Category Archives: Youthful

Review: The 1O1 Bandung Dago

Bicara tentang pilihan hotel, saya sebetulnya buat satu thread Twitter yang memuat sekitar 20 atau 30-an hotel di Bandung yang Instagrammable dengan rate yang terjangkau. Salah satu goal saya adalah mengunjungi semua properti yang saya cantumkan di thread tersebut. Dari semua opsi yang saya cantumkan, baru 8 yang udah saya kunjungi. Sebetulnya saya ngerasa agak kecewa karena untuk bikin list rekomendasi, akan lebih baik kalau saya udah pernah menginap di hotel yang dicantumkan secara langsung. Jadi, saya bisa kasih komentar yang lebih legit berdasarkan pengalaman nyata.

By the way, hotel yang akan saya review ini adalah salah satu dari hotel yang sudah saya kunjungi dari thread tersebut. Saya udah dua kali menginap di sini dan di kedua kunjungan, saya menginap di tipe kamar yang sama. Bedanya adalah tipe tempat tidur dan posisi kamar. Secara pribadi, saya suka hotel ini karena lokasinya yang sangat strategis dan interior kamarnya yang unik dan youthful.

facade
Fasad The 1O1 Bandung Dago. Foto milik pihak manajemeh hotel.

The 1O1 Bandung Dago adalah akomodasi bintang 4 yang berlokasi di Jalan Ir. H. Juanda No. 3, Bandung, 40115. Buat orang Bandung asli yang udah tinggal di Kota Kembang dari tahun 90-an, pasti tahu bahwa sebelum jadi hotel, bangunan yang sekarang ini ditempat oleh The 1O1 Dago adalah Planet Dago, salah satu mal yang cukup ngetren di eranya, terutama karena bowling alley-nya. Nah, jangan sampai ketukar ya karena di kawasan Dago bawah juga dulu ada mal bernama Dago Plaza alias Dapla yang sama kecenya. Sayangnya, kedua mal sekarang sudah beralih fungsi. Yang satu jadi hotel, yang satu lagi jadi hardware store dan toko furnitur besar.

Ada 140 kamar di The 1O1 Dago yang terbagi ke dalam 5 tipe. Unit terkecilnya punya luas 24 meter persegi, sementara unit terluasnya merupakan unit duplex seluas 69 meter persegi untuk 4 orang, lengkap dengan ruang keluarga yang cukup luas. Secara keseluruhan, hotel ini mengusung desain yang trendi dan semi-resort-ish kalau dilihat dari luar. Apa lagi, di bagian depan hotel ada kafe dan taman yang cukup menyegarkan mata. Untuk desain kamar sendiri, interiornya memadukan sentuhan tropical resort, chic minimalism, dan mid-century.

Untuk menunjang kebutuhan para tamu, The 1O1 Bandung Dago punya kolam renang, spa, restoran (merangkap kafe), dan gym yang ternyata baru buka ketika saya berkunjung ke sana. Hotel ini juga 4 ruang rapat sebagai fasilitas bisnis. Ketika menginap, saya dapat kamar tipe Deluxe Smart di lantai 3. Nah, kamar ini dilengkapi balkon pribadi dengan pemandangan kawasan Jalan Ir. H. Juanda dan sekitarnya. Sayangnya, kehadiran balkon ini juga ternyata memberikan downside tersendiri. Terlebih lagi, kamar yang saya tempati punya connecting door dan saya harus bersebelahan dengan tamu yang cukup berisik. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Memiliki luas 24 meter persegi, kamar Deluxe Smart saya tidak terasa claustrophobic. Dulu, saya juga pernah menginap di The 1O1 Dago dan dapat kamar Deluxe Smart. Kamar di kunjungan sebelumnya terasa lebih lapang. Sayangnya, posisinya berada di lantai 5, dengan jendela menghadap ke arah utara dan tanpa kehadiran balkon pribadi. Jadi, view-nya lebih terbatas. Mungkin ukuran kamar itu lebih luas karena nggak ada balkon.

Bicara soal desain, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, interior kamar mengusung desain chic modern secara keseluruhan, dengan dominasi palet warna monokrom dan earthy. Interior kamar juga menonjolkan permainan tekstur. Dinding berwarna abu-abu tua tampil manis dengan mural kutipan warna-warni di atas tempat tidur. Di sisi seberangnya, ada dinding bertekstur kasar berwarna abu-abu kerikil. Headboard dan panel belakang televisi sama-sama memiliki tekstur sisik ikan dan warna light maple. Dari segi tekstur sih bisa dibilang there’s a lot going on, tapi untungnya nggak sampai overwhelming sih dan semuanya tetap membentuk kesatuan.

Bisa dilihat di gambar bawah, di dekat televisi ada pintu. Nah, itu connecting door ke kamar sebelah. Sayangnya, soundproofing kamar kurang baik karena suara dari kamar sebelah terdengar jelas. Terlebih lagi, saat itu tamu di kamar sebelah tampaknya adalah keluarga dengan dua orang anak kecil yang berisik banget. Bahkan, ada anak yang mau coba buka pintu kamar. Rasanya terganggu banget, terutama di pagi hari ketika salah satu anak itu nangis dan rewel. Don’t judge me but I don’t like kids.

IMG_20190630_142607

IMG_20190630_142543

In-room amenities dasar tersedia dan mencakup TV, AC, dan coffee/tea maker. Kulkas pun ada di kamar, ditempatkan di bawah rak gantung pakaian (bisa baca paragraf sebelumnya). Koneksi WiFi hotel secara keseluruhan sih cukup cepat dan bisa diandalkan. Saya kerja dari kamar dan koneksinya stabil dan cepat, terlebih lagi karena saya nggak banyak download konten dari internet dan sebatas pakai koneksi internet untuk upload kerjaan dan fetch teks sumber untuk diterjemahkan.

Vibe tropical resort terasa dari penggunaan furnitur minimalis dan upholstery dengan sentuhan eksotis. Kalau di foto sih nggak kelihatan jelas, tapi end table di samping tempat tidur punya sentuhan mid-century yang cukup kental. Di kamar memang tidak ada closet, tapi sebagai gantinya disediakan rak gantung pakaian yang posisinya berada di samping tempat tidur. Nah, di bawah rak gantung pakaian ada kulkas. Repotnya adalah untuk buka atau pakai kulkas ini, end table harus digeser dulu.

IMG_20190630_142650

IMG_20190630_142529

IMG_20190630_163140

Salah satu kelebihan kamar ini adalah private balcony dengan pemandangan kawasan Jalan Ir. H. Juanda. Ukuran balkonnya memang kecil, tetapi cukup nyaman untuk santai sore sambil ngopi atau ngeteh dan ngobrol-ngobrol. Bahkan, di malam hari pun saya sengaja buka pintu balkon supaya bisa nongkrong ketika lagi bosan. Sekali lagi, karena soundproofing kamar yang kurang baik (dan memang risiko kamar yang posisinya menghadap ke jalan yang ramai), suara kendaraan bermotor dari luar (terutama motor-motor yang berisik) terdengar sampai kamar, meskipun memang ributnya nggak sekencang suara dari kamar sebelah.

IMG_20190630_142848

IMG_20190630_142858

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, desainnya masih senada dengan ruangan utama kamar tidur. Interiornya didominasi warna-warna yang lebih terang. Penggunaan countertop beton dengan tekstur yang menyerupai batu memberikan sentuhan alami yang lebih kental pada kamar mandi. Sementara itu, di dekat kloset ada panel kayu bermotif sama dengan headboard tempat tidur. Di area bathroom sink, ada hair dryer dan dua stopkontak untuk shaver. Ada juga sabun cuci tangan dan produk-produk pribadi. Cukup lengkap lah.

IMG_20190630_142712

IMG_20190630_142749

Untuk shower box, areanya cukup luas dan dibatasi oleh dinding dan pintu kaca. Aliran airnya cukup kencang dan suhunya cukup stabil (untuk air panas). Memang tidak ada rainshower, tapi saya bisa atur posisi dan sudut kepala shower supaya air bisa diarahkan ke bahu. Niche untuk menyimpan botol sabun dan samponya tampak kotor dan ubin dinding area shower pun kelihatan kurang bersih. Agak disayangkan sebetulnya. Aroma sabun dan sampo hotel tidak menyengat. Jadi, cocok buat yang nggak begitu suka produk mandi berbau intens.

IMG_20190630_142740

IMG_20190630_142800

Fasilitas Umum
SODA Resto & Bar

Untuk fasilitas bersantap, The 1O1 Bandung Dago punya SODA Resto & Bar. Restoran ini juga bisa dikunjungi oleh umum, dan bukan hanya tamu hotel. Bertempat di lantai lobi, area restoran cukup luas dan didesain dalam gaya yang menurut saya cukup kompleks. Elemen-elemen rustic industrial dan boho chic bisa dilihat di SODA Resto & Bar. Waktu menginap, saya memang nggak reservasi dengan breakfast. Jadi, kedatangan saya lebih ke untuk foto-foto properti.

Penggunaan dinding bata ekspos berwarna putih di area prasmanan memberikan kesan sederhana dan bersih. Secara pribadi, saya nggak begitu suka desain langit-langit di sini karena jatuhnya semacam “there’s too much going on here“. Di beberapa sudut, ada tanaman (entah asli atau palsu ya) yang memberikan kesan segar dan rimbun. Opsi makanan yang disediakan juga cukup variatif. Ada long table bergaya industrial dengan selongsong lampu yang mengingatkan saya dengan lampu yang suka dipakai oleh tim lighting waktu jaman saya partisipasi pagelaran drama di kampus.

IMG_20190701_103125

IMG_20190701_103252

IMG_20190701_103306

Di bagian tengah restoran, dekat pintu keluar ada satu platform pendek dengan beberapa perlengkapan untuk penampilan musik seperti stand partitur dan pengeras suara. Di sini juga ada sofa berlapis kain perca dan sepintas, bentuk dan penempatannya mengingatkan saya sama sofa ikonik di Central Perk dari serial komedi F.R.I.E.N.D.S. Beberapa dekorasi bergaya shabby chic juga bisa ditemukan di area ini.

IMG_20190701_103333

IMG_20190701_103403

Area restoran ini meluas sampai ke teras depan. Nah, sejujurnya saya suka banget dengan teras ini karena terasa rimbun oleh tanaman rambat dan pepohonan. Outdoor seating area ini punya kanopi kaca sehingga cahaya matahari bisa masuk. Perlu diingat bahwa pepohonan dan tanaman rambat yang ada di sini berfungsi juga sebagai pembatas antara trotoar jalan dan area restoran.

Dekorasinya sendiri masih senada dengan interior bagian utama restoran. Hanya saja, di sini kesannya jauh lebih santai, mungkin karena posisinya di luar ruangan dan lebih banyak tanaman. Area ini digunakan juga sebagai smoking area untuk para tamu.

IMG_20190701_103516

IMG_20190701_103537

Tidak jauh dari area SODA Resto & Bar, di depan pintu masuk utama The 1O1 Dago ada semacam area duduk dan taman yang ukurannya memang kecil, tapi sangan rimbun dan menyegarkan mata. Di samping taman, ada jalan menuju jalur parkir dan di sisi kirinya terdapat tembok kayu setinggi bangunan hotel. Oh ya, area di depan pintu masuk utama ini cukup luas, tetapi tampak kosong karena memang nggak ada apa-apa (maksudnya, nggak ada furnitur apa pun). Ada gebyok warna sian di salah satu sisinya. Di sini juga, ada pintu kaca geser yang memisahkan antara area hotel dengan trotoar di depannya.

IMG_20190701_081147

IMG_20190701_081118

IMG_20190701_081059

Kolam Renang

Menurut saya, kolam renang di The 1O1 Bandung Dago ini lebih cocok sebagai kolam anak daripada kolam dewasa. Ya, bisa aja sih tapi mungkin jatuhnya semacam plunge pool karena memang ukurannya “nanggung” dan kedalamannya juga relatif dangkal, cocok lah buat anak-anak SD.

Di salah satu sisi kolam, ada dinding dengan tanaman rambat yang memberikan kesan sejuk. Lantai kolam pun berwarna kehijauan dan lebih cocok untuk konsep natural (warna biru memang memberikan kesan air yang bersih dan sejuk, tetapi memang kurang natural sih). Posisi kolam renang bersebelahan dengan SODA Resto & Bar dan saya secara pribadi sih merasa agak awkward ketika lagi berenang, eh diliatin orang-orang yang lagi makan.

Di dekat tangga menuju kolam renang, dipasang papan peraturan dengan desain teks dan gambar yang menggemaskan. Dengan kedalaman 90 sentimeter dan peraturan yang ternyata cenderung dialamatkan untuk anak-anak, bisa dibilang bahwa kolam ini memang kolam anak. Kolam ini hanya buka dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore.

IMG_20190701_102858

IMG_20190701_103109

IMG_20190701_103041

Di sisi barat kolam, ada area ganti pakaian dan toilet untuk tamu yang mau dan habis berenang. Ruang ganti pakaian dan toiletnya memang nggak banyak, tetapi waktu saya berkunjung pun bahkan nggak ada yang berenang. Entahlah kalau kebetulan tingkat okupansi hotel lagi penuh, dan dengan tamu keluarga, mungkin area ini akan sangat ramai.

IMG_20190701_102953

IMG_20190701_102940

Fasilitas Lain

The 1O1 Dago juga memiliki gym yang ternyata baru buka. Gym ini sebetulnya belum 100% siap dipakai karena masih proses persiapan. Dan karena alasan ini pula, saya nggak ke area gym. Posisi gym ada di sebelah SODA Resto & Bar, di bangunan kayu yang mungkin kelihatan di salah satu foto outdoor seating area restoran yang saya unggah sebelumnya. Hotel ini juga punya layanan spa dan pijat. Saya lupa kalau nggak salah Whales Spa & Massage itu ada di lantai 1 atau 2, yang jelas sih satu lantai di atas lobi.

Di area lobi hotel, ada banyak pernak-pernik dan beberapa dijual untuk para tamu. Area ini tampak elegan dengan kursi-kursi bergaya kontemporer, coffered ceiling berlampu neon biru, dan deretan jendela dan pintu besar menuju restoran. Di sisi barat lobi, ada meeting room yang kebetulan saat itu sedang digunakan untuk menggelar sebuah acara (dan entah gimana ceritanya, saya malah nyasar ke sana).

IMG_20190630_163528

IMG_20190630_163541

Lokasi

Bicara soal lokasi, The 1O1 Bandung Dago ini memang juara. Bertempat di persimpangan Jalan Merdeka, Jalan Ir. H. Juanda, dan Jl. Riau, posisinya memudahkan kita untuk mengunjungi dua mal terkenal di Bandung, BIP dan BEC Mall. Untuk menuju kedua mal itu, saya bisa jalan kaki selama 5 menit aja dari hotel. Selain itu, di kawasan Jalan Merdeka juga ada Gramedia dan beberapa restoran (untuk makan sih, saya malah pergi ke mal sebetulnya).

Kalau jalan ke arah utara sedikit, ada Harvest buat yang seneng kue dan segala kudapan berbahan cokelat. Dari hotel, kawasan butik Jalan Riau juga bisa ditempuh dengan berkendara selama sekitar 5 menitan. Jalan Ir. H. Juanda di depan hotel jadi tempat ajang car free day di hari Minggu, dan buat para tamu yang seneng jalan pagi di hari Minggu, ajang car free day tentunya jangan sampai dilewatkan. Oh ya, kawasan distro Jalan Sultan Agung juga cukup dekat dari hotel dan bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 10 menitan. Selain itu, The 1O1 Dago berjarak sekitar 15 menit dari Stasiun Bandung.

Kesimpulan

Lokasi dan desain jadi keunggulan hotel yang dibuka pada tahun 2013 ini. Mau ke mana-mana dekat dan bisa dengan jalan kaki. Hotel ini juga berada di kawasan yang dijadikan ajang car free day di hari Minggu. Intinya sih, kalau urusan lokasi, The 1O1 Bandung Dago ini salah satu opsi yang terdepan, terutama kalau ingin cari hotel yang posisinya di pusat kota dan dekat dari mal.

Untuk desain, saya senang dengan vibe tropical resort di kamar. Interior kontemporer yang chic dan youthful, terutama dengan mural dan panel kayu di dinding menjadikan hotel ini sebagai salah satu hotel Instagammrable di Bandung. Kehadiran private balcony di kamar juga jadi salah satu hal yang layak diunggulkan. Tidak semua kamar punya balkon memang, tetapi coba minta pihak hotel untuk siapkan kamar dengan balkon.

Hanya saja, perlu diakui bahwa posisi kamar yang menghadap ke jalan raya juga punya kelemahan tersendiri. Dengan soundproofing yang kurang mumpuni, suara rewel dan jerit-jerit anak dari kamar sebelah, serta motor berisik dari luar terdengar cukup jelas di kamar. Untuk kamar mandi, fasilitas yang disediakan sudah lengkap. Mungkin aspek kebersihannya perlu lebih ditingkatkan.

Saya nggak ada keluhan mengenai fasilitas hotel yang lain. Untuk kolam renang, dengan kedalaman 90 sentimeter tentunya lebih diperuntukkan bagi anak-anak. Orang dewasa ya bisa aja berenang, tetapi posisi kolam renang yang langsung bersebelahan dengan restoran bikin saya mikir-mikir lagi sih untuk berenang. Hotel-hotel lain banyak yang punya kolam renang dengan posisi bersebelahan dengan restoran. Hanya saja, mungkin karena ukuran kolamnya kecil dan posisinya sangat dekat dengan restoran, saya agak canggung kalau berenang dan dilihatin orang-orang yang lagi makan. Ini nggak jadi masalah besar sebetulnya dan sifatnya subjektif. Untuk gym, semoga saja persiapannya sudah selesai dan bisa segera digunakan oleh para tamu.

Dengan rate mulai dari 450 ribu rupiah per malam (berdasarkan info dari Tripadvisor), The 1O1 Bandung Dago bisa jadi pilihan sempurna buat staycation di pusat kota Bandung. Lokasi yang strategis dan desain kamar yang cantik dapat melengkapi liburan di Kota Kembang. Selain itu, kehadiran beberapa unit yang dapat mengakomodasi 3-4 orang juga memberikan kesempatan bagi para tamu yang datang dengan keluarga atau teman-teman untuk menikmati liburan dan beraktivitas bersama, tanpa harus terpisah kamar.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Untuk ke BIP atau BEC Mall, hanya perlu jalan kaki selama sekitar 5 menitan. Di hari Minggu, tamu bisa coba ajang car free day secara langsung dengan keluar hotel karena Jalan Ir. H. Juanda di depan hotel termasuk ke area ajang car free day Bandung.
  • Desain kamar cukup Instagrammable. Coba lihat mural kutipan di foto yang saya lampirkan di atas. So sweet 🐩.
  • Ada balkon pribadi (tersedia untuk kamar-kamar tertentu). Balkon ini menghadap ke arah jalan raya dan menampilkan pemandangan pusat kota Bandung yang cantik, terutama di malam hari. Cocok buat santai sore sambil ngopi.
  • Ada kolam renang ramah anak, dengan desain natural yang cantik.
  • SODA Resto & Bar bisa jadi tempat hangout yang gak cuma Instagrammable, tapi juga cozy. Apalagi kalau duduk di sofa ala F.R.I.E.N.D.S.
  • Rate-nya reasonable. Untuk properti unik di pusat kota, rate mulai dari 450 ribuan menurut saya reasonable.
  • Tersedia beberapa tipe kamar yang bisa mengakomodasi 3-4 orang tamu. Cocok buat staycation bareng teman-teman atau keluarga.
  • Saya secara pribadi suka dengan outdoor seating area SODA Resto & Bar karena terkesan rimbun. Sayangnya, area ini juga dijadikan smoking area. Buat saya yang nggak merokok, kenyamanannya berkurang dengan asap rokok harus diakui.

👎🏻 Cons

  • Soundproofing kamar kurang baik. Suara anak kecil rewel dan nangis dari kamar sebelah terdengar jelas (terutama saat dapat connecting room). Dengan balkon pribadi, suara bising kendaraan bermotor dari luar juga terdengar, meskipun memang nggak sekencang suara nangis anak kecil.
  • Kolam renangnya kurang besar dan lebih cocok sebagai kolam anak. Mungkin buat orang dewasa, saat ini cukup mengawasi anak-anak dulu aja ya.
  • Gym hotel masih dalam proses persiapan. Semoga saat tulisan ini dirilis, gym-nya sudah siap digunakan.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

Review: U Janevalla Bandung

Di tengah-tengah kesibukan, akhirnya saya bisa kembali lagi ke sini untuk nulis review baru. Things have been quite crazy lately. Ada kerjaan ini itu, ada proyekan ini itu, ya segala macem. Semoga aja tetap dikasih kesehatan supaya bisa melewati semua ini dengan lancar. Amiin. Oh, ya! Selamat Jumat Agung juga buat yang merayakan! Semoga kasih dan damai Tuhan selalu beserta kita semua.

giphy
Selamat Paskah dari saya yang liburan begini masih harus kerja~

Nah, untuk review kali ini, saya mau bahas satu hotel yang bisa dibilang masih baru di Bandung. Berlokasi di pusat kota, bangunan hotel ini tampak unik dan nyentrik, dan itu yang bikin saya penasaran. Ditambah lagi, hotel ini punya rooftop swimming pool dengan view yang keren banget. Kayaknya basa-basinya sampai sini aja, ya. Kita langsung bahas identitas hotel ini.

IMG_20190224_175331
Fasad U Janevalla Bandung

U Janevalla Bandung adalah sebuah hotel bintang empat yang berlokasi di Jalan Aceh no. 65, Bandung. Posisi hotel ini bersebelahan tepat dengan Aryaduta Bandung. Kalau dilihat dari luar, fasad dan eksterior bangunan yang asimetris ini tampak menarik dan nyentrik. Brutalist, I would say, dengan jendela-jendela berbentuk trapesium terdistorsi dan beberapa bagian yang menonjol keluar. Edgy lah pokoknya.

Desain Industrial tampak kental di hotel ini, dan bisa terlihat dari beton yang dibiarkan terekspos dan tidak bercat, lantai beton sederhana, aksen-aksen bersudut tajam (bukan rounded), dan pemilihan furnitur bernuansa Utilitarian. Kalau lihat sepintas, U Janevalla Bandung ini tampak seperti bangunan yang masih dalam pembangunan. Sebenarnya, memang konsepnya seperti itu, dan saya suka.

Ada 119 kamar dan suite room di hotel yang dibuka pada bulan April 2018 ini. Tipe-tipe kamar yang tersedia adalah Superior, Deluxe, Grand Deluxe, dan Suite. Tipe Superior sendiri memilki luas 24-28 meter persegi, sementara tipe Suite merupakan kamar duplex dengan luas 82 meter persegi. Fasilitas-fasilitas hotel sendiri mencakup restoran, rooftop bar, kolam renang, meeting room, gym, dan perpustakaan. Kayaknya, nggak banyak hotel di Bandung yang punya perpustakaan. Jadi, perpustakaan di hotel ini memberikan daya tarik tersendiri. Oh, ya! Hotel ini juga menawarkan konsep 24-hour stay. Jadi, kalau misalnya kita check-in pada jam 4 sore, kita bisa dapat late check-out pada jam 4 sore juga. Intinya sih kita bisa stay di hotel selama 24 jam.

Ketika menginap, saya pesan kamar Superior yang letaknya di lantai 8. Nah, untuk kamarnya sendiri saya rasa lumayan luas dan desain interiornya mantap betul, tetapi ada satu hal yang menurut saya agak mengganggu dari kamar itu. Ulasan lengkapnya dibahas di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Saya harus akui bahwa sejauh ini, hotel di Bandung yang menawarkan kamar dengan interior bergaya Industrial yang paling kental adalah U Janevalla Bandung. Dibandingkan hotel-hotel lain, si U ini menampilkan desain industrial yang menurut saya jauh lebih autentik.

IMG_20190224_142152
IMG_20190224_142303
IMG_20190224_142310
IMG_20190224_142333

Interior kamar tampil simpel dan sleek dalam balutan warna-warna monokrom. Putih, hitam, dan abu-abu; ketiga warna itu mendominasi interior kamar yang luasnya saya rasa 28 meter persegi (saya coba bandingkan kamar saya dengan foto kamar Superior yang posisinya beda, dan kamar ini tampaknya lebih luas). Dinding bata ekspos putih, langit-langit yang tinggi, lantai dan langit-langit beton, serta jendela full-height benar-benar menciptakan tampilan Industrial yang legit.

Untuk furnitur sendiri, desainnya lebih ke arah Utilitarian menurut saya. Kesederhanaan dari tampilan rak dan TV stand dari tiang besi bercat hitam dan papan kayu cokelat yang dipasang “apa adanya” justru jadi sesuatu yang menarik perhatian. Selain itu, saya juga suka tampilan tempat tidurnya, dengan headboard besi pendek bermotif chicken wire (silang-silang) dan nightstand bernuansa Scandinavian. Buat saya, desainnya ini maskulin banget. Saya menamainya kasur “anak bengkel”.

IMG_20190224_171739
IMG_20190224_173036

Pencahayaan ruangan memang kurang. Saya rasa karena memang sudah seperti itulah seharusnya supaya kesan Industrial-nya makin kental. Jujur saya suka dengan desain lampu gantung yang ada di atas nightstand. Selain itu, ada juga lampu baca untuk dinyalakan kalau mau baca novel sebelum tidur. Pipa pelindung kabel juga dibiarkan terekspos begitu saja dan ini yang bikin kamar ini makin Instagrammable.

Secara keseluruhan, kamar ini “saya” banget. Terlebih lagi, dengan outfit saya yang rocker pada saat berkunjung, saya ambil banyak foto di kamar ini. Di imajinasi saya, setelah manggung saya langsung pulang ke hotel, tidur di kamar ini, dan dengan kondisi agak mabuk langsung jatuhkan badan ke tempat tidur. Leather jacket dan sepatu bot masih dipakai, dan tangan mencoba ngambil kaleng bir yang ada di nightstand, tapi nggak bisa karena terlalu pusing. Actually, one of my dreams is to become a pianist for a rock band. Also, Jung Dong Ha is my idol.

Nah, setelah membahas kelebihannya, saya mau bahas satu kekurangan yang menurut saya sedikit mengganggu. Posisi kamar saya diapit oleh dua koridor yang panjangnya melebihi panjang kamar. Oh ya, koridor ini juga semiterbuka. Ini artinya, ketika saya buka jendela, saya bisa lihat koridor di luar, begitu juga orang-orang yang ada di koridor, bisa lihat ke dalam kamar.

IMG_20190224_144145
IMG_20190224_144141
IMG_20190224_173819
IMG_20190224_174136

Sebetulnya, posisi kamar saya ini ada keuntungan dan kelebihannya. Keuntungannya adalah kamar saya punya view yang lebih luas dan bagus ke arah pusat kota, terutama dibandingkan kamar-kamar yang posisinya di samping (ada yang jendela kamarnya hadap-hadapan sama jendela kamar di Aryaduta). Di sisi lain, kamar saya berada di antara dua koridor semiterbuka dan kaca jendela kamar saya pun bukan cermin dua arah. Saya udah buktikan sendiri dengan pergi ke ujung koridor dan lihat ke arah kamar. I can see everything inside clearly. Di siang hari pun, saya harus tutup gorden untuk jaga privasi.

Namun, kalau diperhatikan si koridornya, kita bisa lihat ada semacam planter yang dipasang di bawah railing kaca. Saya suka dengan pemasangannya karena mencerminkan bahwa hotel ini masih peduli terhadap lingkungan dan tetap ingin menyediakan ruang hijau terlepas dari keterbatasan ruang.

Kamar Mandi

Untuk kamar mandinya sendiri saya rasa cukup luas. Interiornya masih sama, mengusung desain Industrial yang cukup kental, dengan beberapa ubin berpola yang dipasang secara acak. Area shower dipisahkan oleh dinding beton. Area kloset dan wastafel terasa cukup lapang. Ada satu jendela dengan kaca buram yang kalau dipikir-pikir lagi nggak begitu berpengaruh ke suasana kamar mandi.

IMG_20190224_142510
IMG_20190224_142516
IMG_20190224_142533

Dua cermin trapesium bergaya futuristik dengan backlight terpasang di dinding bata ekspos berwarna putih. Bicara tentang produk mandi, U Janevalla Bandung menawarkan U Choose Programme yang memungkinkan kita untuk memilih aroma produk mandi yang diinginkan. Waktu berkunjung, saya pilih body lotion dan sampo aroma jasmine, serta shower gel aroma wild orchid. Kalau perlu mengeringkan rambut, hair dryer ada, tapi disimpan di dalam tote bag yang ada di bawah gantungan pakaian di samping televisi.

Area shower sendiri terpisah oleh dinding dan cukup luas. Hanya saja, di sini nggak ada rak untuk menyimpan alat-alat mandi. Walhasil, saya harus simpan botol sabun dan sampo di lantai. Agak merepotkan sih. Untungnya, ada shower tangan dan rainshower di sini. Pencahayaannya pun baik dan saya suka.

Fasilitas Umum

Sae’ Restaurant

Menempati dua lantai, Sae’ Restaurant merupakan restoran utama di U Janevalla Bandung. Sarapan pagi untuk tamu disajikan di sini, tapi di jam-jam lainnya, restoran ini juga tetap bisa dikunjungi, bahkan untuk umum. Untuk weekday, restoran ini buka hari Senin sampai Kamis, dari jam 6 pagi sampai 12 malam. Kalau weekend, restoran buka hari Jumat sampai Sabtu, dari jam 6 pagi sampai 12 malam.

IMG_20190225_074959
IMG_20190224_175257
IMG_20190224_215446
IMG_20190224_215501
IMG_20190224_215526
IMG_20190225_084709

Di lantai lobi, restoran terbagi jadi dua area, indoor dan terrace. Waktu sarapan, saya kebagian meja kosong di luar. Untungnya nggak hujan, meskipun cuaca mendung memang. Nah, menu sarapannya menurut saya enak. Saya pilih nasi kebuli dan kakap goreng, serta earl grey tea untuk minumnya.

Di lantai atas, ada bar yang cukup panjang buat pesan kopi atau minuman lainnya. Furnitur restoran sendiri masih bergaya Industrial/Utilitarian dan sepintas mengingatkan saya sama meja dan kursi di TK dulu. Di lantai atas juga ada teras, tapi waktu saya ke sana, terasnya dipakai sama orang-orang yang merokok. Selain itu, entah kenapa penempatan meja dan kursi di luar tampaknya terlalu rapat. Jadi, kesannya kayak sempit.

65 Rooftop Pool Bar

Bertempat di lantai teratas, 65 Rooftop Pool Bar di U Janevalla Bandung bisa jadi tempat nongkrong yang pas sambil lihat pemandangan kota Bandung dari ketinggian 9 lantai. Bar ini bersebelahan dengan kolam renang hotel. Sayangnya, seating area yang terlindungi kanopi menurut saya kurang besar. Sebagian besar kursi-kursi ditempatkan di area yang lebih terbuka, tanpa atap. Ini artinya kalau cuaca lagi jelek, tempat duduk yang tersedia jadi lebih terbatas, terutama kalau pengunjung lagi banyak.

IMG_20190224_174821

Untuk desainnya sendiri masih sama–industrial, tapi dengan sentuhan vintage melalui penggunaan ubin-ubin printed design di tembok bar. Sisi timur bar dibatasi oleh dinding kaca yang dipasang dalam rangka besi berbentuk trapesium, senada dengan fasad bangunan yang banyka menampilkan bentuk-bentuk freeform. Pot-pot tanaman ditempatkan di dekat railing dan menjadi elemen hijau yang menyejukkan. Oh ya, rooftop bar ini buka dari jam 10 pagi sampai 10.30 malam. 

IMG_20190224_174832

Kolam Renang dan Gym

Nah, menurut saya inilah fasilitas yang paling kece di U Janevalla Bandung. Berada di samping rooftop bar, kolam renang di hotel ini punya bentuk yang memanjang, dengan sisi panjang menghadap ke arah Jalan Merdeka, dan sisi lebarnya menghadap ke Jalan Aceh. Railing kaca pembatas ditempatkan lebih rendah dari dinding kolam sehingga memberikan kesan infinity. Untungnya, tidak ada bangunan yang lebih tinggi di samping barat hotel sehingga dari kolam renang, kita bisa lihat pemandangan kota dengan lebih jelas tanpa halangan.

IMG_20190224_174449
IMG_20190224_174444
IMG_20190224_222448

Untuk menambah kesan tropis, di area kolam renang ada dua pohon kamboja. Di siang hari, biasanya pihak hotel menyediakan beberapa bean bag di atas dek buat duduk-duduk. Ada juga recliner di sisi utara kolam renang. Biasanya, orang-orang pada foto-foto di dinding ujung kolam renang. Hati-hati aja kalau mau jalan ke dinding sana supaya nggak kepeleset.

Nggak jauh dari kolam renang, ada gym. Untuk mengakses gym, kita hanya perlu masuk ke semacam gang kecil yang ada di samping lift. Ruangan gym-nya sendiri berada di sisi utara kolam renang. Dari segi peralatan sih memang nggak banyak. Di sini ada treadmill, exercise bike, dan elliptical trainer. Ada juga televisi di salah satu dinding ruangan.

IMG_20190225_093718
IMG_20190225_093703

Meskipun ada jendela-jendela besar yang menghadap ke arah Jalan Merdeka, ukuran gym ini tetap terasa kecil. Jatuhnya ini kayak gym pribadi yang ada di rumah. Nevertheless, gym di hotel ini tetap bisa jadi fasilitas yang mumpuni buat berolahraga.

Perpustakaan

Selain kolam renang, perpustakaan jadi fasilitas hotel yang saya suka. Berada di lantai mezzanine, perpustakaan kecil ini memang koleksi bukunya nggak banyak, tapi bagus-bagus. Nggak hanya buku buat orang dewasa, tetapi buat anak-anak pun ada.

IMG_20190225_084518
IMG_20190225_084537
IMG_20190225_084550

Koleksi bukunya memang hanya satu rak dan kebanyakan berbahasa Inggris. Furnitur yang dipakai punya sentuhan midcentury, terutama kursi lengan dan loveseat-nya. Di sini juga ada satu komputer yang bisa dipakai. Ya, hanya satu. Tapi, ada meja panjang yang bisa dipakai buat kerja pakai laptop. Kursi-kursinya ditempatkan menghadap ke arah Jalan Aceh. Jadi, lumayan lah untuk menyegarkan mata kalau udah jenuh.

Lokasi

Bicara soal lokasi, U Janevalla Bandung ini jadi salah satu pilihan akomodasi yang paling strategis. Berada di Jalan Aceh, hotel ini menawarkan akses mudah ke berbagai tempat di kawasan Jalan Merdeka dan Balai Kota Bandung. Kalau mau belanja nih, kita bisa jalan kaki ke BIP selama sekitar 5 menit, atau ke BEC selama 10 menit. Di dekat hotel juga ada Taman Ade Irma Suryani (dikenal juga dengan nama Taman Lalu Lintas), Taman Sejarah, dan Taman Balai Kota sebagai opsi tujuan wisata keluarga.

Dari Stasiun Bandung, jarak ke hotel kira-kira 10-15 menit kalau pakai mobil, tergantung kondisi lalu lintas. Berhubung Bandung tambah ke sini macetnya tambah nggak manusiawi, harap bersiap menghadapi kemacetan yang bikin pengen tobat rasanya.

Oh, ya! Hotel ini juga bersebelahan dengan Aryaduta Bandung yang menurut saya, memberikan semacam kelemahan tersendiri. Jadi, kamar-kamar yang posisinya berada di sisi timur ini punya jendela yang saling berhadapan dengan jendela kamar-kamar di Aryaduta yang posisinya di sisi barat gedung. Ini artinya bisa jadi jendela kamar kamu menghadap ke jendela kamar Aryaduta. Buat saya secara pribadi, ini nggak nyaman banget. Selain privasi bisa terganggu, akan awkward ketika kita liat-liatan dengan orang di kamar Aryaduta.

Kesimpulan

Interior bergaya industrial dengan sentuhan utilitarian jadi keunggulan U Janevalla Bandung. Buat orang-orang yang suka foto-foto, interior kamar dan beberapa ruang publik di hotel ini pas banget jadi latar foto. Jujur saya sendiri jatuh cinta sama interior kamar yang saya tempati. Hanya saja, memang posisi kamarnya membuat privasi agak terganggu.

U Choose Programme yang ditawarkan pihak hotel jadi salah satu keunggulan lain. Dengan program ini, pengunjung bisa pilih sendiri mini bar gratis yang bisa dinikmati, jenis aroma produk mandi, jenis bantal yang mau dipakai, dan semacamnya. Adanya program ini bikin kunjungan terasa lebih personal.

Untuk fasilitas sendiri, hotel ini menyediakan rooftop swimming pool, rooftop bar, restoran, MICE amenities, perpustakaan, dan gym (walaupun kecil). Saya rasa fasilitasi segitu sih udah mumpuni, apalagi dengan kehadiran perpustakaan. Koleksi bukunya memang nggak banyak, tapi cukup asyik sih buat dinikmati. Ada buku Spongebob Squarepants di sana. Ayo coba cari bukunya!

Berdasarkan situs resmi hotel, kamar ditawarkan dengan harga mulai dari 36 dolar Amerika Serikat atau sekitar 520 ribu rupiah. Secara keseluruhan, U Janevalla Bandung memberikan saya pengalaman menginap yang unik dan “gue banget”. Interior bergaya industrial “totok” dan furnitur dengan sentuhan utilitarian pas banget sama penampilan saya yang ke arah rockabilly ini. Memang ada satu atau dua kekurangan, tapi hal tersebut nggak lantas merusak kunjungan saya. Berbagai fasilitas yang dihadirkan juga melengkapi liburan singkat saya di kota Bandung.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Desain kamarnya mantap betul! Interior bergaya industrial dengan sentuhan utilitarian itu udah perkawinan the best lah. Saya juga suka dengan langit-langit beton yang dibiarkan apa adanya dan dinding bata ekspos putih di kamar.
  • Fasilitasnya lengkap, termasuk rooftop swimming pool dengan pemandangan kota Bandung yang keren.
  • Dekat ke mana-mana. Mau ke mal tinggal jalan kaki 5-10 menit. Beberapa tujuan wisata keluarga murah meriah juga bisa dikunjungi dengan berjalan kaki.
  • Ada perpustakaan kecil di hotel. Koleksi bukunya nggak banyak, tapi bacaannya lumayan menarik. Inget! Ada buku Spongebob Squarepants!
  • Planters yang dipasang di dekat railing koridor menjadi elemen hijau yang membuat hotel ini semakin unik dan eco-friendly. Senang aja sih liatnya. Ijo royo-royo bikin adem mata.
  • U Choose Programme memungkinkan tamu buat personalize sendiri kunjungannya ke hotel. Tamu bisa pilih jenis aroma produk mandi, jenis bantal, produk mini bar gratis, dan lain-lain.

👎🏻 Cons

  • Privasi saya di kamar agak terganggu karena posisi kamar yang diapit oleh dua koridor semi-outdoor. Pengunjung yang jalan sampai ke ujung koridor bisa ngeliat isi kamar saya melalui jendela. Buat jaga privasi, curtain harus sering ditutup.
  • Beberapa kamar punya jendela yang berhadapan langsung dengan jendela hotel sebelahnya. Ini juga jadi privacy problem sih.
  • Gym-nya kecil.
  • Di area shower, nggak ada rak untuk simpan alat atau produk mandi. Walhasil, sabun dan sampo harus saya simpan di lantai.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😆
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰💰

Review: Summerbird Bed and Brasserie

Jujur, ya. Berkunjung ke hotel ini itu semacam keinginan yang dari lama dipendam akhirnya terkabul. Beberapa temen pernah nanya dan ngobrol soal akomodasi yang satu ini, tapi saya memang belum sempat datang. Akhirnya kemarin ini, saya book satu kamar di hotel yang lokasinya berseberangan sama SMP 1 Bandung. Meskipun lokasinya sebetulnya agak masuk-masuk ke jalan yang lebih kecil, ternyata hotel ini terkenal karena desain kamarnya yang Instagrammable.

a739ee04706dec993352e2d8eeb8900c
Fasad Summerbird Bed and Brasserie. Foto milik pihak manajemen hotel. 

Summerbird Bed and Brasserie adalah sebuah hotel yang berlokasi di Jalan Kesatriaan No. 11, Bandung. Akomodasi ini sebetulnya salah satu opsi hotel murah di Bandung berdesain kece yang saya masukkan ke thread khusus di Twitter (bisa dibaca di sini). Meskipun lokasinya bukan di jalan besar, hotel ini berada di pusat kota dan everything is within a walking distance!

Akomodasi bintang dua ini punya 28 kamar yang terbagi ke dalam tiga tipe: Standard, Superior, dan Deluxe. Nah, 28 kamar itu juga dibagi lagi ke dalam empat desain: French Tea, Vintage Chocolate Flavor, Rustic Coffee, dan Scandinavian. Dua desain pertama lebih feminin menurut saya, sementara the latter two lebih ke arah maskulin. Desain interior yang memikat bikin hotel ini jadi salah satu pilihan hotel unik di Bandung yang layak buat dikunjungi.

Dari segi fasilitas penunjang, hotel ini memang nggak menawarkan banyak pilihan. Ada kafe di lantai dasar yang disulap jadi restoran buat pengunjung hotel di pagi hari. Meskipun demikian, public spaces di hotel ini keren-keren, pas buat foto-foto. Bahkan hotel ini juga jadi lokasi pre-wedding photoshoot. Waktu saya ke sana, ada yang lagi foto-foto pre-wedding malahan.

Saat menginap kemarin, saya pesan kamar Superior dengan desain Rustic Coffee. Sebenarnya kemarin ini agak galau sih pas pilih antara Scandinavian dan Rustic Coffee, tapi akhirnya pilihan jatuh kepada si kopi karena akhir-akhir ini lagi agak bosan sama interior bergaya Scandinavian atau anything Ikea-ish. Ulasan lebih lanjut saya bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Inilah waktunya untuk membuktikan dan merasakan secara langsung apa sih yang orang-orang omongin tentang Summerbird Bed and Brasserie ini. Sebagai orang yang suka sama desain interior, kamar-kamar di hotel butik tentunya menarik perhatian karena biasanya desainnya beda dan unik.

This slideshow requires JavaScript.

Dengan luas 16 meter persegi, kamar memang nggak terasa lapang. Jarak dari sisi tempat tidur dengan dinding pun nggak besar. Namun, kekurangan ruang ini disiasati dengan furnitur-furnitur yang simpel supaya nggak makan banyak tempat. Sayangnya, saya merasa nggak adanya lemari pakaian tertutup merupakan hal yang disayangkan. Sebagai gantinya, saya gantung jaket di pipa besi yang disulap jadi rangka gantungan baju.

Oke, sekarang kita bicara tentang desain. Meskipun namanya Rustic Coffee, saya justru merasa desain Industrial dan Utilitarian lebih menonjol, terutama lewat pemilihan dinding bata ekspos berwarna cokelat (pas sama embel-embel “coffee“), dan penggunaan balok beton dan pipa besi sebagai furnitur di kamar. Unsur Rustic sendiri bisa dilihat dari penggunaan headboard dan lemari kayu kecil di balok beton dengan tampilan distressed. Jadi, nggak bohong lah ketika kamar ini bertajuk Rustic Coffee.

Nuansa maskulin terasa kental di kamar ini, terutama dengan palet earthy colors dan material-material yang “garang”. Dinding belakang headboard dihias dengan mural Obsessive Coffee Disorder yang jadi background keren untuk foto Instagram pribadi saya. Pencahayaannya memang diatur untuk agak redup, tapi untungnya tidak sampai bikin suasana kamar jadi murky. Jendela di kamar saya ini bentuknya kecil memanjang dan berada di seperempat bagian teratas dinding. Nggak besar memang, tapi memberikan cukup ruang untuk masuk cahaya dari luar. Hanya saja, saya secara pribadi kurang suka kamar yang nggak punya jendela dengan view. Kesannya claustrophobic.

Kamar saya dilengkapi basic amenities seperti televisi, AC, coffee/tea maker, dan WiFi. Duh, itu sih hal-hal wajib lah ya. Sebagai bonus, saya ada foto si centil Grizz yang ingin tampil gaya di kamar ini.

This slideshow requires JavaScript.

Gemes, kan?

tenor
I love We Bare Bears

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, saya rasa penggunaan dinding kaca ini merupakan solusi yang cerdas untuk menyiasati kecilnya ruang di kamar. Adanya dinding kaca membuat kamar mandi dan ruang utama kamar terasa lebih luas, sambil tetap memisahkan kedua ruang dengan fungsi berbeda. Untuk menjaga privasi, ada blind di dalam kamar mandi.

img_20190122_144656

img_20190122_144700

Desain kamar mandi masih kohesif dengan desain utama kamar. Tampil simpel tapi elegan dalam balutan dinding keramik berdesain ala beton dan tegel bertekstur kayu, kamar mandi unit saya dilengkapi dengan wastafel, kloset, dan shower area yang cukup luas. Perlengkapan mandi yang disiapkan adalah handuk, dental kit, sampo, dan sabun.

Lemari kayu usang yang menyangga wastafel jadi focal point kamar mandi dan ternyata, di dalamnya nggak ada apa-apa. Saya kira di dalamnya ada hair dryer atau semacamnya. Selain itu, nggak ada objection untuk kamar mandi. Hanya saja, seandainya flow air dari shower lebih kencang, saya rasa kayaknya lebih enak. Lumayan kan kalau bisa pijat punggung. Oh ya, pencahayaan kamar mandi juga bagus dan terang, jadi nyaman lah pas mandi. Saya udah sebut beberapa kali di artikel-artikel sebelumnya kalau saya kurang suka kamar mandi yang redup.

Fasilitas Umum

Seperti yang saya bilang di paragraf pembuka, Summerbird Bed and Brasserie memang nggak punya banyak fasilitas penunjang untuk para tamu, tapi hotel ini punya Summerbird Brasserie dengan sajian kopi Arabika Sumedang sebagai primadonanya. Saya sendiri nggak suka kopi sebetulnya, tapi tampaknya si kopi ini memang layak dicoba. Kapan-kapan deh kalau ke sana lagi saya coba pesan.

Seating area di Summerbird Brasserie ini tersebar di tiga lantai yang bisa diakses melalui tangga atau lift. Setiap lantai menampilkan desain yang berbeda. Kafe di lantai satu dapat mengakomodasi 30 orang dengan desain shabby chic yang manis nan romantis. Banyaknya tanaman-tanaman dalam ruangan bikin suasana di kafe tambah sejuk.

This slideshow requires JavaScript.

Untuk kafe di lantai dua, interiornya mengadopsi perpaduan desain shabby chic dan “kearifan lokal” yang sepintas mengingatkan saya sama kopitiam Peranakan. Window shutters dipasang di dinding dan menjadi background yang cantik buat foto-foto. Seating area ini bisa mengakomodasi sekitar 25 orang.

This slideshow requires JavaScript.

 

Kalau seating area di lantai tiga, interiornya tampak lebih elegan dan classy. Mengusung desain vintage, kafe lantai tiga tampil cantik dengan furnitur khas French bistro, trellis kayu berwarna putih, dan tanaman rambat.

This slideshow requires JavaScript.

Koridor-koridor kamar dan bordes tangga juga menjadi spot foto yang Instagrammable. Salah satu spot yang menurut saya bisa jadi lokasi foto yang cantik adalah  bordes di tangga lantai satu menuju lantai dua. Di sana, ada kursi dan meja kecil dengan table lamp yang keliatan romantis di malam hari.

img_20190122_144402

img_20190122_144326

Oh, ya, lupa bilang. Reservasi kemarin ini sudah termasuk sarapan. Nah, di sini nggak ada prasmanan, tapi kita bisa pesan menu a la carte untuk sarapan. Pilihan saya jatuh ke nasi goreng dan jus jeruk. Porsinya menurut saya sih kecil, tapi rasanya decent lah. Jus jeruknya sendiri sih jatuhnya seperti jus kemasan kotak. Sejak awal ekspektasi saya memang nggak besar sih so there wasn’t anything surprising.

img_20190123_092403

 

Lokasi

Berlokasi di Jalan Kesatriaan, Summerbird Bed and Brasserie ini memberikan kemudahan buat pergi ke mana-mana. Minimarket dan mal bisa dicapai dengan jalan kaki. Dari hotel, ke Paskal 23 itu kira-kira memakan waktu sekitar 10 menit dengan berjalan kaki. Kalau perlu ke minimarket, tinggal jalan kaki kurang dari lima menit ke daerah di sekitar SMAN 6 Bandung. Di sana juga banyak tukang nasi goreng, lumpia basah, martabak, dan lain-lain.

Dari Stasiun Bandung ke hotel ini, mungkin hanya perlu sekitar 5 menit kalau pakai motor atau mobil. Kalau ke Bandara Internasional Husein Sastranegara, kira-kira waktu tempuhnya 10-15 menitan, tergantung kondisi lalu lintas.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 400 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), akomodasi ini mungkin terbilang sedikit pricey kalau dibandingkan sama fasilitas yang ditawarkan. Namun, desain kamar dan hotel secara keseluruhan yang unik saya rasa sebanding dengan harganya, apalagi lokasinya juga strategis dan tetap memberikan ketenangan beristirahat, meskipun ada di pusat kota.

Soal desain, saya suka dengan interior kamarnya. Rustic, Industrial, dan Utilitarian; semuanya berpadu secara harmonis di kamar. Ukurannya memang agak kecil, tapi untungnya nggak sampai claustrophobic. Yang disayangkan sih lebih ke tidak adanya lemari pakaian yang tertutup, dan posisi dan bentuk jendela yang secara personal kurang saya sukai. So far, nggak ada objection untuk kamar.

Secara keseluruhan, Summerbird Bed and Brasserie memberikan pengalaman menginap yang nggak mengecewakan, terutama buat saya yang sejak dulu pengen nginep di sana. Nggak ada salahnya buat coba menginap di hotel ini, terlebih lagi kalau ingin istirahat di kamar yang kece dan Instagrammable.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Interior kamarnya keren-keren. Ada empat desain kamar yang ditawarkan. Untuk desain yang lebih feminin, pilih French Tea atau Vintage Chocolate Flavor. Untuk desain yang lebih maskulin, pilih Rustic Coffee atau Scandinavian.
  • Lokasinya strategis. Ke mana-mana deket. Ke mal tinggal jalan kaki 10 menitan. Mau jajan, ada banyak kaki lima di sekitar SMAN 6 Bandung (jalan kaki kurang dari lima menit).
  • Summerbird Brasserie memiliki tiga seating area di tiga lantai berbeda, dengan interior yang beda pula. Cocok buat ngumpul sama teman atau bahkan meeting sama klien.
  • Suasananya relatif tenang. Kalau ingin lebih tenang, bisa book kamar yang ada di lantai tiga.
  • Banyak spot fotonya. Pas lah buat yang suka foto-foto buat di-upload ke Instagram.

👎🏻 Cons

  • Rate-nya sedikit pricey, terutama kalau dibandingkan sama fasilitas umum untuk tamu. Untuk skala yang lebih besar, beberapa bed and breakfast di Bandung menawarkan desain kamar yang unik, tapi dengan harga yang lebih terjangkau.
  • Kamarnya terbilang agak sempit.
  • Posisi jendela di kamar saya kurang “pas” (kamar saya adalah kamar Rustic Coffee Superior dengan nomor kamar 207, eh atau 205 ya?). Mungkin bisa coba minta pihak hotel untuk siapkan kamar dengan posisi jendela yang lain saat reservasi.
  • Porsi sarapan paginya nggak besar. Ini masih bisa diakalin sama bubur gratis yang disediakan pihak hotel.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰

Review: de Braga by ARTOTEL

Beberapa minggu yang lalu, saya berkesempatan untuk menginap di hotel ini. Kebetulan di hari kunjungan, ada Light Fest yang diadakan di sepanjang jalan Asia Afrika jadi bisa dibilang kunjungan saya lengkap deh dengan festival tersebut. Selain itu, karena dekat dari jalan Asia Afrika, bolak-balik dari hotel ke depan Museum Konferensi Asia Afrika juga nggak perlu jalan jauh.

de-braga-by-artotel
Fasad dan bangunan utama de Braga by ARTOTEL. Foto milik pihak manajemen.

de Braga by ARTOTEL berlokasi di jalan Braga no. 10, Bandung. Berada di kawasan jalan Braga pendek, lokasinya dekat banget dengan Museum Konferensi Asia Afrika (dan yang paling bikin saya senang, dekat banget dengan Starbucks Asia Afrika. Yay!). Sebelum menjelma jadi de Braga by ARTOTEL, di atas lahan yang ditempati hotel ini dibangun Sarinah, dan Sarinah ini masih sama dengan Sarinah yang di Jakarta. Di lantai lobi, Sarinah ini masih dipertahankan dalam bentuk satu toko kecil yang menjual barang-barang khas Indonesia, kayak kemeja batik, pernak-pernik etnik, dan semacamnya.

Dari segi eksterior, fasad asli bangunan Sarinah masih dipertahankan, hanya saja bangunannya dialih fungsikan jadi terrace café yang memanjang. Di belakangnya, ada bangunan utama hotel dengan desain yang mengingatkan saya sama salah satu gedung bergaya modernist tahun 60-an di New York. Ada semacam vibe Villa Savoye desain Le Corbusier kalo menurut saya sih.

Akomodasi bintang empat ini memiliki 112 kamar yang terbagi ke dalam 3 tipe: Studio 25, Studio 35, dan Suite. Untuk fasilitas, hotel ini punya kolam renang, restoran, terrace café, MEETSPACE, dan art space. Nah, kalau tentang fasilitas, saya sempat coba berenang di kolam renangnya. Untuk kamar, saya pilih Studio 25 yang, meskipun merupakan opsi kamar paling kecil, tapi masih bisa give something big for me. Ulasan lengkapnya di bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Berada di lantai 9, kamar saya berada di sisi selatan dengan jendela menghadap ke kawasan jalan Asia Afrika. Jendelanya besar, meskipun bukan berjenis floor-to-ceiling. Meskipun sedikit terhalangi hotel tetangganya, saya masih bisa mendapatkan view yang cantik dari kamar. Bahkan waktu ada Light Fest, karena cukup pusing dengan banyaknya orang yang nonton di sekitar jalan Asia Afrika, saya memutuskan untuk kembali ke hotel dan nonton festival dari kamar. Sambil duduk di samping jendela, saya bisa nonton festival dan ngemil biskuit. Nonton di bawah secara langsung pun agak rugi karena badan saya kecil, jadi kehalangin orang-orang yang lebih tinggi.

tenor
Aku ‘kan jadinya murka dalam hati

Nah, sekarang waktunya bahas desain kamar. Satu hal yang saya suka dari hotel ini adalah mereka bisa mengawinkan interior sleek modern dengan sentuhan contemporary industrial dan art-deco. Ini semacam beberapa layer bertumpuk-tumpuk, tapi sleek modern merupakan desain dasar kamarnya. Dua gaya lainnya jadi semacam pelengkap. Yang bikin kamar saya lebih artistik adalah adanya dua mural di dinding kamar, satu di belakang headboard, dan satu lagi di dinding sebelah tempat tidur. Pokoknya muralnya Instagram-material banget! Untuk pencahayaan, wall lights-nya berdesain simpel, berupa sphere berwarna putih dengan lampu berwarna kekuningan untuk memberikan kesan mewah di malam hari. Di atas meja belajar juga ada satu ceiling light dengan desain yang senada dengan wall lights.

IMG_20181021_121533
Interior kamar. Space-nya luas dan terasa sejuk.

IMG_20181021_121601
Dua mural di kamar. Unyu maksimal!

IMG_20181021_121540
Mural besar di atas headboard. Unyu maksimal!

IMG_20181021_121549
Televisi 42 inci dan meja kerja.

Palet warna kamar menggunakan warna putih sebagai warna utama yang memberikan kesan bersih dan sejuk. Pemilihan warna-warna monokrom seperti hitam, abu-abu, dan blue black memberikan kesan bold dan modern. Lantai kayu berwarna cokelat membangun nuansa yang lebih homyFor a colorful splash, ada mural warna-warni… karena hidup kalau monoton ‘kan nggak asik. You need some colors to make your life colorful, lah!

tenor31
Itu petuah dari Sehun ya. Harap diingat!

Bicara fasilitas kamar, ada televisi 42 inci lengkap dengan kanal-kanal lokal dan internasional, jaringan WiFi, dan AC. In-room amenities dasar sih sudah jelas ada jadi nggak perlu khawatir lah. Slippers juga tersedia dan desainnya lucu. Nah, di kamar juga ada mesin Nescafe Dolce Gusto Piccolo buat bikin kopi. Yang saya dapat adalah varian Espresso Intenso dan karena saya bukan penggemar berat kopi, saya tambahin krimer supaya rasanya lebih soft.

IMG_20181021_121834
Mesin Dolce Gusto Piccolo dan kopinya. Ngopi napa ngopi?!

Kamar Mandi

Kalau interior utama kamar mengusung sleek modern sebagai desain utama, kamar mandinya justru lebih kental dengan desain rustic industrial, dipadukan dengan sentuhan art-deco. Agak nabrak ya? Nggak kok!

Interior kamar mandi tampak cantik dalam balutan tiles berdesain “bata ekspos” warna putih. Supaya kontras, lantainya berwarna abu-abu tua. Kesan mewah ditampilkan melalui wastafel dan cermin kamar mandi. Wastafelnya punya marble countertop, dan di atasnya ada cermin berbentuk segi empat dengan kerangka besi yang desainnya mengingatkan saya dengan The Great Gatsby. Ya, bisa dibilang desainnya Gatsby-esque lah kalau nggak sepenuhnya art-deco ala Gatsby.

IMG_20181021_121713
Area shower

IMG_20181021_121731
Marble sink dengan cermin Gatsby-esque

IMG_20181021_121740
Bathroom amenities wajib

Handuk, tisu, dan alat-alat mandi lainnya sudah tersedia di kamar mandi. Untuk shower-nya, ada rainshower dan shower tangan. Aliran dan suhu airnya stabil jadi lumayan lah untuk ber-shower ketika galau. Kalau perlu mengeringkan rambut, ada hair dryer yang disimpan di dalam lemari pakaian, tepat di luar kamar mandi. Pencahayaannya juga decent karena, seperti yang saya sering bahas di artikel-artikel sebelumnya, saya nggak suka mandi di kamar mandi yang remang-remang karena rasanya muram.

tenor1
Aku nggak mau bermuram durja di bawah shower 😦

Fasilitas Umum

Buat melengkapi kebutuhan pengunjung, de Braga by ARTOTEL sudah dipersenjatai dengan beberapa fasilitas umum. Kalau mau ngopi, bisa ke terrace café yang ada di lantai lobi. Menurut saya, kafe ini cantik banget dari segi desain dan posisi. Berada di samping trotoar, sambil ngopi ‘kan bisa sambil menikmati suasana jalan Braga pendek yang relatif lebih tenang dibandingkan jalan Braga panjang.

IMG_20181021_153342
Kafe ini juga bisa dikunjungi oleh umum kok.

Kalau mau sarapan, ada restoran yang posisinya berada di samping rooftop garden yang pas buat main atau nongkrong. Karena palet dasar interiornya adalah hitam putih, furnitur-furnitur bergaya kontemporer dengan warna cerah dan mural-mural cantik memberikan colorful splash yang ceria buat menemani momen bersantap. Di luar restoran, ada area terbuka dengan rumput sintetis yang bisa jadi tempat yang pas untuk ngobrol bareng teman-teman di sore hari ketika matahari nggak begitu terik, atau main monopoli atau UNO.

This slideshow requires JavaScript.

Sebagai fasilitas hiburan slash olahraga, hotel ini punya kolam renang yang bisa diakses melalui pintu yang berada nggak jauh dari area restoran, tepatnya di dekat lift. Ukuran kolam renangnya cukup besar, hanya saja sayangnya dibatasi oleh dinding yang cukup tinggi sehingga saya nggak bisa melihat pemandangan daerah sekitar dengan mudah. Kalau mau lihat ke area jalan Braga pendek, saya harus jadi kayak anak-anak yang suka jinjit atau manjat tembok gitu. Padahal, view dari kolam renang sebetulnya bagus.

IMG_20181021_151606
Area kolam renang. Kursi dan recliner-nya nggak banyak.

Kedalaman kolam renang utama nggak melebihi 1,5 meter jadi buat yang mau belajar renang, masih aman lah (saya lihat banyak anak-anak kecil yang malah nyeburnya ke kolam renang utama). Kolam anaknya dipisahkan oleh semacam dinding pembatas yang di atasnya ada beberapa stepping stones warna krem. Ketika saya berenang, lagi ada beberapa pengunjung lain pula yang berenang. Sayangnya, karena kursi dan recliner buat pengunjung nggak banyak, pengunjung yang nggak kebagian harus simpan barang bawaannya di dekat planters. Selain itu, area kolam renang juga kekurangan spot teduh. Walhasil, produk elektronik kayak HP atau iPod akan terpapar cahaya matahari langsung kalau nggak dimasukkan ke tas (even dimasukkan pun tetap panas, berdasarkan pengalaman pribadi). Kamar mandi dan shower box untuk bilas bisa diakses melalui gang kecil yang ada di sisi timur kolam renang.

Selain fasilitas umum, beberapa public space di hotel ini juga artistik. Sesuai lah dengan embel-embel art-nya. Salah satu spot yang paling sering muncul di Instagram adalah tangga yang menghubungkan lantai restoran dengan lobi. Di lobi sendiri, ada beberapa instalasi seni, seperti wall art besar berwarna pink di samping lift.

This slideshow requires JavaScript.

 Lokasi

Nah, bicara soal lokasi, de Braga by ARTOTEL ini menurut saya pilihan terdepan, terutama kalau ingin nginep di kawasan Asia Afrika atau Braga. Kalau ingin dapat view kawasan Asia Afrika, minta kamar yang ada di sisi selatan. Kalau di sisi utara, bisa dapat view kawasan jalan Braga dan sekitarnya. Kembali lagi ke preferensi pribadi sih.

Hotel ini cuman berjarak sekitar 5 menit dari Museum Konferensi Asia Afrika. Mau makan atau nongkrong di Braga? Jalan kaki sepuluh menit juga jadi. Oh ya, dengan jarak yang sama juga kita bisa main ke kawasan Alun-Alun dan Masjid Raya Bandung. Dari sana, kita bisa lanjut jalan ke shopping district Dalem Kaum dan Kepatihan.

Nggak jauh dari hotel, ada Pasar Barang Antik Cikapundung. Kalau kamu penggemar barang-barang antik, di sini ada berbagai macam barang nostalgic, dari mulai furnitur, mainan, sampai old records yang masih bisa diputar pakai gramofon! 

Kesimpulan

Kalau dari segi kamar, saya bisa bilang Studio 25 yang saya tempati ini semacam little engine that could do big things. Meskipun kelasnya paling kecil, tapi ukuran kamarnya ternyata luas dan in-room amenities-nya lengkap, terutama dengan kehadiran si Nescafe Dolce Gusto Piccolo. Desainnya pun cantik dan Instagrammable, apalagi kalau foto di atas tempat tidur dengan latar belakang mural yang unyu maksimal.

Bathroom amenities juga lengkap. Rainshower ada, shower tangan ada, jadi urusan mandi sih saya bisa bilang nyaman dan syahdu (karena ber-shower itu syahdu loh, terutama di malam hari dan pakai air hangat). View dari kamar juga keren. Saya suka banget.

Fasilitas penunjang di de Braga by ARTOTEL ini memuaskan, terutama kolam renang dan rooftop garden-nya. Meskipun terasa agak sempit karena dinding pembatasnya yang cukup tinggi, saya tetap bisa lihat view di sekitar kolam renang yang keren. Kekurangan tambahannya ya nggak banyak kursi dan recliner buat pengunjung jadi please expect some “hunger games” ya. Untuk rooftop garden-nya sendiri, saya suka karena tempat itu jadi semacam spot yang pas buat main dan ngobrol bareng teman-teman. Dari aspek lokasi, hotel ini memungkinkan saya buat beraktivitas di pusat kota Bandung, tanpa harus berkendara jauh.

Ada satu hal lagi yang saya suka dari hotel ini. Ketika pesan, saya biasanya kirimkan personal requests. Saat tiba, semua personal requests saya terealisasi: kamar di lantai tinggi, no-smoking room, big bed, jendela dengan pemandangan kota, dan early check-in dan late check-out. Saya tiba di hotel ini sekitar jam 12 dan awalnya hanya ingin titip barang, setelah itu makan siang sambil nunggu waktu check-in. Ternyata, kamarnya sudah siap dan udah boleh masuk ke kamar. Oh, betapa senangnya Sehun~

tenor
AYAFLUUUU~

Dengan harga mulai dari sekitar 550 ribu per malam (perhitungan rata-rata dari Tripadvisor dan Agoda), hotel bintang empat ini menawarkan pengalaman menginap yang menyenangkan. Interior kamar kontemporer yang keren, mural-mural ceria, dan lokasi premium membuat de Braga by ARTOTEL layak jadi pilihan kalau kamu ingin menginap di kawasan Braga atau Asia Afrika.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Interior kamar tampil unik dan keren dengan perpaduan desain modern, contemporary industrial, dan sedikit sentuhan art deco.
  • Setiap kamar dipercantik dengan mural yang Instagrammable.
  • Ada mesin Nestle Dolce Gusto Piccolo buat bikin kopi.
  • Lokasi ada di jantung kota Bandung. de Braga by ARTOTEL hanya sekitar 2 menit aja jalan kaki dari Museum Konferensi Asia Afrika dan kawasan jalan Braga. Kalau Alun-Alun dan Mesjid Raya sih jalan kaki palingan sekitar 5-10 menit.
  • Di samping restoran, ada area terbuka dengan rumput sintetis yang cocok buat ngobrol atau main sama teman dan keluarga.
  • Rate-nya terbilang terjangkau dan agreeable untuk hotel di kelasnya.
  • Personal request saya berhasil dipenuhi semua (hopefully the same thing goes for you as well ya).

👎🏻 Cons

  • Area kolam renang kurang tempat duduk dan spot teduh.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰

Review: MaxOne Platinum Hayam Wuruk

Tanggal 17 Oktober kemarin, Jakarta City Philharmonic mengadakan konser bertajuk “Yuwana” di Taman Ismail Marzuki. Sebagai penggemar musik klasik dan pianis yang masih hiatus karena kesibukannya di dunia translating dan content writing, kesempatan buat nonton konser klasik (dengan biaya yang relatif terjangkau) tentunya jangan sampai dilewatkan. Sebelum ke Jakarta, saya sempat bingung cari hotel untuk tinggal selama 2 malam. Setelah bersemedi di warnet selama satu jam, akhirnya saya putuskan untuk book hotel ini.

building
Fasad hotel MaxOne Platinum Hayam Wuruk. Foto milik manajemen.

MaxOne Platinum Hayam Wuruk adalah akomodasi bintang tiga yang berlokasi di jalan Hayam Wuruk nomor 5. Hotel ini bersebelahan dengan bangunan HXC yang juga jadi “rumah” buat Yello dan Harris Vertu.  Dari segi desain, fasadnya ini cukup nyentrik dan mainin banyak bentuk geometri, mirip kartu remi kalau ditumpuk, tapi ada beberapa kartu yang mencuat keluar. Oh ya, posisi lobinya ada di samping bangunan, dan bukan di depan. Berkali-kali naik Grab, driver-nya kira lobinya ada di depan. Eh taunya di depan ada rumah makan Padang.

Waktu menginap di sini, saya dapat kamar di lantai 7. Lucky number atau James Bond? Entahlah, tapi yang jelas posisi kamar saya cukup mojok. Teman saya udah takut kita dapat kamar di lantai 4. Ya, you know lah kepercayaannya gimana. Meskipun demikian view-nya lumayan bagus. Hotel ini juga punya restoran yang sayangnya nggak sempat dikunjungi karena saya bangunnya selalu siang dan setelah bangun, keburu sibuk siap-siap buat jalan-jalan atau pergi ke tempat lain.

Dengan interior kamar yang ceria, suasana lobi teduh, dan lokasi yang bagus, MaxOne Platinum Hayam Wuruk ini bisa jadi tempat nginap yang pas dengan harga cukup terjangkau. Sayangnya, ada beberapa hal yang kurang saya sukai dari kunjungan kemarin. Cerita lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Oh ya, sebelumnya saya bilang kalau saya kebagian nginap di kamar di lantai 7. Cukup tinggi kamarnya, sayangnya posisinya agak mojok, walaupun bukan yang terpojok.

IMG_20181017_153122
Interior kamar. Kasurnya besar. Meja kerjanya juga cukup luas, dan ada white board

IMG_20181017_153130
Kanal di televisinya cukup banyak. View dari jendela juga bagus, tapi terhalang pembangunan gedung sebelah.

IMG_20181017_153216
Lemari gantungnya nggak tertutup

Bicara soal desain interior, kamar saya tampak rapi, modern, dan ceria dengan balutan lantai kayu dan wall paneling di beberapa sisi kamar. Ukuran kamarnya memang nggak begitu besar, tetapi cukup luas lah buat ukuran hotel sekelas MaxOne. Ada kaca buram di dinding diagonal yang memisahkan shower box dengan ruangan utama kamar jadi kalau ada yang mandi, yang terlihat dari luar hanyalah lekuk tubuhnya saja (apasih).

Pencahayaan kamar membangun atmosfer hangat, tapi karena warna dindingnya kalem jadi ada semacam keseimbangan antara hot and cold, udah macam Katy Perry aja. Nggak redup, tapi nggak menyilaukan juga. Lagi pula, cahaya dari luar jendela juga kalau siang-siang cukup banyak. Di atas headboard, ada panel kayu dengan semacam lukisan atau potongan dengan desain cetak yang sepintas kayak batik, tapi bukan batik. Unsur youthful-nya didapatkan dari pernak-pernik macam ini.

Untuk in-room amenities, saya rasa sih udah cukup lengkap. TV ada, pilihan channel-nya banyak, meja kerja ada, white board ada. Hanya saja, koneksi WiFi selama saya nginap dua malam itu bisa dibilang kurang bisa diandalkan. Pertama, jumlah perangkat yang bisa pakai satu akun itu nggak banyak. Kedua, meskipun udah terhubung ke jaringan, tapi nggak ada arus keluar masuk data, macam “connected / no internet” kalau di HP Android saya. Untungnya ada paket data HP yang masih bisa diandalkan.

Kamar Mandi

Bicara tentang kamar mandi, saya mempertanyakan satu hal yang saya lihat pas pertama kali masuk kamar.

IMG_20181017_153148
Itu kenapa ada stool di bawah shower?!

Saya nggak paham kenapa bisa ada stool di bawah shower. Apakah penghuni sebelumnya sempat ber-shower sambil duduk? Atau mungkin dipakai buat duduk sambil nungguin creambath? Entahlah tapi yang jelas, petugas cleaning service-nya seharusnya mengembalikan lagi si stool itu ke tempatnya, dan somehow saya jadi penasaran dengan posisi asli stool itu di kamar. Itu aslinya ada di mana?

IMG_20181017_153202
Kamar mandi, lengkap dengan perlengkapan mandi, dan toilet plus bidet.

Ukuran kamar mandi unit saya sebetulnya nggak luas. Shower-nya nggak bermasalah dari segi aliran air, tapi kalau dari segi suhu memang fluktuatif. Ada rainshower juga di shower box jadi yang ingin menggalau bisa lah nyanyi lagu Melly Goeslaw di bawah cucuran air shower. Kalau dari segi desain, kamar mandinya tampak lebih mewah dengan dinding dan countertop marble. Ditambah lagi dengan adanya rainshower, bisa lah menikmati pengalaman mandi mewah. Hanya saja, tolong dong buat pihak hotel itu stool-nya dikondisikan 🙄

Fasilitas Umum

MaxOne Platinum Hayam Wuruk punya restoran yang ada di lantai teratas. Dari restoran, kita bisa menikmati pemandangan kota Jakarta yang cantik, apalagi kalau malam-malam. Sayangnya, saya nggak sempat ke restorannya sama sekali karena terlalu sibuk. Sibuk persiapan nonton konser, kesiangan bangun pagi jadi nggak sempat sarapan, dan pada akhirnya lupa karena lebih banyak beraktivitas di luar hotel.

This slideshow requires JavaScript.

Sebelumnya saya sempat sebut rustic industrial. Sentuhan gaya ini juga bisa kita lihat di beberapa public space seperti lorong hotel atau lobi lift. Kalau untuk lobi sendiri, desainnya lebih ke arah kontemporer, dengan suasana teduh karena ada dinding rumput sintetis yang dihiasi oleh sangkar-sangkar burung. Cute deh buat jadi latar belakang foto.

This slideshow requires JavaScript.

Nah, sekarang saya mau bahas hal yang bikin kunjungan saya kurang maksimal. Staf hotel yang melayani saya pada awalnya ramah, tapi ke sininya kok jadi dingin ya? Kurang ramah jatuhnya. Bahkan, resepsionis lupa kembalikan SIM saya dan ketika telepon ke kamar, bilangnya malah saya yang lupa ambil SIM (saya ingat betul resepsionisnya nggak kasih lagi SIM, kenapa jadi melemparkan kesalahan padaku).

Selain itu, di lobi saya minta tolong resepsionis untuk kirimkan mangkuk dan sendok ke kamar. Resepsionisnya bilang belum tahu karena restorannya udah tutup (waktu itu masih jam empat sore). Saya tegasin ke dia ya kalau alat-alat makan sih mau restoran tutup atau buka, harusnya masih bisa diakses 😒 Akhirnya, sekitar setengah jam setelahnya barulah ada pegawai yang datang ke kamar untuk kasihkan mangkuk, dan hanya mangkuk saja. Sendoknya ketinggalan. Saya harus telepon room service untuk minta sendok yang ketinggalan dan nggak diangkat oleh pihak hotel. Sendok baru datang ketika makanan saya udah mau habis. Menyebalkan 😒

Lokasi

Dari aspek lokasi, MaxOne Platinum Hayam Wuruk ini memang bagus. Mau ke mana-mana gampang karena Halte Busway Harmoni bisa ditempuh dengan jalan kaki selama sekitar 5 menit dari hotel. Di dekat halte, ada Carrefour Duta Merlin yang bisa dikunjungi buat belanja segala macem. Restoran-restoran juga banyak di sekitar hotel (apalagi rumah makan Padang, itu sih tinggal turun ke lobi).

Mau ke Grand Indonesia? Dari hotel kalau pakai mobil sih sekitar 15 menit (selama lalu lintas nggak dialihkan). Mau ke Kota Tua juga bisa, pakai busway bisa lebih cepat. Mau belanja murah? Bisa ke Glodok atau Tanah Abang. Restoran 24 jam? Ada McDonald’s berjarak sekitar 10 menit dari hotel dengan berkendara. Ngopi? Ke Starbucks aja yang lokasinya tepat di sebelah bangunan hotel. Waktu WiFi kamar ngadat, saya kabur ke Starbucks buat kerja.

Kesimpulan

Untuk hotel bintang tiga, MaxOne Platinum Hayam Wuruk saya rasa berhasil menawarkan dua aspek utama yang saya cari kalau lagi masuk ke mood “nggak banyak maunya”, yaitu lokasi dan kenyamanan istirahat. Aspek lokasi harus saya kedepankan karena hotel ini memang deket ke mana-mana. Halte busway, mal, Starbucks, atau restoran bisa dicapai dari hotel dengan jalan kaki. Sebetulnya, kawasan Hayam Wuruk dan Gajah Mada ini memang kawasan yang bisa dibilang asyik buat pilih hotel saat berlibur ke Jakarta. Mau makan mewah ada, makan murah banyak. Ke Kota Tua deket, ke mal juga dekat.

Untuk aspek kenyamanan istirahat, tidur saya nggak terganggu meskipun di sebelah lagi ada pembangunan. Selain itu, nggak ada masalah dengan air di kamar mandi, AC, atau televisi. WiFi-nya memang kurang reliable, tapi yang penting tidur saya nggak terganggu dan gak ada hal aneh-aneh terjadi di kamar (kecuali sliding door kamar mandi yang agak susah dibuka, tapi tetap fungsional kok).

Hanya saja, yang disayangkan adalah pelayanan stafnya. Untuk urusan ini, saya memang dan selalu “bawel”. Dengan rate 400 ribuan, MaxOne Platinum Hayam Wuruk bisa jadi pilihan akomodasi budget yang strategis dengan interior youthful buat kita-kita para young traveler. Namun, buat saya secara pribadi akan lebih nyaman dan kunjungan saya akan lebih terasa lengkap ketika staf bisa lebih ramah dan helpful. Semoga sih ke depannya kalau saya nginap lagi di sana, stafnya bisa lebih baik lagi.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Desain kamar bernuansa youthful dengan dinding artsy di belakang headboard tempat tidur sebagai focal point.
  • Lokasi strategis. Dekat ke supermarket (Carrefour Duta Merlin), kafe (Starbucks), restoran (Padang Merdeka), dan lain-lain. Halte busway Harmoni juga cuman sekitar 5 menit dengan jalan kaki dari hotel.
  • Restoran hotel menawarkan city view yang keren.
  • Rate-nya cukup terjangkau untuk hotel budget ke arah midscale.

👎🏻 Cons

  • Internet putus nyambung, kurang reliable kalau buat dipakai kerja.
  • Beberapa staf dan resepsionis hotel kurang ramah dan terkesan perfunctory, kurang responsif dengan kebutuhan pengunjung (I know everyone is tired but hey, we did not even ask for something unexpected like a white elephant or something. Semoga saja kualitas layanan dan keramahan stafnya bisa lebih ditingkatkan).
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌⚪️⚪️
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰