Category Archives: Budget

Review: Ibis Budget Asia Afrika

Halo semuanya! Ini merupakan post pertama dan juga ulasan hotel pertama di tahun 2019. Tahun 2018 udah lewat. Yang baik-baiknya silakan dikenang, yang buruknya dijadikan pelajaran saja. Sama halnya dengan kehidupan pribadi, saya sendiri punya harapan-harapan baru untuk blog ini. Selain traffic yang lebih ramai dan pembaca yang lebih banyak, harapan saya juga akan ada lebih banyak hotel yang di-review dan bisa kerjasama atau kolaborasi dengan pihak hotel. Sounds like a big dream ya? Tapi saya yakin meskipun dengan langkah-langkah kecil, usaha dan kerja keras pasti akan membuahkan hasil.

Di blog ini, tahun 2018 saya akhiri dengan review Ibis Budget Menteng. Nah, kali ini pun saya masih akan bahas tentang Ibis Budget. Kalau sebelumnya saya bahas Ibis Budget di Jakarta, sekarang saya pulang ke kampung halaman di Bandung. Saya pernah nginep di hotel ini dua kali dan bisa dibilang, pengalaman menginapnya nggak jauh berbeda.

exterior-view
Bangunan hotel Ibis Budget Asia Afrika. Foto milik ICE Portal.

Berlokasi di jalan Asia Afrika, Ibis Budget Asia AfrikaΒ merupakan hotelΒ budget yang jadi salah satu opsi hotel murah di Bandung untuk para wisatawan . Akomodasi bintang dua ini beralamat lengkap di Jl. Asia Afrika nomor 128, Bandung. Berada di lokasi prima, hotel ini cuman sekitar 10 menit dari Tugu 0 KM Bandung dan Museum Konferensi Asia Afrika atau 15 menit ke kawasan Alun-Alun Bandung atau Jalan Braga, dan jarak itu bisa ditempuh dengan jalan kaki. Cocok lah buat yang suka jalan-jalan (literally jalan ya).

Hotel ini punya 164 kamar dengan satu tipe yang sama, yaitu Standard. Namun, yang membedakan adalah jenis tempat tidurnya dan kapasitas tamu. Di hotel ini, pilihan-pilihan tempat tidur yang tersedia adalah 2 single beds, 1 double bed, dan 1 double bed with bunkbed. Nah, opsi terakhir ini cocok buat trio backpackers. Saya sendiri belum pernah dapat kamar tipe itu, tapi kayaknya asyik ya tidur di ranjang susun gitu.

Dari segi fasilitas dan desain sih, Ibis Budget Asia Afrika nggak jauh beda dengan hotel-hotel Ibis Budget lainnya menurut saya. Tipikal Ibis Budget aja lah. Kalau dibandingkan dengan Ibis Budget Menteng yang sebelumnya saya bahas, hotel ini menerapkan palet warna berbeda untuk interior yang lebih saya sukai secara pribadi. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain, interior kamarnya modern minimalis dan tampil cantik dalam palet warna putih dan lemon green. Warna putihnya sendiri memberikan kesan modern, sementara warna lemon green membangun nuansa ceria dan youthful. Mirip tembok kelas di TK sih jatohnya (in a positive way ya).

Dengan luas 13 meter persegi, kamar terasa banget sempitnya. Memang nggak sampai claustrophobic sih (thanks to the colour palette), tapi kalau kebetulan kita bawa banyak barang ke kamar, bakalan kerasa hareurin kalau dalam bahasa Sunda alias serba sempit.

IMG_20181019_142449
Interior kamar. Twin beds dan televisi
IMG_20181019_142454
Area wastafel di depan shower box

Kamar saya dilengkapi dengan fasilitas wajib seperti TV dan AC. Meja kerja ada di belakang wastafel yang desainnya semi-futuristic. Kalau perlu nyalakan lampu cermin wastafel, kita bisa sentuh (in my case, tekan agak keras) tombol hijau di cermin. Keren sih ala ala pencet panel kapal luar angkasa lah ya.

Penempatan meja belajar di belakang wastafel dan beam sebetulnya kurang bagus karena air dari wastafel gampang banget ciprat dan membasahi meja (sudah mengalami soalnya). Dua botol air mineral tersedia di kamar. Ini sih wajib ya. Kalau memang airnya habis, bisa isi ulang pakai galon yang ada di koridor luar.

Nggak ada closet di kamar karena memang space-nya pun kecil. Sebagai pengganti, ada gantungan baju di dekat tempat tidur. Oh ya, seperti hotel-hotel Ibis Budget kebanyakan, Ibis Budget Asia Afrika nggak menyediakan alat mandi (kecuali sabun dan sampo) dan slippers. Jadi seperti biasa saran saya adalah bawa sendiri dental kit, facial wash, dan pisau cukur.

IMG_20181019_142601
View dari kamar.

Pencahayaan ruangan cukup baik. Lampu end table digantikan oleh lampu dinding kecil yang dipasang di atas tempat tidur. View dari kamar juga bagus karena menghadap ke arah kawasan Alun-Alun Bandung (meskipun kehalangin gedung bank BCA). Sebagai saran, coba minta kamar yang view-nya ke arah barat karena skyline-nya menurut saya sih lebih cantik.

Kamar Mandi

Nah, untuk kamar mandi saya harus jujur bahwa saya nggak suka dengan penempatan dan konsepnya. Kurangnya space kamar juga berimbas pada kamar mandi. Kamar saya nggak punya space kamar mandi khusus. Shower box ditempatkan di dekat wastafel, tepat di samping tempat tidur. Area shower ini hanya dipisahkan oleh dinding kaca yang tingginya nggak full-height. Selain itu, nggak semua bagian dinding kacanya buram.

Penggunaan dinding kaca sendiri sebetulnya memberikan kesan kamar yang lebih luas. Hanya saja, the idea of lagi mandi diliatin sama temen sekamar is not good. Buat yang sekamar dengan lawan jenis, mungkin bakalan awkward sih ini. Well, sama teman yang satu gender pun pasti awkward sih. Mungkin kamar mandi untuk kamar tipe 1 double bed with bunkbed akan berbeda, mengingat nggak mungkin dong shower box dibiarkan berada satu area dengan space utama kamar, sementara ada ranjang susun di atasnya.

IMG_20181019_142515
Shower box, dengan shower tangan dan dispenser sabun/sampo.
IMG_20181019_142539
Kloset, di ruangan kecil terpisah

Di dalam shower box ada dispenser sabun dan sampo, serta shower tangan. Shower tangannya sendiri punya desain yang sebetulnya bagus karena ketika keran dibuka dan air mengalir, lampu warna-warni di kepala shower akan menyala. Saya pernah ngerasain ini waktu nginap pertama kali di Ibis Budget Asia Afrika. Sayangnya di kunjungan terakhir, lampunya sudah mati. Mungkin lampunya habis baterai apa gimana.

Untungnya, kloset tetap ada di ruangan tertutup yang terpisah. Buat saya, si “bilik merenung” ini ukurannya terlalu sempit. Bisa dibilang claustrophobic, meskipun dari segi pencahayaan sih cerah. Ruangan kloset ini dilengkapi tempat sampah, bidet, dan tisu. Sejujurnya, saya ngerasa kurang nyaman ketika buang air di sini. Mungkin karena terlalu sempit.

Fasilitas Umum

Meskipun masuk ke kategori hotel budget, Ibis Budget Asia Afrika punya fasilitas yang cukup mumpuni buat akomodasi di kelasnya. Di lantai lobi, ada restoran yang menyajikan makanan untuk sarapan. Ukurannya cukup luas, dengan furnitur warna-warni bergaya minimalis yang membangun suasana ceria. Di samping restoran, ada area duduk dengan pohon-pohon artifisial.

IMG_20181019_142226_HHT
Restoran hotel
IMG_20181019_142218
Restoran hotel
IMG_20181019_142213
Restoran hotel

Dalam kunjungan kedua, saya mengalami kejadian yang agak kurang menyenangkan dan merepotkan. Waktu itu, saya pesan makanan sore-sore pakai layanan antar. Karena ada restoran di lantai lobi, saya memutuskan untuk makan di restoran itu dan pakai piring dan sendok dari sana. Meskipun restoran lagi kosong dan nggak ada tamu, saya dilarang buat makan di restoran itu karena katanya restoran itu khusus buat yang mau beli menu makanan dari hotel. Tapi, saya diizinkan pinjam piring dan alat makan buat dibawa ke kamar. Buat saya sih policy macam gini merepotkan, terlepas dari apa pun alasan yangΒ mereka punya. Rupanya hotel ini mengadopsi juga aturan “dilarang membawa makanan dari luar”.

Berada di CBD-nya Bandung, hotel ini menunjang kebutuhan produktivitas pengunjung dengan menghadirkan empat meeting roomΒ dengan ukuran terluasnya 188 meter persegi yang bisa menampung maksimal 100 orang. Seingat saya, ruang rapat ini ada di lantai-lantai teratas gedung (saya lupa lantai berapanya, tapi saya pernah iseng main ke lantai-lantai atas).

Lokasi

Buat para wisatawan, hotel ini bisa jadi opsi yang tepat karena jaraknya dekat dari kawasan Alun-Alun Bandung. Di kawasan itu sendiri ada open space luas dengan rumput sintetis, Masjid Raya Bandung, dan shopping street Dalem Kaum dan Kepatihan. Hotel ini juga hanya berjarak sekitar 5 menit kalau berkendara ke Museum Konferensi Asia Afrika dan Jalan Braga.

Lokasi hotel ini berada di Jalan Asia Afrika pre-Preanger. Ini artinya ada banyak gedung perkantoran di sekitar hotel dan suasananya pun relatif lebih tenang. Akses ke minimarket terdekat sekitar 10 menit dengan jalan kaki. Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa dicapai dengan berkendara selama sekitar 10 menit. Kalau dari Bandara Husein Sastranegara, kira-kira 20 menitan. Ya, tergantung kondisi lalu lintas sih pada akhirnya.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 300 ribu rupiah per malam (berdasarkan Tripadvisor), Ibis Budget Asia Afrika bisa jadi opsi hotel murah di Bandung, terutama buat para backpacker. Lokasinya prima, memungkinkan kita buat pergi ke pusat kota Bandung dengan mudah. Di sisi lain, suasana di sekitar hotel pun relatif lebih tenang karena masih berada di kawasan CBD (Asia Afrika pre-Preanger).

Untuk tamu yang nggak rewel, ukuran kamar mungkin nggak jadi masalah, terutama kalau menginap sendirian. Hanya saja, dengan luas 13 meter persegi dan penempatan shower box yang terlalu “vulgar”, mungkin akan sedikit kurang nyaman sih. Desain interior kamar untungnya “menyegarkan”, dengan balutan warna putih dan lemon green yang ceria dan menggemaskan.

Fasilitas penunjang hotel juga cukup bagus untuk level budget hotel. Ada restoran hotel di lantai lobi dan empat meeting room untuk menunjang kebutuhan bisnis. Hanya saja, saya nggak suka dengan policy yang melarang saya untuk menghabiskan makanan pesanan lain di restoran hotel, hanya karena saya nggak beli makanan dari hotel. Mereka kasih pinjam alat makan memang, tapi dengan kondisi kamar yang sempit dan meja kerja yang kurang representatif, in-room dining bakalan ribet.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasinya strategis. Dekat ke pusat kota, terutama kawasan Alun-Alun Bandung dan Jalan Braga.
  • Meskipun di pusat kota, suasana di sekitar hotel relatif lebih tenang.
  • Rate-nya terjangkau. Cocok buat backpacker yang pengen nginep murah di private room (bahkan bisa menampung tiga orang kalau pilih tipe kamar 1 double bed with bunkbed).
  • Ada meeting room, cocok buat pebisnis yang ingin cari opsi hotel murah di Bandung.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Penempatan dan desain shower box kurang pas, bikin mandi rasanya kurang nyaman.
  • Beberapa fasilitas perlu diperbaiki (mis. lampu di kepala shower).
  • Ukuran kamar sempit, dan penempatan furnitur pun bikin kamar terasa makin kecil.
  • “Bilik merenung” terlalu tertutup dan terasa claustrophobic, bahkan ketika lampu dinyalakan.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😢βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°

Review: Ibis Budget Menteng

Waktu libur Natal di Jakarta kemarin, saya sempat menginap satu malam di kawasan Menteng. Akhirnya setelah cukup lama menunggu liburan, yang dinanti datang juga. Hotel yang saya tempat untuk hari pertama di Jakarta ini ternyata memberikan akses mudah ke berbagai tempat makan dan kafe. Pembukaan ini nggak akan terlalu panjang dan aneh-aneh karena saya ingin langsung ke ulasan hotel.

exterior-view
Fasad Ibis Budget Menteng. Foto milik pihak hotel.Β 

Ibis Budget Menteng merupakan akomodasi bintang dua yang berlokasi di jalan HOS Cokroaminoto no. 79, Jakarta. Hotel ini berada tepat di samping Taman Menteng dan berseberangan dengan Menteng Central. Dari segi lokasi, hotel ini menawarkan akses mudah ke berbagai tempat makan, dari mulai warung pinggir jalan sampai bistro. Intinya sih kalau lapar, ada banyak pilihan tempat makan.

Hotel ini punya 135 kamar yang disebar di tiga lantai. Untuk tipenya sendiri hanya ada satu tipe, tapi yang membedakan hanya jenis kasurnya (double atau twin). Secara keseluruhan, Ibis Budget Menteng menawarkan fasilitas dan kamar standar, tipikal Ibis Budget lah (nggak jauh beda sama Ibis Budget Bandung). Hanya saja, lokasinya ini yang menurut saya bagus karena ke mana-mana deket. Ditambah lagi, kawasan ini relatif lebih tenang dengan lalu lintas yang nggak begitu padat.

Waktu menginap, kamar saya berada di lantai satu. Posisi kamar saya berada tepat di atas Starbucks, dengan jendela menghadap ke jalan HOS Cokroaminoto. Ekspektasi saya untuk hotel ini nggak neko-neko sebetulnya, meskipun ada beberapa hal yang disayangkan sih saat kunjungan. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Dari segi interior, Ibis Budget Menteng ini nggak banyak beda dengan hotel-hotel Ibis Budget lainnya. Satu tipe lah intinya karena memang satu line juga. Kamar saya berada di lantai satu jadi saya nggak perlu repot-repot naik turun lift atau eskalator. Hanya saja, buat mencapai kamar saya harus melewati koridor-koridor rumit yang rasanya kayak labirin. Ditambah lagi, suasana koridornya agak remang dan sepi. Agak-agak ngeri sih.

IMG_20181221_155620
Tempat tidur. Ukurannya standar lah ya.
IMG_20181221_155627
Meja kerja di bawah TV. Kalau mau nonton TV, kepalanya mesti nengadah. Pegel.
IMG_20181221_155647_HHT
Tak ada closet, gantungan pun jadi.Β 

Ukuran unit kamar terbilang cukup lapang untuk kamar Standard. Area kamar utama tampil youthful dengan dinding navy blue di belakang tempat tidur. Sebetulnya, pemilihan warna yang gelap ini memberikan kesan dingin pada kamar, terutama dengan pencahayaan yang ngga begitu terang. Namun, penggunaan lantai kayu menurut saya memberikan elemen hangat buat kamar, walaupun tetep sih suasana kamar masih kerasa dingin. Furniturnya sendiri standar Ibis Budget banget: minimalis, tapi fungsional. Full-height windows menghadap ke arah jalan raya. Kalau malem, lumayan sih bisa liat pemandangan jalan yang rame. Yang unik adalah ada railing di belakang kaca jendela. Mungkin railing ini dipasang supaya tamu nggak sampai kepeleset dan jatuh kena kaca, lalu jatuh ke bawah. Nggak tahu juga sih. Apa mungkin sebelumnya pernah ada insiden? Hopefully nggak ya.

IMG_20181221_155809
Area wastafel. No dental kit, no slippers. Kalau mau, harus beli.

Di dekat pintu keluar, ada wastafel dengan cermin. Di atas wastafel, tersedia dua botol air mineral. Udah, itu aja. Biasanya kan di atas wastafel ada dental kit atau shaving kit, tapi di Ibis Budget Menteng, kalau mau pakai dental kit, pengunjung harus beli sendiri. Untungnya saya sih bawa sendiri sikat gigi dan semacamnya, tapi buat pengunjung yang nggak bawa, this could be an inconvenience. Apa-apa harus beli jatohnya. Slippers juga loh.

Kamar Mandi

 

Penempatan wastafel di luar kamar mandi memberikan ruang yang lebih besar. Kamar mandi unit sendiri dilengkapi dengan kloset dan shower area yang dipisah oleh shower curtain.

IMG_20181221_155829_HHT
Kloset di kamar mandi
IMG_20181221_155840_HHT
Shower area. Lantainya licin dan kurang nyaman diinjek.Β 

Berbeda dari area utama di kamar, kamar mandi unit justru lebih cerah dengan tiled wall putih yang memberikan sentuhan industrial. Produk sabun plus sampo sudah tersedia di shower area. Secara pribadi, saya lebih suka pake produk sabun dan sampo terpisah. Sabun ya sabun, sampo ya sampo. Gitu.

Shower area dipisahkan oleh tirai. Keluaran air dari shower lumayan kencang, enak buat pijat bagian pundak. Hanya saja, saya sih kurang suka dengan penggunaan lantainya yang lebih cocok dipasang di dinding. Permukaan lantainya lebih licin jatohnya.

Fasilitas Umum

Ibis Budget Menteng punya satu restoran yang menyajikan makanan untuk sarapan. Posisi restoran ini ada di lantai lobi. Saya nggak sempat foto restorannya tapi menurut saya sih, tempatnya kurang nyaman karena jarak antara setiap meja terlalu dekat rasanya.

Di dekat lobi, ada lemari display yang menampilkan barang-barang yang dijual untuk pengunjung, seperti dental kit atau slippers. Ada juga boneka kanguru gemas. Tadinya mau beli sih tapi karena banyak pengunjung yang lagi mau check-in, jadi malu takutnya diliatin. Takut disangka nggak sadar umur.

tenor1

Oh ya, posisi kamar saya berada tepat di atas Starbucks. Kalau buka gorden, bisa keliatan tuh tulisan Starbucks. Di ground level ada beberapa restoran dan kafe. Dua kafe terdepan adalah Starbucks dan Liberica. Nah, Liberica ini ternyata punya live music performance kalau malam-malam. Dengan posisi kamar paling depan dan berada di atas ground level, bising dari luar kedengaran sampai kamar. Kalau kondisi lagi fit, saya nggak masalah sebetulnya. Hanya saja, waktu itu saya lagi agak sakit dan nggak bisa tidur akibat suara dari luar.

This slideshow requires JavaScript.

Lokasi

Aspek lokasi jadi salah satu keunggulan hotel ini. Berada di kawasan Menteng, Ibis Budget Menteng ini deket ke mana-mana. Di samping hotel ada Taman Menteng. Cocok lah buat ngadem atau jogging pagi-pagi. Di seberang hotel ada Menteng Central, shopping arcade yang juga punya beberapa restoran. Kalau mau jalan sedikit, ada Wendy’s. Nah, salah satu restoran yang saya kunjungi adalah Paloma Bistro yang berlokasi di lantai lobi Hotel Des Indes yang katanya bakalan dibuka Desember ini.

Kesimpulan

Melihat dari aspek lokasi, Ibis Budget Menteng cocok buat pengunjung yang butuh akses cepat ke mana-mana, terutama ke kawasan Bundaran HI. Di sekitar hotel ada banyak restoran dan kafe yang bisa dikunjungi, dari mulai warung pinggir jalan sampai bistro kece. Daerah sini juga relatif lebih tenang sih, dengan lalu lintas yang nggak begitu padat.

Untuk in-room amenities, hotel ini “ngirit”. Meskipun WiFi dan TV tersedia, dental kit dan semacamnya nggak dikasih secara gratis. Kalau mau pakai, ya harus beli. Saran saya sih mendingan bawa sendiri perlengkapan pribadi. Interior kamar ya standar lah. Minimalis nan fungsional. Suasana kamar cenderung dingin karena dindingnya berwarna navy blue, tapi balik lagi ke preferensi pribadi sih. Untuk kamar tidur, saya lebih suka suasana yang hangat.

Hadirnya dua kafe di ground levelΒ jadi kelebihan lain hotel ini. Mau ngopi? Tinggal turun ke ground floor. Hanya saja, perlu dipertimbangkan suara bising dari jalanan, terutama kalau kebagian kamar-kamar yang berada di bagian depan hotel.

Dengan rate mulai dari 350 ribu rupiah (berdasarkan Tripadvisor), Ibis Budget Menteng bisa jadi pilihan hotel murah di Jakarta dengan lokasi prima. Terlepas dari downside yang saya jelasin sebelumnya, hotel ini tetap memberikan kenyamanan beristirahat (in the end, saya tetep bisa tidur sih). Hanya saja, kalau finical dengan in-room amenities dan urusan kenyamanan yang lebih detail, mungkin ada pilihan hotel lain yang lebih baik.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasi hotel prima. Ke mana-mana deket. Ada banyak restoran dan kafe di sekitar hotel. Di samping hotel juga ada Taman Menteng.
  • Rate-nya terjangkau untuk ukuran hotel di lokasi strategis.
  • Ukuran kamarnya cukup luas untuk tipe Standard. Mungkin karena furniturnya juga nggak banyak.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Kamar-kamar yang ada di depan punya view bagus, tapi berisik kalau lagi ada live music performance.
  • Bathroom amenities harus pada beli. Kurang praktis kalau lupa bawa perlengkapan pribadi.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌βšͺ️βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°

 

Review: Atlantic City Bandung

Wah, sepertinya sudah cukup lama sejak terakhir saya update blog ini. Kerjaan memang sedang banyak dan jadwal lagi padat, jadi saya belum sempat lagi buat entri. Nah, untungnya saya ada dua hotel yang sempat dikunjungi dan siap di-review. Untuk minggu ini sendiri, saya akan menginap di sebuah hotel di kawasan Sukajadi, Bandung yang rencananya sih mau saya masukkan ke daftar Luxury Affordable untuk kota Bandung.

Untuk sekarang, hotel yang di-review ini adalah sebuah hotel bintang tiga yang berada di jalan Pasir Kaliki. Lokasinya nggak jauh dari persimpangan Pasir Kaliki dan Pajajaran, dan dekat ke Istana Plaza dan Living Plaza.

1156691_17011217230050283383
Fasad Atlantic City Hotel. Foto milik pihak hotel.

Atlantic City adalah sebuah hotel bintang tiga yang berlokasi di jalan Pasir Kaliki nomor 126. Seperti yang saya bilang sebelumnya, lokasi hotel ini dekat dari persimpangan jalan Pasir Kaliki dan Pajajaran. Ini artinya lokasinya bisa dibilang sangat strategis, terutama karena jaraknya juga sangat dekat dari Istana Plaza dan Living Plaza. Waktu nginap di sana, saya nggak kesulitan ketika mau makan karena ada banyak restoran dan warung-warung tenda di dekat hotel.

Hotel ini punya 100 kamar yang terbagi ke dalam dua tipe: superior dan grand deluxe. Nah, tipe kamar yang saya tempati waktu nginap adalah superior dan berada di lantai tiga. Meskipun bangunan hotel ini nggak begitu tinggi (dan juga lokasinya yang nggak begitu jauh dari bandara membuat hotel ini tampaknya kena aturan tinggi bangunan), view dari kamar saya cukup bagus karena jendelanya menghadap ke arah jalan Pajajaran.

Dari segi desain, sebetulnya nggak ada yang begitu waw dari hotel ini, baik interior kamar maupun ruang-ruang publik lainnya. Tapi, yang saya suka dari hotel ini adalah lokasinya yang enak ke mana-mana dan rate-nya yang terbilang terjangkau. Kalau saya bandingkan dengan hotel-hotel lain di kawasan ini, Atlantic City ini salah satu hotel bintang tiga dengan rate terjangkau di kelasnya. Ulasan lengkap tentang hotel ini saya jelaskan di segmen berikutnya. Review kali ini nggak banyak pakai GIF ya karena lagi nggak mood.

tenor3
Mohon pengertiannya ya. Lagi lesu.
Desain Kamar

Kalau bicara tentang desain utama kamar, bisa dibilang sih interiornya standar lah, tipikal hotel-hotel baru yang mengusung gaya arsitektur modern. Menempati kamar tipe superior, ukuran kamar saya sebetulnya nggak begitu luas (kira-kira sekitar 20 meter persegi), tapi furniturnya cukup lengkap. Kamar saya dilengkapi twin bed, meja belajar, kursi kerja, kursi lengan, meja kopi, dan lemari baju, lengkap dengan brankas.

This slideshow requires JavaScript.

Meskipun tergolong kecil, kamar saya nggak terasa claustrophobic, terutama dengan dinding bercat krem terang dan kombinasi warna-warna earthy (armchair-nya sepintas mirip kursi lengan yang ada di ruangan ayah saya di kantornya). Awalnya saya ragu apakah pencahayaan ruangan akan jelek, ternyata ketika malam tiba dan lampu kamar dinyalakan, pencahayaannya bagus. Seperti yang sering saya bilang di artikel-artikel sebelumnya, saya kurang suka ruangan yang remang, apalagi kamar mandi.

Sayangnya, di bawah meja kopi masih kelihatan debu yang menupuk. Di bawah kasur juga kelihatan. Selain itu, seprai tempat tidur dan bantal pun ada nodanya, meskipun kecil sih ukurannya. Tapi ya tetap sih, saya jadi ngerasa kalau seprai dan sarung bantal nggak dicuci dengan baik, dan kamarnya kurang teliti disapunya.

Untuk in-room amenities, ada televisi dengan kanal lokal dan internasional (pagi-pagi saya udah nonton The Walking Dead sambil ngemil Mi Gemes yang beli dari Indomaret), brankas, AC, danΒ tea/coffee maker. KoneksiΒ WiFi juga relatif cepat untuk nonton video dari YouTube atau Instagram, walaupun saya kurang tahu pasti seberapa cepat kalau untuk download konten.

IMG_20181119_113952
View dari jendela kamar. Kelihatan Istana Plaza dan Living Plaza.
IMG_20181119_113955
Kalau malam-malam, view dari kamar bagus banget.

Kalau tertarik nginep di sini, saran saya sih minta kamar dengan jendela yang menghadap ke arah jalan Pajajaran karena kalau malam-malam, view-nya bagus! Saya suka ngeliatin keadaan lalu lintas di persimpangan dan cahaya terang dari megatron Living Plaza yang ngasihΒ vibe ala-alat Times Square gitu lah.

Kamar Mandi

Sekarang waktunya saya bahas tentang kamar mandi. Untuk ukurannya, saya bilang sempit dan kurang nyaman, terutama untuk klosetnya. Dengan pintu yang dibuka ke arah dalam, orang yang lagi duduk di kloset bisa-bisa ketabrak pintu kalau ada orang lain yang buka pintu dari luar. Solusinya? Jangan lupa tutup dan kunci pintu kamar mandi ya kalau mau buang air.

Untuk wastafel sendiri ukurannya besar, dengan cermin rectangular yang cukup besar di atasnya. Sayangnya, kerannya ini agak membingungkan karena ketika saya geser ke arah kanan untuk keluarkan air dingin, lah airnya malah nggak keluar. Kalau digeser ke kiri, yang keluar air panas. Mungkin pihak hotel harus perbaiki kerannya.

This slideshow requires JavaScript.

Sebetulnya untuk kamar mandi, ada beberapa hal yang saya kurang suka, meskipun nggak bikin kunjungan terasa nggak nyaman sih. Pertama, shower area-nya terbilang sempit. Gorden penghalang airnya nggak efektif karena nggak ada pengait yang bisa menahan si gorden biar nggak ke mana-mana. Split level antara shower area dan area kamar mandi yang lainnya juga terlalu kecil. Dikombinasikan dengan shower curtainΒ yang kurang efektif dan terlalu pendek, walhasil lantai kamar mandi yang lain tetap basah dan jadi becek ketika kita mandi.

Hal berikutnya yang kurang suka adalah shower-nya. Meskipun pakai semacam rainshower, tapi kepala shower-nya ini sepertinya jarang dibersihkan dan kurang efektif untuk mengeluarkan air. Selain itu, aliran air yang nggak stabil juga nggak memungkinkan saya untuk diam di bawah shower dan pijat bahu, seperti yang biasa saya lakukan kalau ada rainshower di kamar hotel lain. Oh ya, rainshower ini satu-satunya perangkat yang ada di shower box. Nggak ada shower tangan. Buat teman-teman Muslim, mungkin akan sedikit repot saat wudhu tanpa kehadiran si shower tangan.

Pencahayaan kamar mandi menurut saya terlalu redup. Lampunya berada di luar shower area. Sayangnya, dengan curtain yang puncaknya hampir nempel ke langit-langit, tetapi bagian bawahnya berjarak sekitar 5 sentimeter dari lantai, area shower terasa sangat gelap dan murky ketika gorden di tutup. Air juga masih bisa membasahi lantai di luar area shower. Kesannya jadi muram.

Ada hal “eh kok gitu?” yang saya sadari ketika mandi. Di shower area, ada jendela kaca setinggi langit-langit di salah satu dinding kamar. Jendela ini sebetulnya menghadap ke arah kamar. Hanya saja, kaca jendelanya dicat abu-abu, jadi nggak tampak sama sekali kamar dari area shower. Ya, dicat, bukan diburamkan. Setelah melihat kondisi shower area dan merujuk ke beberapa foto dari website hotel, ternyata kaca jendela itu dulunya tidak dicat abu-abu, melainkan dibiarkan transparan. Nah, si curtain itu dulunya dipasang di jendela itu buat menjaga privasi.

Fasilitas Umum

Atlantic City punya beberapa fasilitas untuk menunjang kebutuhan pengunjung. Di lantai lobi, ada restoran yang cukup luas, dan beberapa seating area-nya tampak cantik karena di dindingnya ada semacam vertical garden.

This slideshow requires JavaScript.

Untuk kebutuhan bisnis, ada lima ruang rapat dan satu ballroom di hotel ini. Setiap ruang rapat dan ballroom sudah dilengkapi fasilitas seperti layar proyektor, LCD projector, dan sound system standar. Atlantic Ballroom sendiri punya kapasitas maksimal 500 orang yang bisa dipakai untuk berbagai acara, dari mulai pernikahan sampai seminar.

Di lantai teratas hotel, ada sky lounge yang sayangnya nggak sempat saya kunjungi. Dari sky lounge ini, kita bisa menikmati suasana kota Bandung sambil ngemil-ngemil cantik. Ada juga stage kecil jadi buat adakan acara ulang tahun atau semacamnya sambil sewa band, bisa lah. Hotel ini juga menawarkan layanan spa yang beroperasi dari jam 9 pagi sampai jam 12 malam (last order-nya jam 11 malam).

Lokasi

Bicara soal lokasi, Atlantic CityΒ ini bikin saya gampang ke mana-mana. Dari Stasiun Bandung, hotel ini cuman berjarak sekitar 5-10 menit kalau pakai mobil. Kalau mau belanja, saya tinggal nyeberang ke Istana Plaza, mal dari jaman saya SD. Di sana, ada Matahari, Giant, Planet Sports, J.Co, KOI, Game Master, Gramedia, dan beberapa tenant lainnya. Kalau mau ngopi, ada Starbucks dan Chatime di Living Plaza.

Untuk urusan makan, kita tinggal keluar hotel dan jalan ke sebelah karena tepat di samping bangunan hotel ada KFC yang buka 24 jam. Di samping KFC, ada Richeese dan Kehidupan. Nyeberang sedikit, ada juga restoran di samping Melinda Hospital 2. Kalau perlu ke minimarket, kita bisa jalan sekitar 5 menit menuju Indomaret yang lokasinya nggak jauh dari Bobobox dan restoran Rijstafel.

Sayangnya, lokasi hotel ini tuh sebetulnya ada plus minusnya. Plusnya sudah dijelaskan sebelumnya. Minusnya, daerah ini tuh salah satu daerah macet di Bandung yang nyebelinnya minta ampun. Kalau misalnya kamu datang dari arah Pasteur, untuk ke hotel ini kamu mesti muter dulu, masuk ke jalan Pajajaran, lewatin dulu jalan Kebon Kawung, lalu belok lagi ke Pasir Kaliki dan terus ke arah atas menuju persimpangan.

Kesimpulan

Atlantic City menawarkan tempat beristirahat yang nyaman di pusat kota Bandung. Dengan desain kamar modern, fasilitas penunjang produktivitas, dan sky lounge, hotel ini bisa jadi pilihan yang tepat, terutama untuk rombongan besar yang mau mengadakan seminar atau acara semacamnya. Lokasinya juga strategis karena hanya berjarak sekitar 5-10 menit dari Stasiun Bandung, 15 menit dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, dan beberapa langkah doang dari KFC dan mal.

Kebersihan kamar dan beberapa fasilitas kamar yang kurang baik memang jadi faktor yang saya sayangkan, tapi secara keseluruhan, saya tidurnya nyaman dan nggak keganggu suara bising dari luar (kecuali ketika siang-siang karena kebetulan ada mobil pick-up lewat yang bawa rombongan entah apa yang pakai toa dan semacamnya).

Meskipun fasilitas hiburannya nggak banyak, kehadiran mal dan restoran di sekitar hotel bisa jadi pengganti yang pas. Dengan rate mulai dari 300 ribu rupiah per malam (berdasarkan TripAdvisor dan tagihan saya kemarin), hotel ini cocok untuk berlibur di Bandung, terutama buat young traveler yang nggak neko-neko urusan fasilitas hotel, tapi mau menikmati liburan yang sedikit lebih mewah.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Lokasi strategis dan dekat ke mana-mana. Dari Stasiun Bandung, jaraknya kira-kira 10 menit kalau pakai mobil. Di dekat hotel ada Istana Plaza dan Living Plaza. Di sebelahnya malahan ada KFC (buka 24 jam), Richeese, dan Kehidupan. Gampang lah kalau malem-malem craving pengen ngemil.
  • Ada sky lounge.
  • Rate-nya masih terjangkau dan agreeable untuk hotel di kelasnya, terutama dengan lokasi yang prima.
  • Suasana kamar tenang, meskipun posisi hotel berada di kawasan yang ramai dan sering macet.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Maintenance kamar kurang baik. Masih ada sisa debu di atas karpet dan sekitar kaki furnitur.
  • Kamar mandi terlalu kecil dan redup, terutama shower area-nya.
  • Rainshower perlu perbaikan. Ada baiknya juga tambahin shower tangan atau keran untuk mengakomodasi pengunjung Muslim yang mau wudhu.
Penilaian Akhir

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°

Review: MaxOne Platinum Hayam Wuruk

Tanggal 17 Oktober kemarin, Jakarta City Philharmonic mengadakan konser bertajuk “Yuwana” di Taman Ismail Marzuki. Sebagai penggemar musik klasik dan pianis yang masih hiatus karena kesibukannya di dunia translating dan content writing, kesempatan buat nonton konser klasik (dengan biaya yang relatif terjangkau) tentunya jangan sampai dilewatkan. Sebelum ke Jakarta, saya sempat bingung cari hotel untuk tinggal selama 2 malam. Setelah bersemedi di warnet selama satu jam, akhirnya saya putuskan untuk book hotel ini.

building
Fasad hotel MaxOne Platinum Hayam Wuruk. Foto milik manajemen.

MaxOne Platinum Hayam WurukΒ adalah akomodasi bintang tiga yang berlokasi di jalan Hayam Wuruk nomor 5. Hotel ini bersebelahan dengan bangunan HXC yang juga jadi “rumah” buat Yello dan Harris Vertu.Β  Dari segi desain, fasadnya ini cukup nyentrik dan mainin banyak bentuk geometri, mirip kartu remi kalau ditumpuk, tapi ada beberapa kartu yang mencuat keluar. Oh ya, posisi lobinya ada di samping bangunan, dan bukan di depan. Berkali-kali naik Grab, driver-nya kira lobinya ada di depan. Eh taunya di depan ada rumah makan Padang.

Waktu menginap di sini, saya dapat kamar di lantai 7. Lucky number atau James Bond? Entahlah, tapi yang jelas posisi kamar saya cukup mojok. Teman saya udah takut kita dapat kamar di lantai 4. Ya, you know lah kepercayaannya gimana. Meskipun demikian view-nya lumayan bagus. Hotel ini juga punya restoran yang sayangnya nggak sempat dikunjungi karena saya bangunnya selalu siang dan setelah bangun, keburu sibuk siap-siap buat jalan-jalan atau pergi ke tempat lain.

Dengan interior kamar yang ceria, suasana lobi teduh, dan lokasi yang bagus, MaxOne Platinum Hayam Wuruk ini bisa jadi tempat nginap yang pas dengan harga cukup terjangkau. Sayangnya, ada beberapa hal yang kurang saya sukai dari kunjungan kemarin. Cerita lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Oh ya, sebelumnya saya bilang kalau saya kebagian nginap di kamar di lantai 7. Cukup tinggi kamarnya, sayangnya posisinya agak mojok, walaupun bukan yang terpojok.

IMG_20181017_153122
Interior kamar. Kasurnya besar. Meja kerjanya juga cukup luas, dan ada white board
IMG_20181017_153130
Kanal di televisinya cukup banyak. View dari jendela juga bagus, tapi terhalang pembangunan gedung sebelah.
IMG_20181017_153216
Lemari gantungnya nggak tertutup

Bicara soal desain interior, kamar saya tampak rapi, modern, dan ceria dengan balutan lantai kayu dan wall paneling di beberapa sisi kamar. Ukuran kamarnya memang nggak begitu besar, tetapi cukup luas lah buat ukuran hotel sekelas MaxOne. Ada kaca buram di dinding diagonal yang memisahkan shower box dengan ruangan utama kamar jadi kalau ada yang mandi, yang terlihat dari luar hanyalah lekuk tubuhnya saja (apasih).

Pencahayaan kamar membangun atmosfer hangat, tapi karena warna dindingnya kalem jadi ada semacam keseimbangan antara hot and cold, udah macam Katy Perry aja. Nggak redup, tapi nggak menyilaukan juga. Lagi pula, cahaya dari luar jendela juga kalau siang-siang cukup banyak. Di atas headboard, ada panel kayu dengan semacam lukisan atau potongan dengan desain cetak yang sepintas kayak batik, tapi bukan batik. Unsur youthful-nya didapatkan dari pernak-pernik macam ini.

Untuk in-room amenities, saya rasa sih udah cukup lengkap. TV ada, pilihanΒ channel-nya banyak, meja kerja ada, white board ada. Hanya saja, koneksi WiFi selama saya nginap dua malam itu bisa dibilang kurang bisa diandalkan. Pertama, jumlah perangkat yang bisa pakai satu akun itu nggak banyak. Kedua, meskipun udah terhubung ke jaringan, tapi nggak ada arus keluar masuk data, macam “connected / no internet” kalau di HP Android saya. Untungnya ada paket data HP yang masih bisa diandalkan.

Kamar Mandi

Bicara tentang kamar mandi, saya mempertanyakan satu hal yang saya lihat pas pertama kali masuk kamar.

IMG_20181017_153148
Itu kenapa ada stool di bawah shower?!

Saya nggak paham kenapa bisa ada stool di bawah shower. Apakah penghuni sebelumnya sempat ber-shower sambil duduk? Atau mungkin dipakai buat duduk sambil nungguin creambath? Entahlah tapi yang jelas, petugas cleaning service-nya seharusnya mengembalikan lagi si stool itu ke tempatnya, dan somehow saya jadi penasaran dengan posisi asli stool itu di kamar. Itu aslinya ada di mana?

IMG_20181017_153202
Kamar mandi, lengkap dengan perlengkapan mandi, dan toilet plus bidet.

Ukuran kamar mandi unit saya sebetulnya nggak luas. Shower-nya nggak bermasalah dari segi aliran air, tapi kalau dari segi suhu memang fluktuatif. Ada rainshower juga di shower box jadi yang ingin menggalau bisa lah nyanyi lagu Melly Goeslaw di bawah cucuran air shower. Kalau dari segi desain, kamar mandinya tampak lebih mewah dengan dinding dan countertop marble. Ditambah lagi dengan adanya rainshower, bisa lah menikmati pengalaman mandi mewah. Hanya saja, tolong dong buat pihak hotel itu stool-nya dikondisikan πŸ™„

Fasilitas Umum

MaxOne Platinum Hayam WurukΒ punya restoran yang ada di lantai teratas. Dari restoran, kita bisa menikmati pemandangan kota Jakarta yang cantik, apalagi kalau malam-malam. Sayangnya, saya nggak sempat ke restorannya sama sekali karena terlalu sibuk. Sibuk persiapan nonton konser, kesiangan bangun pagi jadi nggak sempat sarapan, dan pada akhirnya lupa karena lebih banyak beraktivitas di luar hotel.

This slideshow requires JavaScript.

Sebelumnya saya sempat sebut rustic industrial. Sentuhan gaya ini juga bisa kita lihat di beberapa public space seperti lorong hotel atau lobi lift. Kalau untuk lobi sendiri, desainnya lebih ke arah kontemporer, dengan suasana teduh karena ada dinding rumput sintetis yang dihiasi oleh sangkar-sangkar burung. Cute deh buat jadi latar belakang foto.

This slideshow requires JavaScript.

Nah, sekarang saya mau bahas hal yang bikin kunjungan saya kurang maksimal. Staf hotel yang melayani saya pada awalnya ramah, tapi ke sininya kok jadi dingin ya? Kurang ramah jatuhnya. Bahkan, resepsionis lupa kembalikan SIM saya dan ketika telepon ke kamar, bilangnya malah saya yang lupa ambil SIM (saya ingat betul resepsionisnya nggak kasih lagi SIM, kenapa jadi melemparkan kesalahan padaku).

Selain itu, di lobi saya minta tolong resepsionis untuk kirimkan mangkuk dan sendok ke kamar. Resepsionisnya bilang belum tahu karena restorannya udah tutup (waktu itu masih jam empat sore). Saya tegasin ke dia ya kalau alat-alat makan sih mau restoran tutup atau buka, harusnya masih bisa diakses πŸ˜’Β Akhirnya, sekitar setengah jam setelahnya barulah ada pegawai yang datang ke kamar untuk kasihkan mangkuk, dan hanya mangkuk saja. Sendoknya ketinggalan. Saya harus telepon room service untuk minta sendok yang ketinggalan dan nggak diangkat oleh pihak hotel. Sendok baru datang ketika makanan saya udah mau habis. Menyebalkan πŸ˜’

Lokasi

Dari aspek lokasi, MaxOne Platinum Hayam Wuruk ini memang bagus. Mau ke mana-mana gampang karena Halte Busway Harmoni bisa ditempuh dengan jalan kaki selama sekitar 5 menit dari hotel. Di dekat halte, ada Carrefour Duta Merlin yang bisa dikunjungi buat belanja segala macem. Restoran-restoran juga banyak di sekitar hotel (apalagi rumah makan Padang, itu sih tinggal turun ke lobi).

Mau ke Grand Indonesia? Dari hotel kalau pakai mobil sih sekitar 15 menit (selama lalu lintas nggak dialihkan). Mau ke Kota Tua juga bisa, pakai busway bisa lebih cepat. Mau belanja murah? Bisa ke Glodok atau Tanah Abang. Restoran 24 jam? Ada McDonald’s berjarak sekitar 10 menit dari hotel dengan berkendara. Ngopi? Ke Starbucks aja yang lokasinya tepat di sebelah bangunan hotel. Waktu WiFi kamar ngadat, saya kabur ke Starbucks buat kerja.

Kesimpulan

Untuk hotel bintang tiga, MaxOne Platinum Hayam WurukΒ saya rasa berhasil menawarkan dua aspek utama yang saya cari kalau lagi masuk ke mood “nggak banyak maunya”, yaitu lokasi dan kenyamanan istirahat. Aspek lokasi harus saya kedepankan karena hotel ini memang deket ke mana-mana. Halte busway, mal, Starbucks, atau restoran bisa dicapai dari hotel dengan jalan kaki. Sebetulnya, kawasan Hayam Wuruk dan Gajah Mada ini memang kawasan yang bisa dibilang asyik buat pilih hotel saat berlibur ke Jakarta. Mau makan mewah ada, makan murah banyak. Ke Kota Tua deket, ke mal juga dekat.

Untuk aspek kenyamanan istirahat, tidur saya nggak terganggu meskipun di sebelah lagi ada pembangunan. Selain itu, nggak ada masalah dengan air di kamar mandi, AC, atau televisi. WiFi-nya memang kurang reliable, tapi yang penting tidur saya nggak terganggu dan gak ada hal aneh-aneh terjadi di kamar (kecuali sliding door kamar mandi yang agak susah dibuka, tapi tetap fungsional kok).

Hanya saja, yang disayangkan adalah pelayanan stafnya. Untuk urusan ini, saya memang dan selalu “bawel”. Dengan rate 400 ribuan, MaxOne Platinum Hayam Wuruk bisa jadi pilihan akomodasi budget yang strategis dengan interior youthful buat kita-kita para young traveler. Namun, buat saya secara pribadi akan lebih nyaman dan kunjungan saya akan lebih terasa lengkap ketika staf bisa lebih ramah dan helpful. Semoga sih ke depannya kalau saya nginap lagi di sana, stafnya bisa lebih baik lagi.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Desain kamar bernuansa youthful dengan dinding artsy di belakang headboard tempat tidur sebagai focal point.
  • Lokasi strategis. Dekat ke supermarket (Carrefour Duta Merlin), kafe (Starbucks), restoran (Padang Merdeka), dan lain-lain. Halte busway Harmoni juga cuman sekitar 5 menit dengan jalan kaki dari hotel.
  • Restoran hotel menawarkan city view yang keren.
  • Rate-nya cukup terjangkau untuk hotel budget ke arah midscale.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Internet putus nyambung, kurang reliable kalau buat dipakai kerja.
  • Beberapa staf dan resepsionis hotel kurang ramah dan terkesan perfunctory, kurang responsif dengan kebutuhan pengunjung (I know everyone is tired but hey, we did not even ask for something unexpected like a white elephant or something. Semoga saja kualitas layanan dan keramahan stafnya bisa lebih ditingkatkan).
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌βšͺ️βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩🀩
Harga: πŸ’°πŸ’°

Review: Cottonwood Bed & Breakfast

Kalau pulang dari kampus atau kelas, kadang saya lewatin hotel ini. Lokasinya memang tidak disangka-sangka dan ketika beberapa teman tanya soal lokasi hotel ini, tanggapan mereka setelah saya jawab adalah “Oh, ada hotel di sana?”

Ada. Dan hotelnya gemes maksimal!

cottonwood bandung
Fasad Cottonwood Bed & Breakfast. Sederhana tapi manis.

Cottonwood Bed & Breakfast berlokasi di jalan Mustang nomor B2/1A. Kalau anak-anak Maranatha atau Sarijadi sih kemungkinan tahu hotel ini atau daerah ini. Nah, buat yang jarang masuk-masuk ke jalan yang lebih kecil di kawasan Sarijadi atau Surya Sumantri, hotel ini tuh nggak jauh dari Gerbang Tol Pasteur dan kawasan Cibogo (kira-kira sekitar 10 menit lah dari gerbang tol kalau kondisi jalan lagi lancar). Untuk saya pribadi sih kalau bahas segi lokasi, hotel ini punya keuntungan dan kekurangan tersendiri. Keuntungannya adalah hotel ini nggak berlokasi di jalan arteri dan berada di kawasan pemukiman yang tenang sehingga saya bisa kerja dan istirahat dengan nyaman tanpa banyak gangguan. Kekurangannya adalah karena lokasinya bukan di jalan arteri, akses ke area komersial nggak begitu mudah, walaupun sebetulnya jaraknya dari gerbang tol Pasteur itu cukup dekat.

Akomodasi bintang dua ini mengusung konsep bed and breakfast. Untuk tipikal pengunjung yang nggak neko-neko dan butuh tempat untuk “tidur doang”, hotel ini udah memenuhi kebutuhan. Bangunannya sendiri nggak besar, dengan fasad yang bukan tipikal grandiose, tapi lebih ke arah cute (driver Grab saya bilang, “Lucu ya kayak rumah Barbie!”). Oke sip, pak! πŸ€“

Jumlah kamarnya nggak banyak; hanya ada 11 kamar yang terdiri atas 9 kamar biasa, 1 loft, dan 1 familyΒ suite room untuk 4 orang. Fasilitas hotel pun hanya ada restoran slash kafe dan satu plant nursery. Meskipun demikian, menginap di sini dijamin nggak menyesal karena lokasinya yang cocok buat menyepi dan desain interior kamar yang bikin betah dan gemas sendiri.

Desain Kamar

Untuk kepentingan review ini, saya sempat galau beberapa jam untuk pilih desain kamar yang diinginkan. Seperti yang saya bilang sebelumnya, desain interior kamar di Cottonwood Bed & Breakfast ini unik dan menggemaskan. Asyiknya lagi, setiap kamar tampil dengan desain yang berbeda. Ini sih roman-romannya harus ke sana lagi buat coba nginap di kamar yang berbeda. Akhirnya, pilihan saya jatuh kepada kamar Popple Room yang ada di lantai dua.

Bicara tentang ukuran kamar, sebetulnya ukurannya sih nggak besar. Space kamar sebagian besar terisi sama tempat tidur double bed dengan seprai putih motif garis-garis warna biru yang memberikan sentuhan nautical. Supaya nuansa lautnya lebih kental, di samping tempat tidur ada lemari buku yang dibuat dari perahu yang dibagi dua. Cantik banget!

Di samping tempat tidur, ada meja belajar dan kursinya yang mengingatkan saya sama bangku dan kursi TK. Meja belajarnya ini dipasang di dinding dan entah kenapa saya merasa mejanya rentan jatuh (penahannya cuman satu). Di atas meja, disediakan terminal sebagai pengganti outlet listrik yang dipasang di dinding. Kurang A E S T H E T I C sih, tapi kelebihannya saya jadi punya banyak colokan buat charge ini itu. Di sini, saya mulai merasa juga bahwa kamar saya ini cocok jadi kosan tematik. Serius deh! Rasanya kayak kosan loh. Kosan mewah dan tematik.

AC dan televisi juga tersedia di kamar. Kalau butuh hiburan lain, ada WiFi gratis yang bisa dipakai untuk browsing internet atau cek media sosial. Oh ya, di kamar nggak ada lemari pakaian loh jadi kita nggak bisa simpan pakaian di dalam lemari. Meskipun demikian, masih ada gantungan pakaian (dan cukup banyak karena di kamar mandi pun ada) yang bisa kita pakai untuk simpan baju, jaket, atau celana.

Ketika datang sekitar pukul jam 4, suasana kamar bikin saya ngerasa betah. Apalagi dengan desain interior yang gemas begitu, saya jadi agak malas buat pergi beli makan. Walhasil, saya ketiduran sambil nonton kartun sampai sekitar jam setengah 8 malam. 😞

Oh ya, karena konsepnya bed and breakfast, kita diimbau untuk nggak mengganggu tamu lain dengan berisik di kamar atau nyalakan televisi dengan suara kencang. Kamar pun nggak punya peredam suara jadi suara dari dalam kamar bisa kedengaran ke luar, dan sebaliknya.

Oh ya, buat yang penasaran desain kamar-kamar lain di hotel ini, di bawah ini ada beberapa fotonya yang saya ambil dari website resmi hotel.

Kamar Mandi

Untuk urusan kamar mandi, saya nggak menyimpan ekspektasi besar. Bentuk kamar mandinya memanjang, tapi bisa dibilang cukup lapang dan nggak bikin claustrophobic. Appliances seperti shower, kloset, bidet, dan wastafel sudah tersedia jadi perlengkapan dasar kamar mandi sudah bisa dicentang dari list ya.

IMG_20181004_160609_HHT
Kamar mandi yang mungil tapi cerah

Nah, yang saya suka dari kamar mandi ini adalah penerangannya yang baik. Seperti yang saya ceritakan di beberapa review sebelumnya, saya kurang suka dengan kamar mandi yang remang karena rasanya gloomy dan mandi jadi tidak ceria. Dindingnya didominasi warna lemon chiffon, dengan setengah bagian bawahnya merupakan dinding bata ekspos bercat putih. Keluaran air dari shower-nya cukup kencang jadi enak buat pijat bahu. Hanya saja untuk air panas, saya harus menunggu sekitar beberapa menit sampai suhu yang diinginkan terasa.

Sabun dan sampo sudah disediakan di dispenser yang ada di area shower. Area ini dipisahkan oleh shower curtain yang sayangnya nggak sepenuhnya menghalau air ke area kloset (intinya sih mandinya nggak usah hardcore sampai loncat-loncat). Selain sabun dan sampo, sikat plus pasta gigi dan shower cap juga tersedia. Hanya saja, pisau cukur nggak disediakan jadi yang perlu bercukur, baiknya siapkan sejak awal dari rumah atau beli dari minimarket.

Fasilitas Umum

Meskipun konsepnya bed and breafkast, Cottonwood Bed & Breakfast punya fasilitas umum buat menunjang kebutuhan pengunjung. Salah satunya adalah kafe.

Di bagian belakang hotel, terdapat kafe Sun Porch yang bisa dikunjungi baik oleh pengunjung hotel maupun umum. Hanya saja untuk umum, kafe ini buka dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore aja. Ukuran kafenya sepintas kelihatan kecil dan nggak luas, tapi seating area tambahan di belakang ternyata lebih menarik. Ada juga spot khusus untuk food photography yang disediakan pihak hotel secara gratis, lengkap dengan lighting dan properti lain yang bisa dipakai.

Interior kafe mengusung desain shabby chic, dengan kursi-kursi dari boks kayu, lemari dan rak bernuansa cottage, watering cans, patung-patung kecil berbentuk hewan, dan tanaman hias. Oh ya, di kafe ini juga ada rak yang menyimpan koleksi sukulen untuk dijual. Sayangnya, saya datang ke sini nggak bawa mobil sendiri. Kalau bawa sih, saya mungkin beli satu sukulen.

Suasana kafe yang cerah dan berdekatan dengan kebun ini bikin saya nyaman ketika sarapan di sini. Banyaknya tanaman-tanaman hias yang dipajang bikin area kafe terasa teduh. Pemilik sekaligus manager hotel ini juga ramah dan menanyakan gimana istirahat saya. Rasanya homy banget. Yang serunya lagi adalah sarapan saya bukan nasi goreng, mi goreng, atau makanan lain khas continental breakfast; saya makan laksa! Agak aneh sih pagi-pagi makan laksa, tapi ya ini unik aja. Jarang-jarang kan sarapan di hotel, makannya bihun laksa.

IMG_20181005_105246
Tangga utama
IMG_20181005_105402_HHT
Mau nitip salam?
IMG_20181005_090810
Boks pasir mainan untuk anak
IMG_20181005_100004
Taman depan, ada rumah burungnya
IMG_20181005_100019
Tempat duduk di teras depan

Desain interior ruangan atau public space yang lain sama atau senada dengan shabby chic. Dekorasi atau ornamen bertema burung dan hewan banyak di sana sini dan menambah sisi gemas hotel ini. Warna-warna pastel dan netral juga mendominasi interior hotel, menciptakan atmosfer yang hangat dan menyenangkan.

Kesimpulan

Dengan harga mulai dari 315 ribu rupiah per malam (berdasarkan plakat di hotel), Cottonwood Bed & Breakfast bisa jadi tempat istirahat atau sanctuary yang terjangkau buat yang ingin beristirahat sambil kerja dalam atmosfer yang hangat ala rumah sendiri. Kamar-kamar tematik dengan desain yang unik bikin hotel ini sayang kalau hanya dikunjungi satu kali (next time coba kamar yang lain).

Meskipun nggak banyak fasilitas umum, kafe dan taman di hotel ini menawarkan public space yang nyaman untuk bertemu teman-teman atau ngopi. Lokasinya yang cukup nyempil juga membuat hotel ini relatif tenang dan sepi, jadi enak buat beristirahat. Sayangnya kalau senang jalan-jalan dan ingin akses cepat ke minimarket atau tempat umum lainnya, mungkin agak susah. Minimarket terdekat jaraknya nanggung kalau jalan kaki, meskipun kalau pakai motor sih relatif dekat.

Overall, pengalaman saya nginap di Cottonwood Bed & Breakfast ini menyenangkan. Kalau mau cari akomodasi budget yang unik dengan desain interior kamar yang gemes, hotel ini bisa jadi pilihan yang tepat.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ» Pros

  • Desain setiap kamar beda-beda, tapi yang jelas Instagrammable. Kayaknya nggak cukup sekali datang ke sana karena bawaannya ingin nginap di kamar-kamar lain.
  • Suasana hotel secara keseluruhan hangat dan nyaman, kayak nginap di rumah sendiri (dengan desain kamar yang unik).
  • Area di sekitar hotel cukup tenang, cocok buat yang ingin istirahat atau menyepi.
  • Restoran hotel menyediakan photo space gratis buat yang suka foto-foto makanan.
  • Rate-nya terjangkau dan dengan desain kamar yang cantik, hotel ini worth visiting.

πŸ‘ŽπŸ» Cons

  • Meskipun cukup dekat dari Gerbang Tol Pasteur dan Universitas Kristen Maranatha, minimarket terdekat jaraknya nanggung (jauh kalau jalan kaki, tapi deket kalau pakai motor).
  • Pintu kamar masih pakai kunci manual, bukan card.
  • Kamar nggak begitu kedap suara. Waktu saya nginap, bayi pengunjung lain ada yang nangis malam-malam dan kedengaran sampai kamar.
  • Jumlah kamar di Cottonwood nggak banyak jadi jangan kaget kalau full-booked di high season.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜Ά
Lokasi: 🀩🀩🀩😢βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°