya, di kamar nggak ada tea/coffee maker. Namun, di koridor kamar tersedia galon air untuk para pengunjung. Hanya saja, repot sih menurut saya kalau mau bikin teh atau perlu air panas untuk minum, harus sampai keluar kamar dulu.

IMG_20190317_151421

IMG_20190317_151430

Oh ya, view dari jendela kamar menurut saya sih lumayan bagus. Kalau ngejar city view dengan banyak gedung-gedung tinggi, memang menurut saya sih kurang “kota”, tapi seenggaknya saya bisa lihat suasana jalan raya dengan lebih jelas. Di malam hari, kawasan di sekitar Hotel Citradream Bandung masih hidup, mungkin karena posisinya dekat dari stasiun, nggak jauh dari mal, dan memang ada banyak restoran, kafe, dan minimarket.

IMG_20190317_152009

IMG_20190317_152014

Kamar Mandi

Bicara soal luas, kamar mandi di kamar saya memang nggak begitu besar. Space yang ada terbatas. Area shower-nya nggak begitu besar dan remang karena cahaya lampu terhalang shower curtain. Interior kamar mandi sendiri didominasi ubin persegi panjang berwarna putih yang disusun ala bata untuk memberikan sentuhan Industrial. The trick kinda works, though, hanya mungkin kalau ukuran ubinnya lebih kecil, kesan Industrial-nya terasa lebih kental.

IMG_20190317_151506

IMG_20190317_151454

IMG_20190317_151446

Produk yang disediakan di kamar mandi mencakup sabun, sampo, dan sikat gigi. Nggak ada produk lain di kamar mandi. Hair dryer pun nggak disediakan (tapi mungkin bisa pinjam ke manajemen kalau perlu karena saya sendiri nggak tahu dan nggak perlu pakai pada saat itu). Saya suka dengan keluaran air shower yang cukup kencang dan suhu air yang relatif stabil. Meskipun memang area shower-nya agak remang, tapi saya menikmati pijat bahu gratis dengan air panas dari shower.

Fasilitas Umum

Hotel Citradream Bandung menawarkan dua fasilitas umum bagi para pengunjung: meeting room dan restoran. Untuk restoran sendiri, posisinya berada di lantai dasar, nggak jauh dari lobi dan area resepsionis.

Restoran hotel berbentuk memanjang, dilengkapi furnitur bergaya kontemporer dengan warna-warna neon dan lampu “cangkir” yang sepintas mengingatkan saya sama suasana perpustakaan modern, terutama dengan penempatan meja yang memanjang. Area duduk pengunjung ini meluas sampai ke luar. Biasanya, outdoor seating area ini dipakai para tamu yang ingin merokok karena pengunjung nggak boleh merokok di area makan utama.

IMG_20190317_192642

IMG_20190317_192648

IMG_20190317_192708

Selain restoran, Hotel Citradream Bandung juga memiliki empat ruang rapat yang bisa dipakai untuk keperluan bisnis. Saya nggak sempat main-main ke area sana, tapi kalau lihat dari foto-fotonya di website resmi hotel, ukuran ruang rapatnya memanjang dan nggak begitu lebar, tetapi kondusif sih untuk meeting kecil.

Dari segi fasilitas umum, Hotel Citradream Bandung memang nggak menawarkan banyak pilihan. Selain itu, lahan parkir hotel juga sangat terbatas, terutama untuk mobil. Waktu saya menginap di sana, untungnya saya dapat tempat parkir mobil. Kalau nggak, tamu mungkin perlu parkir di pinggir jalan. Memang ada petugas yang berjaga, tetapi saya sendiri ngerasa nggak tenang kalau harus parkir di pinggir jalan.

Oh ya, ini bukan fasilitas umum hotel sih, tapi saya ingin kasih tahu aja. Biasanya, makanan dan minuman hotel kan terkenal mahal. Nah, di Hotel Citradream Bandung ini, saya rasa pilihan makanan dan minuman yang bisa kita pesan untuk dinikmati di kamar ditawarkan dengan harga yang bisa dibilang terjangkau. Menu minuman sendiri ditawarkan dengan harga mulai dari 10 ribu rupiah. Kalau makanan, yang paling mahal pun dibanderol dengan harga 30 ribu rupiah. Dan yang bikin saya excited lagi adalah, harga yang tertera di menu itu sudah termasuk pajak dan biaya layanan! Pilihan menunya memang nggak begitu banyak, tetapi untuk level makanan hotel sih, harga segitu menurut saya terjangkau.

IMG_20190318_092326

Lokasi

Terlepas dari kurangnya variasi tipe kamar dan fasilitas umum yang tersedia, aspek lokasi jadi salah satu keunggulan Hotel Citradream Bandung. Dari Stasiun Bandung, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit menggunakan kendaraan bermotor. Kalau jalan kaki, kira-kira sekitar 10 menitan sih. Dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15-20 menit, tergantung kondisi lalu lintas.

Untuk urusan makanan, di sekitar hotel ada banyak kafe dan restoran yang buka sampai larut malam. Di seberang hotel pun ada minimarket yang buka 24 jam, cocok buat yang ingin ngemil tengah malam. Kalau ingin belanja, ada Paskal 23 yang bisa ditempuh dengan jalan kaki selama sekitar 10 menit. Ada juga Istana Plaza alias IP yang berjarak sekitar 5 menit dengan kendaraan bermotor. Kalau mau ke IP, bisa pakai angkot dan biasanya ongkosnya 2 ribu.

Kesimpulan

Objectively speaking, tidak banyak yang ditawarkan oleh Hotel Citradream Bandung. Pilihan jenis kamar dan fasilitas umum yang terbatas menandakan bahwa hotel ini memang no-nonsense, in terms of tujuannya: orang datang untuk beristirahat. Meskipun demikian, restoran tetap tersedia dan beberapa ruang rapat hadir di hotel ini untuk menunjang keperluan bisnis tamu.

Desain kamar pun nggak begitu spesial, tipikal cookie-cutter bisa dibilang. Namun, fasilitas dasar tetap tersedia, minus tea/coffee maker. Pihak hotel menyediakan dispenser air panas/dingin di koridor kamar. Hanya saja, saya rasa ribet kalau harus bolak-balik keluar kamar hanya untuk ambil air panas. Luas kamar mandi pun terbatas, seperti halnya produk mandi yang ditawarkan. Meskipun demikian, secara keseluruhan kualitas istirahat saya baik dan fasilitas yang tersedia berfungsi dengan baik.

Dengan rate mulai dari 250 ribuan (berdasarkan info dari Tripadvisor), Hotel Citradream Bandung layak diperhitungkan, terutama untuk para pengunjung yang nggak finicky dengan fasilitas hotel dan hanya perlu tempat buat beristirahat di malam hari. Lokasinya yang sangat strategis dan dekat dari Stasiun Bandung membuat properti ini bisa jadi pilihan cerdas dan terjangkau untuk para wisatawan.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Harganya terjangkau. Dengan lokasi yang strategis, properti ini bisa dibilang salah satu hotel dengan rate yang terjangkau.
  • Lokasinya strategis. Ke mana-mana dekat. Mau ke mal, cukup jalan kaki sekitar 10 menit. Dari Stasiun Bandung, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit dengan kendaraan bermotor. Di sekitar hotel juga banyak restoran dan kafe yang buka sampai tengah malam.
  • Harga menu makanan dan minuman terjangkau, terutama untuk level makanan dan minuman dari hotel.

👎🏻 Cons

  • Pilihan tipe kamar dan fasilitas umum kurang variatif.
  • Area parkir untuk tamu, terutama parkir mobil sangat terbatas. Kalau tempat parkir penuh, ada kemungkinan parkir mobil harus di pinggir jalan.
  • Di kamar tidak ada tea/coffee maker. Kalau perlu air panas, perlu keluar kamar untuk pakai dispenser di koridor kamar. Repot kalau harus bolak-balik begitu.
  • Desain kamarnya tipikal cookie-cutter hotel.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰