Di Bandung, kluster baru virus yang menyebalkan itu muncul dan gara-gara itu, orang tua saya menetapkan “travel ban”. Saya nggak tahu bakalan sampai kapan si travel ban ini dan jujur aja, saya ada di situasi dilematis. Di satu sisi, saya jadi takut buat bepergian karena kluster baru ini wilayahnya cukup luas. Di sisi lain, saya dan kakak udah ada rencana ingin nginap-nginap karena bulan depan, dia mau nikah (yay!). Ya, sebetulnya nggak masalah sih ketika nggak bisa nginap di hotel. Cuman, ‘kan, saya sebetulnya lagi ngumpulin poin dan night supaya akun Bonvoy dan IHG bisa naik status. He he he.
Anyway, tulisan kali ini akan membahas satu hotel di Jakarta yang sudah saya kunjungi dua kali. Di kunjungan pertama, saya nggak sempat ambil foto dan semacamnya karena stay di sana itu sebetulnya untuk transit. Nah, di kunjungan kedua, saya ambil dokumentasi supaya bisa tulis review untuk hotel tersebut. Hotel Instagrammable ini berada di Jakarta Pusat, tepatnya bersebelahan dengan Sarinah.
![546859_16102321180048046014](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/546859_16102321180048046014.jpg?w=1024)
ARTOTEL Thamrin adalah hotel bintang tiga yang berlokasi di Jalan Sunda No. 3, Jakarta Pusat. Hotel unik di Jakarta ini adalah salah satu properti yang saya suka. Selain karena desain interiornya yang youthful, location-wise hotel ini juga memberikan kemudahan buat pergi ke mana-mana. Pertama kali menginap, saat itu bulan puasa di tahun 2018 (bulan Mei karena berdekatan dengan ulang tahun saya). Nah, kunjungan kedua saya itu di bulan Desember 2019, setahun setelah kunjungan pertama. Nggak banyak yang berubah sejak kunjungan pertama, kecuali dari segi service yang menurut saya lebih baik (untuk lengkapnya, nanti dibahas di segmen khusus).
Dari luar, bangunan hotel ini tampil mencolok dengan fasad bermural dan bentuk bangunan yang tinggi memanjang ke belakang. Ya, sesuai dengan judulnya, hotel unik ini menampilkan banyak karya seni. ARTOTEL sendiri punya beberapa branch, seperti ARTOTEL Wahid Hasyim, Goodrich Suites, dan Kemang Icon di Jakarta, dan de Braga by ARTOTEL di Bandung. Sebetulnya, ada lebih banyak lagi cabang di kota-kota lain, cuman yang saya ingat baru itu. Dilansir dari situs resminya, ARTOTEL Thamrin berkolaborasi dengan 8 seniman kontemporer Indonesia dan hasil dari kolaborasi tersebut bisa kita lihat dalam bentuk mural dan karya seni yang tersebar di setiap lantai. Oh, ya! Setiap lantai juga punya konsep karya seni yang berbeda. Menurut saya ini seru sih karena setiap pengalaman menginap bisa berbeda dan nggak membosankan.
Berdasarkan halaman Tripadvisor-nya, ada 107 kamar di hotel ini dan semuanya dikategorikan ke dalam 3 tipe: Studio 20, Studio 25, dan Studio 40. Soal fasilitas, dari segi jumlah sih memang tidak banyak. Namun, hotel ini punya rooftop bar, restoran, artspace, ruang rapat, dan penyewaan sepeda. Karena berkiblat pada seni, salah satu fasilitas yang menurut saya paling menonjol dan keren adalah artspace-nya. Saya beruntung karena pada waktu itu, sedang ada art exhibition yang berkaitan dengan laut dan perikanan. Saat menginap, saya memesan kamar tipe Studio 20. Waktu itu, saya hanya menginap satu malam, tapi kayaknya ke depannya saya ingin coba nginap lebih lama, terutama karena lokasinya yang benar-benar memanjakan saya. Ulasan lengkap saya bahas di segmen berikutnya, ya!
Desain Kamar
ARTOTEL Thamrin hanya menawarkan tiga tipe kamar. Namun, semuanya didesain dengan cantik dan teperinci untuk memberikan pengalaman menginap yang berkesan. Kamar yang saya tempati merupakan tipe Studio 20. Berdasarkan situs resmi hotel, tipe ini memiliki luas 20 meter persegi, sesuai namanya. Nah, di Bandung saya udah dua kali menginap di de Braga by ARTOTEL dan mencoba dua tipe kamar, Studio 25 dan Studio 28. Menurut saya, Studio 20-nya Thamrin dan Studio 25-nya de Braga ini nggak jauh beda dari segi luas. Waktu saya cross-check ke situs resmi de Braga, ternyata tipe Studio 25 itu luasnya 22 meter persegi. Oalah! Pantes aja rasanya nggak jauh beda.
![IMG_20191222_145120](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_145120.jpg?w=1024)
![IMG_20191222_145008_1](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_145008_1.jpg?w=576)
Focal point dari kamar ini, tiada lain dan tiada bukan, adalah mural di dinding. Ada dua mural di kamar, satu di dinding belakang headboard dan satu lagi di dinding di samping tempat tidur. Untuk menyeimbangkan tampilan mural yang rumit, ramai, dan penuh warna, dinding kamar menggunakan warna abu-abu muda. Sebetulnya, interior kamar sendiri menggunakan palet monokromatik (tanpa menyertakan mural). Langit-langit yang tinggi juga memberikan kesan kamar yang luas. Namun, penerangan yang digunakan memiliki warna hangat. Jadi, di malam hari kamar tetap terasa nyaman dan hangat, tanpa terkesan gelap dan somber akibat palet warna monokrom.
Perlengkapan kamar di tipe Studio 20 bisa dibilang sudah pas. Mesin pembuat kopi Nestle Dolce Gusto juga tersedia di kamar. Oh, ya! Kalau diperhatikan lagi, table lamp dan kursi kerja di kamar punya desain yang unik. Waktu masuk pertama kali ke kamar, saya sempat kaget karena saya kira kursinya rusak. Ternyata, desainnya memang sengaja dibuat crooked begitu. Waktu duduk pun, saya agak parno, tapi keseimbangan dan kekokohan kursi terjaga kok. Untuk tempat tidur, nggak ada masalah dengan kasurnya. Cukup besar dan nyaman. Bantal firm dan soft pun disediakan. No objection sih buat aspek ini.
![IMG_20191222_145205](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_145205.jpg?w=576)
![IMG_20191222_145053](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_145053.jpg?w=576)
![IMG_20191222_145103](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_145103.jpg?w=1024)
In-room amenities lainnya mencakup kulkas mini, TV 32 inci, dan safety box. Saya nggak sempat foto area lemari pakaian dan gantungan, tetapi dari segi desain sih sama seperti yang di de Braga. Oh, ya! Saya menempati kamar di lantai enam. Meskipun memang jendelanya menghadap ke gedung sebelah, tetapi saya masih tetap bisa melihat area Sarinah dengan jelas, terlebih lagi karena kamar berada di lantai yang cukup tinggi. Nah, saat menginap, televisi di kamar sempat bermasalah. Jadi, tiba-tiba semua channel hilang. Salah satu staf hotel sempat bilang bahwa sedang ada perbaikan layanan TV kabel. Seingat saya, bahkan ada stiker atau kertas pemberitahuan soal gangguan tersebut. Sedikit mengganggu sih, tapi karena saya pun nggak sering nonton TV, jadi nggak begitu masalah sih.
Kamar Mandi
Seperti di kunjungan pertama, hal yang saya suka dari kamar mandi di ARTOTEL Thamrin itu masih sama: shower. Memang nggak ada rainshower di kamar mandi, tetapi kekuatan semburan airnya yang kencang dan kepala shower yang bisa diatur bikin saya betah mandi air panas lama-lama. Jatohnya nggak hemat air sih. Jangan ditiru, ya! Seandainya ada rainshower, saya rasa bakalan lebih bagus lagi (dan saya mandi bisa tambah lama lagi mungkin).
Kamar mandi punya luas yang cukup terbatas. Penggunaan warna-warna cerah membuat kamar mandi terasa lebih lapang, meskipun memang warna hitam digunakan sebagai “variasi” supaya kamar mandi nggak terkesan garing. Pencahayaan pun menggunakan warna hangat. Ya, pantes aja saya betah mandi lama-lama. Produk mandi pun sudah tersedia di samping wastafel. Secara keseluruhan, nggak ada masalah dengan kamar mandi. Mungkin yang perlu saya perhatikan adalah kebiasaan ber-shower air panas lama-lama. Enak sih sebetulnya bisa pijat-pijat punggung, paha, dan betis pakai air panas, tapi itu buang-buang air juga jatuhnya. Aduh…
Fasilitas Umum
BART – Rooftop Bar
ARTOTEL Thamrin punya rooftop bar yang cukup terkenal bernama BART atau Bar at the Rooftop. Di kunjungan pertama dan kedua, saya ke sana untuk sekadar hangout bareng teman sambil menikmati suasana malam dan “lihat lampu”. Namun, saya harus kasih thumbs up buat pihak hotel karena dari segi service, kualitas dan keramahan staf sudah jauh lebih meningkat (nanti saya bahas detailnya di segmen khusus).
![IMG_20191222_212154](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_212154.jpg?w=1024)
![IMG_20191222_213248](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_213248.jpg?w=576)
Nah, karena kondisi bar yang sangat remang dan pencahayaan yang kurang memadai, saya jadi nggak ngambil foto si bar itu sendiri. Lagi pula, saya udah telanjur asyik ngobrol sambil menikmati minuman dan jajanan bareng teman. Salah satu hal yang saya suka saat berkunjung ke Jakarta adalah main ke rooftop bar sebetulnya (atau tempat lain yang memungkinkan saya buat ngobrol santai sambil lihat pemandangan kota di malam hari). Maklum, di Bandung ‘kan gedung-gedung tingginya nggak sebanyak di Jakarta.
Oh, ya! Kalau mau ke sini, pastikan nggak pakai sandal hotel, ya. Di sini, tamu diimbau mengenakan sepatu. Ini buat alasan keselamatan juga sebetulnya karena area bar ini sangat remang dan beberapa area memiliki lantai kayu. Jadi, ya intinya sih buat menghindari tersandung atau semacamnya yang bisa melukai jari kaki.
Artspace
Sesuai namanya, ARTOTEL Thamrin punya artspace yang berada di lantai dua hotel. Untuk mengakses area ini, kita bisa pakai lift atau tangga. Kalau saya sih, waktu itu pakai tangga karena desain tangga yang melingkar itu sendiri menurut saya keren banget, dan tangga ini berlanjut sampai ke lantai 3 atau 5… Saya lupa.
![IMG_20191222_225623](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_225623.jpg?w=1024)
![IMG_20191222_225615](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_225615.jpg?w=1024)
Waktu saya menginap, saat itu karya-karya yang dipamerkan bertema kelautan. Nah, hal ini berkaitan juga dengan kondisi laut saat ini yang penuh sampah dan polusi sehingga membahayakan biota laut. Saya ingatkan ya, jangan buang sampah sembarangan. Buat yang masih suka buang sampah sembarangan, tobat deh cepet-cepet. Ya, kalau masih punya kebiasaan jelek kayak gitu, jangan harap pantai dan laut bisa bersih deh. Soalnya ‘kan salah satu “kontributor”-nya ya kamu. Jadi, demi dunia yang lebih baik (dan buat kebaikanmu sendiri), jangan suka buang sampah atau limbah sembarangan, ya, mau di jalanan, hutan, atau laut sekali pun.
![IMG_20191222_225733](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_225733.jpg?w=1024)
![IMG_20191222_225635](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_225635.jpg?w=1024)
![IMG_20191222_225810](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_225810.jpg?w=576)
Area artspace yang tersedia memang nggak besar dan bentuknya mengikuti koridor dengan void ke lantai satu. Di salah satu sudut area ini, terdapat boks telepon umum yang berfungsi sebagai business center. Kalau saya perhatikan, hanya ada satu komputer di sana, tapi memang komputer itu sendiri pun nggak ada yang pakai sih. Oh, ya! Di lantai dua ini ada toilet yang menurut saya desainnya nendang dan agak bikin seram karena gelap. Saya lupa nggak foto toiletnya, cuman kurang lebih interiornya didominasi warna hitam, dengan drop-light di beberapa titik dan, kalau nggak salah, ada sketsa wanita hitam putih juga (atau ini jangan-jangan di toilet rooftop bar, ya?). Intinya sih desainnya bikin saya agak kaget waktu kali pertama masuk.
Double Chin
ARTOTEL Thamrin juga punya restoran bernama Double Chin. Restoran ini berada di lantai lobi dan bisa diakses dengan mudah saat kita masuk ke hotel. Posisinya ada di sisi kanan bangunan setelah kita melewati pintu utama. Di bagian tengah ruangan, ada juga bar yang menyajikan bir, cocktail, dan minuman lainnya.
![IMG_20191222_225720](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_225720.jpg?w=576)
![IMG_20191222_223843](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_223843.jpg?w=576)
![IMG_20191222_225601](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191222_225601.jpg?w=1024)
Di pagi hari, sarapan disajikan di Double Chin. Area restorannya cukup luas dan bentuknya memanjang ke arah dalam. Interior Double Chin bergaya kontemporer dengan sentuhan youthful, chic, or whatever you call it. Mural-mural dipajang di dinding dan langit-langit. Beberapa tanaman rambat juga ditempatkan di sini sebagai elemen hijau untuk ruangan. Nggak banyak memang, tapi seenggaknya memberikan kesan yang lebih sejuk.
![IMG_20191223_093033](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_093033.jpg?w=1024)
![IMG_20191223_095813](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_095813.jpg?w=576)
![IMG_20191223_095743](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_095743.jpg?w=1024)
Untuk menu sarapan, saya merasa nggak ada keluhan. Dibilang variatif, ya cukup variatif. Hanya saja dari segi keunikan sih, nggak ada sesuatu yang superspesial. Menu khas sarapan seperti bubur dan nasi tersedia. Namun, menurut saya sajian yang jadi tambahan cukup menarik sih waffle. Lengkap dengan maple syrup, waffle bisa jadi menu sarapan baru buat yang ingin variasi. Saya sendiri nggak ambil waffle karena lidah dan perutnya udah Indonesia banget. Jadi, perlu makan nasi supaya ngerasa kenyang dan dapat feel “udah sarapan”.
![IMG_20191223_085622](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_085622.jpg?w=576)
![IMG_20191223_084825](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_084825.jpg?w=1024)
![IMG_20191223_084544](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_084544.jpg?w=1024)
![IMG_20191223_084520](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_084520.jpg?w=1024)
![IMG_20191223_084512](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_084512.jpg?w=1024)
Di samping restoran, ada koridor sempit sebagai extension restoran. Area ini dipakai juga sebagai smoking area. Lorong ini punya dinding batu di salah satu sisinya. Area ini punya atap kanopi (atau kaca, ya?) yang memungkinkan cahaya untuk masuk secara optimal. Sebagai dekorasi, ada tanaman rambat yang dipasang di trellis kayu di langit-langit, serta lampu berbentuk bola putih polos. Dengan atap kaca, bisa dipastikan area ini terasa gerah, terutama di siang hari. Waktu saya ambil foto pun, lorong ini kerasa panas. Namun, ada satu unit air conditioner di sini buat menyejukkan udara.
![IMG_20191223_093323](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_093323.jpg?w=576)
![IMG_20191223_093300](https://aboyinahotelroom.wordpress.com/wp-content/uploads/2020/07/img_20191223_093300.jpg?w=576)
Lokasi
Untuk aspek yang satu ini, saya bisa bilang ARTOTEL Thamrin adalah properti yang unggul. Secara pribadi, kalau di Jakarta saya suka hotel yang dekat dengan transportasi umum, terutama MRT karena saya kalau jalan-jalan sendiri, pasti nyari tujuan yang dekat dengan stasiun MRT (atau seenggaknya dekat dengan halte Transjakarta). Ada sih taksi online, tapi ‘kan kondisi jalanan nggak bisa diduga dan sering kali macet.
Ada dua moda transportasi umum terdekat dari ARTOTEL Thamrin, Transjakarta dan MRT. Kalau mau pakai Transjakarta, tinggal jalan ke halte Sarinah (jalan kaki paling makan waktu 5 menit). Stasiun MRT Bundaran HI pun jaraknya hanya 5-7 menit dari hotel dengan jalan kaki. Hotel ini lokasinya memang di pusat kota banget. Jadi, ke mana-mana gampang. Soal belanja atau makan, ada banyak banget opsi yang bisa ditemukan di sekitar properti. Di seberang hotel ada Sarinah. Kalau mau wisata kuliner, bisa jalan kaki sedikit ke Jalan Sabang. Di Jalan Wahid Hasyim sendiri ada banyak kafe dan restoran menarik. Soal belanja, hotel ini dekat dari Plaza Indonesia dan Grand Indonesia. Kalau jalan kaki, mungkin perjalanan memakan waktu 7-10 menitan. Nggak lama kok.
Dari Stasiun Gambir, ARTOTEL Thamrin bisa ditempuh dalam jarak 15 menitan menggunakan kendaraan bermotor (kalau kondisi jalan nggak macet parah). Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, perjalanan ke hotel memakan waktu sekitar 40-50 menit menggunakan kendaraan bermotor (lagi-lagi tergantung kondisi jalanan).
Pelayanan
Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel.
Bicara soal pelayanan di ARTOTEL Thamrin, di kunjungan kedua ini saya merasa kualitas pelayanannya jauh lebih baik. Para staf yang bertugas ramah dan helpful. Kebersihan dan perawatan kamar juga baik. Meskipun memang ada masalah dengan channel TV pada waktu itu, pihak hotel sudah memberi tahu sejak awal lewat semacam stiker atau surat. Hal seperti ini saya rasa patut diapresiasi. Ya, ‘kan, daripada kanal TV bermasalah dan pihak hotel nggak bilang apa-apa, dan kita harus komplain? Kalau pun memang komplain, dengan adanya pemberitahuan tersebut komplain kita mungkin lebih ke arah “Perbaikannya sampai kapan, ya?” dan bukan macam “Ini kok TV-nya nggak ada channel-nya?”.
Di awal, saya bilang bahwa saya pernah sebelumnya menginap di ARTOTEL Thamrin dan mengalami kejadian nggak enak di bART. Jadi, pada waktu itu saya nginap dengan teman dan nongkrong di rooftop bar sambil ngobrol. Waktu itu, kita ngobrol lama sampai mendekati jam tutup bar. Memasuki jam tutup order, tiba-tiba ada salah satu pegawai yang datang sambil bawa bill. Yang bikin saya dan teman saya kesal adalah pegawai ini nggak ngomong apa-apa, langsung simpan bill di atas meja, dan pergi begitu aja. Menurut kami, itu nggak sopan karena harusnya dia bilang sesuatu. Untungnya, di kunjungan kedua, kejadian seperti itu nggak ada dan nongkrong di bART pun berjalan mulus. Staf yang bertugas di resepsionis dan Double Chin juga ramah-ramah. So far, dari segi kualitas layanan, saya nggak ada objection. Dari segi masalah saat menginap pun, sepertinya urusan channel TV yang bermasalah bukan jadi hal besar karena saya sendiri memang jarang nonton TV, tapi inisiatif pihak hotel untuk memberi tahu tamu sejak awal lewat surat atau stiker jadi sesuatu yang layak diapresiasi.
Kesimpulan
Artsy and affordable. Di era seperti sekarang—saat liburan macam jadi kebutuhan, terutama di kalangan para remaja dan young adult, kehadiran akomodasi terjangkau jadi penolong. Berdasarkan pandangan saya pribadi, saat sedang on budget dan ingin jalan-jalan, pastinya akomodasi-akomodasi di kelas budget ke midscale jadi prioritas saat merencanakan liburan. Salah satu alasannya adalah karena saya nggak banyak menghabiskan waktu di hotel dan lebih banyak “keluyuran” di kota tujuan. Intinya sih hotel betul-betul jadi tempat numpang tidur. Namun, hadirnya akomodasi budget dengan desain interior yang unik jadi game changer yang memungkinkan tamu beraktivitas lebih lama di hotel (bisa buat foto-foto, santai, atau semacamnya).
ARTOTEL Thamrin adalah pilihan hotel yang dari segi harga terjangkau, tetapi menawarkan pengalaman menginap yang nggak kalah unik dengan hotel-hotel seniornya (in terms of hotel class, ya). Keunggulan utamanya ya faktor seninya. Sesuai namanya, ada banyak karya seni yang dipamerkan di hotel ini, termasuk di kamar. Setiap lantai mengusung tema yang berbeda dan ini saya rasa jadi semacam strategi menarik supaya tamu datang lagi buat menginap di kamar dengan tema yang lain (and I would love to come back again to be honest). Di hotel ini juga banyak spot Instagrammable yang sayang buat dilewatkan.
Soal fasilitas, ARTOTEL Thamrin punya rooftop bar sebagai salah satu amenities unggulan. Dengan view kawasan Thamrin dan sekitarnya, rooftop bar di sini bisa jadi tempat nongkrong yang seru bareng teman. Ada juga artspace di hotel ini dengan exhibition yang berbeda-beda (untuk jadwal pastinya, bisa cek langsung situs resmi hotel). Faktor lainnya yang bikin hotel ini unggul adalah lokasinya. Ke mana-mana gampang karena dekat stasiun MRT dan halte Transjakarta.
Di halaman Tripadvisor-nya, rate hotel ini mulai dari 324 ribu rupiah. Kalau dengan pajak dan biaya layanan, mungkin jatuhnya sekitar 400 ribuan. Namun, dengan rate segitu, saya rasa ARTOTEL Thamrin menawarkan lebih dari sekadar “tempat buat numpang tidur”. Dengan lokasi prima, desain interior kamar yang artsy, dan rooftop bar yang keren, dan rate yang relatif terjangkau, properti di pusat Jakarta ini layak banget untuk dipertimbangkan.
Pros & Cons
👍🏻 Pros
- Desain interior kamar keren banget, apalagi dengan mural yang unik. Setiap lantai mengusung tema yang berbeda. Jadi, tiap kamar muralnya pun beda-beda dan ini bisa memberikan pengalaman menginap yang beda juga, meskipun di properti yang sama.
- Lokasinya superstrategis. Ke stasiun MRT dekat, ke halte TJ dekat, ke mal dekat, restoran dan kafe ada banyak di sekitar properti.
- Rate-nya relatif terjangkau. Ditambah fasilitas yang decent dan desain interior yang unik, rate segitu sih reasonable.
- Rooftop bar di hotel ini bisa jadi tempat nongkrong yang asyik bareng teman-teman. Harga makanan dan minumannya pun masih tergolong wajar untuk level bar di hotel.
- Ada artspace dengan exhibition yang selalu digilir. Jadwal exhibition bisa dicek di situs resmi hotel.
- Ada Nestle Dolce Gusto.
👎🏻 Cons
- Kalau ada gym, kayaknya makin lengkap hotel ini.
- Saya lupa bilang soal parkiran. Area parkir hotel ini terbatas. Jadi, kalau berkunjung menggunakan kendaraan, jangan kaget kalau parkirannya penuh. Namun, ada petugas parkir yang berjaga kok. Jadi, nanti tetap bisa diarahkan sama dia (atau dikasih valet).
Penilaian
Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰