Category Archives: Youthful

Review: Holiday Inn Express Matraman

Dari semua kawasan di Jakarta, saya paling jarang berkunjung ke Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Wilayah edar saya bisa dibilang itu lagi itu lagi: Jakpus, Jaksel, dan Jakbar. Teman-teman saya bahkan bisa nebak saya ke mal apa kalau ke Jakarta saking seringnya ke sana (dan seolah nggak ada tempat tujuan lain). Sebagian besar teman-teman saya tinggal di tiga kawasan itu dan jujur aja, dengan kereta api sebagai moda transportasi favorit saya, tiga kawasan itu rasanya lebih nyaman untuk saya kunjungi atau jadikan patokan untuk cari hotel. Maklum. Saya ‘kan turun di Gambir.

Namun, di tahun kemarin saya dan Pak Suneo sempat menginap di salah satu properti di kawasan Jakarta Timur. Nggak begitu jauh dari Jakpus sebetulnya dan surprisingly, pemandangan yang saya dapat dari kamar justru keren banget. Hotel budget di Jakarta Timur ini bisa jadi pilihan akomodasi ramah di kantung yang pas karena fasilitas yang ditawarkan cukup komprehensif untuk properti di kelasnya. Tanpa berlama-lama, langsung aja saya bahas propertinya di bawah ini.

review holiday inn express matraman

Holiday Inn Express Matraman adalah hotel bintang tiga yang berlokasi di Jl. Matraman Raya, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Properti milik IHG ini adalah hotel kedua dari lini Holiday Inn Express yang saya inapi (yang pertama adalah Holiday Inn Express Thamrin). Karena sudah pernah menginap di HIEX sebelumnya, saya bisa tahu what to expect. Hotel ini juga salah satu yang paling baru di antara properti-properti IHG lainnya di Jakarta (saya lupa duluan ini atau InterContinental Pondok Indah, ya?).

Dilansir dari situs resmi hotel, ada 179 kamar yang disebar ke 8 lantai. Untuk tipe kamar sendiri, secara umum sih semuanya sama dan hanya dibedakan oleh tempat tidur (1 queen-size bed atau twin bed). Ya, sama seperti Holiday Inn Express Thamrin. Soal fasilitas, ada gym, laundry room, meeting room, dan restoran di Holiday Inn Express Matraman. Bisa dipastikan keempat fasilitas itu ada di properti-properti lini Holiday Inn Express. Namun, sepengetahuan saya, ada juga beberapa properti di lini ini yang menawarkan kolam renang sebagai pelengkap gym, seperti Holiday Inn Express Clarke Quay di Singapura (hotel ini udah masuk ke list saya. Semoga kondisi bisa segera membaik dan saya bisa berlibur lagi ke luar negeri dengan aman dan mudah).

Saat menginap, saya dan Pak Suneo menempati kamar di lantai 7 dengan posisi jendela menghadap ke arah jalan. Menurut Bu Eka, guest service leader hotel, kamar-kamar yang posisinya di depan ini salah satu pilihan terbaik hotel. Nggak salah sih karena view yang didapatkan memang keren banget. Meskipun nggak berada di jantung kota banget, hotel ini berhasil menawarkan pemandangan kota yang keren banget menurut saya. Sometimes you just have to go farther to have a better view to enjoy. Ulasan lengkapnya seperti biasa saya sajikan di segmen berikutnya.

Desain Kamar

Berbeda dengan Holiday Inn Express Thamrin yang mengusung desain kontemporer yang lebih elegan, Holiday Inn Express Matraman justru mengusung desain yang menurut saya sih lebih youthful dan ceria, dan nggak biru “generic” khas lini Holiday Inn Express. Dengan luas 18 meter persegi, kamar-kamar di properti ini memang nggak begitu luas. Namun, penggunaan warna putih yang mendominasi interior kamar membuat kamar terasa lebih lapang, terutama dibarengi dengan jendela berukuran besar. Elemen-elemen kayu menggunakan warna cokelat dengan hue yang lebih terang sehingga membangun kesan hangat. Sebagai focal point, dinding di belakang tempat tidur digambari pola geometri dengan warna-warna pastel.

Saat ambil foto, sebetulnya ada dua kamar yang digunakan. Kamar yang kami tempati nggak punya connecting door. Namun, besoknya kami diajak Bu Eka lihat-lihat properti dan kamar yang ditunjukkan punya connecting door. Jadi, jangan bingung ya kalau ada yang beda di foto-fotonya. Soal fasilitas kamar sendiri, semuanya sama kok. Ada TV, AC, kursi kerja ergonomis, iPod docking station, electronic safe, kulkas kecil, dan tea/coffee maker. Koneksi WiFi yang tersedia cukup reliable untuk kerja dan nge-YouTube. Kebetulan waktu menginap, saya juga harus beresin kerjaan dan selama kerja, saya ngga mengalami gangguan pada koneksi internet. Closet yang tersedia di kamar konsepnya terbuka. Kalau tertutup, kayaknya sih kamar akan terkesan lebih rapi. Namun, dengan konsep terbuka seperti ini, kamar bisa terlihat lebih luas… selama pakaian yang digantungnya nggak banyak sih.

Selama menginap di Holiday Inn Express Matraman, saya nggak mengalami kendala di kamar terkait aspek fasilitas. Kualitas kanal televisi baik, koneksi WiFi juga baik, dan AC berfungsi dengan normal. Oh, ya! View dari kamar juga keren, terutama di malam hari. Sayangnya, kaca jendelanya ditempeli lapisan berwarna biru. Walhasil, fotonya pun jadi ikut berwarna biru. Gedung-gedung tinggi di kawasan Jakarta Pusat dan SCBD keliatan bagus banget di malam hari. Kalau tahun baru, kayaknya lihat kembang api dari hotel bakalan seru banget.

Sebetulnya, menginap di sini merupakan idenya si Suneo. Sejauh ini, dia lebih senang stay di pusat kota yang lebih bustling. Dia sendiri suka datang kesini di malam tahun baru. Pasalnya, dia pengen cari tenang dan suasana yang lebih nyaman buat menikmati tahun baru. Waktu saya lihat pemandangan dari jendela kamar, well, I can undestand his reason.

Kamar Mandi

Soal kamar mandi, ukurannya memang kecil. Penggunaan dinding marble berwarna putih dan pencahayaan yang cukup terang membuat kamar mandi terkesan lebih luas. Namun, sayangnya terlepas dari penggunaan tersebut, kamar mandi pada akhirnya tetap terasa sempit sih. Yang saya suka adalah adanya rain shower, seperti yang kalian pernah baca di review-review sebelumnya. Keluaran air dari shower pun cukup kencang. Kalau rain shower airnya kecil tuh bakalan kurang seru mandinya.

Bathroom amenities yang lain mencakup peralatan kebersihan pribadi, sampo/sabun, dan hair dryer. Nggak ada timbangan di sini dan entah kenapa, makin ke sini saya makin enggan pakai timbangan. Rasanya kesal sendiri kalau lihat timbangan makin naik. Lihat perut yang makin buncit aja rasanya geregetan sendiri. Secara keseluruhan, nggak ada keluhan terkait kamar mandi di Holiday Inn Express Matraman. Saya bisa mandi dengan nyaman.

Fasilitas Umum

Restoran

Untuk bersantap di Holiday Inn Express Matraman, ada restoran yang di lantai dasar. Bicara soal desain, interiornya mengusung gaya kontemporer yang didominasi warna-warna putih. Penggunaan warna-warna ash dan oranye pada jok kursi, golden oak pada meja, dan hitam pada kerangka kursi dan panel dinding membuat ruangan terlihat lebih elegan. Ukuran restoran sendiri sebetulnya nggak besar-besar banget, tetapi pemilihan warna yang pas dan banyaknya cahaya alami yang masuk lewat jendela-jendela full-height di salah satu sisi ruangan membuat ruangan terasa lebih lapang dan nggak mengekang. Station-station makanan dan minuman ada di sisi ruangan yang lebih dalam.

Sisi dengan station makanan dipercantik oleh penggunaan ubin memanjang berwarna putih yang dipasang dalam pola running bonds. Di dinding pun dipasang semacam rak dengan foto-foto atau gambar-gambar. Dengan berbagai peralatan makan dan memasak di atas counter, area ini terasa seperti dapur rumah sendiri karena cukup cluttered (in a positive way, like a lived-in house). Waktu saya lihat-lihat, meja dan kursi yang tersedia terkesan seperti banyak. Namun, kalau saya hitung-hitung lagi, ketika tingkat okupansi hotel sedang penuh, sepertinya meja dan kursinya akan kurang.

Saya lupa foto menu sarapan saya dan saya juga lupa waktu itu sarapan dengan apa saja (aduh maaf), tapi kalau saya coba ingat-ingat, pilihan menunya untuk properti bintang tiga sih cukup variatif. Kondisi makanan (rasa dan suhu) pun masih bagus, meskipun saya bangunnya agak telat. Yang saya ingat adalah di station minuman, ada teh aroma jeruk purut (kesukaan saya ini!). Sayangnya, di sini tidak tersedia (atau tidak disediakan pada saat itu) hot chocolate, seperti yang pernah saya temukan di Holiday Inn Express Thamrin.

Di lobi, ada satu sudut yang berfungsi sebagai bar, tapi karena di situ juga dijual camilan-camilan, saya melihatnya seperti “kantin” kecil. Saya malah ingat kantin yang jual berbagai jajanan di kampus atau sekolah saya; hanya saja, di sini ditambah meja dan kursi bar. Posisinya tepat di dekat pintu masuk menuju lobi. Sebetulnya, di seberang jalan juga ada Indomaret, tapi kalau mager jalan jauh atau keluar hotel, ya, beli jajanan di sini juga bisa lah. Ada Lay’s juga, lho!

Seriously. I hope Indofood won’t take Lay’s away from me…

Gym, Laundry Room, dan Meeting Room

Fasilitas wajib berikutnya yang tersedia di semua lini Holiday Inn Express adalah gym dan laundry room. Kedua fasilitas ini berada di satu lantai yang sama. Ruangan gym di Holidan Inn Express Matraman bisa dibilang tidak begitu luas. Namun, besarnya jendela dan pencahayaan alami yang maksimal membuat ruangan terkesan luas. Alat-alat olahraga seperti treadmill diposisikan menghadap jendela sehingga tamu bisa berolahraga sambil melihat pemandangan di luar.

Soal alat, menurut saya sih alat-alat yang tersedia sudah cukup pas lah buat basic exercise. Lagipula, ruangan yang ada ‘kan nggak cukup besar. Jadi, kalau dipaksakan tambah alat justru akan bikin ruangan sempit. Saya nggak sempat berolahraga lama-lama di sini karena terlalu capek. Namun, lari di atas treadmill selama sekitar 15 menit sudah dirasa cukup bikin saya berkeringat banyak (dan makin capek).

Di sebelah gym, ada ruang rapat yang kebetulan pintunya terbuka. Walhasil, saya jadi ngintip ke dalamnya karena penasaran. Ukurannya cukup luas dan cocok untuk rapat kecil dengan belasan orang (maksimal). Ruangan ini juga punya jendela-jendela besar yang menghadap ke jalan raya. Jadi, ruangan ini nggak terasa mengekang, apalagi dengan dinding bercat pastel. Sejujurnya, saya merasa senang nulis review untuk Holiday Inn Express Matraman karena dibandingkan properti-properti lainnya, baru kali ini saya sampai bisa cek ruang rapat, salah satu fasilitas yang saya biasanya nggak “sentuh” saat menginap di hotel. Ya, mau rapat sama siapa lagipula? Ha ha ha.

Fasilitas dasar di ruang rapat pun tersedia. Sudah ada proyektor yang terpasang di langit-langit. Meja, papan tulis, screen, dan semacamnya pun sudah ada. Kalau alat tulis, air mineral, dan buku catatan sih, saya yakin akan disediakan oleh pihak hotel saat ada yang pakai ruang rapat ini.

Fasilitas berikutnya yang saya sambangi di Holiday Inn Express Matraman (walaupun nggak saya pakai) adalah laundry room. Ruangan ini berada satu lantai dengan gym dan ruang rapat, tetapi nggak punya jendela. Walhasil, kesannya kayak mengekang. Namun, ada televisi di sana sebagai sarana hiburan buat yang ingin nyuci baju atau nyetrika.

Berhubung nggak ada baju yang saya harus cuci, saya cuman lihat-lihat saja. Setrika (dan ironing board-nya), mesin cuci, dan dryer tersedia sepasang-sepasang. Ada juga wastafel. Televisi dipasang di salah satu sisi ruangan (nggak saya foto). Ada juga kursi dan sofa buat yang mau nunggu cucian sambil nonton televisi. Untuk koin, ini bisa didapatkan di resepsionis. Saya kurang tahu apakah detergen dan pelembut juga disediakan karena saya nggak nemu, tapi sepertinya sih ada (mungkin harus tanya pihak hotel). Hmm… Kalau ngga mau nonton televisi, saran saya sih bisa olahraga sambil nunggu cucian beres. But perhaps, a little Marimar or Rosalinda won’t hurt.

*dancing to Marimar while ironing my clothes*

Lokasi

Sesuai nama properti, Holiday Inn Express Matraman berlokasi di kawasan Matraman. Saya sendiri sebetulnya sangat jarang main atau berkunjung ke kawasan ini. Namun, waktu ke sana dari titik awal Wahid Hasyim, ternyata perjalanan nggak memakan waktu yang terlalu lama. Mungkin karena kondisi lalu lintas lagi relatif sepi, atau memang jaraknya nggak jauh. 

Di dekat hotel, ada banyak tempat-tempat yang bisa dikunjungi. Mau ngopi, ada Starbucks dan beberapa kafe lain. Soal makan, di hotel sendiri sudah ada restoran but if you want to choose something else, ada banyak juga kok restoran di sekitar hotel (waktu itu, saya malah pesen makan siang dari HokBen). Nggak jauh dari hotel juga ada Gramedia, in case mau beli bacaan apa gitu. Di depan properti sendiri ada halte Transjakarta. Jadi, bisa dibilang sih dari segi lokasi, properti ini cukup strategis dan memberikan banyak kemudahan untuk bepergian. 

Oh, ya! Satu hal lagi yang menurut saya sih jadi kelebihan saat menginap di sini adalah view dari kamar. Memang sih nggak semua kamar menawarkan view kota yang cantik, tapi kalau dapat kamar-kamar dengan jendela yang menghadap ke arah jalan, dari kamar kita bisa melihat city view Jakarta yang cantik dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Waktu diajak ke hotel ini dan dikasih tahu lokasinya, saya sempat ragu soal view dari kamar. Namun, setelah sampai di kamar, ya, view dari jendela memang bagus sih, terutama di malam hari. Terima kasih lagi buat pihak Holiday Inn Express Matraman karena sudah assign kamar dengan view kota yang keren. 

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Bicara soal pelayanan, saya terkesan dengan apa yang ditawarkan oleh Holiday Inn Express Matraman. Proses check-in berjalan lancar dan seperti biasa, being a social butterfly, Pak Suneo ngobrol lama dulu dengan Puput di resepsionis (but I, too, enjoyed the conversation). Kebersihan kamar terjaga dengan rapi dan perlengkapan kamar pun berfungsi dengan baik. Fasilitas-fasilitas lain juga dirawat dan dikelola dengan baik. Kalau ada apa-apa, staf hotel juga cekatan menanggapi kami. 

Yang jelas sih, kami (terutama saya karena baru kali pertama ke sana) senang bisa bertemu dengan Bu Eka selaku guest service leader Holiday Inn Express Matraman. Bu Eka mengajak kami room tour dan cerita banyak soal hotel, termasuk dunia perhotelan dalam kondisi sebelum pandemi meledak. Saya ikut sedih saat dengar kisah-kisah perjuangan di dunia hospitality di tengah kondisi pandemi yang tampaknya nggak akan membaik dalam jangka waktu dekat. Semoga semuanya tetap dikasih kekuatan dan kesehatan. 

Kesimpulan

A nod to the Holiday Inn Express quality signature. Lini yang satu ini memang tidak se-wah atau selengkap lini IHG lainnya, tetapi dari segi kualitas, properti-properti Holiday Inn Express nggak main-main, termasuk Holiday Inn Express Matraman. Untuk sebuah properti budget, hotel ini memberikan fasilitas dan pelayanan yang saya bisa bilang sih di atas rata-rata. Dari gym sampai laundry room, fasilitas-fasilitas yang tersedia cocok, terutama untuk kalangan pebisnis yang lebih senang dengan no-frill thingy: kamar yang cukup luas dengan tempat tidur yang nyaman, fasilitas MICE yang cukup komprehensif, gym untuk olahraga, dan laundry room untuk cuci baju (kalau memang mau cuci sendiri). Setidaknya, kebutuhan dasar tuh sudah terpenuhi. 

Soal desain kamar, sejujurnya saya memang tidak menemukan sesuatu yang sangat spesial atau unik. Namun, pola geometrik pada dinding di belakang tempat tidur membangun suasana youthful dan ceria, tanpa terkesan terlalu “nyolot” atau semacamnya. Dalam balutan marmer berwarna putih, interior kamar mandi terlihat sedikit nabrak dengan interior utama kamar. Namun, fasilitas kamar mandi yang lengkap bisa mengalihkan perhatian saya dari ke-nabrak-an itu. Di kamar mandi juga tersedia rainshower, fitur yang saya suka dari kamar mandi.  Dari segi lokasi, Holiday Inn Express Matraman memang nggak berada tepat di pusat kota. Untuk yang fokus sama nightlife atau city life, properti ini mungkin bukan opsi yang sempurna. Namun, masih ada taksi daring dan moda transportasi lainnya untuk mengakses pusat kota. Lagi pula, untuk urusan makan atau belanja sih, di dekat hotel ada banyak restoran, kafe, hingga pusat perbelanjaan.

Waktu saya cek di aplikasi IHG, Holiday Inn Express Matraman menawarkan rate mulai dari 360 ribuan nett per malam. Untuk harga segitu dengan fasilitas yang ditawarkan, menurut saya sih hotel ini layak dipertimbangkan. Kawasan Matraman sendiri bukan wilayah edar saya, tapi setidaknya saya tahu bahwa ada pilihan akomodasi yang akan jadi pertimbangan saya kalau sewaktu-waktu saya harus berkunjung ke Matraman.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Fasilitas cukup komprehensif. Ada gym, laundry room, dan meeting room.
  • Rate-nya masih terbilang terjangkau.
  • Dekat dari halte Transjakarta.
  • Area parkir cukup besar.
  • City view dari kamar bagus (untuk kamar-kamar dengan jendela yang menghadap ke jalan raya).

👎🏻 Cons

  • Lokasi nggak tepat di pusat kota yang ramai. Untuk yang lebih suka berada di jantung kota dan menikmati all the hustle and bustle, harus siap berkendara atau make a longer trip.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

Review: Yello Paskal Bandung

Mendengar istilah budget hotel, saya nggak bisa bohong kalau salah satu hal yang terpikir adalah hotel-hotel cookie-cutter. Istilah hotel cookie-cutter mengacu pada hotel-hotel (biasanya akomodasi bujet) dengan desain interior yang serupa/senada. Umumnya, hotel-hotel kayak gini menerapkan gaya kontemporer minimalis pada interior kamar yang tidak memiliki keunikan/kekhasan tertentu, dan bisa ditemukan juga di hotel-hotel lain. Makanya, istilah cookie-cutter pun dibuat. In a layman’s term, mungkin sebutannya copy-paste kali, ya, walaupun memang desainnya nggak 100% identik banget.

Nah, beberapa pemilik properti melihat ini sebagai satu aspek yang bisa dimodifikasi supaya hotelnya nggak terkesan “bias-bias anjas” alias biasa aja (kalau pakai bahasanya Tante Debby Sahertian). Meskipun pada dasarnya merupakan akomodasi ekonomis, beberapa properti memainkan aspek desain sebagai keunggulannya. Walhasil, bisa kita lihat banyak banget hotel-hotel budget dengan kamar berdesain unik dan cantik yang Insta-worthy. Nggak bisa dipungkiri lagi deh. Berbagai hal Insta-worthy itu menjual banget di era seperti sekarang. Content, you know. Bahkan, beberapa hotel bujet yang mengusung desain interior unik pada akhirnya nggak lagi dipandang sebagai properti ekonomis. Saya sendiri kadang bingung ketika harus ngelompokkin properti seperti ini. Dibilang hotel budget, bukan. Dibilang hotel butik, juga bukan. Ujung-ujungnya saya selalu tag properti kayak ini ke dua kategori, budget dan midscale.

Di Bandung, ada salah satu properti milik Tauzia Hotels yang, selain lokasinya strategis gilingan alias gila, desain interiornya juga cucok meong wak (buset dah ini gue kesambet apa pake bahasa gaul terus?! Tobat, Hun!). Saya berkesempatan menginap di sini tahun kemarin bareng si Pak Suneo. Dia pilih properti ini, salah satunya karena dekat dari mal. “Supaya gampang liat-liat ke Uniqlo”, katanya. Ya, akses ke mal yang berada tepat di bawah hotel jadi salah satu keunggulan hotel ini.

Yello Paskal Bandung. Foto milik pihak manajemen hotel.

Yello Paskal Bandung adalah hotel bintang 3 yang berlokasi di Kompleks Paskal Hypersquare, Jalan Pasir Kaliki no. 25, Bandung. Properti kelas budget-midscale milik Tauzia Hotels ini merupakan hotel Yello pertama di Bandung. Saya sendiri sebelumnya sudah pernah nginap di Yello Hotel yang ada di Jakarta, tepatnya di Harmoni (udah dua kali sebetulnya. Review nanti menyusul, ya). Dari alamatnya, kita bisa tahu kalau properti ini ada di kompleks perbelanjaan yang nge-hits di Bandung. Lebih tepatnya lagi, tower hotel berada di atas bangunan Paskal 23, mal upscale yang sering jadi tujuan nongkrong anak gahol Bandung, walaupun saya lebih suka ke Paskal Food Market-nya daripada ke malnya.

Dilansir dari situs web resmi hotel, Yello Paskal Bandung mengedepankan seni urban dan teknologi sebagai keunggulannya, serta menargetkan netizen sebagai target tamunya. Well, nggak aneh sih karena dari segi desain, interior-interior hotel, baik ruang publik maupun kamar tamu menampilkan gaya yang youthful dan Instagrammable banget. Sayangnya, situs web resmi hotel nggak banyak menawarkan informasi tentang hotel itu sendiri. Untungnya, masih ada Tripadvisor yang jadi sumber referensi saya. Dilansir dari Tripadvisor, hotel Instagrammable di Bandung ini punya 105 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe: Yello Room dan Yello Suite. Nah, yang Yello Suite ini, saya juga nggak dapet banyak informasi. Namun, dari fotonya sih yang jelas kamar terlihat lebih luas dengan sofa memanjang di samping jendela. Soal fasilitas, ada restoran, ruang rapat, kolam renang, netzone, dan gaming station.

Saat berkunjung, saya menginap di kamar tipe Yello Room. Selama menginap, akses cepat ke mal jadi hal yang bikin saya senang. Gimana nggak? Mau cari makan jadi gampang. Namun, ada juga kendala yang menurut saya signifikan dan menyebalkan ketika menginap. Ulasan dan cerita lengkapnya di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Tipe Yello Room di Yello Paskal Bandung memiliki luas 20 meter persegi. Ya, dari segi luas sih, pretty standard untuk ukuran hotel budget dan bintang tiga. Kamar yang saya tempati memiliki jendela dengan view ke arah utara. Jadi, dari kamar saya bisa lihat pemandangan Gunung Tangkuban Parahu. What a nice way to start the day.

Bicara soal angka, 20 meter persegi memang bukan ukuran yang benar-benar luas, terutama saat itu sudah termasuk kamar mandi. Namun penggunaan warna putih sebagai warna dominan dan warna kuning sebagai aksen membuat ruangan terasa luas dan lapang. Apalagi, jendela di ujung ruangan pun besar dan lebar. Sinar matahari juga bisa banyak masuk ke ruangan. Oh, ya! Mohon maaf sebelumnya. Foto diambil waktu tirai jendela ditutup. Nggak ngerti deh si Pak Suneo malah nutup tirai. Silau dan panas, katanya.

Secara umum, skema warna yang diterapkan pada interior adalah putih, kuning, dan abu-abu tua. Komposisi warna ini menurut saya sih sudah pas dan nggak nabrak. Saya malah ingat dulu waktu masih pakai WinAmp di komputer (ada yang inget WinAmp), saya download custom skin dari internet. Nah, si skin ini bertema keju dan skema warna yang digunakannya adalah putih, kuning, dan abu-abu. Di samping jendela, ada chaise lounge berdesain kontemporer dengan beberapa throw pillow, serta meja kerja dengan lampu gantung yang kelihatan seperti awan mini di atasnya.

Di dekat kamar mandi, ada lemari dengan mural kartun yang menjadi salah satu focal point di kamar. Mural serupa juga saya temukan saat menginap di Yello Hotel Harmoni. Sesuai dengan konsep hotel, harus ada elemen seni di kamar. Selain mural, aspek urban art juga tercermin dari slippers yang tersedia. Sendalnya didesain kayak sneakers. Gemes! Fasilitas lain yang tersedia di kamar mencakup coffee/tea maker, electronic safe, dan TV. Sayangnya, di kamar nggak ada mini fridge. Buat yang ingin bawa makanan/minuman, pertimbangkan hal ini ya sebelum bawa makanan atau minuman ke kamar.

Kamar Mandi

Kamar mandi untuk tipe Yello Room di Yello Paskal Bandung memiliki luas yang terbatas. Interiornya didominasi ubin warna abu-abu muda yang dipasang dalam pola running bond. Nah, biasanya pemasangan ubin dalam pola running bond identik dengan gaya Industrial. Namun, kesan Industrial tidak terasa di kamar mandi karena ukuran ubin yang besar, warnanya yang masih gelap, serta nat-nya yang bukan hitam. And I think the developer didn’t intend to design the bathroom in Industrial style.

Semua area kamar mandi serba terbatas dari segi ruang. Area shower-nya segitunya dan hanya dipisahkan sebagian sisinya oleh dinding kaca. Walhasil, air tetap bisa nyiprat ke area kamar mandi yang lain. Namun, yang saya suka dari kamar mandi ini adalah keluaran air dari shower yang kencang, serta sabun dan sampo yang punya aroma citrus. Cermin berbentuk segi empat dengan sudut rounded dipercantik dengan lampu neon yang terpasang dalam cermin. Kesannya mencoba edgy, meskipun kurang greget atau ampuh untuk bikin kamar mandi terlihat lebih stylish. Perlengkapan lain yang tersedia di kamar mandi mencakup alat mandi pribadi dan gelas untuk kumur-kumur. Tidak ada hair dryer di kamar mandi.

Fasilitas Umum

Kolam Renang

Salah satu fasilitas unggulan di Yello Paskal Bandung adalah kolam renangnya. Berada di lantai lobi, kolam renang hotel menawarkan view pusat kota Bandung yang lumayan keren, terutama di sore hari. Ukuran kolam memang nggak besar, tetapi ya cukup besar lah buat sebatas bolak-balik dari ujung ke ujung. Kolam anak juga tersedia dan terpisah dari kolam dewasa.

Sebagian area kolam diteduhi oleh bangunan tower. Seating area yang ada terbatas dan yang bikin saya greget adalah, jarak dari ujung lounger ke dinding pembatas kolam terlalu dekat. Lebih tepatnya lagi, lebar jalur pejalan kaki terlalu sempit sehingga orang-orang yang lalu lalang akan kerasa terlalu dekat dengan orang yang lagi tiduran atau santai di lounger. Secara pribadi, saya sih akan ngerasa risih ketika lagi tiduran santai, dan orang dalam jarak dekat bolak-balik di depan saya. Air di kolam renang ini tidak hangat. Namun, karena konsep kolam yang outdoor dan kemungkinan terpapar cahaya matahari, sepertinya sih nggak begitu dingin. Maklum, waktu menginap saya nggak berenang. Oh, ya. Di dekat kolam renang, sebenarnya ada semacam taman kecil. Namun, menurut saya sih tamannya bukan tipikal taman-taman scenic—lebih ke arah area transisi antara kolam renang dan pintu masuk ke hotel.

Restoran & Lounge

Untuk bersantap, para tamu di Yello Paskal Bandung bisa ke restoran yang berada di lantai lobi. Nah, reservasi si Pak Suneo nggak mencakup sarapan. Walhasil, saya nggak bisa mencicipi menu sarapan yang ditawarkan di restoran ini. Namun, saya tetap ambil foto restorannya sehingga setidaknya bisa bahas aspek arsitekturnya.

Area restoran di Yello Paskal Bandung cukup luas. Di salah satu sisi ruangan, bahkan ada dua meja kayu panjang, masing-masing untuk delapan orang. Saya rasa meja ini bisa dipakai untuk rapat kecil atau semacamnya. Dilihat juga dari banyaknya station yang ada, sepertinya menu sarapan yang ditawarkan sangat beragam. Interior restoran mengusung desain kontemporer yang youthful, thanks to walls lined with colorful geometric-patterned wallpaper. Warna-warna bumi terlihat dari penggunaan furnitur dan beberapa kursi bahkan memiliki bantalan dan sandaran berwarna hijau zamrud (earthy banget, ‘kan?). Area tengah restoran dipercantik juga dengan coffered ceiling dengan pola checkerboard supaya selaras dengan desain wallpaper.

Sebagai ekstensi area restoran, di alley menuju ruang-ruang rapat dan musala ditempatkan beberapa meja dan kursi. Di lounge sendiri ada beberapa meja dan kursi makan, tentunya untuk mengantisipasi kekurangan meja dan kursi kalau okupansi hotel sedang tinggi. Area lounge diterangi oleh cahaya alami dari jendela-jendela besar yang dipasang di setiap sisi ruangan. View dari jendela, ya, lumayan bagus sih. Di salah satu sudut ruangan, ada instalasi seni berbentuk seperti pohon natal.

Gaming Station

Fasilitas yang saya sempat coba saat menginap di Yello Paskal Bandung adalah gaming station-nya. Berada di lantai lobi, area permainan ini dilengkapi televisi, mesin Xbox dan meja fussball. Di area ini juga ada beberapa tablet yang bisa digunakan pengunjung.

Karena ada Xbox, saya dan Pak Suneo pun main dan game yang kami pilih adalah Just Dance. Lumayan lah buat berkeringat. Lagu-lagu yang tersedia memang nggak banyak, tapi saya cukup terhibur dengan duel joget Waka Waka-nya Shakira dan New Face-nya PSY. Sayangnya, area yang tersedia kurang luas buat nge-dance, terutama dengan adanya meja dan kursi untuk para pengguna tablet. Walhasil, kami pun nggak bisa bergerak dengan leluasa dan beberapa kali saya keluar dari sensor konsol karena bergerak terlalu jauh.

Oh, ya! Di sini hanya tersedia satu televisi dan satu konsol. Jadi, kalau lagi rame, you might expect antrean yang lumayan panjang. Untungnya waktu itu, saya dan Pak Suneo datang duluan pas gaming station masih kosong dan bisa main lebih lama.

Lokasi

Ngomongin soal lokasi, Yello Paskal Bandung bisa jadi salah satu opsi hotel Instagrammable di Bandung yang dekat dari Stasiun Bandung. Pasalnya, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 5 menit dari Stasiun Bandung menggunakan kendaraan bermotor (tentunya selama jalanan nggak macet). Mau apa-apa juga gampang karena hotel ini berada di kompleks Paskal Hypersquare. Mau belanja, tinggal turun ke Paskal 23. Mau makan? Di Paskal 23 juga ada banyak restoran dan kafe. Ingin nongkrong malem-malem? Di belakang Paskal 23 ada Paskal Food Market yang konon punya 1.001 menu (saya nggak pernah ngitung sih), tapi tempatnya lumayan asyik buat nongkrong bareng temen-temen, terutama dengan konsep outdoor-nya (tapi bakalan misbar kalau hujan, meskipun ada juga area tertutupnya).

Di luar kompleks Paskal Hypersquare, Yello Paskal Bandung juga cukup dekat ke tempat-tempat lain, seperti Taman Balai Kota Bandung dan Alun-Alun Bandung. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, hotel ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menitan dengan kendaraan bermotor.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Selama menginap di Yello Paskal Bandung, sebetulnya saya nggak mengalami kendala ketika masih menginap. Menurut saya, staf yang bertugas ramah-ramah. Baik saya maupun Pak Suneo nggak banyak berinteraksi dengan staf hotel memang, tetapi sebagian staf yang berinteraksi langsung menunjukkan keramahan. Waktu saya kebingungan nyari Just Dance di Xbox pun, salah satu staf hotel dengan ramah mencoba bantu saya nyariin game itu dan betulkan controller yang rusak.

Hanya saja, masalah yang menurut saya signifikan dan mengesalkan terjadi setelah check-out dari hotel. Setelah check-out? Kok bisa? Jadi, gini ceritanya. Karena saya datang pakai mobil, saya pun otomatis dapat kartu tiket parkir. Nah, kartu tiket parkirnya ini sama dengan tiket parkir ke area Paskal Hypersquare. Ya, lebih tepatnya sih, saya dapat tiket parkir saat masuk ke Paskal Hypersquare, dan tiket itu juga berfungsi sebagai tiket parkir mobil hotel (lha wong parkir mobilnya aja di parkiran Paskal 23). Supaya nggak perlu bayar parkir, saya harus lapor ke pihak resepsionis. Nah, waktu itu saya lapor ke resepsionis dan staf yang bertugas kasih saya satu tiket baru yang menunjukkan bahwa saya itu tamu hotel. tiket itu nanti tinggal dikasihkan bersama kartu tiket parkir utama ke petugas parkir pas mau pulang.

Ketika mau keluar dari Paskal Hypersquare, si petugas parkir nagih lagi satu tiket. Saya bingung harus kasih tiket yang mana lagi. Ternyata, tamu hotel harus memberikan dua tiket tambahan. Jadi, satu tiket yang saya dapat dari staf itu hanya berlaku untuk satu hari. Kalau ingin gratis selama masa menginap (Sabtu-Minggu), saya harus dapat dua tiket, dan staf yang bertugas hanya kasih saya satu tiket (buat Sabtu aja). Karena saya stay dari Sabtu ke Minggu, dan saya hanya dikasih satu tiket, otomatis si gratisnya itu nggak berlaku dan saya kena charge parkir dari Sabtu ke Minggu. Lumayan tuh sekitar 70 atau 80 ribu, ya, saya lupa juga. Yang jelas saya sama si Pak Suneo sampe kewalahan nyariin uang tunai dan itu bikin saya sampai emosi dan marahin petugas parkirnya (dia juga ngomongnya ketus sih soalnya).

Akhirnya, si Pak Suneo telepon pihak hotel dan marah-marah dia di telepon. Saya juga ikut kesal karena si staf resepsionis yang bertugas kenapa hanya kasih satu tiket, dan bukan dua tiket. Kalau dia tahu bahwa peraturannya adalah tamu harus kasih dua tiket, kenapa dia hanya kasih satu tiket? Untungnya saya masih ingat nama stafnya. Jadi, ketika pihak hotel tanya siapa staf yang kasih saya tiket, saya bisa jawab siapa. Itu pengalaman yang menyebalkan dan jujur aja bikin saya sempat males main ke Paskal 23 (in fact, saya sangat jarang main ke mal itu karena selain jauh, nggak ada banyak hal di sana). Pihak hotel memberikan pengembalian dana ke si Pak Suneo untungnya.

Meskipun memang terjadi di luar masa menginap, kendala tersebut bikin baik saya dan Pak Suneo jadi kesal dan agak pikir-pikir lagi kalau ingin stay di sana. Ya, harapannya sih masalah yang sama jangan sampai terjadi lagi dan staf hotel juga mohon lebih teliti lagi.

Kesimpulan

Berada di kompleks mal yang terkenal dan jadi salah satu destinasi favorit turis domestik (terutama orang-orang Jakarta), Yello Paskal Bandung adalah hotel di Bandung yang menawarkan akses cepat ke mal dan interior kamar yang eye-catching. Dengan konsep interior yang youthful, properti ini lebih cocok buat liburan bareng teman. Namun, keluarga atau pebisnis juga sah-sah aja nginep di sini. Nggak ada larangan kok.

Interior kamar mengusung desain playful ala Yello. Ya, properti-properti Yello punya ciri khasnya tersendiri dari segi desain interior. Palet monokrom dengan sentuhan kuning sebagai colour pop jadi salah satu karakter desain interior Yello. Fasilitas yang tersedia di kamar dirasa sudah cukup, meskipun kalau ada hair dryer, kayaknya akan lebih lengkap. Slippers dengan desain sneakers jadi hal yang saya rasa cute. Sayangnya, saya nggak bawa pulang slippers-nya.

Fasilitas yang ditawarkan sudah cukup mumpuni untuk properti bintang tiga. Apalagi, di hotel ini ada kolam renang dan gaming station, dua fasilitas unggulan yang menurut saya jadi daya tarik tersendiri. Semua properti Yello punya gaming station dan fasilitas olahraga, either a gym or a swimming pool. Tersedianya musala dan meeting room juga membuat properti ini cocok buat mengadakan acara-acara formal.

Akses cepat ke Paskal 23 juga jadi kelebihan tambahan properti ini. Buat yang seneng belanja, Yello Paskal Bandung bisa jadi pertimbangan saat pilih hotel. Paskal 23 sendiri baru berdiri selama sekitar 3-4 tahunan dan jadi salah satu mal middle-upper scale di Bandung dengan tenant-tenant yang cukup terkenal seperti Zara, Uniqlo, H&M, Pull & Bear, dan Puma. In fact, Uniqlo pertama di Bandung itu dibuka di sini. Selain itu, jaraknya dari Stasiun Bandung juga jadi salah satu aspek unggulan properti ini.

Namun, kejadian kurang menyenangkan yang saya alami bikin saya jujur masih agak “trauma”. Mungkin lebih tepatnya, hal tersebut bikin saya secara pribadi mikir-mikir lagi untuk berkunjung ke sini. Saya percaya sih bahwa masalah seperti itu bisa dicegah dengan komunikasi sejak awal, tetapi setidaknya untuk sekarang, saya akan menghindari trigger trauma dulu.

Tripadvisor menyebutkan bahwa rate kamar di sini berkisar 250-514 ribu rupiah. Namun, di Agoda sendiri saya sering lihat properti ini rata-rata berada di kisaran 450 ribuan per malam. Terlepas dari kendala yang saya alami, Yello Paskal Bandung sangat bisa menjadi opsi akomodasi yang nggak hanya menarik dari segi desain, tetapi juga strategis dari aspek lokasi.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasi hotel sangat strategis. Dekat dari Stasiun Bandung. Ada mal di bawah. Di area Paskal Hypersquare sendiri ada banyak kafe dan restoran, terutama Paskal Food Market yang konon punya 1.001 menu (saya nggak pernah hitung sih).
  • Desain interior kamar cukup Insta-worthy, terutama dengan skema warna yang eye-catching.
  • Fasilitas yang tersedia cukup lengkap, terutama karena ada gaming station.
  • Rate hotel masih terbilang terjangkau.
  • Slippers-nya lucu ✨

👎🏻 Cons

  • Masalah serius yang saya alami bikin saya secara pribadi agak “trauma”.
  • Pilihan tipe kamar yang tersedia nggak banyak.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌⚪️⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

Review: Ibis Styles Jakarta Gajah Mada

Sudah hampir setahun sejak terakhir kali saya ke Jakarta. Kunjungan terakhir saya ke ibukota adalah di bulan Februari. Waktu itu, saya menginap di tiga properti yang lokasinya bisa dibilang saling berjauhan (si Pak Suneo milih lokasi dari ujung ke ujung banget soalnya). Oh, ya! Pada waktu itu juga, berita COVID-19 masih hangat-hangatnya dan kalau nggak salah, waktu saya di Jakarta itu, ada kabar soal kasus kedua apa ketiga gitu. Orang rumah sudah panik dan nyuruh saya segera pulang.

Nah, di kunjungan itu, saya sempat menginap di salah satu properti yang berada di kawasan Harmoni. Nah, saya baru tahu kalau ternyata Harmoni ini merupakan nama bangunan. Dilansir dari Liputan6.com, nama Harmoni berasal dari sebuah bangunan bernama Sociëteit Harmonie. Sayangnya, bangunan ini diruntuhkan di tahun 1985. Saya sendiri sudah nggak asing dengan istilah sociëtiet. Di era kolonial, sociëteit adalah tempat nongkrongnya orang-orang Belanda, terutama dari golongan elit. Di sana, mereka bisa berdansa, ngegosip, minum, dan berpesta. Saya jadi ingat lagu berjudul Toean dan Njonja yang dinyanyikan oleh Wieteke van Dort. Lagu tersebut menceritakan orang-orang Belanda, “tuan dan nyonya, sinyo dan noni” yang masih asyik dansa, sementara si sociëteit sudah masuk jam tutup dan para pegawainya sudah gereget pengen balik.

Anyway, daripada saya melenceng makin jauh dari topik utama, langsung aja saya akan bahas salah satu hotel yang saya kunjungi di bulan Februari.

Sudut kamar di Ibis Styles Jakarta Gajah Mada dengan jendela memanjang. Foto milik pribadi.

Ibis Styles Jakarta Gajah Mada adalah hotel bintang 3 yang berlokasi di Jalan KH. Zainul Arifin No. 5 & 7, Jakarta Pusat. Meskipun nggak secara tepat berlokasi di Jalan Gajah Mada, nama jalan tersebut tetap disebutkan dalam nama hotel. Oh, ya! Hotel ini juga dulunya bernama All Seasons Gajah Mada dan dilansir dari Hotel.com.au, properti ini menyandang nama Ibis Styles sejak bulan Januari 2019. Namun, kalau saya nggak salah ingat, ya, dari tahun 2018an pun, hotel ini namanya sudah jadi Ibis Styles (correct me if I’m wrong).

Berdasarkan informasi dari situs resmi hotel, ada 143 kamar dan 7 suite room di hotel budget Jakarta dengan desain yang unik ini. Secara total, ada 150 unit yang terbagi ke dalam tiga tipe: Superior, Deluxe, dan Deluxe Suite. Soal fasilitas, Ibis Styles Jakarta Gajah Mada punya kolam renang, bar, restoran, dan ruang rapat. Ada juga kids corner di lantai lobi yang saya kunjungi untuk main lego dan mewarnai (I’m not kidding, lho). Saya ada buktinya, lho! Ntar saya kasih lihat (and I’m still good at colouring pictures, tho!). Satu hal yang saya sukai dari properti ini adalah lokasinya. Jadi, saya dan si Suneo baru tahu kalau ternyata ada pintu menuju Gajah Mada Plaza di hotel. Walaupun memang bukan akses langsung ke mal (tetap harus jalan sedikit ke pintu samping mal), tapi seenggaknya saya nggak harus jalan kaki lebih jauh ke jalan besar dulu.

Saat berkunjung, saya menempati kamar tipe Superior. Sejujurnya, begitu masuk ke kamar, ada beberapa aspek yang melebihi ekspektasi saya. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Mengusung konsep design economy hotel, Ibis Styles Gajah Mada memang mencerminkan aspek desain dalam interior kamarnya. Dengan luas 21 meter persegi, sebetulnya tipe Superior tidak menawarkan space yang besar. Furnitur-furnitur utama ditempatkan saling berdekatan sehingga memberikan kesan “mepet”. Namun, penggunaan warna krem dan beige sedikitnya membangun kesan ruangan yang lebih lapang. Ditambah lagi, jendela yang besar dengan bentuk memanjang dan semacam ambalan kayu pada bagian bawahnya membuat ruang jadi terasa lebih luas.

Double bed yang tersedia nggak dilengkapi headboard terpisah, tetapi dinding belakang tempat tidur terdapat mural avant garde (saya kurang tahu gaya-gaya seninya jadi mohon maaf kalau salah) yang sepertinya sih menggambarkan Jakarta (garis tinggi yang mencuat ke arah atas sepertinya mewakili Monas). Di pojok ruangan, ada kursi berwarna merah dengan bentuk mbulet yang memberikan kontras warna pada interior ruangan. Nah, penempatan meja kerja di samping jendela menurut saya jadi ide yang tepat karena seru rasanya bisa kerja sambil lihat view. Apalagi, jendela yang memanjang ini punya ambalan yang cukup kuat buat diduduki. Malam-malam, saya dan Pak Suneo kedatangan teman-teman. Jadi, sambil ngobrol dan ngemil, saya sambil duduk di ambalan itu dan sesekali lihat pemandangan ke luar jendela. Asyik juga. Rasanya kayak punya bay window seat.

Lemari pakaian, electronic safe, dan set coffee/tea maker berada di hallway menuju bagian utama kamar tidur. Untuk televisi, ukurannya memang kecil, tetapi seenggaknya berfungsi dan pilihan channel-nya cukup variatif. Koneksi internet pun cukup cepat dan bisa diandalkan. Kalau saya pikir-pikir lagi desain furniturnya, sebenarnya senada dengan desain furnitur di properti-properti Ibis Budget dan Ibis biasa. Namun, balik lagi ke sebelumnya, dengan konsep design economy hotel, Ibis Styles Jakarta Gajah Mada hadir dengan interior yang lebih bergaya.

Oh, ya! Hampir lupa! Satu hal lagi yang saya suka dari kamar ini, selain jendela besar dengan ambalannya adalah hadirnya guling sebagai pelengkap tempat tidur. Oh, God! Yang belum tahu nikmatnya tidur pake guling itu, aduh, I pity you. Asli! Cobain deh tidur pake guling! Nyenyak tahu tidurnya! Nah, sisa-sisa All Seasons Gajah Mada juga bisa terlihat di sarung bantal dan guling yang dipakai. Sarung-sarung ini masih memiliki label All Seasons. Meskipun nama propertinya sudah ganti, saya pikir ini masih sah-sah aja dan bisa dipahami sih. Lha wong Ibis dan All Seasons itu brand punya chain hotel yang sama.

Kamar Mandi

Soal kamar mandi tipe Superior di Ibis Styles Gajah Mada, saya perlu bilang kalau ukurannya tidak sekecil yang saya duga. Terlepas dari luas kamar 21 meter persegi secara keseluruhan, kamar mandi masih memiliki ruang yang cukup lega. At least, lebih luas daripada kamar mandi di Ibis Budget.

Amenities di kamar mandi mencakup produk kebersihan pribadi (oh tentu saja!), handheld shower, kloset, dan hairdryer. Nggak ada rainshower dan keran terpisah. Jadi, buat teman-teman yang Muslim, kalau mau wudhu ya harus pegang kepala shower-nya. Kehadiran hairdryer di kamar mandi menjadi salah satu fasilitas yang saya apresiasi. Berhubung saya suka diinget bahwa nggak boleh langsung tidur kalau rambut masih basah, saya suka keringin dulu rambut (tapi nggak sampai kering banget) sebelum istirahat. Nah, hair dryer ini membantu mempercepat proses pengeringan ke tingkat kelembapan yang saya inginkan.

Soal desain, interior kamar mandi bisa dibilang so-so. Dibilang keren banget ngga, tapi kurang atraktif juga nggak. Biasa aja. Penggunaan ubin berwarna beige keabu-abuan membangun kesan ruang yang lebih luas dan nggak claustrophobic. Shower area memang tidak luas, tetapi punya sandblasted window yang menjadi salah satu sumber pencahayaan. Oh, ya! Yang saya kurang sukai adalah lantai kamar mandinya terlalu licin, terutama di shower area. Harus hati-hati deh pokoknya kalau mandi. Selain itu, handheld shower-nya juga bocor. Ini jadi PR deh buat Ibis Styles Jakarta Gajah Mada. Di luar kedua hal tersebut, nggak ada keluhan lain mengenai kamar mandi.

Fasilitas Umum

STREATS & Lounge Bar

Ibisi Style Jakarta Gajah Mada punya restoran bernama STREATS. Restoran ini letaknya di lantai lobi, nggak jauh dari area lift. Sarapan diadakan di sini. Nah, STREATS sendiri sebetulnya satu area dengan lounge bar. Keduanya sama-sama menawarkan pemandangan courtyard yang juga jadi area merokok untuk para tamu.

Restoran di Ibis Styles Gajah Mada memiliki luas yang cukup besar. Soal desain, warna putih menjadi warna dasar interior bergaya komtemporer yang kemudian dilengkapi warna-warna yang vibran dan kontras untuk membangun kesan ceria dan playful. Jendela-jendela setinggi dua lantai menjadi jalan masuk pencahayaan alami ke dalam ruangan, sekaligus memungkinkan para tamu untuk melihat courtyard dan area kolam renang. Waktu tiba, saya dan si Suneo nukerin voucer welcome drink ke bar dan saat itu sekitar pukul empat sore. Cahaya matahari yang masuk ke area restoran lewat jendela menciptakan pemandangan yang kata saya sih Instagrammable. Entahlah, tapi saya suka lihat cahaya matahari sore yang masuk lewat jendela. Ada aura syahdunya soalnya. Di langit-langit restoran pun ada semacam instalasi seni berbahan logam yang kalau dari bawah kelihatan seperti, kalau nggak origami kapal laut, bentuk burung.

Lounge bar sendiri saya rasa bisa dibilang sebagai salah satu ekstensi area restoran (selain smoking area di luar). Interiornya pun mengusung konsep yang sama, tapi tentunya dengan bar di salah satu sisi ruangan. Welcome drink yang waktu itu kami tukar adalah lemon tea (atau lychee tea, ya? Saya lupa, tapi intinya sih masih teh lah). Nah, di dekat area resepsionis sendiri, saya ingat ada minuman infusion yang katanya berkhasiat menjaga imunitas tubuh. Saya juga lupa nih minumannya apa, tapi rasanya dingin dan agak hangat pas nyampe tenggorokan. Soal menu sarapan, duh maaf banget, saya lupa foto. Namun, menu-menunya sih cukup variatif dan kurang lebih tipikal menu sarapan hotel-hotel bintang tiga. Kalau untuk saya sih, menu yang disajikan sudah decent.

Courtyard & Kolam Renang

Untuk fasilitas hiburan, Ibis Styles Jakarta Gajah Mada punya kolam renang. Kata si Pak Suneo sih, kolam renang ini merupakan fasilitas baru karena di era All Seasons dulu, kolam renang ini belum ada. Kebetulan dia udah pernah ke sini sebelumnya. Cuman, baik saya dan si Suneo nggak tahu pasti kapan kolam renang ini dibangun. Kolam renang di sini juga berfungsi sebagai fasilitas kebugaran satu-satunya di hotel. Posisinya mojok dan salah satu sisi kolam renang nempel dengan dinding. Nggak nempel banget sih karena masih ada jalan selebar mungkin 50-100 sentimeter buat orang lewat. Namun, jalan ini menurut saya masih terlalu sempit. Agak concerned sih, takutnya orang malah jatuh ke kolam.

By the way, waktu melihat bangunan hotel dari area kolam renang, saya jadi ingat desain atau pemandangan serupa dari Park Regis Singapore. Hotel bintang empat di Clarke Quay, Singapura ini juga punya desain eksterior yang serupa saat dilihat dari area kolam renangnya. Saya sempat komentar ke si Suneo kalau eksterior hotel mengingatkan saya sama suatu hotel di Singapura, tapi waktu itu saya lupa nama hotelnya apa dan si Suneo pun jadi nggak bisa browsing di internet buat membuktikan sendiri.

Park Regis Singapore. Sumber foto: Agoda

Ukuran kolam renang saya pikir cukup besar. Kolam anak dan kolam dewasa hanya dipisahkan semacam tembok pendek di dalam kolam. Soal panjang, yang jelas sih memang tidak memenuhi standar kolam olimpik, tapi untuk renang bolak-balik sih masih tetap bisa dan lancar tentunya. Sisi kolam yang menghadap ke courtyard dihiasi pot-pot tanaman dan pohon yang juga berfungsi sebagai pembatas. Oh, ya! Kolam renang ini posisinya lebih tinggi dari lantai lobi. Area bilas dan ganti pun ada di sisi yang berseberangan dengan area santai (yang ada bean bag-nya). Di kolam sendiri, ada banyak bola-bola plastik buat mandi bola. Jadi, kalau bawa anak-anak ke sini, kayaknya bakalan senang.

Courtyard di Ibis Styles Gajah Mada punya ukuran yang, saya nggak bisa bilang sangat luas, tetapi cukup lapang. Untuk acara skala kecil sih, kayaknya masih pas. Ada beberapa set high table/chair di area teduh. Beberapa set meja dan kursi di courtyard sendiri dibiarkan terbuka tanpa parasol (ada juga yang terlindungi parasol). Ubin batu alam dipasang untuk memenuhi seluruh area courtyard. Kesannya jadi terasa lapang, tapi di sisi lain kayak kosong. Tanaman-tanaman hias dan pohon ditempatkan di sisi-sisi courtyard sehingga bagian tengah halaman ya, sekali lagi, kosong. Namun, sepertinya area ini sering digunakan untuk gelaran kuliner atau semacamnya. Jadi, mungkin memang sengaja didesain agar lapang.

Oh, ya! Sebelumnya saya sempat bilang kalau Ibis Styles Jakarta Gajah Mada punya pintu ke Gajah Mada Plaza. Nah, pintu ini ada di area courtyard, tepatnya di dekat bangunan restoran (di foto di atas, mungkin kelihatan ada pintu kecil dengan papan pengumuman warna teal). Sebetulnya, pintu tersebut nggak menjadi akses langsung ke mal (nggak seperti Aryaduta Bandung atau Holiday Inn & Suites Gajah Mada). Namun, bikin saya cukup menghemat waktu kalau mau ke mal. Dari pintu tersebut, saya diarahkan ke jalan menuju pintu belakang Gajah Mada Plaza. Jadi, saya nggak perlu jalan jauh dulu sampai Jalan Gajah Mada buat ke mal. Hanya saja, pintu ini dibuka sampai jam tertentu (kalau nggak salah, jam 9 atau 10 malam), tapi seenggaknya sudah ada akses seperti ini aja cukup membantu.

Kids Corner

Selain kolam renang, anak-anak juga saya rasa akan senang menggunakan fasilitas ini. Berada di lantai lobi, kids corner di Ibis Styles Gajah Mada menjadi ruang bagi anak-anak untuk main dan berkreasi. Areanya sendiri tidak dibatasi oleh dinding, tetapi ditandai oleh penggunaan karpet busa puzzle warna-warni. Meja dan kursi plastik yang tersedia bisa untuk 8 anak. Di salah satu sudut kids corner, ada meja dan rak untuk menyimpan mainan dan media kreativitas. Di dekat kids corner juga ada internet corner untuk tamu yang perlu pakai komputer.

Oh, ya! Untuk main, menggambar, dan mewarnai, tamu nggak dikenai biaya, ya. Makanya, saya juga bisa main dan ngewarnain gambar di sini (aduh, kayak anak kecil, ya? He he he). Sementara saya mewarnai gambar, si Suneo sih main game di HP, tapi tetap duduknya di kids corner juga. Mungkin karena nggak ada anak-anak yang main di kids corner, saya nggak ditegur sama staf hotel. Lagi pula, hasil mewarnai saya lumayan bagus, ‘kan? He he he. Bukan mahakarya hebat sih, tapi saya bangga dengan kerjaan saya. Bahkan, gambarnya saya bawa ke Bandung dan masih ada sampai sekarang.

Lokasi

Bicara soal lokasi, sejujurnya kawasan Gajah Mada-Hayam Wuruk itu nggak menempati urutan teratas kawasan favorit saya di Jakarta. Namun, ada perasaan homy (?) ketika saya menginap atau main ke kawasan ini, terlepas dari hiruk pikuknya kawasan tersebut. Bisa jadi, mungkin karena waktu saya kecil, saya pernah tinggal di Kuningan, Jawa Barat dan rumah nenek saya (rumah yang saya tempati) berada di jalan utama. Jadi, hiruk pikuk kawasan Gajah Mada-Hayam Wuruk semacam mengingatkan saya dengan suasana di rumah nenek saya dulu.

Eh, maaf. Kok jadi nostalgia?

Ibis Styles Gajah Mada, meskipun nggak berdiri tepat di Jalan Gajah Mada, menawarkan kemudahan dalam bepergian. Jaraknya dari Jalan Gajah Mada nggak jauh. Mau ke mal, ada pintu akses cepat. Halte bis Sawah Besar juga jaraknya mungkin sekitar 5-10 menit dengan berjalan kaki dari hotel. Masih deket, lah.

Urusan cari makanan, saya pikir ini gampang banget saat menginap di hotel ini. Di seberang hotel sendiri, kalau malam hari, banyak kios-kios yang menjajakan beragam jenis makanan, dari ayam goreng sampai pecel lele. Macem-macem deh pokoknya! Minimarket pun ada di dekat hotel—sekitar 5 menit dengan berjalan kaki. Kalau ingin yang lebih lengkap sih, ya tinggal loncat ke Gajah Mada Plaza aja. Dari Stasiun Gambir, Ibis Styles Jakarta Gajah Mada bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan bermotor. Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, perjalanan ke hotel membutuhkan waktu sekitar 30-35 menit, tergantung kondisi lalu lintas sih sebetulnya. Pada prakteknya, jarak tempuh sering kali lebih lama karena, well, you know lah Jakarta.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Bicara soal pelayanan, selama menginap saya nggak mengalami kendala. Bisa dibilang, my stay experience was nice and smooth. Segala perlengkapan di kamar masih berfungsi dengan baik. Koneksi WiFi juga lancar (saya nggak perhatikan kecepatannya karena waktu menginap, saya hanya pakai internet untuk cek Instagram dan buka e-mail, tanpa download atau streaming konten yang berat). Kebersihan kamar pun terjaga. Hanya saja, soal kamar mandi, jujur lantainya licin. Saya kurang tahu apakah ini karena tekstur ubinnya atau pembersihan kamar mandinya kurang teliti.

Waktu saya menginap, saat itu wabah COVID-19 bisa dibilang baru tahap awal di Indonesia. Namun, pihak hotel sudah menerapkan berbagai protokol yang ketat. Saat mau masuk ke hotel, suhu tubuh sudah harus dicek dulu. Tamu harus pakai hand sanitizer dan masker. Intinya sih pihak hotel sudah mempersiapkan diri sejak tahap-tahap awal. Adanya minuman infusion untuk meningkatkan daya tahan tubuh di lobi untuk para tamu juga jadi sesuatu yang saya apresiasi. Setelah check-out, saya dan si Suneo sempat ngobrol panjang lebar dulu dengan Ms. Anisa (kalau saltik, mohon maaf ya) di resepsionis. Segala macem dibahas! Senang rasanya bisa bertemu staf-staf hotel yang ramah dan hangat.

Kesimpulan

Ibis dengan style. Ya, sesuai namanya sih, Ibis Styles Jakarta Gajah Mada menawarkan akomodasi khas properti Ibis, tetapi dengan desain ruangan yang lebih youthful dan unik. Saya kurang tahu sesignifikan apa perubahan properti ini setelah melepas nama All Seasons dan menyandang nama Ibis Styles. Namun, yang jelas sih pengalaman saya menginap di sana positif.

Pilihan fasilitas yang tersedia, di antaranya adalah kolam renang, meeting room, ruang serbaguna, dan kids corner. Nggak ada gym, tapi saya pikir masih bisa berolahraga buat berenang. Lagi pula, kalau renang ‘kan, semua badan gerak. Dari segi kamar, ukurannya memang nggak luas-luas banget. Ya, standar kamar tipe Superior Ibis Styles, lah. Namun, dari segi desain, jelas ada keunikan tersendiri. Desain interior kamar memang bukan desain yang super unik atau spesial. Namun, kalau dibandingkan dengan line Ibis biasa, jelas ada perbedaan. Untuk properti ini, salah satu ciri khasnya adalah mural di dinding. Selain itu, saya juga suka dengan jendela besar memanjang yang punya ambalan untuk duduk-duduk sambil lihat pemandangan. Untuk kamar mandi, ukurannya lebih luas dari dugaan. Hanya saja, lantai area shower-nya terlalu licin.

Lokasi juga jadi salah satu keunggulan properti ini. Bisa dibilang sih, properti-properti yang berdiri di kawasan Gajah Mada-Hayam Wuruk itu unggul dalam aspek lokasi. Secara lah di kiri kanan banyak restoran, kafe, mal, minimarket, dan tempat-tempat semacamnya. Kawasan Gajah Mada-Hayam Wuruk sendiri masih relatif dekat dari Stasiun Gambir (buat saya secara pribadi sih, selama belum nyampe area LTC Glodok dan Glodok Plaza, masih deket lah dari stasiun). Jadi, untuk yang datang dari luar kota dan turun di Stasiun Gambir, perjalanan ke hotel ini nggak akan memakan waktu yang terlalu lama. Ditambah lagi, ada akses menuju mal (meskipun bukan direct access) sehingga saya nggak perlu repot-repot jalan kaki ke mulut jalan dulu kalau mau ke Gajah Mada Plaza.

Dengan rate dari 550 ribuan (berdasarkan info dari Tripadvisor), harganya memang bisa dibilang di atas rata-rata untuk economy hotel. Namun, mempertimbangkan fasilitas yang tersedia dan desain kamar, saya bisa paham. Kalau cek harga di aplikasi ALL, mungkin bisa dapat rate yang lebih murah karena kadang-kadang suka ada diskon atau promo. Secara keseluruhan, pengalaman menginap saya positif dan dengan lokasi strategis, Ibis Styles Jakarta Gajah Mada bisa jadi properti ekonomis untuk siapa pun yang ingin step up their staycation game, tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya masih strategis walaupun tidak berada di Jalan Gajah Mada. Depan hotel ada banyak warung makanan, in case malam-malam pengen makan apa gitu.
  • Ada pintu akses cepat ke Gajah Mada Plaza, walaupun bukan direct access ke bangunan malnya.
  • Tersedianya fasilitas kolam renang jadi salah satu kelebihan untuk hotel ini, terutama dengan adanya pernak-pernik macam bola-bola plastik dan bean bag buat nyantai.
  • Jendela kamar punya dimensi yang besar dan ambalan buat duduk-duduk.
  • Interior kamar cukup stylish.
  • Ada guling! Oh! I love bantal guling so much!

👎🏻 Cons

  • Lantai di area shower terlalu licin.
  • Area courtyard terasa nanggung. Dibilang kosong banget sih nggak, tapi dibilang terisi juga nggak juga.
  • Jalur untuk orang lewat di pinggir kolam renang rasanya terlalu sempit. Saya agak khawatir orang jatuh ke kolam.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶 (bonus setengah poin karena ada guling!)
Desain: 😆😆😆😶⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰

Review: ARTOTEL Thamrin

Di Bandung, kluster baru virus yang menyebalkan itu muncul dan gara-gara itu, orang tua saya menetapkan “travel ban”. Saya nggak tahu bakalan sampai kapan si travel ban ini dan jujur aja, saya ada di situasi dilematis. Di satu sisi, saya jadi takut buat bepergian karena kluster baru ini wilayahnya cukup luas. Di sisi lain, saya dan kakak udah ada rencana ingin nginap-nginap karena bulan depan, dia mau nikah (yay!). Ya, sebetulnya nggak masalah sih ketika nggak bisa nginap di hotel. Cuman, ‘kan, saya sebetulnya lagi ngumpulin poin dan night supaya akun Bonvoy dan IHG bisa naik status. He he he.

Anyway, tulisan kali ini akan membahas satu hotel di Jakarta yang sudah saya kunjungi dua kali. Di kunjungan pertama, saya nggak sempat ambil foto dan semacamnya karena stay di sana itu sebetulnya untuk transit. Nah, di kunjungan kedua, saya ambil dokumentasi supaya bisa tulis review untuk hotel tersebut. Hotel Instagrammable ini berada di Jakarta Pusat, tepatnya bersebelahan dengan Sarinah.

546859_16102321180048046014
Fasad ARTOTEL Thamrin. Foto milik pihak manajemen hotel.

ARTOTEL Thamrin adalah hotel bintang tiga yang berlokasi di Jalan Sunda No. 3, Jakarta Pusat. Hotel unik di Jakarta ini adalah salah satu properti yang saya suka. Selain karena desain interiornya yang youthful, location-wise hotel ini juga memberikan kemudahan buat pergi ke mana-mana. Pertama kali menginap, saat itu bulan puasa di tahun 2018 (bulan Mei karena berdekatan dengan ulang tahun saya). Nah, kunjungan kedua saya itu di bulan Desember 2019, setahun setelah kunjungan pertama. Nggak banyak yang berubah sejak kunjungan pertama, kecuali dari segi service yang menurut saya lebih baik (untuk lengkapnya, nanti dibahas di segmen khusus).

Dari luar, bangunan hotel ini tampil mencolok dengan fasad bermural dan bentuk bangunan yang tinggi memanjang ke belakang. Ya, sesuai dengan judulnya, hotel unik ini menampilkan banyak karya seni. ARTOTEL sendiri punya beberapa branch, seperti ARTOTEL Wahid Hasyim, Goodrich Suites, dan Kemang Icon di Jakarta, dan de Braga by ARTOTEL di Bandung. Sebetulnya, ada lebih banyak lagi cabang di kota-kota lain, cuman yang saya ingat baru itu. Dilansir dari situs resminya, ARTOTEL Thamrin berkolaborasi dengan 8 seniman kontemporer Indonesia dan hasil dari kolaborasi tersebut bisa kita lihat dalam bentuk mural dan karya seni yang tersebar di setiap lantai. Oh, ya! Setiap lantai juga punya konsep karya seni yang berbeda. Menurut saya ini seru sih karena setiap pengalaman menginap bisa berbeda dan nggak membosankan.

Berdasarkan halaman Tripadvisor-nya, ada 107 kamar di hotel ini dan semuanya dikategorikan ke dalam 3 tipe: Studio 20, Studio 25, dan Studio 40. Soal fasilitas, dari segi jumlah sih memang tidak banyak. Namun, hotel ini punya rooftop bar, restoran, artspace, ruang rapat, dan penyewaan sepeda. Karena berkiblat pada seni, salah satu fasilitas yang menurut saya paling menonjol dan keren adalah artspace-nya. Saya beruntung karena pada waktu itu, sedang ada art exhibition yang berkaitan dengan laut dan perikanan. Saat menginap, saya memesan kamar tipe Studio 20. Waktu itu, saya hanya menginap satu malam, tapi kayaknya ke depannya saya ingin coba nginap lebih lama, terutama karena lokasinya yang benar-benar memanjakan saya. Ulasan lengkap saya bahas di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

ARTOTEL Thamrin hanya menawarkan tiga tipe kamar. Namun, semuanya didesain dengan cantik dan teperinci untuk memberikan pengalaman menginap yang berkesan. Kamar yang saya tempati merupakan tipe Studio 20. Berdasarkan situs resmi hotel, tipe ini memiliki luas 20 meter persegi, sesuai namanya. Nah, di Bandung saya udah dua kali menginap di de Braga by ARTOTEL dan mencoba dua tipe kamar, Studio 25 dan Studio 28. Menurut saya, Studio 20-nya Thamrin dan Studio 25-nya de Braga ini nggak jauh beda dari segi luas. Waktu saya cross-check ke situs resmi de Braga, ternyata tipe Studio 25 itu luasnya 22 meter persegi. Oalah! Pantes aja rasanya nggak jauh beda.

IMG_20191222_145120
IMG_20191222_145008_1

Focal point dari kamar ini, tiada lain dan tiada bukan, adalah mural di dinding. Ada dua mural di kamar, satu di dinding belakang headboard dan satu lagi di dinding di samping tempat tidur. Untuk menyeimbangkan tampilan mural yang rumit, ramai, dan penuh warna, dinding kamar menggunakan warna abu-abu muda. Sebetulnya, interior kamar sendiri menggunakan palet monokromatik (tanpa menyertakan mural). Langit-langit yang tinggi juga memberikan kesan kamar yang luas. Namun, penerangan yang digunakan memiliki warna hangat. Jadi, di malam hari kamar tetap terasa nyaman dan hangat, tanpa terkesan gelap dan somber akibat palet warna monokrom.

Perlengkapan kamar di tipe Studio 20 bisa dibilang sudah pas. Mesin pembuat kopi Nestle Dolce Gusto juga tersedia di kamar. Oh, ya! Kalau diperhatikan lagi, table lamp dan kursi kerja di kamar punya desain yang unik. Waktu masuk pertama kali ke kamar, saya sempat kaget karena saya kira kursinya rusak. Ternyata, desainnya memang sengaja dibuat crooked begitu.  Waktu duduk pun, saya agak parno, tapi keseimbangan dan kekokohan kursi terjaga kok. Untuk tempat tidur, nggak ada masalah dengan kasurnya. Cukup besar dan nyaman. Bantal firm dan soft pun disediakan. No objection sih buat aspek ini.

IMG_20191222_145205
IMG_20191222_145053
IMG_20191222_145103

In-room amenities lainnya mencakup kulkas mini, TV 32 inci, dan safety box. Saya nggak sempat foto area lemari pakaian dan gantungan, tetapi dari segi desain sih sama seperti yang di de Braga. Oh, ya! Saya menempati kamar di lantai enam. Meskipun memang jendelanya menghadap ke gedung sebelah, tetapi saya masih tetap bisa melihat area Sarinah dengan jelas, terlebih lagi karena kamar berada di lantai yang cukup tinggi. Nah, saat menginap, televisi di kamar sempat bermasalah. Jadi, tiba-tiba semua channel hilang. Salah satu staf hotel sempat bilang bahwa sedang ada perbaikan layanan TV kabel. Seingat saya, bahkan ada stiker atau kertas pemberitahuan soal gangguan tersebut. Sedikit mengganggu sih, tapi karena saya pun nggak sering nonton TV, jadi nggak begitu masalah sih.

Kamar Mandi

Seperti di kunjungan pertama, hal yang saya suka dari kamar mandi di ARTOTEL Thamrin itu masih sama: shower. Memang nggak ada rainshower di kamar mandi, tetapi kekuatan semburan airnya yang kencang dan kepala shower yang bisa diatur bikin saya betah mandi air panas lama-lama. Jatohnya nggak hemat air sih. Jangan ditiru, ya! Seandainya ada rainshower, saya rasa bakalan lebih bagus lagi (dan saya mandi bisa tambah lama lagi mungkin).

Kamar mandi punya luas yang cukup terbatas. Penggunaan warna-warna cerah membuat kamar mandi terasa lebih lapang, meskipun memang warna hitam digunakan sebagai “variasi” supaya kamar mandi nggak terkesan garing. Pencahayaan pun menggunakan warna hangat. Ya, pantes aja saya betah mandi lama-lama. Produk mandi pun sudah tersedia di samping wastafel. Secara keseluruhan, nggak ada masalah dengan kamar mandi. Mungkin yang perlu saya perhatikan adalah kebiasaan ber-shower air panas lama-lama. Enak sih sebetulnya bisa pijat-pijat punggung, paha, dan betis pakai air panas, tapi itu buang-buang air juga jatuhnya. Aduh…

Fasilitas Umum

BART – Rooftop Bar

ARTOTEL Thamrin punya rooftop bar yang cukup terkenal bernama BART atau Bar at the Rooftop. Di kunjungan pertama dan kedua, saya ke sana untuk sekadar hangout bareng teman sambil menikmati suasana malam dan “lihat lampu”. Namun, saya harus kasih thumbs up buat pihak hotel karena dari segi service, kualitas dan keramahan staf sudah jauh lebih meningkat (nanti saya bahas detailnya di segmen khusus).

IMG_20191222_212154
IMG_20191222_213248

Nah, karena kondisi bar yang sangat remang dan pencahayaan yang kurang memadai, saya jadi nggak ngambil foto si bar itu sendiri. Lagi pula, saya udah telanjur asyik ngobrol sambil menikmati minuman dan jajanan bareng teman. Salah satu hal yang saya suka saat berkunjung ke Jakarta adalah main ke rooftop bar sebetulnya (atau tempat lain yang memungkinkan saya buat ngobrol santai sambil lihat pemandangan kota di malam hari). Maklum, di Bandung ‘kan gedung-gedung tingginya nggak sebanyak di Jakarta.

Oh, ya! Kalau mau ke sini, pastikan nggak pakai sandal hotel, ya. Di sini, tamu diimbau mengenakan sepatu. Ini buat alasan keselamatan juga sebetulnya karena area bar ini sangat remang dan beberapa area memiliki lantai kayu. Jadi, ya intinya sih buat menghindari tersandung atau semacamnya yang bisa melukai jari kaki.

Artspace

Sesuai namanya, ARTOTEL Thamrin punya artspace yang berada di lantai dua hotel. Untuk mengakses area ini, kita bisa pakai lift atau tangga. Kalau saya sih, waktu itu pakai tangga karena desain tangga yang melingkar itu sendiri menurut saya keren banget, dan tangga ini berlanjut sampai ke lantai 3 atau 5… Saya lupa.

IMG_20191222_225623
IMG_20191222_225615

Waktu saya menginap, saat itu karya-karya yang dipamerkan bertema kelautan. Nah, hal ini berkaitan juga dengan kondisi laut saat ini yang penuh sampah dan polusi sehingga membahayakan biota laut. Saya ingatkan ya, jangan buang sampah sembarangan. Buat yang masih suka buang sampah sembarangan, tobat deh cepet-cepet. Ya, kalau masih punya kebiasaan jelek kayak gitu, jangan harap pantai dan laut bisa bersih deh. Soalnya ‘kan salah satu “kontributor”-nya ya kamu. Jadi, demi dunia yang lebih baik (dan buat kebaikanmu sendiri), jangan suka buang sampah atau limbah sembarangan, ya, mau di jalanan, hutan, atau laut sekali pun.

IMG_20191222_225733
IMG_20191222_225635
IMG_20191222_225810

Area artspace yang tersedia memang nggak besar dan bentuknya mengikuti koridor dengan void ke lantai satu. Di salah satu sudut area ini, terdapat boks telepon umum yang berfungsi sebagai business center. Kalau saya perhatikan, hanya ada satu komputer di sana, tapi memang komputer itu sendiri pun nggak ada yang pakai sih. Oh, ya! Di lantai dua ini ada toilet yang menurut saya desainnya nendang dan agak bikin seram karena gelap. Saya lupa nggak foto toiletnya, cuman kurang lebih interiornya didominasi warna hitam, dengan drop-light di beberapa titik dan, kalau nggak salah, ada sketsa wanita hitam putih juga (atau ini jangan-jangan di toilet rooftop bar, ya?).  Intinya sih desainnya bikin saya agak kaget waktu kali pertama masuk.

Double Chin

ARTOTEL Thamrin juga punya restoran bernama Double Chin. Restoran ini berada di lantai lobi dan bisa diakses dengan mudah saat kita masuk ke hotel. Posisinya ada di sisi kanan bangunan setelah kita melewati pintu utama. Di bagian tengah ruangan, ada juga bar yang menyajikan bir, cocktail, dan minuman lainnya.

IMG_20191222_225720
IMG_20191222_223843
IMG_20191222_225601

Di pagi hari, sarapan disajikan di Double Chin. Area restorannya cukup luas dan bentuknya memanjang ke arah dalam. Interior Double Chin bergaya kontemporer dengan sentuhan youthful, chic, or whatever you call it. Mural-mural dipajang di dinding dan langit-langit. Beberapa tanaman rambat juga ditempatkan di sini sebagai elemen hijau untuk ruangan. Nggak banyak memang, tapi seenggaknya memberikan kesan yang lebih sejuk.

IMG_20191223_093033
IMG_20191223_095813
IMG_20191223_095743

Untuk menu sarapan, saya merasa nggak ada keluhan. Dibilang variatif, ya cukup variatif. Hanya saja dari segi keunikan sih, nggak ada sesuatu yang superspesial. Menu khas sarapan seperti bubur dan nasi tersedia. Namun, menurut saya sajian yang jadi tambahan cukup menarik sih waffle. Lengkap dengan maple syrup, waffle bisa jadi menu sarapan baru buat yang ingin variasi. Saya sendiri nggak ambil waffle karena lidah dan perutnya udah Indonesia banget. Jadi, perlu makan nasi supaya ngerasa kenyang dan dapat feel “udah sarapan”.

IMG_20191223_085622
IMG_20191223_084825
IMG_20191223_084544
IMG_20191223_084520
IMG_20191223_084512

Di samping restoran, ada koridor sempit sebagai extension restoran. Area ini dipakai juga sebagai smoking area. Lorong ini punya dinding batu di salah satu sisinya. Area ini punya atap kanopi (atau kaca, ya?) yang memungkinkan cahaya untuk masuk secara optimal. Sebagai dekorasi, ada tanaman rambat yang dipasang di trellis kayu di langit-langit, serta lampu berbentuk bola putih polos. Dengan atap kaca, bisa dipastikan area ini terasa gerah, terutama di siang hari. Waktu saya ambil foto pun, lorong ini kerasa panas. Namun, ada satu unit air conditioner di sini buat menyejukkan udara.

IMG_20191223_093323
IMG_20191223_093300

Lokasi

Untuk aspek yang satu ini, saya bisa bilang ARTOTEL Thamrin adalah properti yang unggul. Secara pribadi, kalau di Jakarta saya suka hotel yang dekat dengan transportasi umum, terutama MRT karena saya kalau jalan-jalan sendiri, pasti nyari tujuan yang dekat dengan stasiun MRT (atau seenggaknya dekat dengan halte Transjakarta). Ada sih taksi online, tapi ‘kan kondisi jalanan nggak bisa diduga dan sering kali macet.

Ada dua moda transportasi umum terdekat dari ARTOTEL Thamrin, Transjakarta dan MRT. Kalau mau pakai Transjakarta, tinggal jalan ke halte Sarinah (jalan kaki paling makan waktu 5 menit). Stasiun MRT Bundaran HI pun jaraknya hanya 5-7 menit dari hotel dengan jalan kaki. Hotel ini lokasinya memang di pusat kota banget. Jadi, ke mana-mana gampang. Soal belanja atau makan, ada banyak banget opsi yang bisa ditemukan di sekitar properti. Di seberang hotel ada Sarinah. Kalau mau wisata kuliner, bisa jalan kaki sedikit ke Jalan Sabang. Di Jalan Wahid Hasyim sendiri ada banyak kafe dan restoran menarik. Soal belanja, hotel ini dekat dari Plaza Indonesia dan Grand Indonesia. Kalau jalan kaki, mungkin perjalanan memakan waktu 7-10 menitan. Nggak lama kok.

Dari Stasiun Gambir, ARTOTEL Thamrin bisa ditempuh dalam jarak 15 menitan menggunakan kendaraan bermotor (kalau kondisi jalan nggak macet parah). Kalau dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, perjalanan ke hotel memakan waktu sekitar 40-50 menit menggunakan kendaraan bermotor (lagi-lagi tergantung kondisi jalanan).

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. 

Bicara soal pelayanan di ARTOTEL Thamrin, di kunjungan kedua ini saya merasa kualitas pelayanannya jauh lebih baik. Para staf yang bertugas ramah dan helpful. Kebersihan dan perawatan kamar juga baik. Meskipun memang ada masalah dengan channel TV pada waktu itu, pihak hotel sudah memberi tahu sejak awal lewat semacam stiker atau surat. Hal seperti ini saya rasa patut diapresiasi. Ya, ‘kan, daripada kanal TV bermasalah dan pihak hotel nggak bilang apa-apa, dan kita harus komplain? Kalau pun memang komplain, dengan adanya pemberitahuan tersebut komplain kita mungkin lebih ke arah “Perbaikannya sampai kapan, ya?” dan bukan macam “Ini kok TV-nya nggak ada channel-nya?”.

Di awal, saya bilang bahwa saya pernah sebelumnya menginap di ARTOTEL Thamrin dan mengalami kejadian nggak enak di bART. Jadi, pada waktu itu saya nginap dengan teman dan nongkrong di rooftop bar sambil ngobrol. Waktu itu, kita ngobrol lama sampai mendekati jam tutup bar. Memasuki jam tutup order, tiba-tiba ada salah satu pegawai yang datang sambil bawa bill. Yang bikin saya dan teman saya kesal adalah pegawai ini nggak ngomong apa-apa, langsung simpan bill di atas meja, dan pergi begitu aja. Menurut kami, itu nggak sopan karena harusnya dia bilang sesuatu. Untungnya, di kunjungan kedua, kejadian seperti itu nggak ada dan nongkrong di bART pun berjalan mulus. Staf yang bertugas di resepsionis dan Double Chin juga ramah-ramah. So far, dari segi kualitas layanan, saya nggak ada objection. Dari segi masalah saat menginap pun, sepertinya urusan channel TV yang bermasalah bukan jadi hal besar karena saya sendiri memang jarang nonton TV, tapi inisiatif pihak hotel untuk memberi tahu tamu sejak awal lewat surat atau stiker jadi sesuatu yang layak diapresiasi.

Kesimpulan

Artsy and affordable. Di era seperti sekarang—saat liburan macam jadi kebutuhan, terutama di kalangan para remaja dan young adult, kehadiran akomodasi terjangkau jadi penolong. Berdasarkan pandangan saya pribadi, saat sedang on budget dan ingin jalan-jalan, pastinya akomodasi-akomodasi di kelas budget ke midscale jadi prioritas saat merencanakan liburan. Salah satu alasannya adalah karena saya nggak banyak menghabiskan waktu di hotel dan lebih banyak “keluyuran” di kota tujuan. Intinya sih hotel betul-betul jadi tempat numpang tidur. Namun, hadirnya akomodasi budget dengan desain interior yang unik jadi game changer yang memungkinkan tamu beraktivitas lebih lama di hotel (bisa buat foto-foto, santai, atau semacamnya).

ARTOTEL Thamrin adalah pilihan hotel yang dari segi harga terjangkau, tetapi menawarkan pengalaman menginap yang nggak kalah unik dengan hotel-hotel seniornya (in terms of hotel class, ya). Keunggulan utamanya ya faktor seninya. Sesuai namanya, ada banyak karya seni yang dipamerkan di hotel ini, termasuk di kamar. Setiap lantai mengusung tema yang berbeda dan ini saya rasa jadi semacam strategi menarik supaya tamu datang lagi buat menginap di kamar dengan tema yang lain (and I would love to come back again to be honest). Di hotel ini juga banyak spot Instagrammable yang sayang buat dilewatkan.

Soal fasilitas, ARTOTEL Thamrin punya rooftop bar sebagai salah satu amenities unggulan. Dengan view kawasan Thamrin dan sekitarnya, rooftop bar di sini bisa jadi tempat nongkrong yang seru bareng teman. Ada juga artspace di hotel ini dengan exhibition yang berbeda-beda (untuk jadwal pastinya, bisa cek langsung situs resmi hotel). Faktor lainnya yang bikin hotel ini unggul adalah lokasinya. Ke mana-mana gampang karena dekat stasiun MRT dan halte Transjakarta.

Di halaman Tripadvisor-nya, rate hotel ini mulai dari 324 ribu rupiah. Kalau dengan pajak dan biaya layanan, mungkin jatuhnya sekitar 400 ribuan. Namun, dengan rate segitu, saya rasa ARTOTEL Thamrin menawarkan lebih dari sekadar “tempat buat numpang tidur”. Dengan lokasi prima, desain interior kamar yang artsy, dan rooftop bar yang keren, dan rate yang relatif terjangkau, properti di pusat Jakarta ini layak banget untuk dipertimbangkan.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Desain interior kamar keren banget, apalagi dengan mural yang unik. Setiap lantai mengusung tema yang berbeda. Jadi, tiap kamar muralnya pun beda-beda dan ini bisa memberikan pengalaman menginap yang beda juga, meskipun di properti yang sama.
  • Lokasinya superstrategis. Ke stasiun MRT dekat, ke halte TJ dekat, ke mal dekat, restoran dan kafe ada banyak di sekitar properti.
  • Rate-nya relatif terjangkau. Ditambah fasilitas yang decent dan desain interior yang unik, rate segitu sih reasonable.
  • Rooftop bar di hotel ini bisa jadi tempat nongkrong yang asyik bareng teman-teman. Harga makanan dan minumannya pun masih tergolong wajar untuk level bar di hotel.
  • Ada artspace dengan exhibition yang selalu digilir. Jadwal exhibition bisa dicek di situs resmi hotel.
  • Ada Nestle Dolce Gusto.

👎🏻 Cons

  • Kalau ada gym, kayaknya makin lengkap hotel ini.
  • Saya lupa bilang soal parkiran. Area parkir hotel ini terbatas. Jadi, kalau berkunjung menggunakan kendaraan, jangan kaget kalau parkirannya penuh. Namun, ada petugas parkir yang berjaga kok. Jadi, nanti tetap bisa diarahkan sama dia (atau dikasih valet).

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰

Review: Moxy Bandung

Wah! Saya hiatus berapa lama nih dari blog ini? Karena tanggung jawab pekerjaan, saya “terpaksa” menelantarkan blog review ini. Padahal, masih ada belasan hotel yang menunggu untuk saya ulas. Ke depannya, saya akan coba deh nyolong-nyolong waktu buat nulis ulasan lagi supaya blog ini juga bisa tetap jalan. This is one of my passion. Jadi, ya sayang banget kalau ditelantarkan. Sudah seperti anak sendiri, kalau kata salah satu iklan kecap sih.

Di bulan Agustus kemarin, saya sempat menginap di salah satu hotel yang berlokasi di kawasan Dago. Bos Permata (udah bukan di Panin lagi soalnya si Suneo) main ke Bandung untuk merayakan HUT RI dan dia pesan kamar di hotel ini atas referensi dari temannya yang juga reviewer hotel. Kalau saya kebetulan lagi main ke daerah Dago, saya sering lewati hotel ini, tapi ya hanya lewat. Saya pernah sih lihat foto-foto interiornya dan menurut saya cukup unik, tapi seunik apa itu, saya nggak yakin. Saya harus datang ke hotelnya langsung supaya bisa menilai lebih baik. Karena kebetulan si Pak Suneo nginap di sini, akhirnya ya sudahlah sekalian saya main dan review properti.

Moxy Bandung
Fasad Moxy Bandung. Foto milik manajemen hotel.

Moxy Bandung adalah hotel bintang tiga yang berlokasi di Jl. Ir. H. Djuanda No. 69, Bandung. Location-wise, hotel ini posisinya strategis karena ada di persimpangan. Oh, ya! Dari Balubur Town Square (Baltos) pun hotel ini cukup dekat jaraknya. Bisa lah jalan kaki. Dulu saya pernah paruh waktu kerja bantuin teman di kafe punyanya Baltos. Kalau dilihat dari luar, bangunan hotel cukup terhalangi oleh pohon-pohon besar. Sebenarnya, bangunannya sendiri unik karena berbentuk huruf L, dengan rooftop bar di atasnya.

Hotel ini merupakan salah satu hotel butik di Bandung yang mengedepankan desain yang unik. Kalau lihat di foto-fotonya (nanti juga bisa lihat di segmen berikutnya), interior hotel mengusung gaya Industrial yang kental. Desain ini dipadukan dengan sentuhan vintage dari penggunaan neon warna-warni dan beberapa pernak-pernik khas tahun 80/90-an. Bisa dibilang Moxy Bandung ini hotel Instagrammable banget. Saya sendiri selama nginap, banyak pakai HP buat foto-foto karena tempatnya emang Insta-worthy. Cocok deh buat avid Instagram users.

Ada 109 kamar di hotel ini yang terbagi ke dalam tiga tipe, yaitu Moxie, Dago Deluxe, dan Braga. Nah, tipe kamar terakhir itu merupakan suite room. Untuk fasilitas, Moxy Bandung punya restoran, lounge, meeting room, gym, ironing room, dan rooftop bar. Waktu menginap di sana, saya dapat kamar Dago Deluxe. Kebetulan, kamar saya merupakan corner room dengan view ke arah Dago dan Jembatan Pasopati. Ulasan lengkapnya ada di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain kamar, saya sih percaya sama Moxy Bandung. Sebagai hotel butik, tentunya desain interior yang cantik menjadi aspek yang penting. Di kawasan Dago, sebenarnya Marriott punya 4 properti, tapi yang secara jelas menargetkan muda-mudi sebagai segmentasi pasarnya ya hotel ini. Seperti yang saya bilang sebelumnya, hotel ini mengusung gaya Industrial sebagai desain utama. Nah, di hotel ini, akses kamar ada dua pilihan: lewat card atau aplikasi Marriott. Kalau kamar dipesan melalui aplikasi atau situs Marriott, akun yang terdaftar akan terhubung dengan pemesanan dan kita bisa masuk ke kamar dengan mendekatkan ponsel (yang ada aplikasi Marriott-nya) ke pintu. Praktis, deh!

Dengan luas 24 meter persegi, kamar Dago Deluxe terasa cukup lapang. Ada dua jendela yang menghadap ke utara dan barat di kamar. Ini artinya, ada banyak cahaya matahari yang masuk ke kamar sehingga bisa mengurangi penggunaan lampu. Sayangnya, di sore hari intensitas cahaya matahari yang masuk ke kamar cukup kuat. Walhasil, suhu di kamar pun jadi terasa lebih panas. Palet warna monokromatik yang cerah juga bikin kamar terasa lebih luas. Dinding semen ekspos di belakang tempat tidur menjadi semacam focal point di kamar. Headboard tempat tidur menggunakan warna gelap untuk membangun kontras dengan dinding.

Oh, ya! Karena si Pak Suneo ini member Marriott Bonvoy, begitu masuk kamar ternyata sudah ada kejutan dari para staf hotel. Ada dua flamingo dan beberapa dekorasi stik di atas headboard. String lights juga dipasang di atas headboard. Di atas tempat tidur, sudah ada papan catur dan balok-balok UNO Stacko yang disusun menjadi tulisan “AT THE MOXY”. Gemas banget!

IMG_20190818_132812
IMG_20190818_132902
IMG_20190818_132957

En-suite amenities yang tersedia memang terbatas. Di kamar tidak ada kulkas kecil dan lemari pakaian tertutup. Namun, fasilitas hiburan seperti TV dan koneksi WiFi sih tetap ada. Di sore hari, saya dan Suneo sempat ketemu dengan Pak Raksa, “kapten”-nya Moxy Bandung untuk ngobrol tentang properti ini, properti-properti Marriott yang lain, dan dunia perhotelan. Menurut beliau, hotel ini mengusung konsep yang lebih “simpel”. Beberapa fasilitas memang “disunat” dari kamar. Setelah diperhatikan, di kamar nggak ada kulkas dan coffee/tea maker. Memang disediakan dua botol air mineral, tapi kalau mau ngopi atau ngeteh, tamu harus ke lobby lounge buat bikin sendiri minuman (gratis kok, kecuali minuman lain kayak bir atau soju). Secara pribadi, menurut saya konsep ini agak merepotkan, tapi waktu menginap, saya memang nggak ada keinginan buat bikin teh atau kopi sih so it didn’t matter.

IMG_20190818_133022
IMG_20190818_133047
IMG_20190818_133109
IMG_20190818_133219_1

Kalau biasanya hotel menyediakan kursi lengan, di sini ada bean bag yang ditempatkan di salah satu sudut kamar. Ada wall lamp di belakangnya sebagai sumber cahaya kalau mau baca buku. Saya sih suka dengan penggunaan bean bag di kamar. Oh, ya! Staf hotel juga menyediakan ukulele (yang sayangnya fals) dan teddy bear raksasa berwarna pink. Unch maksimal deh buat foto-foto! Ada juga rubiks yang nggak bisa saya mainkan. Intinya sih, di kamar ada banyak mainan dan hiburan yang bikin betah. The inner child of me was so alive!

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, saya suka dengan skema warnanya yang cerah. Walaupun masih dalam balutan warna-warna monokrom, penggunaan tiles warna putih dengan pola running bond dan pencahayaan yang terang membuat kamar mandi terasa lebih lapang. Gaya Industrial terlihat dari penggunaan tiles dan furnitur berdesain Utilitarian.

IMG_20190818_133359
IMG_20190818_133354

Shower area-nya cukup luas dan dibatasi oleh dinding kaca. Ada rainshower di sini jadi lumayan lah untuk “galau time”. Dispenser sabun dan sampo sudah tersedia di shower area. Rak handuk bergaya Utilitarian dipasang di atas kloset. Desainnya simpel, tapi cantik. Bisa jadi inspirasi buat rumah idaman di masa mendatang. Sayangnya, nggak ada split level antara shower area dengan area kamar mandi yang lain. Ini artinya air masih bisa meleber dan meluas ke mana-mana.

IMG_20190818_133422
IMG_20190818_133435
IMG_20190818_133343_1

Amenities kamar mandi lainnya yang tersedia mencakup hair dryer, sikat & pasta gigi, hand soap, dan hand towel. Wastafel kamar mandi cukup besar dan bukan tipikal basin yang dangkal sampai airnya gampang tumpah ke mana-mana. Di samping cermin, ada lampu dinding Industrial khas kapal laut. Kalau pernah nonton Titanic, pasti nggak asing sama lampu kayak gini. Oh, ya! Saya lupa. Tepat di depan kamar mandi, ada satu dinding dekoratif yang juga fungsional. Di dinding ini terpasang beberapa foto dan typographical art berbingkai yang bersanding dengan beberapa gantungan pakaian. Walhasil, dinding ini jadi spot yang Instagrammable. Secara pribadi, ini bagian kamar yang saya suka, selain pojok bean bag.

Fasilitas Umum

Lobby Lounge

Moxy Bandung mengusung konsep lobi dan resepsionis yang menyatu dengan lounge. Check-in pun dilakukan di kasir lounge. Mekanismenya jadi terasa santai. Pas sih karena memang hotel ini menargetkan kawula muda sebagai pangsa pasarnya. Area bar berada di tengah-tengah ruangan dengan langit-langit setinggi dua lantai. Di belakang bar, ada beberapa counter dan lemari yang memuat makanan dan minuman, baik yang gratis maupun yang berbayar. Di lounge ini, saya dan Suneo ketemu sama Pak Raksa. Sementara mereka berdua ngobrol, saya ngabisin dua chocolate Martini yang dipesen karena si Suneo baru neguk sekali udah bilang kenyang. By the way, waktu itu lagi ada promo buy one get one. Lumayan lah kalau segelas nggak cukup.

IMG_20190818_143133
IMG_20190818_143817

Di sisi timur bar, ada area restoran hotel. Sarapan pagi dihidangkan di sini. Oh, ya! Di sini juga ada noodle bar. Ada satu rak bergaya Industrial yang punya banyak mi instan dengan berbagai rasa. Ada juga roulette wheel buat milih rasa mi yang bisa dicoba. Area restoran ini sendiri keliatannya kecil, tapi ketika pagi saya cek, ternyata nggak sesempit yang dikira. Sebetulnya, area ini cukup Instagrammable dengan mural di dinding, meskipun kalau untuk public space sih, game room-nya yang jauh lebih Instagrammable.

Mini Library

Naik satu lantai dari lobi melalui tangga, ada lounge area tambahan yang berfungsi sebagai reception area buat meeting room dan juga perpustakaan kecil. Di sini juga ada printer dan komputer yang ditempatkan di atas meja pendek. Kalau mau duduk, pakai bean bag. Ih, ini sih rasanya kayak warnet atau main komputer di rumah sendiri (which I like!). Untuk perpustakaan sendiri, meskipun koleksi bukunya nggak banyak, area ini tetep cozy buat dipake santai sambil baca. Ada meja bundar dengan beberapa kursi, atau sofa panjang yang nyaman. Mainan seperti UNO Stacko juga bisa ditemukan di sini. Waktu saya menginap, kebetulan lagi ada acara yang digelar di sana. Karena itu, saya jadi nggak bisa foto ruang rapatnya.

IMG_20190818_143218
IMG_20190818_143237
IMG_20190818_143531
IMG_20190818_143553

Gym

Di Moxy Bandung, kita bisa tetep liburan sambil olahraga. Ada gym yang buka 24 jam buat menjaga kebugaran tubuh. Nah, ada sesuatu yang bikin saya kesal, nih! Jadi, ceritanya saya udah foto-foto gym-nya tuh. Ketika saya pindahkan foto dari HP ke komputer, saya kaget karena foto-foto gym yang udah diambil ternyata nggak ada. Waktu saya cek di HP pun, saya nggak lihat foto-foto itu. Ada kemungkinan sih fotonya terhapus atau semacamnya. Kesal banget rasanya. Saya jadi nggak punya dokumentasi buat diunggah ke ulasan.

68904227_2483783665041360_1057789649742725120_n
69007451_2483783875041339_1024851803247738880_n

Meskipun demikian, foto saya lagi nyobain tinju ternyata masih bisa digunakan. Foto ini agak memalukan soalnya ada saya-nya, tapi nggak apa-apa lah sesekali muka reviewer-nya nongol di ulasannya sendiri. Untuk gym-nya sendiri, ukurannya nggak begitu besar, tapi nggak sempit juga. Ada treadmill, weight lifter, dan stationary bike. Uniknya, stationary bike yang digunakan adalah sepeda betulan. Ya, memang sih nggak ada layar indikator kecepatan dan segala macam (fitur-fitur yang sifatnya technologic pun nggak ada), tapi sepeda ini bisa jadi media unik buat berolahraga. Di sini juga ada punching bag dan dua pasang sarung tangan tinju.

Di dalem gym juga ada kamar mandi. Nah, kamar mandinya ini memang hanya satu, tapi lengkap karena sudah ada shower. Buat saya, kehadiran full bathroom ini convenient karena habis selesai olahraga, kita bisa langsung mandi, tanpa harus naik ke kamar dengan kondisi badan keringetan dan segala macem.

Game Room

Bisa dibilang fasiltias yang satu ini merupakan fasilitas andalan Moxy Bandung. Berada di lantai lobi, game room merupakan tempat yang Instagrammable dan cozy banget buat ketemu sama temen-temen sambil main. Interior area ini didominasi warna-warna monokrom yang keliatannya lebih berwarna karena neon-neon warna-warni yang membangun vibe musim panas, vintage, dan American diner.

IMG_20190818_142623
IMG_20190818_142649
IMG_20190818_142702
IMG_20190818_143003

Ukuran game room sendiri memang nggak besar, tapi terasa lapang karena nggak tertutup. Warna pink yang hadir di tengah-tengah palet monokromatis menjadi colour pop yang bikin ruangan ini tampak menarik. Ada meja bilyar dengan kain pelapis warna pink yang berada di tengah ruangan. Di sudut ruangan, ada dua dart machine. Ada juga pojok Instagram di salah satu sudut ruangan yang ditempati boks telepon umum, sepeda, dan beragam pernak-pernik bertema HUT RI. Kebetulan pas saya nginep ‘kan pas lagi 17 Agustusan. Di game room ini, pink jadi semacam primadona. Meskipun saya bukan penggemar warna pink, tapi sentuhan pink di ruangan ini menurut saya terlihat cantik dan keren, dan bikin game room ini makin stylish.

Ironing room

Di segmen desain kamar, saya udah bilang bahwa ada beberapa fitur kamar yang disunat. Nah, salah satunya adalah ketersediaan setrika dan ironing board. Meskipun demikian, tamu bisa tetap menyetrika pakaian di Moxy Bandung. Ada ironing room yang bisa dikunjungi ketika perlu menyetrika baju atau celana.

IMG_20190818_141956
IMG_20190818_142007

Ukuran ruangan sendiri nggak begitu besar dan bentuknya memanjang. Ada papan peraturan yang dipajang di dinding untuk tamu yang mau pakai ruangan ini. Nah, anak-anak berusia 16 taun ke bawah nggak boleh ke sini tanpa ditemani orang dewasa. Selain itu, ada poin yang bilang “Be careful. It can be hot and steamy inside“, dengan frasa “hot and steamy” yang digaris bawahi. Hmm… Bisa ae lu.

Moxy Sky

Kalau menginap di Moxy Bandung, tempat yang satu ini jangan sampai dilewatkan. Moxy Sky berada di lantai rooftop bangunan hotel dan merupakan rooftop bar yang kece. Waktu saya menginap, kebetulan barnya lagi tutup. Walhasil, saya cukup menikmati cocktail dan camilan di lobby lounge saja. Namun, tamu diizinkan naik ke sini untuk melihat pemandangan kota Bandung atau sekadar foto-foto.

IMG_20190818_145409
IMG_20190818_150239
IMG_20190818_150216
IMG_20190818_145809

Area rooftop bar sendiri luas dan terasa lapang. Di sini juga ada satu ruang rapat. Untuk desain sendiri sih, masih mengusung gaya Industrial. Elemen kayu dengan sentuhan rustic mendominasi rooftop bar ini. Lampu-lampu bergaya Industrial juga dipasang di beberapa titik untuk menerangi area bar di malam hari. Namun, atmosfer di sini terasa lebih ceria karena implementasi warna-warna cerah pada (terutama) kursi. Tanaman-tanaman hias tropis bisa ditemukan di area rooftop. Di siang hari sendiri, area ini kerasa banget panas karena memang terbuka (pohon yang ada juga kurang rimbun). Ya, memang sih Moxy Bar ini lebih hidup di sore/malam hari. Untuk view sendiri, saya rasa hampir seluruh Bandung kelihatan, tergantung kita lagi ada di sebelah mana.

Oh, ya! Salah satu daya tarik Moxy Bar di Moxy Bandung ini adalah glass platform-nya yang ada di sisi timur area rooftop. Sesuai namanya, platform ini punya dinding kaca yang menjorok ke luar gedung. Buat yang takut ketinggian, saya rasa jangan naik ke sini deh daripada fobianya ke-trigger. Platform ini sendiri bisa diakses lewat tangga dan dipercantik dengan arch putih berlogo Moxy. Dari platform, kita bisa lihat pemandangan ke arah Gedung Sate dan pusat kota Bandung. Instagrammable lah buat yang hobi foto-foto dan ingin melengkapi feed Instagram-nya.

IMG_20190818_145746
IMG_20190818_145615
IMG_20190818_150419

Lokasi

Bicara soal lokasi, Moxy Bandung sih bisa diandalkan untuk yang pengen liburan di pusat kota. Berada di persimpangan Jalan Ir. H. Djuanda dan Jalan Sulanjana, hotel ini dilewati rute angkot buat yang pengen coba ngangkot di Bandung. Ojek dan taksi online? Wah, jelas gampang lah. Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa ditempuh dalam jarak sekitar 20 menit menggunakan kendaraan roda empat. Kalau dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, waktu tempuhnya sekitar 35 menitan, tergantung kondisi lalu lintas. Ya, kalau disuruh memperkirakan waktu tempuh di Bandung sih, agak susah ya. Tahu sendiri lalu lintas Bandung tuh sekarang jauh lebih parah.

Untuk makan, ada banyak pilihan kafe dan restoran di deket Moxy Bandung. Dengan jalan kaki pun, kita bisa nemu banyak tempat asyik buat makan. Kalau perlu belanja, ada Superindo di deket hotel (sebelahan sama Four Points Bandung). Ingin liat-liat baju murah meriah? Jalan kaki aja ke Balubur Town Square. Pusat perbelanjaan yang terkenal dengan sebutan Baltos ini juga langganan para mahasiswa karena ada buku dan perlengkapan kuliah yang dijual dengan harga lebih terjangkau. Sekitar 10 menit dari hotel, ada kawasan Merdeka yang terkenal dengan BIP dan Gramedia. Kalau udah di area situ sih, enak lah ke mana-mana.

Kesimpulan

Stylish. Itu satu kata yang bisa saya ucapkan untuk menggambarkan Moxy Bandung. Desain interior jadi keunggulan hotel bintang tiga ini, terutama karena menargetkan kawula muda sebagai pangsa pasarnya. Ada banyak banget tempat Instagrammable di hotel ini. Jadi, buat foto-foto sih, dijamin nggak akan kehabisan spot cantik. Untuk kamar sendiri, tipe Dago Deluxe cukup luas, terutama melalui penggunaan warna-warna monokromatik yang cerah dan dua jendela dengan view yang berbeda. Furnitur bergaya Utilitarian yang simpel juga bikin kamar terasa lebih lapang. Untuk kamar mandi, pemilihan ubin warna putih dan pencahayaan yang mumpuni bikin mandi terasa nyaman (terutama buat saya yang nggak suka kamar mandi yang gelap). Ada juga rainshower yang menjadi nilai tambah tersendiri.

Konsep yang diusung Moxy Bandung memang unik, tapi punya downside tersendiri. Di kamar nggak ada kulkas. Ini artinya kita nggak bisa dinginkan makanan atau minuman. Coffee/tea maker juga tidak tersedia. Kalau mau ngopi atau ngeteh, kita harus turun dulu ke lobi buat bikin di coffee/tea station. Repot sih buat orang yang males keluar masuk kamar. Meskipun demikian, akses kamar melalui card dan aplikasi Marriott jadi poin plus tambahan. Untuk fasilitas sendiri, saya rasa udah pas. Nggak ada kolam renang, tapi ada gym. Ada juga lobby lounge dan rooftop bar. Mau baca? Ada perpustakaan kecil dengan business centre. Untuk nyetrika baju, ada ironing room. Apa lagi ya? Saya secara pribadi sih ngerasa sudah cukup dengan fasilitas-fasilitas itu.

Dengan rate mulai dari 500 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), Moxy Bandung layak dijadikan pilihan hotel Instagrammable di Bandung untuk kalian anak gaul. Desain yang striking, konsep yang unik, dan rooftop bar kece bisa melengkapi liburan kamu di Kota Kembang. Lokasinya yang strategis juga menjadikan hotel ini pilihan tepat untuk beristirahat di pusat kota. Ketersediaan beragam mainan dan pernak-pernik gemas akan menghidupkan kembali the inner child dalam diri saat menginap.

Pros & Cons

Pros 👍🏻

  • Desainnya Instagrammable banget! Buat yang hobi foto-foto, Moxy Bandung cocok banget buat dipilih. Ada banyak spot foto yang cantik dan keren. Saran saya sih, coba bawa outfit bergaya vintage-retro buat foto-foto di Game Room.
  • Fasilitasnya cukup mumpuni: game room, perpustakaan/business centre, meeting room, ironing room, gym, lobby lounge, dan rooftop bar.
  • Gym-nya memang kecil, tapi ada punching bag dan beberapa pasang sarung tinju. Kayaknya jarang saya lihat punching bag di gym hotel. Stationary bike-nya gemesin, warna pink pula.
  • Rooftop bar hotel mantap banget buat kongkow sama temen di sore/malam hari. Ada juga glass platform yang Insta-worthy.
  • Lokasinya strategis. Dilewatin sama rute angkot pula. Mau makan dan belanja, ada banyak tempat yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Praktis (ya selama nggak males jalan).
  • Rate-nya masih bersahabat. Memang nggak masuk kelas budget, tapi untuk level midscale, hotel butik ini relatif terjangkau (apalagi kalau bayarnya patungan).
  • Bisa minta mainan dan teddy bear raksasa buat disediakan di kamar.

Cons 👎🏻

  • Nggak ada kulkas dan coffee/tea maker di kamar. Kalau mau ngopi, harus turun ke lobi buat bikin sendiri di coffee/tea station. Repot sih ini kalau harus naik turun ke kamar. Makanan atau minuman juga nggak bisa didinginkan. I can’t keep my beer cold.
  • Nggak ada lemari pakaian tertutup. Adanya gantungan baju.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌⚪️
Desain: 😆😆😆😆😆
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰💰💰