Category Archives: Our Favourites

Review: Crowne Plaza Bandung

Sebagai urang Bandung, saya sering mengamati perkembangan yang terjadi di kota saya, terutama di kawasan pusat kota dan area-area yang sering didatangi atau dilewati. Hotel baru, restoran baru, kafe baru, dan semacamnya. Flashback ke beberapa tahun silam, di Jalan Lembong ada bangunan pencakar langit yang sedang dibangun. Saya dapat informasi dari satu utas di Skyscrapercity kalau bangunan tersebut awalnya akan jadi Plaza Panasia, dan pembangunannya sudah dimulai dari tahun 1997. Dari strukturnya, bangunan ini kelihatan megah dan, terutama sebelum bangunan-bangunan tinggi mulai dibangun di sekitarnya, bangunan itu jadi hal yang menonjol. Namun, konstruksinya terhenti dan bangunan pun sempat mangkrak lama. Bisa dibilang lama banget soalnya sampai saya SMP, SMA, dan kuliah semester awal, nggak ada perubahan signifikan. Sempat jalan lagi, tapi berhenti lagi. Saya nggak tahu alasannya apa, sementara di sekitarnya udah mulai banyak bangunan pencakar langit lain. Dan akhirnya, konstruksi pun berjalan lagi dan saya mulai bisa lihat mau jadi seperti apa bangunan tersebut. Sekarang, bangunan ini berfungsi sebagai hotel bintang 5 di Bandung yang bulan Agustus kemarin sempat saya kunjungi.

review crowne plaza bandung

Crowne Plaza Bandung adalah hotel bintang 5 yang berlokasi di Jalan Lembong nomor 19, Bandung. Hotel ini (at least sampai saat tulisan ini terbit, ya) merupakan satu dari 3 properti IHG yang ada di Kota Kembang. Buat nyari hotel ini nggak susah karena bangunannya yang tinggi (23 lantai) bikin hotel ini gampang dikenali. Ditambah lagi, fasadnya megah dan ada satu bagian bangunan yang berbentuk melingkar. Ikonik. Saya takjub karena dari bangunan yang sempat mangkrak bertahun-tahun, akhirnya jadi hotel mewah yang—well—stylish.

Menurut informasi dari Tripadvisor, hotel mewah di Bandung ini punya 270 kamar. Dari situs resmi hotel, saya lihat ada 9 tipe kamar yang tersedia di Crowne Plaza Bandung. Soal fasilitas pun, hotel ini menawarkan pilihan yang beragam dan mumpuni. Ada gym, restoran, sky lounge, poolside bar, kolam renang, kids’ corner, spa, ruang rapat, dan ballroom. Sayangnya, waktu saya menginap, saya nggak bisa mencoba sebagian besar fasilitas hotel karena berdasarkan peraturan kota yang berlaku, beberapa fasilitas masih belum bisa dibuka. Sebetulnya, fasilitas seperti kolam renang bisa digunakan sih, tetapi di akhir pekan saja. Duh! Padahal saya pengen banget coba berenang dan nyantai di outdoor whirpool-nya. Gym, kids’ corner, dan sky lounge juga masih tutup waktu saya menginap, tapi saya sempat ambil dokumentasi buat fasilitas-fasilitas itu.

Salah satu hal yang saya suka dari hotel ini adalah lokasinya. Bukan hanya sekadar karena berada di pusat kota (dan bisa lihat lampu-lampu kalau malam), tapi juga karena jaraknya yang dekat ke mana-mana. Kawasan Jalan Braga, salah satu ikon Bandung bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 5 menit aja dari hotel. Oh, ya! Waktu berkunjung, saya menempati kamar tipe Deluxe dengan 2 single bed. Awalnya, saya rencana nginap dengan kakak saya, tapi karena satu dan lain hal, dia nggak bisa datang. Walhasil, si kasur yang satu lagi pun kosong dan saya langsung taruh koper dan laptop di atasnya supaya kasurnya nggak kosong melompong. Sempat ada insiden kecil waktu saya menginap, tapi saya apresiasi bantuan dan langkah dari pihak hotel. Saya pun dipindahkan ke kamar lain, tapi jadi ke kamar tipe King Junior Suite (terima kasih banyak, Crowne Plaza Hotel dan Pak Julius selaku GM hotel!). Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Deluxe 2 Single Bed

Saya menginap selama 3 hari dua malam di hotel mewah di Bandung ini. Untuk malam pertama (eh? sama siapa?), saya menempati kamar tipe Deluxe dengan 2 single bed. Dengan luas 34 meter persegi, kamar ini terasa cukup luas meskipun ada dua tempat tidur. Nah, sebetulnya ada satu hal yang bikin saya bingung. Kalau saya buka aplikasi IHG di ponsel dan ngecek harga, untuk tipe kamar yang sama, beda arrangement tempat tidur, beda juga harganya. Ini berlaku untuk beberapa properti, ya, dan nggak hanya properti-properti di Bandung. Kamar dengan 2 single bed ditawarkan dengan harga yang lebih murah daripada kamar dengan 1 king bed (bedanya bisa sekitar 50-100 ribuan). Saya sempat tanya alasan perbedaan harga tersebut, dan jawabannya adalah “Karena lebih luas, Pak.” Padahal, bicara soal layout ruangan, mau 1 king bed atau 2 single bed, kamarnya tetap unya luas yang sama sebetulnya. Pada akhirnya, soal lebih luas atau sempit, itu karena ada satu furnitur tambahan, ‘kan?

Back to the review.

Bicara soal desain, semua kamar di Crowne Plaza Bandung punya interior bergaya kontemporer yang cukup stylish. Desain ini mengingatkan saya dengan saudaranya yang ada di Jakarta, Holiday Inn & Suites Gajah Mada. Palet warna earthy menjadi pilihan untuk interior kamar dan saya suka dengan accent wall berpola geometrik di belakang tempat tidur. Saya malah ingat satu area di Queen Elizabeth Walk di Singapura karena pola segi empatnya yang berundak. Area ini bahkan jadi salah satu setting di film Crazy Rich Asians (2018). Meskipun didominasi oleh warna-warna earthy yang lebih cerah dan muted, interior kamar masih terasa gelap. Entah karena jendelanya kurang besar atau karena memang pencahayaannya kurang banyak. Sebetulnya, kamar yang saya tempati ini layout-nya memang beda. Kalau lihat di foto-foto di galeri situs resmi hotel, jendela di kamar hotel ukurannya lebih lebar. Namun, kamar yang saya tempat punya dinding yang menjorok ke dalam sehingga jendelanya pun nggak selebar yang ditampilkan di foto. Kalau di malam hari, untuk tidur sih tingkat pencahayaannya sebetulnya nyaman. Namun, di sore hari atau malam hari sebelum tidur (pas masih nonton TV atau kerja, misalnya), saya rasa tingkat pencahayaannya masih kurang cerah.

Room amenities yang tersedia mencakup televisi 40 inci, alarm + Bluetooth speaker, WiFi, AC, tea/coffee maker, kulkas kecil, meja +kursi kerja, kursi lengan, dan meja kopi. Di atas meja kerja, ada cermin berbentuk lingkaran yang alih-alih fungsional, saya pikir lebih ke arah dekoratif karena posisinya cukup tinggi (atau mungkin saya yang terlalu pendek). Untuk yang mau touch up di meja kerja, bakalan susah sih karena harus berdiri, nggak bisa duduk. Jendela kamar saya menawarkan view ke arah utara. Yang bisa terlihat dari kamar adalah kolam renang dan bangunan-bangunan lain di sisi utara kota (terhalang sih sama Tera Residence, tapi gedung itu jadi background foto yang menurut saya sih cantik. Bisa dilihat di Instagram pribadi saya). Waktu saya tiba, di atas meja sudah tersedia buah-buahan segar, complimentary dari pihak hotel. Terima kasih banyak, Crowne Plaza Bandung!

Hal lain yang menarik perhatian saya di kamar ini adalah desain lemari pakaian. Lemari pakaian di kamar punya desain tertutup. Setrika, ironing board, bathrobe, slippers, dan electronic safe disimpan dengan rapi di dalam lemari. Hanya saja, gantungan yang tersedia nggak banyak. Di samping lemari, ada semacam panel kayu dengan desain Arabesque yang cantik. Tea/coffee maker dan kulkas ditempatkan di kabinet pendek di samping lemari.

Oh, ya! Waktu menempati kamar ini, saya sempat merasa kewalahan saat ngatur AC. Bukan karena saya nggak bisa pakainya, tapi karena suhunya tampaknya nggak berubah, meskipun saya udah atur dengan sesuai. Udara yang keluar terlalu dingin. Saya bahkan sampai atur ke suhu 28 dan kurangi kecepatan kipas pun masih dingin. Sempat saya matikan AC kamar karena suhu di kamar dingin banget dan alergi dingin saya agak kumat.

Kamar Mandi (Deluxe)

Untuk kamar mandi unit Deluxe di Crowne Plaza Bandung, ukurannya bisa saya bilang cukup luas. Interiornya didominasi marmer berwarna beige dan dilengkapi pencahayaan yang terang. Buat yang sudah baca review-review saya sebelumnya, mungkin tahu kalau saya nggak suka kamar mandi yang remang. Sebagai aksen, marmer berwarna hitam kecokelatan dipasang menyerupai “frame” yang mengelilingi cermin dan wastafel. Buat saya, elemen aksen ini yang bikin kamar mandi terlihat lebih elegan dan mewah, terutama dengan dua modern lantern yang digantung di sisi kiri dan kanan cermin. Kamar mandi unit Deluxe tidak dilengkapi his-and-hers sink, tapi berhubung saya nginep sendirian, hal ini nggak jadi masalah.

Kelengkapan kamar mandi mencakup timbangan, vanity mirror, dan hair dryer. Produk-produk mandi sudah jelas ada ya, dari shower gel, kondisioner, sampai grooming products. Untuk aromanya, buat saya sih nggak ada yang spesial. Ya, nice lah bisa dibilang. Yang saya suka dari kamar mandinya adalah adanya rainshower. Selain rainshower, shower tangan pun tersedia. Area shower ini cukup luas dan salah satu sisinya dipasangi kaca buram yang memisahkan kamar mandi dan area utama kamar. Pencahayaan juga bisa berasal dari kaca ini, terutama di siang hari.

Nah, di awal saya sempat bilang ada insiden, dan insiden tersebut terjadi di kamar mandi. Jadi, sebelum saya datang kamar tentunya dibersihkan dan didisinfektan terlebih dahulu. Langkah ini sangat saya apresiasi, terutama di masa wabah seperti sekarang. Namun, sepertinya staf housekeeping kurang teliti membersihkan sisa-sisa produk pembersihnya. Walhasil, di lantai kamar mandi saya lihat ada semacam bekas minyak atau produk pembersih. Awalnya, saya nggak pikirkan hal itu, tapi karena lantai yang licin, saya hampir jatuh di kamar mandi. Beruntung saya masih bisa jaga keseimbangan. Kalau nggak ‘kan mungkin saya jatuh dan kepala saya kebentur. Setelah kejadian itu, saya laporkan keluhan ke operator dan minta staf housekeeping datang untuk bersihkan lagi kamar mandi. Setelah dibersihkan lagi, untungnya lantai kamar mandi ngga begitu licin lagi, cuman tetap saja sih saya jadi agak was-was pas mandi.

Besoknya saat sarapan, saya ketemu dengan Pak Julius selaku GM Crowne Plaza Bandung. Ternyata, keluhan saya sampai ke beliau dan beliau minta maaf atas insiden yang saya alami. Kami juga ngobrol cukup lama, terutama soal pandemi dan dampaknya ke hotel. Ya, semoga aja pandemi ini (kalau pun tidak segera) bisa segera lebih terkendali. Oh, ya! Pak Julius juga menawarkan saya untuk pindah kamar dan ternyata, pindah kamar ini bukan sekadar pindah kamar. I got an upgrade!

King Junior Suite

Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya bukan sekadar pindah kamar, tapi ternyata dapat upgrade. Terima kasih banyak, Pak Julius dan Crowne Plaza Bandung! Unit King Junior Suite punya luas 60 meter persegi, hampir dua kali lipat tipe kamar sebelumnya. Dari segi desain, interior kamar nggak jauh beda dengan interior kamar tipe Deluxe. Palet warnanya masih sama. Elemen-elemen dekoratif seperti accent wall-nya pun sama. Bedanya, di sini ada sentuhan warna teal pada coverlet tempat tidur dan throw pillow di three-seater sofa. Sepintas saya jadi ingat Garuda Airlines.

Dengan luas 60 meter persegi, tentunya ada banyak ruang di kamar ini. Room amenities yang tersedia pun sama, hanya dilengkapi dengan espresso maker dan sofa. Yang saya sayangkan adalah, untuk kamar dengan luas seperti ini, televisi yang dipasang ukurannya terlalu kecil. Namun, selama menginap saya nggak banyak nonton TV sih. Ya, nonton lah satu, dua, atau tiga film dari Celestial Movies, tapi selebihnya saya kerja, tidur, dan berendam. Tipe King Junior Suite juga punya jendela yang lebih besar dan tentunya full-height. View yang saya dapat masih sama, tapi dengan “layar” yang lebih lebar, rasanya lebih seru. Cahaya matahari yang masuk pun bisa lebih banyak. Sayangnya, waktu sore ternyata turun hujan deras dan yang awalnya niatnya mau menikmati matahari sore, malah jadi ngegalau sambil ngeteh di pinggir jendela.

Oh, ya! For your information, selama menginap di Crowne Plaza Bandung, saya nggak pergi ke mana-mana (kecuali di malam terakhir, pergi ke minimarket karena harus beli obat). Saya di hotel terus dan nggak pergi-pergi. Ngapain aja? Ya itu tadi: kerja, tidur, berendam. Bisa dibilang kunjungan kali ini gabungan antara kerja dan istirahat. Maklum, saya sering kurang tidur.

Di malam hari, pencahayaan di kamar bisa dibilang sudah cukup. Berbeda dengan tipe sebelumnya, entah kenapa di tipe ini kamar terasa lebih terang, meskipun dari segi jumlah, lampu yang tersedia ya kurang lebih sama aja dengan tipe sebelumnya. I had a goodnight sleep and woke up feeling refreshed.

Yang saya suka lagi dari tipe King Junior Suite adalah adanya walk-in closet. Kalau di tipe sebelumnya, storage pakaian tersedia dalam bentuk lemari tertutup, di tipe ini ada walk-in closet. Panel bergaya Arabesque digunakan sebagai double sliding door ke walk-in closet. Nah, karena walk-in closet di tipe ini besar, saya malah sempat mikir ini kelihatan kayak sauna. Coba lihat aja sendiri di foto. Di dalam walk-in closet, tersimpan setrika, ironing board, bathrobe, dan electronic safe. Karena pintunya masih ada lubang-lubang, saya rasa agak, what’s the word… Ya intinya sih kalau bawa tamu ke kamar, tamu tetap bisa lihat ke dalam walk-in closet. But still, it’s a pretty good-size walk-in closet… with a big mirror!

Kamar Mandi

Kamar mandi untuk tipe King Junior Suite di Crowne Plaza Bandung sebetulnya nggak jauh berbeda dari kamar mandi untuk tipe Deluxe dari segi desain. Interiornya didominasi marmer berwarna beige. Frame marmer berwarna hitam kecokelatan pun bisa ditemukan mengelilingi cermin yang dimensinya lebih panjang. Modern lantern pun dipasang di area wastafel sebagai sumber pencahayaan sekaligus elemen dekorasi yang mewah. Untuk tipe ini, wastafel yang tersedia juga hanya satu, bukan his-and-hers sink.

Perbedaan utama yang ada pada kamar mandi ini adalah hadirnya bathtub. Ukurannya cukup panjang untuk satu orang. Apalagi, saya kan pendek. Jadi bathtub terasa lapang saat dipakai berendam. Keluaran air dari keran pun deras dan suhu air panasnya stabil (nggak mengalami penurunan atau “ngadat”). Dari segi luas, saya pikir nggak berbeda secara signifikan dengan kamar mandi di tipe sebelumnya sebetulnya. Kamar mandi di tipe ini terasa lebih luas, saya pikir karena sudut yang tadinya shower area digunakan untuk bathtub. Menghilangnya dinding kaca pemisah shower area membuat ruang terasa tambah luas. Ditambah lagi, penggunaan cermin yang bentuknya memanjang dan dibingkai marmer berwarna gelap makin memberikan kesan space yang besar.

Di sisi ruangan yang lain, ada kloset dan shower area. Karena dipindahkan ke sudut, walhasil luas shower area pun berkurang. Namun, ukurannya tetap cukup besar untuk bergerak leluasa. Shower tangan dan rainshower tetap tersedia di sini. Perlengkapan kamar mandi lainnya seperti timbangan, hair dryer, vanity mirror, dan produk-produk kebersihan ada di bathroom counter. So far, saya nggak punya keluhan soal kamar mandi. Saya bisa berendam dengan nyaman dan pakai bath salt. Apalagi, ada jendela kaca di samping bathtub. Saya tinggal pindahkan channel TV, besarin volumenya, dan nonton sambil berendam.

Fasilitas Umum

Mosaic All Day Dining Restaurant

Sebagian besar dining venue di Crowne Plaza Bandung berada di lantai dasar. Sebagai restoran utama hotel, ada Mosaic All Day Dining Restaurant. Sarapan diadakan di restoran ini. Hal pertama yang saya perhatikan adalah ukuran restoran. Luas banget! Bahkan, ada semi-outdoor area juga yang digunakan sebagai area merokok. Ada beberapa ruang VIP yang cocok untuk rapat atau sekadar makan dalam suasana yang lebih privat. Di sisi barat restoran, ada The Deli yang menyediakan berbagai dessert, kopi, dan teh.

Dilansir dari situs resmi hotel, Mosaic All Day Dining Restaurant di Crowne Plaza Bandung bisa menampung maksimal 214 pengunjung. Restoran ini juga mengusung konsep open kitchen. Jadi, sambil ngider nyari makanan, pengunjung juga bisa melihat para koki dan staf restoran memasak hidangan. Saya sempat main ke sini saat restoran tutup untuk ambil foto-foto, tapi saya takjub saat keesokan harinya. Ya, karena tutup, lampu-lampu restoran jadi dimatikan. Namun, saat dinyalakan, saya cukup kagum dengan interiornya.

Pada dasarnya, interior restoran didominasi palet warna netral. Skema warna yang sama juga berlaku untuk furnitur-furnitur restoran. Namun, sebagai color pop, dipasang beberapa panel kaca sandblast dengan warna transparan, biru aquamarine, dan ungu. Bahkan, di tengah restoran, ada island counter besar dengan pilar yang membentuk semacam payung atau cendawan di atasnya. Nah, waktu saya sarapan, si pilar ini diterangi lampu-lampu neon berwarna putih kebiruan dan ungu. Ada sedikit kesan cyberpunk yang saya tangkap dari penggunaan lampu-lampu tersebut, tapi hal tersebut nggak lantas menghilangkan keeleganan interior restoran. Melihatnya, saya langsung inget salah satu setting di sebuah drama Korea: bar di Hotel del Luna!

Soal menu sarapan, untuk ukuran hotel bintang 5 mungkin variasinya setara hotel bintang 4, tapi segi rasa sih udah decent. Salah satu alasannya mungkin karena tingkat okupansi yang sedang rendah dan kondisi juga sedang pandemi (hotel-hotel masih pada adaptasi tentunya). Kalau situasi sudah jauh lebih baik, mungkin station-station yang lain akan dibuka dan opsi makanan jadi jauh lebih beragam. Saya sendiri memang nggak banyak makan, tetapi buat saya, menunya sudah cukup lah. Untuk teh, kita bisa minta ke staf yang bertugas. Pilihan tehnya juga cukup variatif. Waktu saya menginap, tingkat okupansi hotel sedang rendah dan restorannya sepi. Selain itu, protokol yang berlaku juga ketat. Namun, saya senang karena saya duduk pun nggak perlu takut terlalu berdekatan dengan orang lain. Para tamu yang datang juga duduknya saling berjauhan.

Gym, Kolam Renang, dan Kids Corner

Sebagai fasilitas kebugaran, ada gym di Crowne Plaza Bandung. Seperti yang saya bilang sebelumnya, sebagian fasilitas hotel belum berfungsi saat saya menginap, dan salah satunya adalah gym. Namun, saya bisa ngintip ke dalam gym untuk melihat keadaannya. Dari segi ruangan, gym di hotel ini bisa dibilang sangat luas. Jenis peralatan yang tersedia juga beragam, tetapi dari segi jumlah, bisa dibilang terbatas. Untuk ukuran gym seluas ini, jumlah peralatan yang ada rasanya terlalu sedikit.

Salah satu keunggulan gym di sini menurut saya adalah view yang ditawarkan dari jendela. Dengan pemandangan kota Bandung, sesi olahraga rasanya akan terasa lebih mengasyikkan. At least, ada sesuatu buat ditonton lah sambil lari di atas treadmill. Jujur agak sedih rasanya karena saya nggak bisa bahas lebih mendalam soal gym di Crowne Plaza Bandung karena fasilitas sedang tutup dan saya nggak bisa pakai fasilitas tersebut untuk merasakan sendiri secara langsung pengalamannya.

Berada satu lantai dengan gym, ada kids corner untuk anak-anak (ya iya lah! Namanya aja kids corner). Area ini sangat luas dan, seperti halnya area bermain anak-anak pada umumnya, didekorasi dengan warna-warni ceria. Kids corner juga tutup saat saya berkunjung ke sana.

Di salah satu sisi ruangan, terdapat mainan anak-anak seperti perosotan dan rumah-rumahan. Di sisi yang berseberangan, ada beberapa meja dan kursi supaya anak-anak bisa mewarnai, menggambar, atau bermain. Saya nggak tahu apakah di dekat area seluncur ada ball pit apa nggak, tapi kalau ada, kayaknya akan lebih seru. Maklum, waktu kecil saya seneng banget kalau diajak main ke ball pit atau mandi bola. Padahal, dulu rame banget isu yang beredar kalau mandi bola itu wahana yang berbahaya bagi anak karena katanya di dalamnya ada silet dan, bahkan, ular berbisa. Sebetulnya sih kalau soal bahaya, ya bisa aja ada, tapi kalau soal silet sih kayaknya berlebihan. Kalau soal hewan atau bekas urine, memang bisa terjadi.

Fasilitas unggulan Crowne Plaza Bandung yang sayangnya nggak bisa saya coba adalah kolam renangnya. Damn! Ini kolam luas dan keren banget padahal! Waktu saya tiba di kamar, saya langsung lihat kolam renang dan sempat bingung karena area kolam kelihatan sepi. Saya pun tanya ke resepsionis dan ternyata kolam renang hotel hanya beroperasi di akhir pekan. Duh!

Kolam renang berada satu lantai dengan gym dan kids corner. Kalau kebetulan lagi nginap di hotel dan ada fasilitas gym dan kolam renang, saya sih biasanya nge-gym dulu sebentar, lalu berenang, lalu pakai sauna/jacuzzi sebelum mandi dan ganti baju. Nah, di Crowne Plaza Bandung, fasilitas-fasilitas itu tersedia, tapi sayangnya saya nggak bisa pakai. Walhasil, selama menginap pun nggak olahraga. Aduh!

Desain kolam renang di hotel ini bisa dibilang unik. Dengan bentuk memanjang, area kolam anak menyatu dengan kolam dewasa. Namun, area kolam anak yang dangkal mengelilingi area kolam dewasa yang berada di tengahnya. Bisa dibilang sih area kolam anak ini jadi semacam frame untuk area kolam dewasa. Tidak ada pemisah yang sifatnya permanen antara kolam anak dan kolam dewasa so parents, watch your kids! Ada dua area shower di sekitar kolam. Whirlpool berada di salah satu sisi kolam renang. View yang ditawarkan di area kolam renang juga sebetulnya lumayan bagus. Di area kolam renang juga ada poolside bar buat yang ingin beli minuman dan camilan.

Infinite Lounge and Resto

Crowne Plaza Bandung punya sky lounge bernama Infinite Lounge and Resto. Berada di lantai 22, lounge cantik ini menawarkan pemandangan kota Bandung sebagai daya tarik utamanya. Interior lounge mengusung desain rustic yang didominasi elemen-elemen kayu dan warna-warna earthy yang selain homy, juga membangun kesan elegan dan seksi.

Seperti halnya kolam renang dan gym, sky lounge ini pun tidak beroperasi. Padahal, tempat ini cocok banget buat nongkrong bareng teman atau romantic dinner dengan pasangan. Sofa-sofa bulky berbahan kulit ditempatkan di sisi railing dan jendela yang menghadap ke arah kota. Area lounge sendiri berbentuk setengah lingkaran (karena di sisi yang lain masih ada juga area lounge) sehingga view yang didapatkan dari sini tentunya bagus dan lebih beragam. Melangkah masuk ke sini, saya menangkap kesan rustic lodge di hutan atau pegunungan. Maklum, elemen kayunya dominan soalnya.

Di Infinite Lounge and Resto juga ada wine shop. Makanya, tempat ini cocok buat ketemu teman, ngobrol dengan rekan kerja, atau makan malam romantis dengan pasangan. Seadainya fasilitas ini buka waktu saya menginap, kayaknya malam-malam saya akan nongkrong di sini cukup lama. Ya, mungkin sambil nge-YouTube, beresin kerjaan, dan lihat pemandangan kota.

Connexion Lobby Lounge

Berlokasi di lantai lobi, Connexion Lobby Lounge bisa jadi dining venue alternatif di Crowne Plaza Bandung. Dengan atmosfer santai nan elegan, lounge ini merupakan tempat yang pas buat ngobrol dengan teman atau keluarga di sore hari, atau buat sekadar kerja. Desain kontemporer dengan warna-warna earthy diusung di sini. Meja dan kursi yang tersedia pun cukup banyak. Ditambah lagi, ada bar di sini. Cocok buat yang seneng nge-beer.

Di sisi selatannya, terdapat seating area yang saya pikir lebih elegan dan mewah. Area ini dipercantik dengan kursi lengan yang empuk berwarna violet dan oranye sebagai colour pop yang membuat interior terlihat makin hidup. Dengan langit-langit setinggi dua lantai, area ini saya pikir lebih cocok dijadikan tempat pertemuan yang sifatnya semiformal, apalagi dengan lantai karpet yang membuat suasana terasa lebih hangat.

Lokasi

Berdiri di pusat kota, Crowne Plaza Bandung jadi salah satu akomodasi bintang lima unggulan di kota Bandung. Pasalnya, meskipun bukan berada di jantung keramaian, hotel ini dekat dari mana-mana. Salah satu kawasan yang layak disambangi pas nginap di sini adalah Jalan Braga. Dari hotel, kawasan Jalan Braga bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 5 menit aja. Deket kok! Nggak jauh dari hotel, ada kawasan Jalan Sumatera yang di kiri kanannya banyak restoran dan kafe (dulu ada restoran favorit saya, namanya Indischetafel. Sayangnya restoran ini udah tutup 😢).

Dari Jalan Braga, kalau lanjut jalan lagi bisa sampai ke Alun-Alun Bandung. Kawasan ini berjarak sekitar 10-15 menit dengan berjalan kaki. Soal cari makan, sebetulnya nggak susah sih ketika kita menginap di Crowne Plaza Bandung. Di Jalan Braga, silakan pilih sendiri deh restoran dan kafe yang diinginkan. Ada juga Braga Citywalk, mal dengan beberapa pilihan restoran dan kafe. Di kawasan Alun-Alun Bandung sendiri ada banyak restoran dan kafe yang bisa dikunjungi. Untuk minimarket, kita memang harus jalan kaki ke Jalan Braga atau Naripan (ya kurang lebih 5 menitan) karena minimarket terdekat adanya di dua jalan itu.

Faktor lokasi membuat hotel ini juga menawarkan view kota Bandung yang keren. Jendela-jendela yang menghadap ke utara menawarkan view jalan Dago dan Gunung Tangkuban Parahu. Sayangnya, untuk beberapa kamar, view akan terhalangi oleh gedung Tera Residence. Kamar-kamar dengan jendela yang menghadap ke selatan punya view kawasan Jalan Asia Afrika.

Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa ditempuh dalam jarak sekitar 10-15 menit menggunakan kendaraan bermotor. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, waktu tempuhnya sekitar 15-20 menit, tergantung kondisi lalu lintas.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Selama menginap dua malam, saya bisa menilai kualitas layanan di Crowne Plaza Bandung. Salah satu keuntungan long stay adalah kita bisa merasakan layanan yang diberikan properti dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga kita bisa lihat apa saja kelebihan dan kekurangannya. Dari check-in, saya jujur merasa cukup puas. Sebagai anggota IHG Rewards Club, saya dapat recognition sebagai anggota waktu check-in (dan ini sudah ada aturannya, lho. Silakan cari dan baca informasi tentang privilege member IHG Rewards Club). Proses check-in juga nggak bertele-tele dan relatif cepat.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya mengalami masalah dengan kamar mandi di kamar pertama saya (Deluxe Twin). Sangat disayangkan karena pihak housekeeping kurang teliti dalam membersihkan kamar mandi sehingga lantainya masih licin akibat sisa-sisa produk pembersih. Namun, tim housekeeping segera datang dan membersihkan kembali kamar mandi sehingga lantainya nggak licin lagi. Kecepatan tanggap ini sangat diapresiasi. Ya, namanya masalah kadang ada aja, tapi langkah yang diambil propertilah yang menentukan kualitas layanan hotel. Bukan hanya itu, besoknya saya pun ditawari untuk pindah kamar, dan ternyata bukan sekadar pindah kamar, tapi dapat upgrade. Saya sangat apresiasi langkah ini, meskipun sebetulnya masalahnya hanya ada di kamar mandi.

Secara keseluruhan, kualitas layanan yang diberikan Crowne Plaza Bandung sangat baik. Para staf juga ramah dan helpful. Bisa saya bilang, pelayanan dan kelas hotel sama-sama bintang lima.

Kesimpulan

New life for an old building. Gedung tinggi yang pembangunannya dulu sempat mangkrak akhirnya mendapatkan a new life sebagai hotel bintang lima. Crowne Plaza Bandung berhasil menawarkan kemewahan, kenyamanan, dan layanan unggul untuk saya. Kendala yang saya alami selama menginap berhasil ditangani dengan baik. Bahkan, langkah yang pihak hotel ambil menurut saya jauh lebih baik dari dugaan.

Desain kedua tipe kamar yang saya tempati cukup menarik. Sebetulnya, interior bergaya kontemporer bukan hal yang asing lagi. Namun, kekhasan kamar seperti accent wall dengan pola segi empat berundak dan divider kayu bergaya Arabesque menjadi ciri khas hotel ini. Ukuran kamar tipe Deluxe terbilang cukup luas dan fasilitas yang tersedia sudah oke lah. Hanya saja, untuk hotel bintang lima, rasanya kurang lengkap kalau di kamar mandi tipe terkecil tidak ada bathtub. Saya sempat telepon pihak hotel dan mereka menjelaskan bahwa untuk tipe Deluxe Twin, memang tidak tersedia bathtub. Namun, di tipe Deluxe King dan selanjutnya, bathtub sudah tersedia. Meskipun demikian, kekurangan itu dikompensasi dengan adanya rainshower, fitur kamar mandi yang saya suka.

Ah! Sekarang saya tahu kenapa tipe Deluxe King lebih mahal daripada Deluxe Twin!

Tipe Junior King Suite hadir dengan ukuran yang lebih luas dan jendela yang lebih besar, serta bathtub yang cukup besar dan panjang, cocok buat kalangan pebisnis yang datang untuk keperluan pekerjaan, tetapi di malam hari mungkin perlu merilekskan diri.

Fasilitas yang tersedia di Crowne Plaza Bandung sudah cukup lengkap. Sebagai fasilitas kebugaran, ada kolam renang, whirlpool, dan gym. Untuk anak-anak, ada kids corner. Dining venue di hotel pun beragam. Namun, saya hanya menyayangkan satu hal: sebagian masih pada tutup. Review saya rasanya kurang mendalam karena saya nggak mencoba fasilitas-fasilitas itu secara langsung. Ya, semoga ke depannya sih pas saya menginap di sana lagi, fasilitas-fasilitas yang ada sudah beroperasi. Duh! Saya pengen banget nyoba kolam renang dan whirlpool-nya!

review crowne plaza bandung

Dengan rate mulai dari 535 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), Crowne Plaza Bandung bisa jadi opsi hotel bintang 5 untuk yang ingin menikmati pengalaman menginap di hotel mewah di Bandung dengan biaya yang relatif lebih terjangkau. Kalau di aplikasi resmi IHG sendiri, kadang saya dapat rate 600 ribuan (nett) per malam. Kadang-kadang bisa lebih murah lagi. Secara keseluruhan, properti ini memberikan kesan yang positif untuk saya sebagai hotel berbintang dengan layanan berkualitas dan staf bertalenta di pusat kota Bandung.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis dan berada di pusat kota. Ke mana-mana dekat dan bisa dengan jalan kaki.
  • Menempati bangunan yang tinggi, view yang ditawarkan dari kamar pun bagus-bagus. Untuk beberapa kamar dengan jendela yang menghadap. keutara, mungkin view terhalangi oleh Tera Residence but for me, it wasn’t a really big deal.
  • Fasilitas yang tersedia cukup lengkap (sayangnya waktu saya menginap belum banyak yang beroperasi karena peraturan pemerintah kota terkait COVID-19)
  • Saya nggak sebutkan ini di review, tapi sebetulnya banyak spot yang Instagrammable, termasuk grand staircase di dekat Mosaic.
  • Hotel ini punya sky lounge yang cocok banget buat romantic dinner atau nongkrong bareng teman-teman sambil lihat view kota Bandung di malam hari.
  • Kolam renangnya besar banget! Cocok pula buat foto-foto.
  • Tipe King Junior Suite punya space yang luas dan nyaman, dan walk-in closet yang gede. Cocok buat yang barang bawaannya banyak (terutama baju-baju yang digantung).

👎🏻 Cons

  • AC di kamar pertama yang saya tempati sepertinya rusak atau gimana. Indikatornya bilang 25 derajat, tapi rasanya kayak 18 derajat.
  • Untuk hotel bintang 5, sayang banget ketika tipe kamar terkecil pun nggak ada bathtub.
  • Nggak ada pembatas yang lebih permanen antara kolam anak dan kolam dewasa. Anak-anak kalau mau berenang harus diawasi ketat banget.
  • Insiden di kamar mandi yang terjadi cukup mengejutkan. Mungkin ke depannya, pihak housekeeping harus lebih teliti lagi saat bersih-bersih kamar dan pastikan sisa produk pembersihnya nggak tertinggal.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰💰

Review: Sheraton Bandung Hotel & Towers

Sebetulnya, saya masih agak bingung dengan block editor WordPress yang baru. Karena sudah sangat terbiasa dengan classic editor, rasanya mau ini itu jadi susah. Saya rasa ini juga berpengaruh ke format tulisan-tulisan saya ke depannya. Editor yang baru menggunakan konsep blok. Saya sendiri masih mencoba mendapatkan gambaran mengenai fungsi ini itu dan semacamnya. Beradaptasi dengan perubahan baru memang nggak selalu gampang.

Anyway, saya ingin bahas satu hotel mewah di Bandung yang, setelah bertahun-tahun saya tinggal di kota ini, baru saya inapi bulan Juli kemarin (tahun 2020). Sebetulnya, ada teman saya yang bekerja di hotel tersebut dan dia dari lama sudah minta saya buat datang untuk nge-review (bahkan ngasih breakfast gratis dan kalau udah makan, boleh main piano, katanya). Maap ya, Andre. Saya baru bisa mampir dan nginap bulan Juli kemarin. Akhirnya pecah bisul juga, ya.

Sheraton Bandung Hotel & Towers dengan lagoon-style pool

Sheraton Bandung Hotel & Towers adalah hotel bintang lima yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 390, Bandung. Kawasan ini sendiri lebih dikenal dengan nama Dago dan kalau weekend, beuh! Jangan ditanya deh padatnya kayak gimana! Hotel mewah di Bandung ini sebetulnya menjadi salah satu hotel yang usianya paling tua. Dilansir dari Travelweekly, hotel yang berada di bawah naungan Marriott Hotels ini sudah beroperasi sejak tahun 1990. Ya, saya belum lahir pada tahun itu. Jadi, usia hotel ini sudah jauh lebih tua dari umur saya. Bandung sendiri punya beberapa hotel yang sudah beroperasi sejak tahun 90an, termasuk Hyatt Regency (sekarang Aryaduta Bandung).

Dari beberapa teman, saya dengar bahwa Sheraton yang dulu bukanlah yang sekarang (udah kayak lagunya si Tegar aja). Dilansir dari DestinAsian Indonesia, Sheraton Bandung mengalami renovasi besar-besaran di tahun 2014. Renovasi ini mengaplikasikan desain Art Deco pada eksterior dan interior bangunan. Nah, kalau saya lihat review atau cerita-cerita dari orang lain soal hotel ini, katanya zaman dulu hotel didominasi oleh elemen-elemen kayu berwarna gelap. Hmm… Saya malah jadi penasaran dengan perawakan hotel pada era sebelum renovasi.

Ada 145 kamar dan 11 suite di hotel mewah ini yang terbagi ke dalam 7 tipe: Deluxe, Executive, Tower Room, Junior Suite, Executive Suite, Tower Suite, dan Presidential Suite. Tipe Deluxe sendiri ada yang punya akses langsung ke kolam renang. Jadi, kalau dihitung sih totalnya sebetulnya ada 8 tipe. Sheraton Bandung Hotel & Towers juga punya fasilitas-fasilitas penunjang seperti gym, kolam renang, restoran, spa, sauna, jogging track, kids’ club, event room, meeting & business equipment, dan lain-lain. Bangunan-bangunan hotel juga dikelilingi oleh taman-taman yang asri dan cantik. Bahkan, ada area outdoor yang cukup luas yang, kata Andre, sering dipakai untuk acara-acara macam nikahan, ulang tahun, dan semacamnya. Saat menginap, rasanya memang seperti sedang di sebuah resor. Dari jendela kamar, kita bisa lihat pemandangan taman atau kolam (tergantung tipe kamar). Untuk beberapa tipe, bahkan ada balkon atau teras sendiri. Cocok lah buat escape in luxury di Bandung.

Waktu berkunjung, saya memesan kamar Deluxe dengan king-size bed. Selama menginap, hampir tidak ada kendala yang dialami dan jujur aja, saya ingin ke sana lagi, terutama saat okupansi hotel sedang agak turun dan suasana jadi jauh lebih tenang. Cocok banget buat kerja dan bersantai! Ulasan lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Tipe terkecil di Sheraton Bandung adalah tipe Deluxe. Dengan luas 32 meter persegi, tipe ini bisa dibilang “kecil-kecil cabe rawit” karena cukup luas, terlepas dari furnitur-furniturnya yang ukurannya relatif besar. Hanya saja, langit-langit kamar terasa lebih pendek dan pencahayaan yang cenderung redup membuat atmosfer di kamar saat malam hari terasa, what’s the word, mengekang (?). Namun, untungnya efek ini tidak sampai bikin claustrophobic.

Oh, ya! Kamar-kamar yang ada di hotel ini tersebar di beberapa bangunan. Setiap bangunan terhubung lewat jembatan atau koridor. Pada awalnya, saya sempat agak bingung mencari kamar saya saking pusingnya dengan koridor dan tangga yang ada. Namun, ada papan informasi yang membuat saya bisa kembali ke jalan yang benar *insert OST sinetron Hidayah here*. Buat anak-anak, konsep seperti ini mungkin agak memusingkan, walaupun anak-anak yang jiwanya petualang sih kayaknya bakalan seneng buat mengeksplorasi kompleks hotel yang luas ini.

Interior kamar menampilkan desain kontemporer dan didominasi oleh warna krem yang hangat. Pencahayaan pun menggunakan warna-warna hangat yang membangun kesan inviting dan cozy, terutama mengingat kawasan Dago ini jadi salah satu kawasan di Bandung yang terbilang lebih dingin. Lukisan bunga berwarna merah ditempatkan di belakang tempat tidur. Sebetulnya, ada banyak aksen atau motif bunga yang bisa ditemukan di kamar, termasuk di jendela kaca yang memisahkan area shower kamar mandi dengan area utama kamar tidur. Furnitur yang tersedia di kamar mencakup meja kerja, TV counter, kursi kerja, loveseat, dan lemari pakaian. Counter TV sendiri kelihatannya perlu diperbaiki karena pintunya tampak miring. Coffee/tea maker dan kulkas juga tersedia. Bahkan, di kamar pun disediakan Fire Chicken Cheese-nya Samyang (berbayar)! Di dalam lemari pakaian ada electronic safe, ironing board, dan setrika. Untuk fasilitas hiburan, ada TV dengan beragam kanal lokal dan internasional, dan alarm merangkap Bluetooth speaker. Untuk kerja, ada koneksi WiFi yang, anehnya, bisa diakses tanpa password. Hmm… Ini artinya semua orang, termasuk orang di luar hotel, bisa pakai koneksi hotel. Dampaknya, kecepatan koneksi bisa dibilang lebih lambat, meskipun masih bisa dipakai untuk ngecek e-mail atau YouTube-an. Duh, Sheraton Bandung, tolong dong koneksinya dikasih password. He he he.

Kamar saya punya balkon sempit yang menawarkan view taman. Posisi kamar saya yang berdekatan dengan kamar lain (yang kebetulan ada orangnya) membuat saya nggak bisa menikmati balkon ini dengan bebas. Untungnya, di hari terakhir, saya masih sempat membuka lebar pintu menuju balkon dan kerja sambil dimanjakan udara segar dan suara-suara alam. Seandainya saya nginap satu hari lagi, mungkin saya bisa menghabiskan satu sore tiduran di loveseat sambil dengar musik dan dimanjakan angin segar. Oh, ya! Mengikuti protokol kebersihan dan kesehatan, ada beberapa barang yang sengaja tidak disediakan di kamar. Barang-barang seperti bathrobe bisa kita minta dengan menghubungi operator. Saat masuk ke kamar pun, ada dua pak tisu disinfektan yang bisa digunakan untuk mengelap barang-barang seperti telepon, remote TV, sampai HP.

Kamar Mandi

Untuk tipe Deluxe, kamar mandi hanya dilengkapi shower, tanpa bathtub. Namun, shower yang tersedia ada dua jenis: shower tangan dan rainshower. Untuk kalian yang sering baca review saya, sepertinya udah tahu kalau saya suka banget rainshower. Kehadiran shower tangan juga sebetulnya sangat disukai, terutama saat dipakai dengan opsi semburan jet. Cocok banget buat pijat bahu, leher, kepala, lengan, dan kaki.

Shower area di kamar mandi sangat luas dengan bentuk ke arah memanjang. Biasanya, saya menghitung luas shower area dengan Sorry Sorry-nya Super Junior. Kalau saya bisa dance dengan nyaman dan lancar, berarti shower area-nya luas. Please teknik ini jangan ditiru, ya, karena joget-joget di shower area itu berbahaya, terutama pas lantainya basah dan licin. Teknik itu juga jadi salah satu dumb ways to die.

Kelengkapan kamar mandi mencakup kloset dengan water gun (saya lebih suka water gun daripada bidet yang dipasang langsung ke kloset), wastafel, produk mandi, dan hair dryer. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kalau perlu bathrobe, kita bisa minta ke operator. Kamar mandi terasa makin lapang dengan penggunaan warna-warna terang dan pencahayaan warna hangat. Cermin berbentuk persegi dengan pola herringbone di keempat sisinya memberikan sentuhan glamor pada interior kamar mandi. Secara keseluruhan, nggak ada yang benar-benar wah di kamar mandi. Namun, dari segi kelengkapan dan suasana, semuanya sudah pas buat saya.

Fasilitas Umum

Lagoon Pool

Soal fasilitas di Sheraton Bandung, saya ingin mulai dari fasilitas yang paling saya suka (walaupun saya nggak gunakan). Berada di bagian tengah kompleks hotel, kolam renang hotel mengusung konsep laguna yang dikelilingi taman-taman cantik, lengkap dengan pulau mini berpohon kamboja. Kolam utama punya ukuran yang cukup luas dan menarik perhatian para tamu, bahkan sejak tamu menginjakkan kaki di lobi. Beberapa tipe kamar punya akses langsung ke kolam.

Di sisi selatan, terdapat kolam kecil untuk anak. Shower bilas tersedia di beberapa titik. Di sisi utara kolam utama, terdapat semacam platform dengan beberapa lounge chair. Kata Andre, dulu sempat ada beberapa cocoon dipasang di area kolam, tapi fitur tersebut tidak lagi tersedia. Kursi-kursi malas yang ditempatkan di sisi timur dilengkapi parasol. Sayangnya, tidak semua kursi dan meja di area kolam dilengkapi payung. Jadi, kalau nggak kebagian kursi dan meja berpayung, siap-siap panas-panasan. Sebetulnya, kursi dan meja di sisi barat diteduhi oleh tanaman-tanaman besar dan bangunan lobi di atasnya. Waktu menginap, saya nggak berenang, tapi saya cukup bersantai di pinggir kolam di sore hari sambil menikmati complimentary Opera cake (thank you, Dre!). Bisa dibilang, lagoon pool ini jadi primadonanya Sheraton Bandung Hotel & Towers. Mungkin di kunjungan berikutnya, saya coba berenang deh.

Feast Restaurant

Untuk bersantap di Sheraton Bandung, para tamu bisa langsung berkunjung ke Feast Restaurant yang berada di lantai satu, atau selantai dengan area kolam renang. Kalau dari lobi, kita bisa mengakses restoran lewat tangga yang katanya sih jadi salah satu spot Instagrammable di hotel. Namun, setelah dikasih tahu si Andre, saya justru tahu spot lain yang jauh lebih Instaworthy.

Dari segi desain interior, secara pribadi saya tidak melihat sesuatu yang spesial di restoran ini. Interior bergaya kontemporer dengan dominasi warna krem dan putih sebetulnya banyak diusung oleh restoran atau hotel lain. Feast punya area yang cukup luas dan terbagi menjadi area indoor dan semi-outdoor. Untuk area semi-outdoor, ada dua teras di restoran ini, dan salah satunya menghadap ke arah kolam renang (tetapi view ke arah kolam terhalangi oleh tanaman-tanaman besar). Di sisi barat restoran, terdapat pintu menuju gym dan spa.

Foto interior saya ambil di malam hari saat restoran kosong. Setiap island ditempati oleh stan berbagai sajian. Menu yang disajikan untuk sarapan cukup variatif, meskipun selama menginap saya pilih menu yang kurang lebih sama. Untuk jus dan infused water, kita bisa datang langsung ke island yang bersangkutan, tetapi kalau ingin teh dan kopi, kita bisa minta langsung ke staf yang bertugas. Mengikuti protokol kesehatan dan keamanan, tamu tidak boleh mengambil sendiri makanan, tetapi diambilkan oleh para staf yang bertugas. Interaksi tamu dan para staf pun dibatasi oleh fiberglass. Setiap tamu juga diimbau untuk tidak duduk berdekatan dengan tamu-tamu lain. Oh, ya! Saat check-in, saya diminta memilih “shift” jam sarapan. Di Sheraton Bandung, jam sarapan dibagi ke dalam tiga shift dan setiap tamu diminta memilih satu shift. Saya sendiri pilih shift paling awal (jam 6 sampai 7.30 pagi) karena kata Winky, resepsionis yang handle check-in saya, shift itu yang paling sepi. Dalam kondisi kayak gini, saya mendingan bangun lebih awal dan sarapan dalam kondisi restoran yang masih sepi. In fact, yang sepikiran sama saya ternyata banyak. Meskipun demikian, shift pagi ini ternyata lebih sepi dibandingkan shift-shift berikutnya. Saran saya sih, kalau hotel yang kalian kunjungi menerapkan sistem shift untuk sarapan, tanya ke resepsionis shift yang paling sepi dan kosong itu apa, dan pilih shift itu. Jangan ambil risiko deh.

Pada hari kedua kunjungan, saya memutuskan untuk makan siang lagi di Feast karena malas kalau harus keluar hotel dan terjebak kemacetan (ya, Bandung udah mulai macet lagi di masa pandemi begini). Untuk makan siang, saya pilih light meal karena masih kenyang dengan cake yang super manis. Saya pesan kentang goreng dan calamari. Untuk minuman, duh, saya lupa namanya apa, tapi dia segar deh pokoknya dan banyak buahnya. Oh, ya! Yang saya suka dari Feast adalah harga yang tertera di menu ini sudah termasuk pajak. Jadi, saya nggak perlu repot-repot hitung pajak dan service charge-nya berapa. Ditambah lagi, dapat diskon dari si Andre. Duh! Memang, ya, tenaga orang dalam ini tenaga yang ampuh (nanti aku traktir makan di tempat lain, Dre!). Si Andre juga memperkenalkan saya dengan salah satu minuman signature di Sheraton Bandung, Bandrek Capuccino. Dari segi rasa, ya, rasanya seperti halnya bandrek pada umumnya, tetapi teksturnya lebih halus dan foam di atasnya memberikan pengalaman minum bandrek yang unik. Oh, ya! Rasa bandreknya pun nggak begitu strong. Jadi, cocok lah buat lidah saya yang lemah ini.

Tower Lounge

Fasilitas berikutnya yang saya suka di Sheraton Bandung Hotel & Towers adalah club lounge-nya. Posisinya masih satu lantai dengan kamar saya. Di awal tulisan, saya mengutip informasi dari sebuah sumber yang menyebutkan bahwa renovasi hotel di tahun 2014 turut menerapkan sentuhan Art Deco pada interior hotel, dan sentuhan tersebut terasa lebih kental di club lounge. Sebelumnya, mohon maaf untuk hasil jepretan kamera di malam hari tampak blur.

Tower Lounge kalau saya bilang sih merupakan salah satu tempat paling elegan dan mewah di Sheraton Bandung. Dari segi interior, saya melihat perpaduan beberapa desain atau aesthetics. Vaulted ceiling setinggi dua lantai dengan beam kayu yang dibiarkan terekspos dan perapian besar yang dibalut batu alam membangun kesan rustic lodge. Sayangnya, waktu saya menginap, club lounge masih belum beroperasi sehingga si perapian juga nggak dinyalakan. Pemilihan panel kayu berpola herringbone memberikan kesan hangat nan mewah. Sebagai aksen, beberapa bagian dinding dipasangi panel dengan motif clamshell khas Art Deco yang memberikan sentuhan elegan. Namun, yang bikin saya betah dan takjub lagi adalah dua chandelier besar bergaya gothic yang langsung mengingatkan saya dengan The Addams Family. I can’t get over them!

Food station berada masing-masing di sisi timur dan barat lounge. Meskipun saya dapat akses ke lounge, untuk sarapan saya tetap ke Feast. Saya ke lounge setelah sarapan untuk ngeteh sambil kerja. Di pagi hari, semua pintu menuju balkon dibuka. Area balkon sendiri menjadi dining area alternatif yang menawarkan pemandangan perbukitan yang asri, terutama di pagi hari. Kata Andre sih, dari balkon pemandangan sunrise-nya bagus banget, but I’m not a morning person so… begitulah. Area balkon juga terkena langsung paparan cahaya matahari. Jadi, kalau makan di sana, lebih cepat juga ngerasa gerah.

Selama menginap, saya sering banget ke lounge buat nyantai dan kerja. Lounge memang belum beroperasi (dan hanya buka pada jam sarapan karena afternoon tea dipindahkan ke lobi), tapi justru itu bikin saya senang karena bisa kerja tanpa gangguan. Di hari kedua dan ketiga, lounge sudah tutup sejak jam 10. Staf yang bertugas tahu kalau saya datang untuk kerja dan ngopi, dan mengizinkan saya stay di lounge selama yang diinginkan (hanya saja, setelah jam 10 sudah nggak bisa pesan makanan dan minuman). Tanpa siapa pun, rasanya kayak satu lounge itu punya saya sendiri. Oh, ya! Tangga di depan lounge juga jadi spot yang Instagrammable.

Gym

Fasilitas yang satu ini letaknya dekat dengan Feast Restaurant. Untuk mengakses gym, kita bisa lewat restoran atau jalan kecil di dekat area drop off. Gym hotel berada satu bangunan dengan venue acara dan spa. Sauna sendiri berada di dalam spa. Sayangnya, saat saya menginap, fasilitas spa belum buka.

Sebagai (bukan) seorang gym rat, bagi saya equipment yang tersedia di gym sudah cukup lengkap (toh saya biasanya cuman pakai treadmill, elliptical trainer, dan stationary bike). Jumlah alat-alatnya pun cukup banyak. Namun, karena mengikuti protokol kesehatan dan keselamatan, beberapa alat dinonaktifkan supaya pengguna bisa saling menjaga jarak. Dari segi teknologi, alat-alat yang tersedia pun nggak tergolong obsolete, meskipun ada beberapa alat yang tombolnya harus mulai diperbaiki, seperti mesin elliptical trainer. Sayangnya, di gym juga tidak ada area atau ruangan khusus untuk yang suka senam, yoga, atau pilates. Kalau mau coba pun, space yang ada sempit sih. Oh, ya! Untuk menggunakan fasilitas ini, saya harus mendaftarkan diri dulu ke resepsionis. Setelah itu, saya akan diantar oleh staf ke gym karena akses ke gym hanya bisa diberikan oleh staf. Lagi musim kayak gini sih, pengamanan harus ketat deh pokoknya dan kita pun nggak boleh bandel.

Lobby Lounge

Fasilitas Sheraton Bandung terakhir yang saya kunjungi dan gunakan adalah lobby lounge. Sebetulnya, area publik yang satu ini sih dikunjungi semua orang. Lha wong resepsionisnya ada di sini. Namun, di lobi juga ada bar yang menyajikan beragam minuman dan makanan. Afternoon tea yang biasanya digelar di Tower Lounge diadakan di lobi.

Bicara soal desain, area lobi tampil mencolok dengan instalasi seni/chandelier berwarna turquoise dengan bentuk memanjang. Sepintas, saya jadi ingat instalasi seni Kinetic Rain di Changi Airport. Bedanya, di sini sih tidak bergerak. Kebayang kalau harus membersihkan setiap gelasnya. Kata Andre sih, pernah ada kaca yang jatuh dan pecah. Saya sih nggak berani membayangkan. Seating area di lobi punya langit-langit yang tidak begitu tinggi, tetapi beratapkan kaca sehingga cahaya matahari bisa masuk. Untuk seating area di sini sendiri, sebetulnya ukurannya cukup luas karena memanjang. Set sofa, kursi, dan meja pun disebar di beberapa titik. Ada pula grand piano berwarna putih yang ditempatkan di stan wedding. Sayangnya, pianonya di kunci 😕

Dalam dominasi warna putih dan krem (serta beberapa warna earthy di sana sini), kehadiran warna turquoise menjadi elemen atraktif. Adanya warna tersebut membangun kesan tropis yang, bagi saya sih, membangun vibe pantai atau perairan dangkal ala ala Finding Nemo. Warna turquoise juga tercermin dari karpet yang digunakan di seating area. Ditambah lagi, di sisi timur lobi terdapat jendela-jendela yang menghadap langsung ke kolam renang. Bawaannya langsung ingin nyebur.

Lokasi

Berada di kawasan Dago Atas, Sheraton Bandung Hotel & Towers cocok untuk yang ingin menikmati liburan tropis dan sejenak kabur dari ingar bingar Bandung yang makin lama makin bikin keblinger (I do have a love-hate relationship with this city). Dengan posisi yang cukup tinggi, udara di kawasan ini terbilang segar, terutama di pagi hari. Taman-taman yang mempercantik kompleks hotel juga bikin mata segar.

Hotel ini masih berada di jalur yang dilewati angkutan umum. Berdasarkan pengalaman saya, jalan di depan Sheraton Bandung di akhir pekan sih “agak” kosong. Cuman, kalau naik atau turun sedikit, kita bisa melihat kemacetan. Maklum, baik kawasan Dago Atas maupun Dago Bawah ‘kan favoritnya para turis. Ada beberapa restoran, terutama di kawasan Dago Atas yang bisa dikunjungi. Di seberang hotel sendiri ada beberapa minimarket kalau-kalau ingin jajan. Toko swalayan yang lebih besar berjarak sekitar 5-10 menit dari hotel, tergantung moda transportasi yang digunakan. Secara pribadi, saya sendiri jarang main ke kawasan Dago Atas. Bisa dibilang, saya anak downtown.

Dari Stasiun Bandung, hotel ini berjarak kurang lebih 30 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara sih, mungkin jarak tempuhnya sekitar 30-35 menit, lagi-lagi tergantung kondisi lalu lintas. Saya nggak segan-segan mengingatkan. Berhubung Bandung ini kalau udah macet benar-benar mengesalkan, informasi dari saya ini nggak 100% akurat. Kalau jalanan lagi lancar, mungkin bisa lebih cepat sampai ke hotel. Hanya saja, sekali lagi, di akhir pekan kawasan Dago itu biasanya macet, terutama Dago Atas.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Untuk segmen ini, saya sebetulnya agak takut buat nulis. Bukan kenapa. Saya takut memberikan kesan bias karena punya teman yang menjadi staf di hotel. Namun, segmen ini saya tulis secara jujur dan objektif. Jadi, nggak ada bias, ya.

Dari aspek pelayanan, saya tidak punya keluhan serius. Hmm… Bisa dibilang juga, saya nggak punya hal yang perlu dikeluhkan. Namun, proses check-in berjalan lebih lama dari dugaan. Saya harus nunggu selama sekitar 20 menit (awalnya diminta menunggu 15 menit) karena ternyata kamar saya belum ready. Saya pun nunggu di lobi sambil kerja. Kalau saya nggak ada kerjaan yang harus dibereskan, mungkin saya bakalan ngerasa bete sih. Untungnya, sambil nunggu dan kerja, saya ditawari minuman, dan saya pilih lychee tea. Lamanya proses persiapan ini karena kamar harus dibersihkan secara lebih menyeluruh. Ditambah lagi, tingkat okupansi hotel pada hari saya check-in terbilang ramai. Sebenarnya, kalau bisa dibersihkan lebih awal, akan lebih bagus but who knows? Para tamu mungkin pada late check-out dan para staf hanya punya waktu singkat untuk bersih-bersih. Ya, semoga sih di kunjungan berikutnya, saya nggak perlu menunggu lama lagi.

Beberapa barang (mis. bathrobe) sejak awal tidak disediakan di kamar sebagai tindakan preventif. Untungnya, saya nggak harus menunggu lama saat menelepon minta barang-barang tersebut. Salah satu hal yang bikin saya sering kali kesal adalah barang yang datangnya lama banget. Padahal, yang diminta itu bukan sesuatu yang ribet dan perlu dipersiapkan dalam waktu lama (mis. Q-tips, slippers, atau semacamnya). Para staf segera membawakan barang yang saya minta, dan kecepatan ini layak diapresiasi.

Soal kebersihan kamar, ada satu hal yang menurut saya harus lebih diperhatikan. Waktu saya buka-buka kabinet, ada satu platter buah-buahan yang belum dibuang oleh staf housekeeping. Dari penampilannya sih, buah-buahannya memang nggak busuk dan ditutupi plastic wrap, cuman mungkin ke depannya staf housekeeping harus melakukan pembersihan secara lebih teliti lagi. Di luar itu, kondisi kamar sudah baik dan bersih. Saya juga dikasih dua pak tisu disinfektan untuk membersihkan berbagai surface di kamar.

Keramahan dan perhatian staf jadi hal yang membuat saya senang saat menginap. Di Tower Lounge, saya ketemu dengan Pak Enang (eh, betul nggak ya namanya? Maaf kalau salah). Selama di sana, Pak Enang ini yang “ngasuh” saya. Beliau yang handle pesanan saya dan ngajak ngobrol. Personalized service seperti ini sangat diapresiasi. Bahkan, Pak Enang sendiri yang bilang kalau saya boleh kerja di lounge, meskipun memang lounge tidak beroperasi setelah jam 10 pagi. Again, having the lounge for myself was so great! Oh, ya! Di musim pandemi seperti sekarang, saya juga memperhatikan ketegasan dan kedisiplinan pihak hotel. Saya senang dengan diadakannya sistem shift untuk sarapan karena memungkinkan saya untuk tidak bertemu terlalu banyak orang. Pengecekan suhu juga dilakukan di beberapa titik. Waktu bersantai di pinggir kolam renang, ada beberapa anak-anak yang mau menempati lounge chair di samping saya. Staf yang bertugas di kolam renang dengan tegas langsung menyuruh mereka untuk tidak menempati kursi tersebut supaya bisa menjaga jarak dengan saya (syukurlah sudah diingatkan karena kalau saya yang ngingetin, ada kemungkinan saya justru bakalan ngomel dan galak). Dengan langkah-langkah preventif yang dilakukan pihak hotel, saya merasa lebih lega dan tenang saat menginap. Kalau pihak hotel sudah melakukan langkah-langkah preventif, para tamu pun harusnya bisa, ya. Namun, pada kenyataannya, ya, ada aja tamu hotel yang bandel dan keras kepala. Kalau sudah begitu sih, biasanya saya yang menghindar dan menjauh.

Satu lagi! Saat tiba di kamar, saya dikirimi Opera cake sebagai hadiah selamat datang. Dan nggak tanggung-tanggung, slice-nya besar! Saya bahkan sampai harus bungkus kuenya karena selama menginap dua malam, si kue nggak habis-habis!

Kesimpulan

Sheraton Bandung Hotel & Towers berhasil membawa atmosfer tropis ala resor pinggir pantai ke dataran tinggi. Pada awalnya, saya tidak berekspektasi seperti itu. Namun, setelah datang langsung ke hotel dan melihat lagoon pool-nya, wah! Rasanya memang kayak lagi di resor tepi pantai (minus pantai dan view laut tentunya).

Meskipun usianya jauh lebih tua daripada saya, Sheraton Bandung tetap menawarkan pengalaman menginap yang mengesankan. Renovasi di tahun 2014 benar-benar memberikan wujud baru pada properti milik Marriott ini. Saya sendiri masih belum menemukan foto lama Sheraton Bandung (yang katanya didominasi elemen-elemen kayu berwarna gelap). Jadi, saya masih penasaran. Seandainya bisa lihat fotonya, saya mungkin bisa bandingkan vibe lama dengan vibe barunya. Dengan lokasi di kawasan touristic, nggak aneh kalau hotel ini sering dikunjungi. Dari pusat kota sih, memang nggak begitu dekat. Namun, jaraknya masih bisa ditoleransi dan lokasinya masih dekat dengan “peradaban”, one might say.

Kamar mengusung desain kontemporer, dengan ukuran yang cukup luas dan balkon yang mengarah ke taman atau kolam renang. Terlepas dari usia properti, furnitur yang ada tidak lagi terkesan dated, thanks to the renovation. Fasilitas yang tersedia di kamar cukup lengkap. Hanya saja, koneksi internet hotel tidak ditambahi password sehingga memungkinkan siapa saja, termasuk orang di luar hotel menggunakan koneksi tersebut. Walhasil, kecepatannya pun jadi kena imbasnya. Selain itu, ini juga cukup berisiko karena takut ada orang asing masuk ke jaringan dan justru melakukan tindak kejahatan dalam jaringan.

Fasilitas yang tersedia di Sheraton Bandung cukup lengkap. Saya pikir seandainya ada whirlpool, mungkin kunjungan akan makin lengkap rasanya. Beberapa fasilitas masih belum beroperasi, tetapi gym, restoran, dan kolam renang sudah bisa digunakan (setidaknya pada waktu saya berkunjung). Taman-taman asri yang menghiasi kompleks hotel memberikan efek sejuk di mata. Tanpa harus pergi ke daerah yang lebih jauh dan remote, menginap di sini sudah cukup untuk menyegarkan pikiran dan menikmati suasana yang lebih tenang (unless tingkat okupansi hotel sedang mencapai puncaknya dan suara orang-orang yang nyaring terdengar di sana sini).

Mengacu pada Tripadvisor, rate hotel ini mulai dari 1,2 juta rupiah. Namun, kalau saya cek di Marriott Bonvoy, rate mulai 1,0 jutaan pun bisa dapat (coba rajin-rajin cek kode promo). Saya sendiri waktu itu pakai promo buy one get one dan secara keseluruhan dapat rate 1,6 juta (nett) untuk dua malam, sudah termasuk sarapan. Lumayan, ‘kan? Dengan fasilitas yang lengkap dan mumpuni, serta lingkungan yang asri dan ijo royo-royo, Sheraton Bandung Hotel & Towers cocok jadi pilihan staycation mewah di Bandung dengan suasana yang lebih alami, tanpa harus bepergian jarak jauh.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lagoon pool-nya bagus dan cantik banget!
  • Secara pribadi, club lounge-nya adalah salah satu executive lounge paling keren dan mewah di Bandung.
  • Informasi harga yang tertera di menu restoran sudah termasuk pajak dan service charge (sepele, tapi buat saya ini membantu banget karena nggak harus pusing ngitung-ngitung berapanya).
  • Bangunan-bangunan hotel dikelilingi taman-taman cantik. Cocok buat menyegarkan mata.
  • Lingkungan di sekitar hotel relatif tenang. Udaranya pun masih lebih segar, terutama di pagi hari.
  • Dari segi rate, hotel ini menawarkan rate yang relatif lebih terjangkau untuk hotel bintang 5.
  • Fasilitas yang ditawarkan cukup lengkap. Pas lah untuk properti bintang 5.
  • Meskipun di Dago Atas, lokasinya masih terbilang lebih dekat ke pusat kota.

👎🏻 Cons

  • Staf housekeeping mohon lebih teliti lagi saat bersih-bersih kamar. Kabinet dan laci tolong dibuka untuk cek apakah ada piring, gelas, atau sampah yang tertinggal atau tidak.
  • Koneksi WiFi tidak punya password, memungkinkan orang di luar hotel untuk memanfaatkan koneksi dan (ngerinya) nge-hack perangkat para tamu/staf hotel.
  • Kalau ada whirlpool atau jacuzzi, sepertinya lebih baik.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩⚪️
Harga: 💰💰💰💰💰

Review: Tama Boutique Hotel Bandung

Masa pandemi ini tampaknya akan berkepanjangan. Saya sendiri diam di rumah sudah sekitar tiga bulanan, dan baru kemarin ini sempat staycation selama sekitar seminggu, tapi masih di Bandung. Pada awalnya, saya pun sempat ragu dan takut. Namun, saya tetap ikuti protokol keselamatan di hotel, nggak banyak keluyuran, dan menjaga jarak dengan orang lain. Selama ketiga hal itu tetap diperhatikan, saya rasa staycation bisa tetap dinikmati dengan aman. I really needed a change of scenery sih.

Kembali ke tujuan utama post ini. Ulasan terakhir yang saya tulis diunggah pada bulan April 2020 dan sekarang, saya ingin menyempatkan menyelesaikan ulasan untuk hotel yang satu ini, dan lagi-lagi hotel di Bandung. Sebetulnya, saya menginap di sana pada tahun 2019, tapi baru sempat tulis ulasannya sekarang. Sudah cukup lama, ya. Ah, daripada saya terus memberikan excuse yang sama, lebih baik saya langsung ulas hotel unik di Bandung yang satu ini.

review tama boutique hotel
Kamar tidur di Tama Boutique Hotel. Foto milik pribadi

Tama Boutique Hotel Bandung berlokasi di Jalan Dr. Rajiman No. 5-7, Bandung. Hotel unik di Bandung ini adalah salah satu properti yang sebetulnya sudah lama saya ingin kunjungi, tetapi baru sempat di tahun kemarin. Untuk orang Bandung, kalian mungkin tahu Collector Parfum, tempat jual parfum refill murah berkualitas di dekat persimpangan Jalan Pasir Kaliki dan Jalan Dr. Rajiman. Nah, hotel ini hanya berjarak sekitar 5 menit dengan berjalan kaki dari Collector Parfum. Meskipun terbilang berada di pusat kota dan berlokasi di jalan yang sering dilewati banyak kendaraan, hotel ini menawarkan suasana yang cukup tenang. Hotel bintang tiga ini hadir dengan 24 kamar yang tergolong ke dalam 4 tipe: Superior, Deluxe, Deluxe Balcony, dan Suite. Saat menginap di Tama Boutique Hotel Bandung, saya memilih kamar Deluxe. Namun, setelah check-in dan masuk ke kamar, saya sadar bahwa sepertinya saya dapat upgrade satu tingkat ke tipe Deluxe Balcony. Terima kasih banyak untuk pihak hotel atas upgrade gratisnya.

Hotel ini sendiri mengusung konsep yang unik. Semua kamarnya didesain dalam gaya kontemporer dengan sentuhan tradisional Korea. Ini bukan hal yang mengejutkan sebetulnya karena hotel ini menempati bangunan yang sama dengan restoran Korea Bornga. Restoran menempati lantai dasar, sementara hotel menempati lantai 2 hingga 5. Area parkir hotel pun berbagi dengan restoran, dan tidak besar. Saya awalnya sempat bingung harus parkir di mana karena area parkir cukup ramai. Namun, saya dapat satu spot kosong yang tidak jauh dari pintu masuk ke hotel. Petugas keamanan hotel sendiri bilang bahwa ada layanan valet gratis dari hotel. Jadi, kita nggak perlu repot-repot cari sendiri tempat parkir.

Dari segi fasilitas, hotel ini tidak menawarkan banyak pilihan. Hanya ada restoran dan lounge di properti ini. Namun, bagi saya, hotel ini menonjol dari segi desain, lokasi, dan menu breakfast. Ulasan lengkapnya saya ceritakan di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Saat menginap di Tama Boutique Hotel Bandung, saya menempati kamar Deluxe Balcony. Assignment ini saya perhatikan sepertinya merupakan upgrade dari pihak hotel karena saat reservasi, saya memesan kamar Deluxe. Terima kasih banyak, Tama Boutique! Berdasarkan informasi dari situs web resmi hotel, kamar Deluxe Balcony memiliki luas 25 meter persegi. Nah, tipe terkecil (Superior) memiliki luas 15 meter persegi. Kamar berukuran 25 meter persegi sebetulnya bukan hal aneh di hotel-hotel bintang tiga, terutama untuk kamar-kamar dengan tipe yang lebih besar. Namun, pada kenyataannya, saya merasa kamar terasa sangat lapang. Saat masuk, ada hallway yang luas dan justru terkesan kosong. Di hallway ini, terdapat lemari pakaian yang cukup tinggi.

IMG_20191203_152256
IMG_20191203_152035

Hallway ini sendiri terasa kosong karena memang tidak ada furnitur selain lemari pakaian. Selain itu, pencahayaan di hallway ini cenderung redup. Jadi, area ini kesannya seperti area nanggung. Transisi dari hallway ke area utama kamar ditandai oleh perubahan dari lantai ubin berwarna abu-abu menjadi lantai kayu. Area utama kamar tidur terasa hangat dan cukup elegan melalui penggunaan warna-warna earthy yang hangat. Seperti yang sebelumnya saya bilang, interior kamar memiliki sentuhan tradisional Korea, dan elemen ini ditandai oleh bilah-bilah kayu yang menyerupai jendela atau sekat yang biasanya ada di rumah-rumah tradisional Korea. Di belakang bilah-bilah ini terdapat mural monokrom istana kerajaan Korea berukuran besar. Mural ini sendiri menjadi focal point kamar dan background yang cukup cantik buat foto-foto.

IMG_20191203_152202
IMG_20191203_152146
IMG_20191203_152240
IMG_20191203_152325
IMG_20191203_152329

Meja belajar dan kabinet minibar didesain menyatu dengan headboard tempat tidur. Ini bisa jadi trik yang bagus, terutama untuk kamar-kamar berukuran kecil. Kalau diamati, meja belajar memiliki bentuk kaki yang “nyentrik” (miring ke arah dalam) dan kaki saya beberapa kali kesandung kaki ini. Ngilu banget lumayan. Stopkontak yang tersedia cukup banyak dan ada beberapa yang dipasang pada headboard (di belakang bantal-bantal). Kulkas mini ditempatkan di dalam kabinet, di bawah coffee maker dan cangkir.

Di salah satu sudut ruangan, terdapat kursi tangan berwarna cobalt blue yang menjadi colour pop di tengah-tengah warna-warna bumi yang hangat. Televisi dipasang pada dinding dan berada di samping pintu kaca menuju balkon. Nah, balkon kamar sendiri sebetulnya tidak luas dan tidak punya furnitur apa pun. View dari balkon pun biasa-biasa aja. Namun, setidaknya balkon menjadi area tambahan bagi saya untuk menikmati suasana outdoor. Selain itu, ada banyak pohon di sekitar hotel yang membuat pemandangan dari balkon tampak lebih hijau. Also, more oxygen for your lungs! Oh, ya. Pintu menuju balkon ini buat saya kurang rapat atau kurang insulasi. Suara-suara dari luar masih bisa terdengar ke kamar cukup jelas. Sebetulnya, ini salah satu risiko kamar dengan balkon, sih, terutama pada hotel-hotel yang berlokasi di kawasan yang ramai.

Kamar Mandi

Atmosfer natural terasa di kamar mandi melalui penggunaan batu-batu alam berwarna hitam pada dinding. Interior yang sama diterapkan ke semua kamar mandi di Tama Boutique Hotel Bandung. Kamar mandi memiliki bentuk memanjang dan dipisahkan oleh dinding dan pintu geser berbahan kaca berwarna teal. Namun, penggunaan pintu kaca geser ini saya rasa agak riskan karena celah di antara pintu dan dinding tidak begitu rapat. Selain itu, jujur aja saya masih ada rasa takut kalau dinding atau pintu kaca akan pecah ketika (knock on the wood) kita terpeleset dan menubruk dinding atau pintu. Agak morbid sih pikirannya, tapi saya sering terbayang seperti itu.

IMG_20191203_152106
IMG_20191203_152124
IMG_20191203_152138

Meskipun didominasi oleh warna hitam, kamar mandi tidak terasa gelap dan mencekam karena diseimbangkan oleh penggunaan drop lights terang berwarna hangat. Malah, rasanya saya cukup nyaman saat mandi di area shower yang ternyata cukup luas. Shower box juga dilengkapi rain shower, salah satu fitur kesukaan saya. Oh, ya. Di bawah tiang shower pun ada semacam tempat duduk berbahan batu. Meskipun memang area ini tidak langsung terkena semburan air dari rain shower, duduk di sini sambil mandi menggunakan shower tangan rasanya cukup relaxing. Elemen kayu ditampilkan oleh frame cermin besar dan dispenser sabun tangan. Split level yang memisahkan shower area dengan area lain kamar mandi dirasa kurang kentara. Walhasil, air pun tetap bisa meleber ke area-area lain di kamar mandi dengan mudah. Selain itu, rak handuk justru dipasang di dekat kloset, dan bukan di dekat shower area. Saya harus ambil dulu handuk dan simpan di atas counter wastafel.

Fasilitas Umum

Lounge

Tama Boutique Hotel Bandung memang nggak punya banyak pilihan fasilitas untuk tamu. Hotel ini hanya memiliki restoran dan lounge. Sarapan pagi sendiri disajikan di lounge. Untuk restoran, ya, ada Bornga sih di lantai 1. Namun, desain lounge di hotel ini cukup Instagrammable kalau buat saya. Oh, ya. Lounge ini juga berfungsi sebagai lobi hotel. Jadi, saat check-in kita naik dulu ke lantai 5. Kamar-kamar berada di lantai 2 dan 3.

IMG_20191204_091559
IMG_20191204_091819
IMG_20191204_091800

Area lounge tampak segar dan rimbun dengan tanaman-tanaman hias dan pohon artifisial yang ditempatkan di dekat bar. Di sisi utara ruangan, terdapat jendela dengan pemandangan dinding yang dipasangi tanaman-tanaman rambat. Ini keren banget menurut saya karena suasana lounge jadi terasa lebih segar. Oh, ya. Karena lounge berada di lantai teratas hotel, udara di sini terbilang cukup panas. Kedua sisi lounge punya jendela floor-to-ceiling yang memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam ruangan secara optimal. Downside-nya adalah suhu ruangan jadi lebih panas. Namun, dinding dengan tanaman rambat di utara ruangan cukup menyegarkan mata.

Soal furnitur, sebagian besar meja dan kursi di sini memiliki sentuhan mid-century. Set meja kursi yang ditempatkan di sisi utara (di dekat jendela) punya desain yang lebih simpel dan ke arah utilitarian dengan warna hitam pekat. Oh, ya! Set meja kursi di area ini dipisahkan oleh semacam lemari display yang mengingatkan saya dengan lemari display yang ada di expansion pack terbaru The Sims 4, Eco-Lifestyle. Di sisi selatan lounge, ada pintu menuju area balkon. Saya nggak berlama-lama di sana karena cuaca cukup panas saat itu dan matahari sedang terik-teriknya. View dari balkon cukup keren, terutama di malam hari.

IMG_20191204_091540
IMG_20191204_091526
IMG_20191204_091846

Nah, untuk sarapan, ini yang menurut saya aspek unik dari Tama Boutique Hotel Bandung. Saat check-in, saya diberikan pilihan menu sarapan. Di hotel ini, kita bisa menikmati sajian internasional atau masakan Korea untuk sarapan. Mumpung lagi di sini, ya, saya pilih makanan Korea. Menu yang disajikan adalah ayam goreng  gochujang, salad, nasi dengan bubuk nori, dan banchan. Ada juga jus semangka, hot chocolate, dan puding cokelat berbentuk hati. Untuk saya yang nggak biasa sarapan dengan masakan Korea, ini jadi semacam culture shock karena sarapan rasanya nggak seperti sarapan. Secara keseluruhan, menu sarapan yang disajikan lezat dan pas di lidah. Biasanya, saya agak picky dengan makanan pedas. Namun, ayam goreng yang disajikan ternyata rasanya pas buat lidah saya. Manis dan pedasnya seimbang.

IMG_20191204_092835
IMG_20191204_092447
IMG_20191204_100252

Lokasi

Tama Boutique Hotel Bandung berada di kawasan yang cukup strategis. Jalan Dr. Rajiman sendiri sering dilewati sebagai jalan pintas ke beberapa kawasan. Selain itu, hotel pun berjarak cukup dekat dari mal Istana Plaza. Kalau dengan berjalan kaki dari hotel, mal bisa ditempuh dalam waktu sekitar 10 menit. Mal lain yang menurut saya cukup dekat dari hotel adalah Paris van Java. Dengan kendaraan bermotor, mal bisa dicapai dalam waktu sekitar 15 menit, tergantung kondisi lalu lintas.

Untuk siapa pun yang berlibur ke Bandung menggunakan kereta api, Stasiun Bandung berjarak sekitar 15-20 menit dari hotel. Bandara Internasional Husein Sastranegara berjarak sekitar 20-30 menit dari hotel. Semua estimasi ini bergantung pada kondisi lalu lintas, ya. Bandung soalnya macetnya bisa parah banget. Jarak dekat pun kadang sampai ditempuh dalam waktu yang unnecessarily lebih lama.

Soal bersantap, di sekitar hotel sebetulnya ada banyak opsi makanan. Di lantai dasar bangunan, ada Bornga, restoran Korea. Di samping hotel, ada Sushi SBA. Jalan Dr. Rajiman sendiri jadi semacam pusat makanan, terutama di malam hari. Salah satu makanan yang terkenal adalah Nasi Uduk Cinta 97. Ya, bisa jadi pilihan alternatif deh kalau menginap di Tama Boutique Hotel.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Bicara soal service di Tama Boutique Hotel Bandung, buat saya pelayanan yang diberikan sudah baik. The fact that I got an upgrade sebetulnya sudah menjadi sesuatu yang saya apresiasi, terutama karena itu kali pertama saya menginap di sana. Kecepatan staf dalam menangani pesanan saya pun patut diacungi jempol. Para staf yang bertugas juga cukup ramah.

Saat menginap, sebetulnya interaksi saya dengan para staf tidak intense. Saya lebih banyak diam di kamar karena memang harus kerja. Namun, ketika bertemu dengan para staf lain, interaksi yang berlangsung terbilang positif. Saat check-in, saya diminta oleh salah satu staf (sepertinya general manager hotel karena dari pakaian saja kelihatan beda) untuk memilih menu sarapan dan menentukan jam sarapan dari sekarang supaya besok, makanan bisa disiapkan sejak awal dan saya juga bisa menikmati makanan dalam kondisi masih hangat. Menurut saya, ini sesuatu yang perlu diapresiasi karena pihak hotel ingin menjamin tamu bisa menikmati makanan dalam kondisi yang masih segar dan panas. Staf di dapur juga bisa bekerja secara lebih terjadwal.

Kesimpulan

Meskipun bukan properti yang besar, Tama Boutique Hotel Bandung menawarkan pengalaman menginap yang menyenangkan. Dengan 24 kamar saja, staf hotel bisa memberikan perhatian yang lebih besar untuk para tamu. Selain itu, untuk orang seperti saya yang sering “kikuk” saat ada di tempat yang ramai banget, jumlah tamu yang lebih sedikit bikin saya bisa menikmati suasana dengan lebih nyaman.

IMG_20191203_152423
IMG_20191204_100409
IMG_20191204_013259

Kalau dipikir-pikir lagi, tipe kamar yang ditawarkan pun memiliki luas yang cukup besar. Tipe terkecil (Superior) punya luas 15 meter persegi dan tipe yang saya tempati (Deluxe Balcony) punya luas 25 meter persegi. Namun, saya rasa efek ruang yang luas ini terbantu oleh tingginya langit-langit kamar (ini saya lupa bahas). Interior kamar bergaya kontemporer dengan sentuhan tradisional Korea jadi salah satu kelebihan hotel ini. Sejauh ini, hotel yang mengusung konsep tersebut baru Tama Boutique Hotel. Konsep ini makin terasa dengan disajikannya hidangan Korea sebagai menu sarapan. Porsi dan menu yang disajikan pun decent. Saya nggak ada keluhan soal itu.

Berdasarkan informasi dari Tripadvisor, rate hotel ini mulai dari 430 ribu rupiah per malam. Jika dibandingkan dengan fasilitas yang ada, saya rasa rate yang ditawarkan tidak bisa dibilang murah juga. Hanya memiliki lounge dan restoran, bisa dibilang pilihan aktivitas yang bisa dilakukan di hotel sangat terbatas. Namun, kalau ingin menikmati pengalaman menginap yang unik dalam atmosfer tradisional Korea, saya rasa Tama Boutique Hotel Bandung bisa jadi pilihan yang layak dipertimbangkan.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Desain interior kamar unik, menggabungkan gaya kontemporer dengan sentuhan tradisional Korea. Cukup Insta-worthy.
  • Sajian Korea hadir sebagai salah satu opsi menu sarapan. Sejauh pengalaman saya, di Bandung sih baru Tama Boutique Hotel yang menawarkan menu tersebut sebagai menu sarapan.
  • Ukuran kamar terasa besar dan lapang, terutama dengan langit-langit yang tinggi.
  • Lokasi hotel strategis. Mal berjarak beberapa menit saja dari hotel. Di sekitar hotel pun ada banyak restoran dan kedai makanan.
  • Lounge punya interior yang keren. Elemen-elemen alam bikin lounge terasa teduh dan nyaman.

👎🏻 Cons

  • Kamar mandi dipisahkan oleh dinding dan pintu geser kaca. Sebetulnya, ini nggak benar-benar menjadi masalah. Hanya saja, masih ada celah yang cukup riskan di antara pintu geser dan dinding kaca.
  • Fasilitas yang ditawarkan hotel sangat sedikit.
  • Area parkir tidak banyak dan harus berbagi dengan tamu restoran Bornga (tapi ada layanan valet).

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

Review: Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta

Sekarang sudah masuk bulan April dan ini artinya sebentar lagi ulang tahun saya. Tahun ini sepertinya akan jadi ulang tahun yang berat karena di tengah wabah COVID-19 yang sepertinya bukannya mereda, malah tambah memburuk, ada kemungkinan saya masih nggak bisa ke mana-mana saat ulang tahun nanti di bulan Mei. Ya, harapannya sih, wabahnya bisa segera terkendali dan jangan ada case baru (which sounds unlikely, ya). Ya, setidaknya semoga sudah ada obatnya dan bisa segera digunakan deh.

Ngomongin soal ulang tahun, saya mau throwback nih ke ulang tahun saya di tahun 2019. Nah, tahun kemarin itu perayaannya bisa dibilang cukup seru dan banyak hotel hopping. Walaupun agak repot karena harus pindah dari satu hotel ke hotel lain, secara keseluruhan sih pengalaman liburan dan ulang tahunnya sangat berkesan. Pada momen itu, saya stay di tiga hotel, dan salah satunya adalah The Mayflower Jakarta – Marriott Executive Apartments, properti yang udah saya review sebelumnya. Untuk properti yang pertama, saya rahasiakan dulu deh soalnya review-nya belum saya tulis. Nah, setelah dari Mayflower, saya pindah ke hotel baru yang berada di kawasan Mega Kuningan. Sebetulnya, nginep di sini itu terbilang tidak direncanakan. Awalnya, saya kepikiran untuk stay dua malam di Mayflower, tapi saat itu entah kenapa saya malah browsing pilihan hotel lain dan pilihan saya jatuh ke hotel ini.

0
Fasad Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Foto milik pihak manajemen hotel.

Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta adalah hotel bintang 5 yang berlokasi di Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung, Kav. E.11, No. 1, Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Hotel mewah di Jakarta ini adalah salah satu properti yang terkenal. Letaknya berseberangan dengan JW Marriott Jakarta. Sebenarnya, di daerah Kuningan sendiri ada 3 properti Marriott, JW Marriott Jakarta, Ritz-Carlton Mega Kuningan, dan The Westin Jakarta. Dari segi umur, JW Marriott Jakarta ini yang paling tua. Sebetulnya, Jakarta punya dua Ritz-Carlton. Satu lagi ada di SCBD, satu bangunan dengan Pacific Place dan umurnya lebih muda.

Ngobrolin soal hotelnya dulu secara keseluruhan, untuk member Marriott Bonvoy, hotel ini masuk ke kategori 5, satu level dengan adiknya yang di SCBD. Soal fasad, ini salah satu aspek yang saya suka dari hotel ini. Kalau kalian pernah atau sering ke kawasan ini, pasti tahu kalau Jalan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung ini melingkar. Nah, bangunan Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menempati seperempat lingkaran itu. Karena mengikuti bentuk bangunan, fasad terluarnya ikut dibentuk melingkar, mirip Koloseum. Fasad hotel tampil majestic dalam balutan warna putih dan pilar-pilar bergaya Doric. Berdasarkan info dari halaman Wikipedia-nya, hotel ini dibuka pada tahun 2005. Berarti umurnya udah 15 tahunan. Ritz-Carlton Jakarta juga punya beberapa rekor lain sebetulnya. Daftar gedung tertinggi di Jakarta dari Wikipedia menunjukkan hingga tanggal ini nih (5 April 2020), kedua menara Ritz-Carlton menempati posisi ke-29 sebagai gedung tertinggi di Jakarta dengan tinggi 212 meter. Selain itu, dilansir dari situs resmi hotel, Ritz-Carlton Mega Kuningan  menawarkan kamar hotel terbesar di Jakarta. Sounds braggadocious? Nanti saya jelasin di paragraf berikutnya.

Kalau menyebut nama Ritz-Carlton, saya kayaknya nggak bisa hapus asosiasi hotel ini dengan tragedi di tahun 2009. Hotel ini menjadi salah satu target pemboman teroris. Selain Ritz-Carlton, JW Marriott Jakarta juga jadi target pemboman pada hari yang sama. JW Marriott sendiri udah dua kali kena bom, dengan pemboman pertama itu pada tahun 2003. Jahat banget teroris tuh. Dua minggu setelah kejadian, hotel kembali dibuka dan beroperasi seperti biasa.

Oke, kembali ke review. Saya baca brosur lengkap hotel (bisa di-download di sini) untuk pelajari lebih lanjut tentang hotel ini. Sebetulnya, saya udah baca brosurnya dari lama, tapi ya saya baca-baca lagi takutnya salah informasi. Ada 296 kamar dan 37 suite room di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Untuk tipe kamar sendiri, ada tujuh tipe kamar, dengan tipe terkecil adalah Grand Room dan tipe terbesar adalah Presidential Suite. Untuk tipe Grand Room sendiri ada dua opsi, tipe biasa dan Grand Club. Nah, tipe-tipe lainnya udah mencakup akses ke exclusive Club Lounge. Sebelumnya, saya bilang kalau hotel ini mengklaim sebagai hotel yang menawarkan kamar dengan luas terbesar di Jakarta. Saya coba riset beberapa hotel bintang 5 di Jakarta dan membandingkan ukuran kamarnya. Untuk Four Seasons Jakarta (kebetulan saya udah pernah nginep di sana), ukuran kamar yang paling kecil adalah 62 meter persegi dan tipe paling besar adalah 330 meter persegi (info dari situs resmi hotel). Untuk Raffles Jakarta, tipe Signature Room punya luas 60 meter persegi dan tipe Raffles Suite punya luas 390 meter persegi. Nah, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menawarkan tipe Grand Room dengan luas 63 meter persegi, cuman beda 1 meter persegi aja sama Executive/Deluxe Suite-nya Four Seasons Jakarta. Tipe terluasnya adalah Presidential Suite dengan luas 401 meter persegi. Namun, The Duke Suite-nya Mulia Jakarta hadir dengan luas 650 meter persegi. Jadi, kalau dibilang yang paling besar sih, sebetulnya nggak. Hanya saja, luas yang ditawarkan tetap signifikan (a 401-square meter space is really big, lor). Kalau yang dibandingkan adalah kamar terkecil, Ritz-Carlton Mega Kuningan masih kalah dengan adiknya yang di SCBD karena Ritz-Carlton Pacific Place menawarkan tipe Deluxe Grand Room dengan luas 72 meter persegi. Pretty spacious, isn’t it?

Untuk fasilitas, hotel ini hadir dengan beragam amenities berkelas seperti gym, kolam renang, spa, grand ballroom, meeting room, executive club lounge, dua restoran, kids’ club, jogging track, dan yang terbaru adalah Ozone Bar & Karaoke. Waktu berkunjung, saya pesan Mayfair Suite, tipe terbesar keempat di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Pengalamannya mengesankan, and I really had a good time with my friends. Ulasan lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

As expected from a luxury hotel, ukuran jadi satu hal yang ditonjolkan. Tipe Mayfair Suite di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta punya luas 110 meter persegi. Pemilihan tipe ini sebetulnya karena saya juga ingin punya living area terpisah untuk menyambut teman-teman yang datang. Jadi, di tipe ini ada living area, powder room, kamar tidur utama, walk-in closet, dan master bathroom. Dengan luas 110 meter persegi dan lima ruangan terpisah, setiap ruang punya ukuran yang cukup luas, terutama powder room-nya yang menurut saya sih way too big, terutama dengan bentuk yang memanjang. But I think that’s one of the perks of enjoying the luxury.

Secara keseluruhan, interior suite room mengusung desain kontemporer. Kalau saya perhatikan, untuk ukuran hotel yang dibangun di tahun 2005 (dan selama belum ada perubahan pada interior kamar), desain yang diusung sudah cukup modern dan belum obsolete. Menurut saya secara pribadi, salah satu risiko penerapan desain kontemporer adalah seberapa cepat desain dianggap obsolete. Begitu masuk, saya disambut dengan living area yang luasnya hampir sama dengan luas master bedroom. Dengan space yang besar, penggunaan oversized furniture items masih nggak bikin ruangan terasa sempit. Pada kenyataannya, ruangan justru terasa sangat lapang dan ke arah kosong, terutama di sisi-sisi belakang armchair. Ada sofa untuk tiga bahkan empat orang, dan satu armchair besar. LED TV sebesar 55 inci dipasang pada dinding dan di bawahnya ada kabinet yang cukup besar. Di salah satu sudut, ada area kerja dengan meja yang cukup besar. Jendela-jendela di living area dengan tinggi hampir selangit-langit menawarkan view Jalan Dr. Satrio dan Rasuna Said.

IMG_20190616_171318
IMG_20190616_171339
IMG_20190616_171759
View dari living area

Di living area ini, saya dan teman-teman merayakan ulang tahun saya sambil ngemil, ngobrol, dan main game. Dengan ukuran yang luas, sebenernya area ini bisa menampung tamu, mungkin sampai 7 atau 8 orang (kalau kursi kurang, bisa pakai kursi kerja atau ambil kursi dari master bedroom). Di dekat pintu keluar, ada powder room. Ini artinya teman-teman saya bisa pakai kamar mandi di situ, tanpa harus masuk ke area master bedroom. Privasi masih terjaga lah. Nah, si powder room ini sendiri bentuknya memanjang dengan satu bathroom counter yang besar dengan counter top berbahan marble.

IMG_20190616_171409
IMG_20190616_171403
Powder room

Beralih ke master bedroom, untuk tipe Mayfair Suite di Ritz-Carlton Jakarta, sebetulnya kamar tidur utamanya sih mirip dengan tipe Grand Room. Ya, anggaplah tipe Grand Room ditambah living area terpisah dan powder room tambahan. Desain interiornya masih sama dengan interior living area. Di sini, ada satu sofa (dengan ukuran yang lebih kecil) dan coffee table, tempat tidur king-size, LED TV 55 inci, dan satu oversized armchair di dekat jendela. Nah, kali ini jendelanya menghadap ke arah JW Marriott Jakarta. Adanya TV di master bedroom juga jadi penolong, in case nih temen sekamarmu pengen nonton channel apa, tapi kamu pengen nonton channel yang lain. Eh, saya hampir lupa! Untuk palet warna sendiri, tipe Mayfair Suite mengusung warna-warna earthy, dengan dinding berwarna krem ke arah beige. Pencahayaan ruangan ke arah dim sebetulnya, tetapi membangun kesan mewah. Ranjang yang digunakan adalah two-poster bed. Nah, kalau biasanya ranjang dengan post atau tiang ini biasanya punya tiang di keempat sisinya, di sini tiang hanya ada di bagian headboard. Di atas tempat tidur sendiri, ada dua lukisan sebagai dekorasi ruangan. Secara keseluruhan, ruangan nggak terkesan kosong karena ada lebih banyak furnitur di sini. Waktu ke sini, ada empat orang yang ikut nginap. Karena kasur cukup besar, king bed bisa memuat tiga orang (kebetulan badannya pada kecil). Sementara itu, teman saya yang satu lagi tidur di sofa. In fact, keesokan harinya setelah berenang, saya sempet tidur siang dulu di sofa living area dan tidurnya pun nyaman. So, parah-parahnya sih kalau memang harus “keroyokan” banget tidur di satu unit, tipe Mayfair Suite ini bisa menampung 5 orang: 3 orang di kasur, 1 orang di sofa master bedroom, dan 1 orang di sofa living area. Kalau memang nggak mau tidur di sofa, rollover bed pun bisa dipesan dari hotel (dengan biaya tambahan). Saya rasa tipe ini cocok buat keluarga kecil yang punya 2 atau 3 anak.

IMG_20190616_171653
IMG_20190616_171658
IMG_20190616_171710
IMG_20190616_171423
IMG_20190616_175326

Oh, ya! Sebelum masuk ke master bedroom, ada semacam nook dengan counter yang memuat kulkas, coffee/tea maker, beragam pilihan kopi dan teh, dan dua piece cokelat. Yang satu milk chocolate, yang satu lagi dark chocolate. I LOVED BOTH OF THEM! Cokelat yang ini gratis, ya, tapi kalau minuman dan makanan yang ada di kulkas, dan wine yang tersedia sih harus bayar lagi. Nah di samping kiri area ini, baru ada walk-in closet. Ukuran ruangannya nggak begitu luas memang, tapi ukuran closet-nya sih cukup besar. Di sini juga ada ironing board dan setrika. Walk-in closet ini juga punya akses langsung ke master bath.

Kamar Mandi

Kamar mandi tipe Mayfair Suite di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menawarkan space yang besar. Ada area shower yang cukup besar, bathtub, dan his-and-hers sink. Untuk bathtub, posisinya ada di samping jendela besar yang menghadap ke JW Marriott Jakarta. Nah, di depan jendela ini sendiri ada semacam tembokan. Jadi, kalau badannya kurang tinggi atau duduknya kurang tegak, saya rasa nggak akan bisa berendam sambil lihat view (dan juga, view-nya cuman hotel tetangga so, yeah, not a really special thing). Nah, bathtub ini ternyata lebih besar dari dugaan saya. Ketika berendam, ternyata bathtub cukup dalam. Interior kamar mandi didominasi oleh marmer palet monokrom. Cukup mewah.

IMG_20190616_171630
IMG_20190616_171513

Hadirnya his-and-hers sink bikin tamu bisa pakai wastafel masing-masing. Cermin besar yang dipajang dipercantik dengan frame warna emas dan sepasang wall lamp bergaya modern classic. Produk mandi yang tersedia di Ritz-Carlton Jakarta adalah produk-produk line Purple Water dari Asprey, brand asal London. Aromanya nggak intense, cuman buat saya sih nggak begitu unik karena sepertinya pernah cium aroma serupa di tempat lain. Selain itu, di kamar mandi juga tersedia hair dryer, emery board (alat buat menghaluskan ujung kuku setelah digunting), korek kuping, dan perlengkapan pribadi lainnya.

IMG_20190616_171456
IMG_20190616_171448

Untuk area shower, ruang yang ada cukup luas. Di sini nggak ada rainshower, tapi ada shower permanen dan hand shower. Produk mandi yang ditawarkan masih dari Asprey. Untuk kloset, saya kurang suka posisinya karena di sampingnya, ada pintu geser menuju walk-in closet. Pintu ini memang ada kuncinya, cuman kalau sewaktu-waktu lupa kunci dan ada orang yang buka pintu sementara kita lagi do our business, kayaknya bakalan awkward banget.

Fasilitas Umum

Bicara soal fasilitas umum, ada banyak opsi yang tersedia di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Di sini ada dua restoran, kolam renang, gym, spa, sauna, steam room, whirlpool, grand ballroom, meeting room, dan banyak lagi. Untuk tamu yang menempati kamar-kamar dengan akses Club Lounge, di lounge juga ada beberapa fasilitas tambahan. Yang paling baru, hotel ini punya Ozone Karaoke & Bar yang dibuka beberapa bulan setelah saya berkunjung. Jadi, ya saya nggak sempat ke sana. Saya mau bahas dulu dari fasilitas yang paling saya suka, Club Lounge.

Club Lounge

Berada di lantai 26, Club Lounge Ritz-Carlton Jakarta bisa dibilang salah satu executive lounge terbesar di Jakarta. Lounge ini bahkan punya extension di lantai 25 yang biasanya digunakan untuk tamu-tamu yang bawa anak-anak. Kalau mau ke sini, tamu wajib pakai sepatu dan pakaian berkerah (smart casual). Oh, ya. Pakai celana pendek juga nggak boleh. Waktu saya menginap, saya lihat satu tamu (orang asing) yang, karena dia pakai tank top, dia cuman “stuck” di reception dan ngobrol sama staf. Saya check-in di sini by the way.

IMG_20190617_103908

Club Lounge terasa makin lapang karena area-area utamanya nggak dipisahkan oleh tembok (ya, ada pilar atau tembok, tapi bukan tembok yang memanjang). Para tamu dengan akses ke executive lounge bisa sarapan di sini, menikmati camilan dan afternoon tea, dan pakai meeting room secara gratis selama 2 jam. Untuk benefit lengkapnya, bisa dibaca di sini. Yang jelas sih, menurut saya kalau memang dananya ada, coba pilih kamar dengan akses ke executive lounge ini karena it really is worth your money! Buat yang sering laper, daripada harus pesan makanan lagi dari luar, cukup ke sini aja. Pas sore, ada juga free flow wine dan beer.

IMG_20190616_165618
IMG_20190616_165637

Dining area utama berada nggak jauh dari reception area. Area ini cukup luas dan tampil hangat dalam balutan didning warna krem/beige, lantai karpet berwarna merah dengan motif keemasan, dan furnitur bergaya kontemporer. Secara keseluruhan, interior Club Lounge mengingatkan saya dengan interior ruang-ruang publik di RMS Queen Mary 2. Ada beberapa meja yang ditempatkan di sebelah jendela. Jadi, kalau ingin makan sambil liat view, pilih aja meja-meja ini. Area buffet ada di ujung dining area dan bicara soal ukuran, luasnya sih memang nggak seberapa kalau dibandingkan restoran-restoran utama di lantai lobi. Namun, saya suka karena selain tempat yang jauh lebih tenang, para staf yang bertugas juga memberikan personalized service. Soal service, nanti saya bahas di segmen khusus, ya.

IMG_20190617_082502

Oh, ya! Untuk menu sarapan, memang pilihan yang tersedia nggak sevariatif menu sarapan di Asia Restaurant. Namun, ya, untuk level executive lounge sih, menu yang ditawarkan sudah decent. Waktu sarapan, saya nggak banyak makan karena saat itu kondisinya masih nggak enak badan. Saya hanya ambil hashbrown potato dan sushi. Saya minta staf untuk buatkan scrambled egg. Untuk minuman, staf lounge berinisiatif kasih saya ginger tea. I really appreciated her gesture.

Beralih ke bagian lounge yang lain (kayaknya ini di sisi utara). Area ini bisa dibilang area perpustakaan yang lebih tenang. Di sini, ada banyak set sofa, kursi lengan, dan meja. Ada juga beberapa lemari yang memuat koleksi-koleksi buku. Di salah satu sisi ruangan, ada LED TV. Karena posisinya berada di ujung dining hall utama, area ini cocok banget buat baca buku atau ngobrol yang lebih serius bareng temen atau keluarga.  Ada satu hal yang menarik perhatian saya. Di tengah-tengah ruangan, ada end table dengan set papan catur di atasnya. Yang lebih unik adalah pion-pionnya terbuat dari kayu dan diukir dengan gaya ukiran khas Bali. Saya jadi ingat di rumah pun ada set catur seperti ini (dan skema warnanya mirip). Cuman, saya lupa wo baba simpan di mana, ya. Untuk pustaka bacaan, buku-buku yang tersedia beragam dari segi genre dan tahun keluaran. Bahkan, ada beberapa buku bahasa asing yang saya lihat di sini (saya nemu buku bahasa Jerman kalau nggak salah ingat). Sebetulnya, di area ini ada banyak lagi seating area yang lebih tersembunyi di antara dinding-dinding. I got to say it feels like a maze.

IMG_20190616_165749
IMG_20190617_092208
IMG_20190616_165725

Setelah sarapan, staf lounge menawarkan saya untuk coba fasilitas lain yang ada. Salah satunya adalah game room yang berada satu hallway dengan business center. Di game room ini ada meja bilyar dan televisi. Sementara untuk business room, ada beberapa komputer dan set meja kursi. Oh, ya! Ada juga mesin fotokopi. Masih di hallway yang sama, ada beberapa meeting room yang bisa digunakan tamu secara gratis selama dua jam per hari.

IMG_20190616_165806
Game room
IMG_20190617_092729
Game room
IMG_20190617_092820
Business center
IMG_20190617_092829
Business center
IMG_20190617_092841
Business center

Waktu saya berkunjung, kondisi ruangan-ruangan ini kosong. Memang pada saat itu, tamu yang datang ke Club Lounge juga nggak banyak. Jumlahnya bisa dihitung pakai jari. Momen itu saya manfaatkan akhirnya untuk lihat-lihat fasilitas yang ada dan foto-foto properti. Oh, ya! Hampir lupa, ‘kan! Di dekat dining hall utama, ada tangga panjang menuju lantai 25. Di lantai ini, ada satu area yang merupakan extension dari Club Lounge. Di lantai 25 sendiri, kamar-kamar yang ada merupakan tipe kamar dengan akses ke executive lounge. Di area ini, furnitur yang ada nggak banyak. Jadi, areanya luas banget (kayaknya sih kalau anak-anak bakalan senang lari-larian di sini). Ada beberapa set sofa dan meja, lemari besar, dan beberapa dekorasi lainnya. Langit-langit area ini setinggi dua lantai dan untuk pencahayaan, ada jendela-jendela setinggi dua lantai di salah satu sisinya. Di sini juga ada beberapa pot bambu setinggi dua lantai.

IMG_20190617_093158
IMG_20190617_093225
IMG_20190617_093407

Kolam Renang

Lantai 5 Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta bisa dibilang jadi pusatnya sebagian besar fasilitas hotel. Nah, salah satu fasilitas yang ada di lantai ini adalah kolam renang. Untuk mencapai kolam renang ini, tamu akan melewati semacam courtyard dengan air mancur cantik. Saya sempat sore-sore ke sini dan area taman ini rasanya romantis banget, apalagi pas golden hour matahari mulai terbenam. Saya sih menyebut area ini sebagai secret garden.

IMG_20190617_095840
IMG_20190616_173924

Untuk menuju kolam renang, tamu bisa mengikuti pathway atau nyelip ke lorong kecil menuju gym. Bicara soal kolam renang, ukurannya besar dan cukup panjang untuk bolak-balik satu lap. Area kolam dihiasi tanaman-tanaman tropis. Di salah satu sudut kolam, ada ring basket. Outdoor lounge chair dan parasol ditempatkan berjajar di salah satu sisi kolam yang menghadap ke area kebun. Bangunan di belakang barisan lounge chair ini adalah gym hotel. Sayangnya, saya nggak sempat masuk ke dalamnya dan olahraga karena masih nggak enak badan (tapi saya malah berenang. Nah loh!). Oh, ya. Bisa dilihat di gambar di bawah ini, di area kebun, ada sepasang tembokan dengan air mancur. Sepasang tembokan itu sebetulnya merupakan “gapura” menuju secret pool. Saya nggak sempat foto secret pool-nya, tapi itu menurut saya area kolam yang cukup romantis. Posisinya juga teduh dan tersembunyi, but it doesn’t mean it’s a shady place, ya (pun intended).

IMG_20190617_095942
IMG_20190617_095948
IMG_20190617_095954
IMG_20190617_100903

Di area kolam Ritz-Carlton Jakarta juga ada tiga gazebo untuk bersantai. Kadang-kadang gazebo ini dipakai untuk customer spa. Jadi, di sini tamu bisa dipijat. Area kolam renang ini juga dikelilingi oleh jogging track. Sebetulnya, secara pribadi sih, kayaknya saya akan lebih senang jogging keliling Mega Kuningan. Setelah berenang, saya dan teman-teman niatnya ingin santai di whirlpool, tetapi sayangnya saat itu area whirlpool, sauna, dan steam room sedang dalam renovasi. Namun, staf yang bertugas mengarahkan kami ke ruang ganti yang ternyata merupakan bagian dari spa hotel.

IMG_20190617_111405

Sebelum masuk ke loker, area ruang ganti, dan shower, saya harus melewati atrium yang cukup mewah dengan pencahayaan yang redup. Awalnya, saya sempat ragu karena takut tersesat. Thank God, saya berada di jalan yang benar. Ada empat shower di sini dan untungnya, saat itu hanya ada satu pengunjung lagi. Jadi, ya pas lah saya bertiga dengan teman-teman dan satu pengunjung lain. Kami tidak perlu berebut atau menunggu giliran pakai shower. Di ujung area ini, ada whirlpool dan (sepertinya) cold plunge pool, serta sauna dan steam room. Semuanya belum bisa dipakai karena dalam renovasi.

IMG_20190617_111238
IMG_20190617_111248
IMG_20190617_111301

Untuk area loker, lemari-lemari yang ada cukup banyak. Vanity table ada di sisi ruangan yang lain, lengkap dengan produk-produk perawatan pribadi seperti hair tonic, hairspray, korek kuping, body lotion, dan hair dryer. Kalau ingin pinjam handuk, kita bisa pinjam ke petugas yang ada di meja reception sebelum masuk ke area wastafel.

IMG_20190617_111213
IMG_20190617_111224

Nah, setelah selesai mandi dan ganti baju, saya dan teman-teman sempat nyantai dulu di ruang santai yang berada di dekat area loker. Di ruang santai ini, ada set kursi dan meja kopi, televisi, dan sepasang recliner. Ruangan ini punya jendela setinggi langit-langit yang menghadap ke arah taman kecil di luar. Setelah berenang, sebetulnya saya ngantuk banget dan tadinya ingin tiduran sebentar di recliner. Ujung-ujungnya, saya malah tidur siang di sofa living area kamar.

IMG_20190617_111348
IMG_20190617_111355

Asia Restaurant

Seperti yang sudah saya bilang, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta punya dua restoran. Restoran yang dibuka untuk sarapan adalah Asia Restaurant. Kalau dari lobi, restoran ini berada di sayap kanan gedung. Saat saya berkunjung, waktu itu masih jam breakfast dan restoran cukup ramai (dan banyak anak-anak lari-lari ke sana kemari).

IMG_20190617_095435
IMG_20190617_095026
IMG_20190617_094809

Menu-menu yang disajikan sangat beragam, dari sajian Indonesia sampai internasional seperti Tiongkok dan India. Ada juga beberapa station untuk sajian Jepang dan Korea. Asia Restaurant mengusung konsep open kitchen. Jadi, waktu saya ke sana, saya juga bisa lihat para chef dan stafnya yang lagi memasak. Karena sudah sarapan di Club Lounge, saya nggak sarapan lagi di sini, meskipun memang menu-menu sarapan pada hari itu keliatannya menggoda selera. Dining hall utama di Asia Restaurant cukup luas. Set meja dan kursi makannya pun berbeda-beda jenisnya. Ada meja yang pakai empat kursi, ada juga yang pakai club chair melingkar. Interior restoran mengusung desain modern dan tampak mewah dengan penggunaan kisi-kisi berbahan logam berwarna platinum ash dengan kaca bertekstur. Sisi restoran yang dekat dengan jendela jadi area yang paling saya suka. Dengan kisi-kisi logam dan set meja dan kursi makan dengan skema warna hitam dan ash, area ini tampak paling stylish. Menurut saya, kisi-kisi logam ini juga merupakan modern rendition dari kisi-kisi khas Tionghoa yang biasanya dibuat dari kayu dan berwarna cokelat.

IMG_20190617_095214
IMG_20190617_095207

Asia Restaurant juga punya area yang lebih tertutup dan biasanya dipakai untuk acara-acara seperti pertemuan, seminar, rapat, atau semacamnya. Area ini tampil cantik dengan palet monokromatik plus redwood. Kisi-kisi logam juga masih terpasang di sana sini. Dinding pada salah satu sisi restoran dipasangi cermin yang tidak hanya memberikan efek luas, tetapi juga mewah.

Lobo Italian Bistro

Restoran kedua yang ada di Ritz-Carlton Jakarta adalah Lobo Italian Bistro. Posisinya berada di sisi kiri lobi. Menjelang masuk ke restoran, tamu bisa lihat pilihan wine yang dipajang.

IMG_20190616_215843

Bicara soal luas, Lobo nggak kalah besar dengan Asia Restaurant. Dari segi interior, desainnya lebih Eropa dibandingkan Asia. Secara pribadi sih, saya lebih suka desain interiornya Asia yang mencerminkan modern rendition dari desain-desain Asia, terutama dengan warna-warna earthy dan metal. Namun, ya, sesuai restorannya, wajar kalau desain yang lebih Eropa diterapkan di Lobo. Saya berkunjung ke sini malam-malam setelah makan bareng teman-teman. Jadi, kunjungan ke sini hanya untuk foto-foto properti. Namun, untuk menu, Lobo menyajikan beragam sajian Italia, termasuk piza dan pasta. Lobo sendiri suka ngadain promo menarik yang diunggah di Instagram resmi Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Waktu itu, saya lihat ada promo pizza dan bir. Ya, lumayan lah buat ngajak nongkrong teman. Untuk informasi lebih lanjut, coba follow dan pantengin Instagram-nya Ritz-Carlton Jakarta, ya!

IMG_20190616_215853
IMG_20190616_215907
IMG_20190616_220028

Bahas soal interior lagi. Meja-meja ditempatkan dalam jarak yang cukup besar. Kesan lapang jelas terlihat di sini, terutama karena jumlah furniturnya nggak sebanyak meja kursi di Asia Restaurant. Mengusung desain modern classic, palet merah, putih, krem, dan emas mendominasi interior restoran. Beberapa pohon artifisial ditempatkan di titik-titik tertentu. Di ujung main hall, terdapat bar dan grand piano.

IMG_20190616_215917
IMG_20190616_220009

Sebelumnya, saya sempat bilang bahwa sebelum masuk, kita bisa lihat beragam pilihan wine yang tersedia. Lobo Italian Bistro memang punya wine cellar. Kalau untuk promo wine sih saya nggak ingat, cuman yang saya ingat itu mereka pernah adakan promo beer dan piza, tapi kayaknya sih promo wine pun ada. Well, you’d better ask the staff . Restoran ini juga sebetulnya punya balkon alfresco yang menawarkan view sekitar hotel. Saya nggak sempat ke balkon ini karena sudah malam juga. Namun, balkon ini kelihatan kok dari jalan. Dengan ambiance yang lebih eksklusif, Lobo bisa jadi tempat yang pas untuk meet up sama teman sambil ngobrol dan ngemil di sore hari, terutama di area balkonnya.

Fasilitas Lain

Selain fasilitas-fasilitas yang disebutkan sebelumnya, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta punya beberapa fasilitas lain. Untuk menggelar acara, misalnya, hotel ini punya lebih dari 20 ballroom & meeting room yang tersebar di lantai lower lobby, lantai dua, dan lantai tiga. Saya baca brosur resmi hotel dan ballroom terbesar yang ditawarkan hotel, The Ritz-Carlton Grand Ballroom memiliki luas 1.600 meter persegi dan bisa mengakomodasi sekitar 2.500 tamu. Sebetulnya, The Ritz-Carlton Grand Ballroom ini merupakan gabungan dari empat ballroom. Di belakang grand ballroom, ada foyer dengan luas 820 meter persegi. Oh, ya. Di hallway menuju Lobo Italian Restaurant, ada business center. Namun, di sini juga dijual beberapa suvenir dan aksesori.

IMG_20190616_215838

Salah satu spot Instagrammable di Ritz-Carlton Jakarta adalah grand lobby-nya. Lobi ini punya langit-langit setinggi tiga lantai dan grand staircase yang, bukan mengarah ke lantai atas, tapi ke lantai lower lobby. Tangga ini dikelilingi oleh pagar yang melingkar.

IMG_20190616_172543
IMG_20190617_135502

Di depan area resepsionis, ada dua pilar yang menahan balkon-balkon di dua lantai di atasnya. Kedua pilar tersebut dipasangi ottoman melingkar. Area resepsionis juga tampil cantik dengan chandelier modern yang cukup besar. Grand lobby ini, sesuai namanya, memang besar dan megah. Namun, buat saya secara pribadi, ada perasaan, umh… what’s the word… Kosong? Hampa? Dengan langit-langit setinggi tiga lantai dan struktur yang serba oversized, (terlalu) banyaknya ruang di sini bikin lobi terasa dingin dan kurang hangat, meskipun warna-warna earthy diterapkan di sana sini. Nevertheless, area ini tetap jadi kawasan yang Insta-worthy dan sayang untuk dilewatkan.

Untuk memudahkan bepergian, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menawarkan layanan shuttle van gratis ke beberapa tempat di kawasan Mega Kuningan, termasuk mal Lotte Shopping Avenue. Namun, layanan ini bersifat one-way. Jadi, waktu saya ke mal untuk makan, saya ke sana pakai van hotel. Pas pulang, saya cari taksi sendiri. Sistem one-way ini agak disayangkan, terutama kalau saya bandingkan dengan properti yang menawarkan antar-jemput gratis, dan bukan hanya one-way trip, seperti Four Seasons Jakarta but it is what it is. Setidaknya, layanan ini membantu.

Lokasi

Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta berada di Mega Kuningan, kawasan bisnis dan perkantoran yang terkenal di Jakarta. Kalau melihat dari lokasinya, hotel bintang 5 di Jakarta ini sebetulnya cocok untuk kalangan pebisnis, apalagi saat mempertimbangkan fasilitas-fasilitasnya. Beberapa tower perkantoran seperti The East, CoHive Menara Prima, dan BTPN Tower. Oh, ya! Di The East sendiri ada NET. TV. Jadi, kalau kebetulan lagi nginep di sini dan jalan-jalan di sekitar Mega Kuningan, ya, siapa tahu papasan sama artis.

Untuk transportasi, area ini memang nggak dilewati transportasi umum. Kalau mau pakai transportasi umum, harus jalan atau naik taksi/shuttle van ke at least jalan masuk Mega Kuningan di Jalan Dr. Satrio. Jadi, selama menginap di sini sih harus siap ke mana-mana pakai taksi atau kendaraan pribadi. Saya sendiri saat bepergian pakai taksi online dan shuttle van hotel. Ya, kalau mau jalan kaki sih sebetulnya bisa. Bisa banget. Cuman mungkin buat sebagian orang, jalan kaki dari Ritz-Carlton ke Dr. Satrio itu malesin. Ya, jujur sih kalau saya harus jalan kaki, kayaknya lumayan gempor juga berhubung kavling-kavling di sini ukurannya besar-besar.

Dari Stasiun Gambir, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu, mungkin 40-50 menit, ya, tergantung kondisi lalu lintas. Stasiun BNI City bisa ditempuh dalam waktu sekitar 30 menitan. Ya, lagi-lagi semuanya tergantung kondisi lalu lintas.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Sekarang, bicara soal service di Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Pelayanan yang diberikan staf bagi saya mengesankan dan perlu diapresiasi, terutama para staf di Club Lounge. Seperti yang saya ceritain sebelumnya, saya berkunjung dalam kondisi kurang enak badan, dan yang saya apresiasi adalah kepekaan mereka terhadap kondisi saya. Kalau bahasa Koreanya sih 눈치 있다 (nun-chi itta). Mereka punya nunchi alias kepekaan. Pas baru tiba, misalnya, dan saya lagi keliling-kelling sendiri di sekitar kolam renang, saya sempat ngobrol sama staf yang bertugas di spa. Mereka tanya apa saya mau coba massage, tapi saya bilang nggak usah. Penawaran layanan massage ini sebetulnya, ya, menjual layanan, tapi yang saya apresiasi lagi adalah, setelah saya menolak pun, mereka tanya apakah saya mau teh jahe apa nggak, karena mereka bisa siapkan (for free).

IMG_20190616_165711

Kayaknya selama menginap, saya memang temenannya sama teh jahe. Waktu breakfast di Club Lounge, saya dilayani sama Mbak Dahlia. Saat ngobrol, saya bilang kalau saya masih agak meriang. Mbak Dahlia langsung siapkan teh jahe buat saya, tanpa saya minta. Sambil breakfast, saya ngobrol panjang lebar bareng Mbak Dahlia tentang bermacam-macam hal, terutama soal hotel dan benefit akses ke executive lounge. Staf-staf lain seperti Mas Diki, Mas Krisna, Mbak Andriyani, dan Mbak Tiara juga sangat ramah. Bahkan, waktu saya pulang, mereka sampai membawakan koper-koper saya dan teman-teman, dan mengantar kami sampai area drop off. Saya juga dibawakan teh jahe lagi untuk diminum di jalan. Kudos to you all!

Oh, ya! Ada juga staf yang bertugas di area kolam renang (bapak-bapak, tapi saya lupa namanya). Setelah berenang (padahal saya lagi meriang lho), saya tanya shower, whirlpool, dan ruang gantinya di mana. Staf tersebut bilang kalau whirlpool hotel sedang direnovasi. Uniknya (saya bilang unik ya), bapak ini bilang, “Tapi tenang aja, ya, Mas. Segala sesuatu itu pasti ada jalan keluarnya.” Si bapak menyarankan kami untuk pakai whirlpool di JW Marriott kalau mau, dan itu gratis. Cuman, ya, kayaknya repot ya kalau harus keluar hotel dan masuk ke hotel lain demi berendam air panas doang. Akhirnya, kami hanya diarahkan ke shower dan ruang ganti yang lokasinya ada di dekat spa.

Kesimpulan

I got what I expected. Salah satu mindset yang saya pakai ketika memesan hotel adalah ekspektasi saya biasanya mengikuti properti. Ya, gini deh. Let’s say kita menginap di hotel bintang dua, tapi kita mengharapkan fasilitas super mewah dan personalized service. ‘Kan nggak reasonable. Untuk Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta, apa yang saya dapatkan bisa dibilang sesuai ekspektasi. Bahkan, beberapa aspek melebihi ekspektasi.

IMG_20190617_135458

Untuk kamar, misalnya, saya cukup kaget karena tipe Mayfair Suite lebih luas dari bayangan saya. En-suite amenities yang disediakan cukup memuaskan. Saya punya ruang yang luas dan nyaman untuk menyambut teman-teman, dan bisa tetap menjaga privasi dan keamanan barang-barang. Produk mandi, cokelat, dan jendela besar di samping bathtub jadi sesuatu yang menambah kepuasan saya di kamar. Desain interior kamar memang tidak mengusung gaya yang terkini banget, tapi masih tetap mewah dan elegan. And the view from my room? It was amazing!

Agak disayangkan karena selama menginap, saya nggak banyak mencoba fasilitas yang tersedia di Ritz-Carlton Jakarta. Namun, kolam renang dan Club Lounge sudah saya cicipi. Fasilitas-fasilitas lainnya hanya saya kunjungi. Kayaknya, yang bikin saya ingin balik lagi adalah kolam renang hotel dan executive lounge-nya. Bisa dibilang itu adalah salah satu executive lounge terbesar di Jakarta, dengan ambiance yang lebih tenang dan eksklusif, pemandangan yang cantik, dan fasilitas yang mumpuni.  Oh, ya. Untuk yang seneng makan, menurut saya akses ke executive lounge ini bakalan menyenangkan. Di siang hari, ada light lunch. Sore-sore, kita bisa coba afternoon tea. Menjelang petang, ada free flow wine. Malam hari, ada dinner. Pagi-pagi, jelas ada sarapan. It’s worth your money. Keramahan staf juga menjadi hal yang bikin saya merasa nyaman, terutama dengan kondisi saya yang pada saat itu nggak enak badan. Staf-staf yang saya sebut di atas perlu diapresiasi atas keramahan dan kepekaannya.

Halaman Tripadvisor Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta menyebutkan bahwa rate hotel mulai dari 1,8 juta rupiah per malam. Kalau saya cek di Marriott Bonvoy sendiri sih, rate-nya memang naik turun. Kalau lagi hoki, bisa tuh dapat 1,75 juta sudah dengan pajak untuk tipe Grand Room. Tipe Mayfair Suite sendiri dilepas di kisaran 2,8-3 jutaan lebih sebetulnya. Saran saya sih rajin cek harga. Untuk tipe terkecil, dengan rate segitu saya rasa masih reasonable, terutama dengan fasilitas yang mantap jiwa. Sebagai salah satu hotel bintang 5 di Jakarta, Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta berhasil memberikan pengalaman menginap yang mengesankan buat saya.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Kamar memiliki ukuran yang luas. Bahkan, lebih luas dari ekspektasi. Untuk tipe Mayfair Suite (110 meter persegi), ada living area dan powder room terpisah. Teman yang berkunjung tidak perlu masuk ke kamar tidur utama kalau mau pakai kamar mandi.
  • Ada jendela besar di samping bathtub. Memang sih harus mendongak kalau mau lihat view, tapi adanya jendela di samping bathtub jadi hal yang saya suka.
  • Akses ke Club Lounge memberikan keuntungan yang sayang dilewatkan. Dari free flow wine di sore hari, sajian makanan sepanjang hari, sampai complimentary use of meeting room selama dua jam per hari, ada banyak benefit yang bisa didapatkan. View dari lounge juga cantik banget.
  • Kolam renang hotel besar dan cantik. Ada juga secret pool yang dikelilingi pohon-pohon rindang. Tiga gazebo berdiri di salah satu sisi kolam dan jadi tempat leha-leha yang cozy.
  • Staf-staf yang bertugas begitu ramah, terutama para staf di Club Lounge yang memberikan personalized service.
  • Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta adalah salah satu hotel di Jakarta yang menawarkan kamar standar dengan ukuran terluas. Unit Grand Room, tipe terkecil hadir dengan luas 63 meter persegi.
  • Ada banyak spot Instagrammable di sini. Yang saya suka sih secret garden-nya.
  • Di antara hotel-hotel bintang 5 lainnya di Jakarta, starting rate yang ditawarkan masih reasonable dan lebih terjangkau, terutama saat mempertimbangkan fasilitas yang ada di properti.

👎🏻 Cons

  • Faktor lokasi: kalau nggak bawa kendaraan pribadi, pergi ke mana-mana agak repot. Mau nggak mau harus pakai taksi. Kalau mau jalan, ya, bisa aja sih, cuman memang jaraknya lumayan jauh.
  • Layanan shuttle van gratis hanya menerima one-way trip. Berangkat diantar, pulang ke hotel harus cari kendaraan sendiri.
  • Desain interior kamar memang bukan yang paling baru, mengingat hotel ini sendiri sudah berdiri cukup lama. Sebetulnya, ini bukan masalah buat saya. Hanya saja, mungkin buat sebagian orang, bisa kelihatan dari interior kamar bahwa hotel ini lebih “lawas” dibandingkan hotel-hotel bintang 5 lainnya. Grand lobby hotel memang tampil keren dan megah dengan langit-langit setinggi tiga lantai, tapi saya melihat kesan braggadocious.
  • Posisi kloset yang bersebelahan dengan pintu menuju walk-in closet di kamar mandi ini, apa ya, agak awkward menurut saya.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😌
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩⚪️
Harga: 💰💰💰💰💰

Review: The Mayflower Jakarta – Marriott Executive Apartments

Karena kerjaan saya udah pada beres, akhirnya hari Sabtu bisa bersantai sambil nulis review. Seminggu kemarin ini, saya memang sengaja beresin kerjaan sesegera mungkin dan ternyata Tuhan mengizinkan kerjaan untuk cepat beres. Jadi, sekarang saya bisa back to the business.

Nah, untuk tulisan kali ini, saya mau mengulas salah satu serviced apartment di Jakarta. Saya rasa saya belum banyak ngulas serviced apartment, padahal sebetulnya saya udah pernah berkunjung ke beberapa properti. Yang udah saya tulis ulasannya sih Ascott Sudirman, tapi sebetulnya sebelum ke sana, saya pun udah pernah berkunjung ke beberapa properti, seperti Somerset Grand Citra dan Aston Kuningan Suites. Hanya saja, kalau untuk ulasan, saya lebih suka datang langsung ke tempatnya dan ambil foto propertinya. Waktu berkunjung ke dua properti itu, saya nggak banyak ambil foto so bisa dibilang materinya kurang komprehensif, and I want to give something better to my readers.

Oh, ya, kunjungan saya ke properti ini bisa dibilang sangat mengesankan. Terima kasih banyak buat teman-teman saya yang diam-diam ternyata bersekongkol dengan pihak properti, saya dikasih kejutan ulang tahun! Padahal, ulang tahun saya itu udah lewat sekitar 2 mingguan.

IMG_20190615_154837
Kolam renang The Mayflower Jakarta. Foto milik pribadi

The Mayflower Jakarta – Marriott Executive Apartments berlokasi di Sudirman Plaza, Indofood Tower Jl. Jenderal Sudirman Kav. 76-78, Kuningan, Jakarta Selatan. Dari segi lokasi, properti ini bisa jadi opsi yang mumpuni karena ke daerah Kuningan dekat, ke daerah Thamrin juga lumayan dekat. Ditambah lagi, Stasiun MRT Setiabudhi Astra ada tepat di depan properti. Jadi, ke mana-mana gampang lah ya. The Mayflower Jakarta ini merupakan salah satu serviced apartment punya Marriott yang ada di Jakarta, selain The Residences at The Ritz-Carlton Pacific Place.

Kalau baca informasi dari Tripadvisor sih, ada 96 unit apartemen di The Mayflower Jakarta. Nah, 96 unit tersebut terbagi ke dalam 6 tipe, yaitu One-Bedroom Superior Suite, One-Bedroom Deluxe Suite, One-Bedroom Executive Suite, Two-Bedroom Deluxe Suite, Two-Bedroom Executive Suite, dan Three-Bedroom Executive Suite. Untuk fasilitas umum, serviced apartment ini punya gym, studio senam, kolam renang dalam ruangan, steam room, sauna, restoran, dan spa. Menurut saya sih udah lengkap fasilitas yang tersedia untuk para pengunjung, apa lagi kolam renangnya. Wih! Saya suka banget kolam renang di sini. Selain besar, view-nya keren banget, meskipun memang enclosed. 

Ketika berkunjung, saya dan teman-teman menginap di unit Two-Bedroom Deluxe Suite. Pada awalnya, yang menginap itu hanya berempat, tapi ujung-ujungnya malah jadi tujuh orang karena malam harinya saya ada makan malam sama teman-teman, dan ada tiga orang yang akhirnya ikut nginap karena kemalaman. Pembahasan lengkap termasuk kejutan ulang tahunnya saya ceritakan di segmen berikutnya, ya!

Desain Apartment
Living & Dining Area

Dengan luas 106 meter persegi, unit Two-Bedroom Deluxe Suite saya terasa lapang, bahkan untuk menjamu teman-teman yang datang. Apartemen ini punya kitchenette, ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan, master bedroom dengan en-suite bathroom, kamar tidur kedua, dan kamar mandi bersama.

IMG_20190615_132910

IMG_20190615_132920

Untuk ruang keluarga sendiri, space yang ada bisa dibilang luas. Jarak dari ujung sofa yang berada di depan jendela ke TV stand cukup besar. Saya dan Haikal malahan bisa latihan freestyle untuk main Pump It Up! di Funworld Grand Indonesia. Ada dua sofa untuk tiga sampai empat orang, satu armchair, dan coffee table. Ruang keluarga ini bisa menampung sekitar 7-8 orang kira-kira, atau lebih kalau ambil kursi dari ruang makan. Di ruang makan sendiri, hanya ada meja makan lingkaran dan 4 kursi makan.

Secara keseluruhan, interior ruang keluarga, ruang makan, dan kitchenette mengusung desain modern atau kontemporer. Namun, palet warna dan desain secara keseluruhan apartemen tidak begitu spesial dan cenderung “polos” dengan dominasi warna putih di dinding, tanpa aksen atau paneling. Sepintas, saya malah jadi ingat showroom unit apartemen-apartemen yang suka ditampilkan di mal. Lantai unit menggunakan marmer warna gading. Seandainya warnanya lebih gelap atau flooring-nya diganti sama parket, saya rasa akan ada semacam kontras biar ruangan nggak terkesan monoton. Sofa di ruang keluarga mengingatkan saya sama salah satu sofa termahal yang ada di base game The Sims 3, dengan warna yang sama. Furnitur di ruang keluarga dan ruang makan sebetulnya mirip-mirip sih, semacam satu paket.

Nah, di malam hari, pencahayaan ruang keluarga dan ruang makan ini cenderung redup. Saya jujur kurang suka suasana yang redup, tapi kalau buka sheer, kita bisa menikmati pemandangan kota yang keren banget. Posisi apartemen saya berada di sudut utara gedung, jadi saya dapat view ke Jalan Sudirman, baik di depan gedung maupun jalan menuju kawasan Bundaran HI.

IMG_20190615_132935

IMG_20190615_133000

Untuk kitchenette, peralatan yang tersedia sudah lengkap. Ada kompor induksi, bak cuci, oven, coffee maker, toaster, dishwasher, dan kulkas. Peralatan makan dan memasak disimpan dengan rapi di dalam counter dan overhead cabinet. Di samping kulkas juga ada dispenser air minum yang keliatan “jadul” dibandingkan perlengkapan dapur lainnya. Ini nggak jadi masalah sih buat saya dan teman-teman.

Nah, di unit saya juga ada mesin cuci dan ironing board yang disembunyikan dengan apik di dalam lemari di hallway menuju pintu keluar. Mesin cuci front load ini juga dilengkapi detergen. Jadi, saya nggak perlu beli lagi detergen ketika mau cuci atau keringkan pakaian.

IMG_20190615_142131

Nah, sekitar setengah jam setelah tiba di apartemen, pintu depan diketuk. Ketika dibuka, ternyata beberapa staf The Mayflower Jakarta datang untuk kasih selamat ulang tahun sambil bawa kue dan nyanyi bersama. Wah! Saya senang banget rasanya! Di kartu ada nama-nama stafnya tapi karena tulisannya kecil, saya nggak begitu bisa bacanya. Ada Ms. Pricilla, Mr. Daniel, Ms. Regina, Pa Supri. Kalau ada yang kelewat, aduh maaf karena nggak kebaca he he. Terima kasih banyak atas kejutannya! Saya senang sekali.

Kamar Tidur

Unit apartemen saya punya dua kamar tidur. Master bedroom dilengkapi king-size bed, TV, meja kerja, dan lemari pakaian yang cukup besar. Selain itu, posisinya ada di sudut gedung jadi saya bisa dapat dua view dari kamar.

IMG_20190615_133433

IMG_20190615_133443

Interior kamar mengusung desain yang kurang lebih sama dengan interior ruangan lain di apartemen. Di sini, flooring menggunakan lantai parket untuk membangun atmosfer yang lebih hangat. Warna-warna kayu juga lebih menonjol di sini dibandingkan di ruang keluarga dan ruang makan. King-size bed di kamar utama cukup untuk tiga orang, apalagi badan saya kan kecil. Jarak dari ujung tempat tidur ke TV stand memang sempit, tapi nggak jadi masalah. Malahan, saya nggak nonton TV yang ada di kamar dan justru nonton TV yang ada di ruang keluarga.

Di atas meja kerja, ada lampu dengan patung kuda yang menarik perhatian saya. Desainnya mengingatkan saya sama lampu-lampu meja bergaya modern klasik yang cukup terkenal di tahun 2000-an. Entah kenapa, kalau lihat sinetron-sinetron yang menampilkan rumah-rumah orang kaya di era tahun 2000-an, ada aja patung atau hiasan berbentuk kuda. Oh ya, dari jendela kamar, saya bisa lihat gedung-gedung “tetangga” di Jalan Jenderal Sudirman, termasuk Astra Tower dan AYANA Midplaza.

IMG_20190615_133527

IMG_20190615_133509

Untuk kamar kedua, ukurannya lebih kecil dengan jendela menghadap ke arah utara. Jadi, di kamar ini, kita bisa menikmati view ke arah Bundaran HI (meskipun bundarannya sendiri nggak keliatan). Kamar ini dilengkapi queen-size bed, dua lemari pakaian, dan TV. Secara keseluruhan, unit apartemen ini punya tiga TV, dengan TV yang paling besar ditempatkan di ruang keluarga. Ini cocok banget buat saya yang suka rebutan channel TV ketika liburan sama keluarga atau teman-teman.

Kamar kedua pun menggunakan parket sebagai flooring untuk membangun atmosfer yang lebih hangat. Kedua kamar punya pencahayaan yang baik di malam hari. Nah, kalau di kamar kedua, lemari pakaiannya ini bukan semacam walk-in closet. Selain itu, warnanya agak nabrak dengan warna furnitur lain yang gelap. Desainnya pun biasa-biasa saja, meskipun hal ini nggak jadi masalah, baik untuk saya maupun teman-teman yang lain. Oh ya, di kamar kedua ini nggak ada meja kerja. Jadi, kalau kebagian kamar ini dan harus kerja, mungkin bisa kerja di ruang keluarga atau ruang makan. Selain itu, di kamar ini, stopkontaknya nggak banyak.

IMG_20190615_133325

IMG_20190615_133339

IMG_20190615_133348

Kamar Mandi

Unit Two-Bedroom Deluxe Suite di The Mayflower Jakarta ini punya dua full bath. Satu kamar mandi ada di dalam kamar tidur utama. Sementara itu, satu kamar mandi lagi posisinya berseberangan dengan kamar kedua. Master bath dilengkapi dengan bathtub, sementara kamar mandi bersama dilengkapi shower.

IMG_20190615_133555

IMG_20190615_133544

Di kamar mandi utama, hanya ada satu wastafel. Sebetulnya, ini agak disayangkan karena kalau ada his-and-hers sink, tamu pasangan nggak perlu rebutan wastafel, terutama mengingat The Mayflower Jakarta ini termasuk properti bintang lima. Meskipun demikian, hair dryer, vanity mirror, produk mandi, dan beragam handuk tetap tersedia.

Tampil elegan dalam balutan marmer berwarna gading, master bath dilengkapi bathtub yang ditempatkan di samping jendela yang menghadap ke Jalan Sudirman. Bathtub-nya sendiri nggak begitu besar, tetapi cukup dalam. Di sore atau malam hari, view dari jendela ini keren banget. Berendam dan relaksasi di sini malam hari tuh asyik banget! Ada semacam tembokan juga di samping jendela yang bisa dipakai buat duduk dan foto-foto buat Instagram, seperti foto-foto yang banyak diunggah para tamu The Mayflower Jakarta.

IMG_20190615_133540

Oh ya! Satu hal yang harus diingat adalah di kamar mandi ini, keset hanya ada satu dan ditempatkan di dekat pintu. Karena berbahan marmer, lantai kamar mandi jadi licin banget ketika basah. Saya hampir kepeleset ketika keluar shower. Saran saya adalah kesetnya di bawa ke dekat bathtub atau shower ketika mau mandi. Agak repot sih, tapi lebih baik aman daripada celaka. Di satu sisi, full marble bath ini tampak elegan. Di sisi lain, aspek keselamatan jadi korbannya.

Untuk kamar mandi kedua, ukurannya lebih kecil karena nggak ada bathtub. Di kamar mandi ini, hanya ada shower aja, dan itu pun bukan rainshower. Perlengkapan seperti vanity mirror dan hair dryer pun nggak ada di kamar mandi ini, tapi nggak jadi masalah karena bisa pakai hair dryer di kamar mandi utama. Ah, saya lupa foto, tapi di samping shower box, sebetulnya ada half wall yang memisahkan area shower dengan satu space kosong. Mungkin dulunya mau dipasang sesuatu, tapi akhirnya nggak jadi. Tidak bermasalah, cuman memang bikin gereget aja sih ketika dilihat.

IMG_20190615_133251

IMG_20190615_133303

Fasilitas Umum
Kolam Renang

Nah, ini nih fasilitas unggulan The Mayflower Jakarta yang wajib dicoba dan sayang banget kalau dilewatkan. Kolam renang di serviced apartment ini punya ukuran setengah olimpik dan ini pun udah luas banget! Kebayang ‘kan kalau ada olympic-size pool di sini besarnya kayak gimana. Kedalamannya memang hanya 1,2 meter, tapi luas kolamnya itu loh yang bikin saya senang banget. Di sisi barat kolam, berjajar recliner dan meja-meja untuk para tamu. Posisi recliner dan meja ini membelakangi floor-to-ceiling window yang menghadap ke Jalan Jenderal Sudirman. Kece banget!

IMG_20190615_154936

IMG_20190615_154837

Oh ya, di sini nggak hanya ada kolam dewasa, tapi ada juga kolam anak di sisi selatan. Di sisi utara kolam dewasa, ada dua jacuzzi yang bisa dipakai (saya lupa ambil fotonya). Nah, kedua jacuzzi ini juga mantap jiwa dan bisa jadi spot yang Instagrammable karena berada di samping jendela yang menghadap ke arah utara (Bundaran HI). Kebayang ‘kan habis capek berenang, bisa berendam di jacuzzi sama teman-teman sambil ngobrol dan menikmati pemandangan kota. Kolam renang dan jacuzzi ini buka dari jam 6 pagi sampai jam 10 malam setiap hari. Di sini juga nggak ada penjaga. Jadi, tetap awasi adik-adiknya ya kalau berenang di sini.

IMG_20190615_154800

Ruang ganti pakaian berada di dekat area reception kolam renang dan spa. Ruangannya cukup besar, dan dilengkapi steam room dan sauna. Sehabis berenang, saya dan teman-teman coba steam room di sini. Sambil ngobrol-ngobrol, kami keluarin banyak keringat, ya hitung-hitung berkeringat karena selama ini jarang olahraga. Untuk sauna, saya coba sendiri, tapi hanya bertahan selama sekitar 10 menitan karena udah terlanjur gerah di steam room.

IMG_20190615_165738

IMG_20190615_165756

Ruang ganti ini punya cukup banyak loker. Untuk shower box, hanya ada 4 kubikel, tetapi waktu itu kolam renang lagi sepi. Jadi, nggak ada acara ngantri buat mandi. Di area wastafel disediakan perlengkapan seperti korek kuping, kapas, hair dryer, dan parfum. Oh ya, ruang ganti ini juga dipakai sama orang-orang yang habis nge-gym.

IMG_20190615_165714

IMG_20190615_165724

IMG_20190615_165810

Gym

Berlokasi di area yang sama dengan kolam renang, gym di The Mayflower Jakarta menawarkan pengalaman berolahraga dengan pemandangan kota Jakarta yang memukau. Untuk menuju gym, kita harus naik tangga dulu yang bisa diakses dari studio senam. Studio senamnya sendiri luas banget. Hanya saja, karena posisinya di sudut ruangan, cerminnya dipasang di satu sudut saja (sisi timur). Padahal, biasanya kan studio senam itu cerminnya di mana-mana. Studio ini juga dilengkapi stereo system. Jadi, pas lah buat latihan K-pop dance atau sekadar joget poco-poco. Saya sih sempet latihan dance di sini sebelum main ke gym.

IMG_20190615_172309

Untuk gym sendiri, ukurannya cukup luas, dengan peralatan olahraga kardio ditempatkan di dekat jendela yang menghadap ke arah selatan. Asyik banget rasanya ketika lari di atas treadmill, kita bisa dengerin lagu kesukaan sambil lihat view kota yang bagus. Mantap jiwa deh! Di dekat area kardio juga ada dispenser air minum dan keranjang handuk kotor.

IMG_20190615_172624

IMG_20190615_172324

Perlengkapan angkat beban ada di sisi timur ruangan. Area ini pakai rubber mat sebagai flooring untuk mencegah kepeleset, dan dinding di kedua sisi ruangan dipasangi cermin. Mungkin supaya bisa sambil mengagumi bentuk tubuh yang udah jadi sambil olahraga ya, atau sambil mirror selfie ala ala di gym. Secara keseluruhan, perlengkapan olahraga di gym sudah lengkap dan banyak sehingga tamu nggak perlu rebutan atau nunggu terlalu lama saat mau pakai salah satu alat.

IMG_20190615_172709

IMG_20190615_172658

The Cafe

Bertempat di lantai lobi, The Cafe merupakan dining venue di The Mayflower Jakarta yang menyajikan menu sarapan, makan siang, dan makan malam. Lokasinya berhadapan dengan area resepsionis. Kafe/restoran ini ukurannya menurut saya nggak begitu besar, tetapi jumlah mejanya cukup banyak. Hanya saja, mungkin nggak bisa menampung banyak tamu ketika tingkat occupancy properti lagi tinggi banget. Saya nggak sarapan di sana. Jadi, nggak tahu seperti apa kondisi restoran ketika jam sarapan. Hanya ya itu tadi, saya membayangkan restoran nggak bisa menampung semua tamu ketika tingkat occupancy sedang sangat tinggi, dan nggak tahu deh nanti para tamu yang nggak kebagian kursi, duduknya di mana.

Saya jadi ingat waktu menginap di Aryaduta Bandung bulan Januari kemarin ini. Tingkat occupancy hotel sedang sangat tinggi. Walhasil, untuk sarapan pun saya harus masuk daftar waiting list. Terlepas dari space restoran yang luas dan banyaknya tempat duduk, saya bahkan kesulitan cari meja kosong dan harus dibantu oleh staf di sana. Beberapa tamu malah diarahkan ke ruang VIP yang biasanya digunakan untuk momen tertentu.

IMG_20190615_132346

Di ujung restoran, ada bar untuk pesan beragam minuman. Dari segi interior, The Cafe tampil elegan dalam balutan warna-warna earthy dan furnitur bergaya kontemporer. Interiornya sendiri senada dengan interior lobi yang tampil cantik dengan double-height ceiling. Di samping The Cafe, ada eskalator menuju area parkir. Sebetulnya, akses masuk The Mayflower Jakarta ini ada dua, lewat area parkir dan lobi Indofood Tower (pintu masuk dari Jalan Jenderal Sudirman).

IMG_20190616_162141

IMG_20190615_132404

Lokasi

Bicara soal faktor lokasi, The Mayflower Jakarta merupakan properti yang strategis. Berada di Jalan Jenderal Sudirman, properti ini bisa jadi pilihan yang pas untuk kalangan pebisnis maupun wisatawan. Di lantai lobi Indofood Tower memang ada beberapa restoran, tetapi sayangnya pada tutup di hari Minggu. Cari minimarket pun agak susah dan minimarket terdekat ada di Jalan Setiabudhi Barat, di belakang kawasan Sudirman Plaza. Untuk ke sana, kita bisa jalan kaki dalam jarak yang nanggung–dekat nggak, jauh juga nggak, tapi jaraknya bikin males jalan kaki.

Di depan Indofood Tower, ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra yang bisa membawa kita ke Bundaran HI atau kawasan Senayan. Hadirnya mode transportasi ini bisa jadi alternatif yang efektif, terutama ketika kondisi lalu lintas lagi padat banget. Selain itu, karena bertempat di Jalan Jenderal Sudirman, di hari Minggu kita bisa turun langsung ke jalanan buat menikmati Car Free Day. Saya dan teman-teman jalan pagi di ajang Car Free Day sambil cari sarapan dan menikmati suasana pagi Jakarta yang ternyata jam 9 aja udah kerasa gerah.

Mengingat lokasi minimarket cukup jauh dari properti, saran saya sih kalau kebetulan lagi ke mal atau toko swalayan, sekalian aja beli bahan-bahan masak. The Mayflower Jakarta menghadirkan kitchenette di setiap unit apartemen yang bisa kita manfaatin buat masak sendiri. Lumayan ‘kan bisa hemat juga.

Kesimpulan

Urban retreat. Entah kenapa frasa itu yang muncul di pikiran saya untuk menggambarkan The Mayflower Jakarta. Kalau cari properti di pusat kota untuk berlibur, saya rasa properti ini bisa jadi pilihan yang tepat. Untuk urusan bisnis, serviced apartment ini menawarkan akses cepat ke area perkantoran di Jalan Jenderal Sudirman. Untuk liburan, kawasan Bundaran HI yang ikonik juga hanya berjarak sekitar 10-15 menitan. Ditambah lagi, ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra yang memudahkan kita untuk bepergian, terutama ketika kondisi lalu lintas lagi nggak bersahabat. Hanya saja, di properti nggak ada minimarket dan untuk menuju minimarket terdekat, kita harus jalan kaki cukup jauh ke Jalan Setiabudhi Barat. Kurang praktis sih, terutama ketika kita perlu beli jajanan atau makanan di malam hari.

Dari segi interior, sayangnya saya nggak menemukan sesuatu yang spesial. Rasanya ya kayak berkunjung ke apartemen modern aja. Bagus memang, tapi nggak spesial sehingga tidak meninggalkan kesan yang mendalam. At least, in-room amenities berfungsi dengan baik dan ruangan pun tidak menampilkan kerusakan. View dari berbagai ruangan di unit apartemen juga keren dan memukau. Ditambah lagi, ukuran apartemen yang luas sehingga cocok untuk menerima tamu, terutama untuk acara kumpul-kumpul atau pesta.

Fasilitas umum The Mayflower Jakarta sangat mumpuni. Ketika saya baca tanggapan dari pihak properti di review saya di Tripadvisor, mereka mengatakan bahwa kolam renang indoor-nya in fact merupakan yang terbesar di Jakarta. No wonder karena memang ukurannya pun luas. Setengah olimpik itu besar loh, terutama untuk kolam renang yang dibangun di dalam gedung bertingkat. Studio senam dan gym-nya pun mengesankan dan menawarkan pemandangan kota yang mengagumkan. Saya bisa bilang bahwa salah satu daya tarik properti ini adalah pemandangan kota yang bisa dinikmati dari berbagai fasilitas.

Satu hal lagi yang saya perhatikan adalah dining venue di properti. Dengan ukuran yang bisa dibilang kecil, saya agak ragu bahwa restoran bisa menampung semua tamu ketika tingkat occupancy properti sedang sangat tinggi. The Mayflower Jakarta punya lebih dari 90 unit apartemen, dengan kapasitas 2-8 orang. Kalau dihitung rata-rata menjadi 5 orang per unit, saya rasa akan banyak tamu yang masuk waiting list untuk sarapan di pagi hari.

Dengan rate mulai dari sekitar 1 juta rupiah (harga nett, untuk unit terkecil berdasarkan info rate dari Marriott Bonvoy), The Mayflower Jakarta layak diperhitungkan. Untuk unit apartemen lengkap, rate segitu menurut saya masih terjangkau, apa lagi dengan view kota yang keren dan fasilitas berkelas. Unit yang saya pesan sendiri kemarin itu ditawarkan dengan harga sekitar 1,2 juta rupiah per malam (mungkin karena lagi low seasons ya). Tentunya, rate 1,2 juta per malam untuk apartemen dua kamar itu a big steal lah! Akhir kata, properti ini bisa menjadi pilihan luxury affordable bagi kalangan pebisnis maupun wisatawan yang ingin menikmati fasilitas bintang lima dan pemandangan khas kehidupan urban yang mengagumkan di pusat kota Jakarta dengan harga yang bersahabat.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Ukuran apartemen terbilang luas di kelasnya. Meskipun hanya memiliki 2 kamar untuk (maksimal) 5 orang, ruang keluarga unit saya cukup luas dan bisa menampung 7-8 tamu. Cocok untuk kumpul-kumpul atau pesta. Bahkan, mungkin bisa bawa sampai 10 orang kalau kepepet banget sih (if you don’t mind sleeping on the couch).
  • The Mayflower Jakarta punya kolam renang indoor terluas di Jakarta. Sejauh ini, saya pernah ke beberapa properti di Jakarta yang punya kolam renang dalam ruangan di gedung bertingkat, tetapi nggak ada yang seluas kolam renang di sini.
  • Ada dua jacuzzi di area kolam renang, masing-masing menawarkan pemandangan kota yang keren.
  • Studio senam di sini pun saya rasa jauh lebih besar dibandingkan studio di properti-properti lain yang pernah saya kunjungi.
  • Gym properti menawarkan pengalaman berolahraga ditemani pemandangan kota yang memukau. Cocok lah buat yang bosan lari di atas treadmill tanpa ngeliat view keren.
  • Lokasi properti sangat strategis. Di depan Indofood Tower banget ada Stasiun MRT Setiabudhi Astra. Selain itu, properti ini juga dikelilingi banyak gedung perkantoran sehingga pas untuk kalangan pebisnis.
  • Masih berkaitan dengan lokasi, di hari Minggu tamu bisa menikmati ajang car free day dengan langsung ke Jalan Jenderal Sudirman di depan Indofood Tower.
  • Rate-nya terbilang terjangkau. Unit terkecil bisa dipesan dengan harga sekitar 1 juta rupiah (pemesanan bisa dilakukan via aplikasi Marriott Bonvoy atau online travel agent).

👎🏻 Cons

  • Desain interior unit apartemen tidak begitu spesial. Bagus, tapi tidak sampai memberikan kesan yang membekas (halah bahasa gue).
  • Restoran properti dirasa terlalu kecil, terutama jika dibandingkan jumlah tamu yang banyak.
  • Minimarket terdekat jaraknya cukup jauh dari properti. Kalau jalan kaki, jaraknya ya lumayan bikin malas sih.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰💰