Category Archives: 4 Stars

Review: Aryaduta Bandung

First of all, selamat hari Nyepi untuk teman-teman yang merayakannya. Semoga tahun ini dipenuhi dengan lebih banyak kebahagiaan, berkat, dan cinta dari orang-orang terdekat. Hari libur ini saya luangkan dengan beresin satu artikel terjemahan, dan setelah itu pergi makan malam dengan keluarga. Karena saya masih ada cukup waktu, saya putuskan untuk buat review untuk hotel yang saya kunjungi tepat di awal tahun ini, tanggal 1 Januari 2019.

Kalau di review sebelumnya saya bahas hotel di Jakarta, sekarang saya akan bahas hotel di Bandung. Hotel ini sebetulnya salah satu akomodasi yang sejak lama pengen banget saya kunjungi. Waktu SMP kalau nggak salah, saya memang pernah ke sini, tapi nggak sampai nginap, dan akhirnya bertahun-tahun kemudian, saya baru nginap di sini.

aryaduta-bandung
Area kolam renang dan gedung utama Aryaduta. Foto milik pihak manajemen hotel.

Aryaduta Bandung adalah sebuah akomodasi bintang empat yang berlokasi di Jalan Sumatra no. 51, Bandung. Lokasinya dekat dengan Jalan Merdeka yang terkenal dengan Bandung Indah Plaza dan Gramedia-nya. Hotel ini sendiri punya akses khusus menuju Bandung Indah Plaza.

Beroperasi sejak tahun 90an, hotel ini pada awalnya dibuka dengan nama Hyatt Regency Bandung. Sejak SD, SMP, SMA, bahkan kuliah semester 4 atau 5, hotel ini masih mengusung nama itu. Namun, di tahun 2016 hotel ini resmi berpisah dari grup Hyatt dan manajemennya berpindah ke tangan Aryaduta. Akhirnya sejak saat itu, hotel ini bermetamorfosis menjadi Aryaduta Bandung.

Bangunan utama hotel mempunyai bentuk segi delapan yang unik, dengan desain yang mencerminkan kemewahan dan modernitasΒ pada eranya. Saat bernaung di bawah Hyatt, hotel ini menyandang predikat bintang lima. Sayangnya, setelah berubah menjadi Aryaduta Bandung, executive lounge yang ada di hotel ditutup sehingga kelasnya turun menjadi bintang empat. Ini cerita dari receptionist-nya langsung ya. Meskipun demikian, “warisan” dari Hyatt Regency seperti pilihan kamar, restoran, dan fasilitas umum tetap dipelihara dengan baik.

Kunjungan saya ke hotel ini memang singkat, tapi bagi saya berkesan karena hotel ini semacam “old charm“. Usianya memang nggak bisa dibilang muda, tapi keglamorannya masih bertahan. Menginap di hotel ini rasanya seperti kembali ke era 80 atau 90an dan nginap di hotel-hotel berbintang yang suka ada di film-film laga Hong Kong jaman dulu. Oh ya, kamar yang saya tempati bertipe Business dan berada di lantai 12. Ulasan lengkapnya dibahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Sebelum saya bahas tentang desain kamar, saya harus bahas dulu desain interior hotel ini secara keseluruhan. Sebelumnya saya sempat mention “old charm“, era 80 atau 90an, kemewahan, modernitas, dam film laga Hong Kong. Interior hotel ini memang mencerminkan semua aspek-aspek itu (“old charm” yang saya sebut di sini sebetulnya nggak mengacu ke masa yang lebih lampau, tapi era tahun 60-90an). Kalau melihat eksteriornya, bangunan utama hotel tampak bulky dan berbentuk segi delapan. Desainnya sendiri ke arah modernist. Sementara itu, interiornya tampil mewah dan berkelas dalam dominasi gaya art deco. Lebih spesifiknya, Aryaduta BandungΒ menggabungkan art deco yang lebih umum dengan streamline moderne, salah satu gaya arsitektur turunan art deco itu sendiri. Lebih detailnya nanti saya bahas di segmen yang lain. Oh ya, bangunan hotel ini merupakan salah satu gedung pencakar langit pertama di Bandung.

Nah, beralih ke kamar, desain yang ditawarkan hotel bikin saya cukup amazedΒ karena saya seolah bisa membayangkan gimana rasanya nginep di hotel ini di era pra-Aryaduta, lebih tepatnya di masa-masa keemasan Hyatt Regency dulu di tahun 90an dan 2000 awal. Dengan luas 34 meter persegi, kamar punya cukup banyak ruang kosong yang terasa lapang. Sayangnya, pencahayaan ruangan menurut saya cenderung redup sehingga atmosfernya terasa dingin.

IMG_20190101_180700

IMG_20190101_180709

IMG_20190101_180716

IMG_20190101_180731

IMG_20190101_181007

Flooring area tidur utama pakai karpet berwarna cokelat keemasan dengan pola bintik-bintik berwarna cokelat muda. Furniturnya sendiri berwarna hitam dengan sedikit nuansa cokelat. Desain furniturnya memang dated, tapi tetap kelihatan kemewahannya, terutama tempat tidur, kursi, dan meja kerja. Tempat tidurnya sendiri cukup besar, terutama untuk satu orang. Hanya saja ya itu tadi, yang saya bilang sebelumnya. Dengan pencahayaan yang cenderung redup, pemilihan warna yang sejuk, dan banyaknya ruang kosong di kamar bikin atmosfer kamar terasa dingin.

Koridor menuju pintu dan kamar mandi tampak mewah dalam dominasi warna putih dan lantai marmer. Di koridor ini ada closet yang cukup besar dengan slippers dan brankas di dalamnya. Di samping closet, ada rak display yang menyimpanΒ mini-bar. Dari semua bagian kamar, saya rasa koridor ini yang paling terang benderang.

Jendela kamar saya menghadap ke arah timur sehingga kawasan Taman Maluku, Jalan R.E. Martadinata, sampai Trans Studio Bandung bisa terlihat. Sayangnya, sore itu cuaca lagi kurang bersahabat sehingga pemandangan gunungnya terhalangi awan. Oh ya, karena menghadap ke timur, kamar saya mendapatkan banyak cahaya matahari di pagi hari. Ketika cuaca sedang cerah, atmosfer kamar berubah menjadi lebih hangat, “ceria”, dan tetap mewah.

IMG_20190101_180644

Kamar Mandi

Ukuran kamar mandi di unit saya nggak besar, tapi bisa dibilang lengkap dan memenuhi standar “mewah” kamar mandi hotel bintang empat. Bathtub-nya cukup panjang dan enak buat selonjoran. Hanya saja, keran dan shower-nya sudah harus diganti sih menurut saya.

Kamar mandi ini tampak mewah dalam balutan marmer berwarna gading. Area wastafel tampil bergaya dengan cermin berbingkai emas yang cukup besar, dan dua wall lampΒ bergaya art deco yang dipasang secara langsung pada cermin. Ada juga vanity mirror dan hair dryer di dekat wastafel, tapi si cerminnya rusak karena besi penahannya hampir lepas. Nggak rusak-rusak banget sih karena piringan cerminnya masih bisa dipakai buat lihat jerawat, komedo, dan flek hitam dengan jernih (no way!).

tenor31
Say no to jerawat!

IMG_20190101_180541

IMG_20190101_180547

IMG_20190101_180554

IMG_20190101_180601

Ada dekorasi dinding bergaya etnik yang dipajang di atas kloset. Sepintas, saya jadi ingat salah satu resor di Kuningan, Jawa Barat yang memadukan desain modern classic dengan elemen-elemen etnik seperti ini. Oh ya, Aryaduta BandungΒ bekerja sama dengan Sebastian Gunawan untuk menghadirkan produk-produk mandi bagi para pengunjung. Untuk aromanya sendiri, menurut saya terlalu “formal”, walaupun harus diakui baunya subtle dan saya suka dengan tipe keharuman yang lembut.

Fasilitas Umum

Untuk memenuhi kebutuhan para pengunjung, Aryaduta Bandung dipersenjatai dengan beragam fasilitas publik. Salah satu fasilitas yang saya suka adalah lounge-nya di lantai lobi. Di lounge ini ada bar berlatar belakang tiga panel mural keramik setinggi lima belas lantai yang berakhir denganΒ skylightΒ berbentuk segi enam. Di balik mural-mural itu, ada lift berdesain klasik yang bunyi belnya khas banget.

IMG_20190101_173418

IMG_20190101_174309

IMG_20190101_174259

IMG_20190101_175320

IMG_20190101_175624

IMG_20190101_180056

Dari semua ruang publik yang ada di hotel ini, area lounge adalah kawasan yang paling saya suka. Lounge hotel ini secara intens mencerminkan gaya art deco, terutama lewat tiga panel mural raksasa dan skylight-nya. Area lounge ini cukup luas dan melebar ke sisi timur, dengan beberapa set sofa dan kursi lengan bergaya kontemporer dan grand piano di salah satu sudut ruangan. Palet warna cokelat, light ash, dan gading tampil berani dan mewah. Selain itu, pencahayaan area lounge juga didukung oleh beberapa lampu tegak yang ditempatkan di antara set sofa dan kursi.

Koridor kamar di setiap lantai mengeliling void setinggi lima belas lantai. Dari koridor, kita bisa lihat ke lounge di bawah, atau sekadar mengagumi kecantikan skylight di atas. Tampak simpel tapi mewah dengan garis melengkung dan half-wall sebagai pembatasnya ini, desainnya mengingatkan saya dengan streamline moderne, salah satu turunan art decoΒ yang banyak mengambil inspirasi dari eksterior kapal laut. Kalau di siang hari, koridor-koridor ini lebih tampak ke arah desain Bauhaus atau Modernist. Namun, jika kita melihat ke arah tiga panel mural, nuansa art deco dan streamline moderne-nya lebih kentara. Mirip beberapa elemen eksterior di bangunan-bangunan kawasan Asia Afrika seperti Hotel Savoy Homann dan Bank BJB.

Saya sempat malam-malam sekadar melamun dan nongkrong di koridor sambil lihat ke arah lobi di bawah. Rasanya seperti berada di dalam kapal pesiar mewah di tahun 30an atau era 90an, lebih tepatnya restaurantΒ di RMS Queen Mary atau grand lobby di kapal fiktif Argonautica dari film action keluaran tahun 1998, Deep Rising.

IMG_20190102_093206

IMG_20190101_180425

IMG_20190101_180252

Naik satu lantai dari lobi, ada Taruma Kafe yang menjadi restoran utama hotel. Restoran ini menyajikan sarapan untuk para pengunjung. Ukurannya cukup luas dengan setting meja untuk empat hingga delapan orang atau lebih. Saya nggak sempat foto-foto waktu sarapan, tapi menu yang disajikan variatif. Ada juga sajian mi yang ternyata cukup laku di kalangan para pengunjung. Oh ya, ketika occupancy hotel lagi penuh, restoran yang luas ini pun terasa ramai. Waktu saya berkunjung, bahkan beberapa tamu tampak bete karena nggak dapat meja kosong. Selain menu mi, saya juga suka dengan salad yang disajikan, terutama dengan adanya biji zaitun yang selain asin asem segar, juga menyehatkan.

IMG_20190101_180035

IMG_20190101_180040

IMG_20190101_180047

Turun satu lantai dari lantai lobi, ada Cha Yuen Chinese Restaurant. Saya nggak sempat masuk karena waktu ke sana, restorannya masih tutup. Restoran ini buka dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore, kemudian beroperasi lagi untuk makan malam dari jam 6.30 sampai 10.30 malam. Kalau dari lobi, restoran ini bisa diakses melalui tangga yang ada di sisi timur lounge.

IMG_20190101_175917

Di lantai tiga, ada akses menuju taman, gym, dan spa hotel. Menghadap ke arah taman, ada Swarga Loka The Garden Restaurant yang buka setiap hari Sabtu dari jam 6.30 sampai 10.30 malam. Restoran ini menawarkan suasana tropis dan sentuhan desain etnik Bali. Area restoran sendiri sebetulnya merupakan semacam pendopo besar dengan langit-langit yang cukup tinggi. Ada juga bar untuk menikmati beragam menuΒ cocktail yang menyegarkan. Di restoran ini juga ada meja bilyar loh buat yang suka nyodok. Lumayan lah buat malam mingguan sama teman-teman sambil makan bareng dan main bilyar dalam atmosfer santai, tapi tetap mewah.

IMG_20190102_112156

IMG_20190102_112223

IMG_20190102_112228

IMG_20190102_112357

Di taman hotel juga ada semacam gazebo kecil yang dilengkapi beberapa bean bag buat bersantai. Nggak jauh dari area taman dan Swarga Loka, ada kolam renang yang cukup luas. Secara pribadi, saya suka area kolam renangnya… ketika lagi kosong!

IMG_20190102_112328

IMG_20190102_112314

IMG_20190102_112310

IMG_20190102_112248

Area kolam renang dilengkapi beberapa gazebo privat, lengkap dengan kasurnya untuk leyeh-leyeh. Asli deh kalau waktu itu kolam renang lagi sepi, saya kayaknya mau berenang dan santai di gazebonya. Bisa-bisa ketiduran dan bablas jam check out kayanya.Β Kolam untuk anak di area ini sebetulnya masih “masuk” ke kolam dewasa, tapi dipisahkan dengan tembok. Untuk kolam dewasanya sendiri sih lumayan panjang. Cukup menguras tenaga lah buat berenang bolak-balik.

Lokasi

Berada di pusat kota Bandung, Aryaduta Bandung menjadi salah satu pilihan akomodasi terdepan dari aspek lokasi. Hotel ini punya akses langsung ke Bandung Indah Plaza. Jadi, kalau mau makan atau belanja, cukup keluar hotel dan jalan sedikit, naik eskalator, dan tadaa! Sampailah kita di BIP.

Kalau nggak mau ke BIP, masih ada Gramedia dan BEC Mall yang berjarak sekitar 10 menit dari hotel dengan jalan kaki. Dengan jarak yang sama, pengunjung juga bisa main ke Taman Balai Kota Bandung buat main air, masuk ke labirin, atau sekadar ngadem. Kalau mau, Taman Sejarah juga bisa dikunjungi, masih dengan fasilitas kolam main air buat anak-anak yang bisa digunakan secara gratis.

Selain itu, kalau mau pilihan tempat wisata keluarga yang lebih adem dan nggak kalah kece, Taman Lalu Lintas bisa dicapai dengan berkendara selama lima menit aja. Jujur, Taman Lalu Lintas merupakan salah satu objek wisata penuh kenangan buat saya secara pribadi. Jaman dulu saya suka dibawa main ke sini, terus main sepeda di jalur khusus yang didesain lengkap dengan rambu lalu lintas. Banyaknya pohon yang rimbun di kawasan taman juga bikin saya betah main di sini karena adem.

Untuk wisata belanja dan kuliner, kawasan Jalan Riau (R.E. Martadinata) bisa dicapai dengan berkendara selama sekitar 5-10 menit. Ada banyak butik dan restoran kece di sana. Di Jalan Sumatra pun ada beberapa restoran yang layak dikunjungi, seperti Indischetafel yang akan membawa kita ke era noni dan sinyo jaman dulu.

Kesimpulan

Luxury everlasting. Menurut saya itu frasa yang pas untuk hotel ini. Meskipun usianya sudah cukup tua, Aryaduta BandungΒ tetap menjaga kemewahan dan eleganceΒ yang diwariskan dari Hyatt Regency. Interior bergaya art deco/streamline moderne, kamar yang luas, lobby lounge yang mewah, fasilitas lengkap, dan lokasi prima merupakan beberapa kelebihan hotel ini.

Furnitur yang dated dan beberapa perlengkapan kamar mandi yang butuh perbaikan memang jadi pe-er buat hotel ini, tapi saya secara pribadi sih nggak masalah dengan furniturnya. Hanya saja, memang keran dan shower baiknya diganti. Akan lebih bagus kalau ada rainshower sih. Selain itu, atmosfer kamar yang cenderung dingin sebetulnya bukan kesukaan saya. Ditambah lagi dengan pencahayaan yang redup di area utama kamar, saya rasa lampu neonnya perlu diganti dengan warna warm white deh supaya suasananya lebih hangat dan mewah. Namun, view dari jendela sangat memukau, terutama dari ketinggian 12 lantai.

LoungeΒ di lantai lobi dan koridor kamar di setiap lantai mengingatkan saya kepada interior di kapal-kapal pesiar tahun 30an atau 90an, apalagi dengan adanya tiga mural raksasa setinggi 15 lantai yang langsung memunculkan gambaran panel dekorasi dinding di restoran RMS Queen Mary. Untuk restoran sendiri, nggak ada masalah yang saya temukan. Saya suka dengan menu yang disajikan, terutama pilihan mi dan salad-nya.

Area kolam renang sayangnya sedang ramai saat itu, tapi ketika sepi, saya yakin area itu cocok banget untuk bersantai dan tiduran di gazebo privat, melupakan sejenak beban hidup dan orang-orang toxic yang kita temui (halah!). Sebetulnya, ada yang kurang dari area ini: whirlpool. Mengingat udara Bandung relatif lebih sejuk daripada Jakarta, kehadiran whirlpool bisa melengkapi sesi berenang.

Dengan rate mulai dari 700 ribuan (berdasarkan info dari Tripadvisor untuk tipe kamar termurah), Aryaduta Bandung bisa jadi akomodasi bintang empat yang patut dikunjungi. Saya sendiri nggak akan nolak untuk nginap lagi di sini (hopefully bisa pesan Presidential Suite-nya sih yang dilengkapi dengan grand piano, supaya bisa konser). Para penggemar desain interior klasik sepertinya akan suka dengan hotel ini.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Desain interiornya keren! Perpaduan art deco dan streamline moderneΒ bikin saya secara pribadi seolah lagi ada di dalam kapar pesiar. Lounge di lobi dan area koridor hotel bisa jadi spot foto yang cantik, terutama bar di lounge dengan latar belakang tiga mural keramik setinggi 15 lantai.
  • Tipe kamar termurah, Business punya ukuran yang luas (34 meter persegi).
  • Rate-nya terbilang masuk akal dan terjangkau untuk ukuran hotel bintang empat yang pernah menyandang predikat hotel bintang lima, terutama dengan berbagai warisan hotel bintang lima yang masih terjaga dengan baik.
  • Kolam renangnya luas dan ada beberapa gazebo privat, lengkap dengan kasurnya buat leyeh-leyeh sambil bermimpi jadi Crazy Rich Asian.
  • Ada bathtub di kamar mandi unit. Ciri khas hotel jaman dulu yang didambakan supaya bisa berendam. Sekarang ini, hotel bintang empat jarang yang pasang bathtub di tipe kamar termurah.
  • Menu sarapannya lezat. Harus coba varian mi kuahnya.
  • Lokasinya prima. Ke mana-mana dekat. Mau ke mal (Bandung Indah Plaza) pun sudah ada akses langsung. Mal lain, toko buku, objek wisata ternama di pusat kota pun jaraknya cuman 5-10 menit dari hotel.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Furniturnya dated. Ini jatuhnya masalah preferensi pribadi sih. Saya sendiri nggak masalah sebetulnya selama furniturnya terjaga dengan baik.
  • Keran dan shower di kamar mandi lebih baik diganti dengan yang baru. Vanity mirror juga sudah waktunya dihibahkan.
  • Pencahayaan kamar cenderung redup, membuat atmosfer kamar terasa lebih dingin (terutama dengan neon berwarna cool white). Jujur saya kurang suka dengan pencahayaan yang redup di kamar, apalagi sampai membangun suasana yang dingin, bukan sejuk.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Ά
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩🀩
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°

 

 

Review: Park View Hotel Bandung

Review kali ini sedikit spesial karena teman sekelas saya pernah kerja di hotel ini. Kalau saya pulang dari PVJ, pasti lewat depan hotel ini karena lokasinya nggak jauh dari mal itu (kira-kira lima menit lah kalau jalan kaki). Saya menginap di hotel ini bulan lalu sebetulnya, tapi baru sempat tulis review-nya sekarang karena sibuk.

Pemilihan hotel ini sebetulnya didasari oleh keinginan saya untuk buat dan review hotel-hotel yang nantinya bisa dimasukkan ke daftar luxury affordable buat Bandung. Semoga saja sih saya bisa segera dapat lagi opsi buat ditambahkan ke daftar.

park-view-hotel-bandung
Fasad hotel. Foto milik pihak manajemen hotel.

Park View Hotel Bandung adalah sebuah akomodasi bintang empat yang berada di kawasan Sukajadi yang terkenal dengan deretan toko-toko dan mal Paris van Java, salah satu upscale mall di kota Bandung. Alamat lengkapnya adalah jalan Sukajadi nomor 153, Bandung. Posisi hotel ini tepat menghadap ke arah Taman Sukajadi.

Kalau dilihat dari depan, fasadnya tampakΒ majestic dengan empat pilar bergaya Corinthian yang menyokong langit-langit setinggi dua lantai dan dominasi warna batu. Mengusung tema Parisian, hotel ini punya 80 kamar yang terbagi ke dalam beberapa tipe, yaitu Deluxe, Super Deluxe, Executive, Junior Suite, dan Suite. Katanya sih mau ada Presidential Suite, tapi sepertinya belum jadi atau gimana. Setiap kamar punya desain yang sedikit berbeda, walaupun masih berada dalam cakupan tema yang sama. All about Parisian gitu lah intinya.

Untuk fasilitas, hotel ini punya restoran, meeting room, ballroom, dan kolam renang berair hangat (nah ini nih yang asyik!). Kamar yang saya tempati ketika menginap adalah kamar Executive di lantai tujuh. Secara keseluruhan, pengalaman menginapnya bisa dibilang oke lah, meskipun ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian pihak manajemen hotel. Ulasan lengkapnya saya tulis di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya menempati kamar Executive di lantai enam. Posisi kamar ini berada di sisi kiri hotel (kalau kita berdiri ke arah barat), jadi view yang didapat dari jendela adalah view kota. Dari segi view sendiri, nggak banyak hal menarik yang bisa dilihat berhubung jendelanya mengarah ke area Pasteur dan bandara, jadi nggak banyak bangunan tinggi.

Di lift hotel terdapat poster yang menampilkan tipe-tipe kamar dan “julukannya”. Untuk kamar saya, julukannya adalah “Midnight in Paris“. Ukuran kamarnya bisa dibilang cukup luas, terutama mengingat furnitur-furnitur yang ada berukuran lumayan besar. HeadboardΒ kasurnya adalah bantalan quiltedΒ leather berpola diagonal dengan dimensi tile yang cukup besar. Kalau mendengar julukan “Midnight in Paris“, saya membayangkannya suasana yang lebih romantis, tetapi dengan interior kamar seperti ini, saya lebih mendapatkan vibe Hollywood Glamour sebetulnya, terutama ketika disandingkan dengan satu set table lamp di kedua sisi tempat tidur, which is not bad actually.

IMG_20181124_143236_HDR
Kasur berukuran besar dengan headboard raksasa yang glamor.
IMG_20181124_143030
Televisi kamar. Ukurannya cukup besar.
IMG_20181124_142815_HHT
Tempat tidur. Warna sarung throw pillow dan seprai panjangnya senada dengan headboard.

Kamar saya dilengkapi dengan in-room amenities wajib seperti televisi, AC, meja kerja, tea/coffee maker, dan koneksi WiFi. Ada juga kulkas kecil yang ditempatkan di dalam wooden chest klasik di samping meja kerja (saya suka desain si wooden chest-nya). Untuk WiFi, koneksinya kurang bisa diandalkan karena berkali-kali koneksi ke-reset dan saya harus log in lagi (bahkan kadang-kadang mau log in pun nggak bisa).

Dinding kamar sendiri dilapisi wallpaper dengan dua desain. Wallpaper dinding televisi dan pemisah kamar mandi punya desain yang lebih sederhana dengan warna cokelat krem terang. Sementara itu, wallpaper dinding ruang kerja dan ruang duduk tampil lebih cantik dengan pola damask. Ruang kerja di kamar ini adalah spot favorit saya. Armchair dengan sandaran tinggi berwarna lilac kecokelatan ditempatkan di samping jendela dengan tirai berwarna senada. Berseberangan dengan area duduk ada meja belajar klasik, lengkap dengan kursi kerja dan lampu belajar antik.

IMG_20181124_143006
Area duduk favorit saya di kamar.
IMG_20181124_142850_HHT
Meja kerja dengan lampu meja antik.
IMG_20181124_143054_HHT
Lemari pakaian, lengkap dengan safe box, bantal tambahan, dan slippers.

Di dekat pintu keluar, ada lemari yang memuat safe box, bantal tambahan, dan slippers. Space-nya cukup besar sih untuk ngegantung jas atau jaket. Untuk kekurangan kamar sendiri, di dinding pemisah kamar tidur dengan kamar mandi, ada sebagian wallpaper yang terkelupas (bisa dilihat ada di foto sebelumnya). Selain itu, lantai karpetnya menurut saya kurang bersih karena masih ada semacam sisa remah-remah cracker.

Kamar Mandi

Alasan saya pilih kamar Executive adalah karena ada bath tub. Sesekali memanjakan diri dengan berendam air panas nggak dosa, ‘kan?

Untuk kamar mandi, saya cukup senang karena ada telepon di samping kloset yang bisa digunakan untuk minta cebok ke bibi (inget jaman kecil ya kalau udah buang air besar teriak-teriak “Bibi! Cebok!”). Bath tub dipasang di samping jendela kaca yang mengarah ke tempat tidur. Sayangnya, hanya ada shower tangan dan keran. Tanpa rain shower, rasanya mandi kurang greget.

IMG_20181124_143111_HHT
Kloset dan bath tub
IMG_20181124_143130
Alat-alat mandi. Kondisionernya baunya nggak enak.
IMG_20181124_143137
Jendela kaca di samping bath tub supaya bisa nonton TV sambil berendam.

Hair dryer juga tersedia di kamar jadi kalau perlu mengeringkan rambut, ya nggak perlu telepon room service untuk pinjam alat pengering. Sayangnya, ada beberapa hal yang nggak saya suka dari kamar mandi dan memang perlu diperbaiki. Pintu bathroom counter rusak dan hampir menimpa kaki saya. Selain itu, lubang drainase bath tub ternyata bocor. Lebih tepatnya, penutupnya nggak ketat jadi air tetap berkurang. Blinds juga robek dan rusak, mungkin karena sering terkena air.

IMG_20181124_143153_HDR
Blinds yang rusak
IMG_20181124_143201_HDR
Shower tangan

Oh ya, satu hal lain yang bikin saya nggak ngerti adalah kamar saya dilengkapi dua pesawat telepon. Anehnya, pesawat telepon utama di kamar itu nggak berfungsi. Saya sampai coba cabut dulu kabelnya dan pasang lagi, tapi tetap nggak berfungsi. Ketika saya iseng coba pakai telepon di kamar mandi, eh malah bisa. Jadi kalau mau telepon harus ke kamar mandi dulu dong? Quite inconvenient.

Fasilitas Umum

Park View Hotel BandungΒ punya beberapa fasilitas umum untuk para pengunjung. Fasilitas yang saya suka adalah kolam renangnya. Berada di belakang restoran, kolam renang ini ukurannya memang nggak besar dan memanjang, tapi airnya hangat. Bahkan ketika saya coba di malam hari, airnya tetap kerasa hangat. Pas lah buat yang nggak suka dingin-dinginan kayak saya. Di dekat kolam renang juga ada semacam courtyard kecil yang dipakai para pengunjung buat simpan tas atau baju ganti. Kolam renang ini tampil cantik dengan tanaman rambat dan lampu-lampu di sampingnya. Sepintas mengingatkan saya dengan CafΓ© Parisiene di RMS Titanic.

This slideshow requires JavaScript.

Hotel ini juga punya ballroom dan ruang rapat. Untuk mengakses ballroom, pengunjung bisa naik grand staircase yang berada di dekat lobi, atau naik lift. Grand staircase ini bentuknya melingkar, tampil cantik dalam balutan marmer putih dan hitam dan railing besi dengan ukiran yang rumit. Di atas grand staircase sendiri ada chandelier besar dan di dinding sisi barat tangga, ada jam besar yang dipasang di dinding. Di bawah tangga, ada semacam frame besar yang mengingatkan saya dengan cermin Maleficent, tapi ternyata isinya adalah kursi. Properti ini jadi salah satu favorit para pengunjung yang foto-foto. Secara pribadi saya kurang suka dengan properti itu dan lebih memilih benda lain yang lebih sederhana untuk ditempatkan di bawah tangga. Grand piano, misalnya.

IMG_20181124_230940_HHT
View dari grand staircase
IMG_20181124_231009_HHT
Grand staircase, tampil cantik dalam balutan marmer hitam dan putih
IMG_20181124_231020_HHT
Reception area depan ballroom
IMG_20181124_231034_HHT
Jam antik
Restoran

Hotel ini punya restoran bernama Le Jardin yang lokasinya nggak jauh dari lobi hotel. Dari segi ukuran, restoran ini cukup luas, dengan set kursi dan meja makan yang besar. Desainnya masih nggak jauh-jauh dari Parisian, walaupun untuk beberapa aspek saya justru kebayangnya rumah Syahrini (interior-interior cetar gitu lah ala-ala rumah di sinetron), Hollywood Glamour, dan modern klasik. Wall paneling-nya punya sentuhan gaya Louis XVI, dengan ornate keemasan yang rumit.

Dari restoran, ada pintu menuju area kolam renang. Pintu itu merupakan satu-satunya akses ke kolam renang, jadi bisa dibayangkan kalau kita mau berenang pas jam sarapan. Agak awkward sih pasti. Untuk makanan sendiri sih saya nggak banyak komentar. Dari segi rasa, sudah decent, meskipun nggak bisa dibilang outstanding. Untuk variasi makanan, jatuhnya standar sih, standar menu-menu sarapan hotel. Ada jamu kalau yang biasa pagi-pagi minum jamu.

This slideshow requires JavaScript.

Lokasi

Dari aspek lokasi sendiri, Park View Hotel Bandung memberikan kemudahan untuk pergi ke mana-mana. Walaupun kawasan Sukajadi sering terkenal dengan macetnya, karena lokasinya dekat, dari hotel saya bisa jalan kaki ke PVJ. Di seberang hotel juga ada taman yang bisa dikunjungi buat bersantai sambil bawa anak-anak main ayunan atau perosotan.

Kalau dari Stasiun Bandung, hotel ini berjarak sekitar 15 atau 20 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Selain itu, Rumah Sakit Hasan Sadikit juga hanya berjarak sekitar 10 menit dari hotel dengan kendaraan roda empat.

Kesimpulan

Mengklaim sebagai hotel pertama berdesain Parisian di kota Bandung, Park View Hotel Bandung memang punya desain yang cantik dan mewah. Meskipun secara pribadi saya merasa vibe-nya kurang kental, beberapa architectural elements di hotel ini mencerminkan sisi tersebut.

Interior kamar saya memberikan atmosfer romantis, tapi ke arah glamor. Sentuhan Parisian di kamar saya nggak begitu kentara, meskipun ya untuk kamar bertajuk “Midnight in Paris“, saya masih bisa membayangkan lah aspek romantisnya. Di malam hari ketika lampu-lampu kamar dinyalakan, efek pencahayaannya membangun suasana elegan. Terlebih lagi dengan jendela yang menghadap ke arah pusat kota. Bisa lah jadi “Midnight in Paris van Java“.

Maintenance kamar yang kurang baik jadi concern saya. Meskipun sederhana, masalah wallpaper yang terkelupas harusnya segera diperbaiki. Selain itu, kebersihan karpet kamar juga harusnya bisa lebih dijaga. Berhubung lantainya karpet, akan lebih mudah buat kuman dan kotoran menempel. Selain itu, fasilitas kamar mandi yang rusak juga harusnya diperbaiki, terutama pintu bathroom counter dan bath tub yang bocor.

Lokasi yang strategis membuat hotel ini jadi pilihan yang pas menurut saya, terutama dengan rate mulai dari 500 ribu rupiah per malam untuk kamar Deluxe (berdasarkan Tripadvisor). Kalau senang belanja di kawasan Sukajadi, hotel ini layak diperhitungkan. Di depan hotel juga ada taman kecil yang bisa dikunjungi buat bersantai sejenak dari ingar bingar perkotaan. Hanya saja, saran saya sih kunjungi taman ini di luar jam pulang kerja karena kemacetan jalan bikin suasana tenang di taman jadi hilang.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Interior kamar tampil mewah dan elegan dalam tema Parisian (setiap tipe kamar beda-beda desainnya). Furnitur dan wall paneling-nya “kawin” lah istilahnya.
  • Pencahayaan kamar membangun suasana romantis di malam hari. Cocok kalau ingin datang untuk bulan madu.
  • Banyak tempat-tempat Instagrammable di hotel (salah satu spot yang sering dipake foto-foto adalah grand staircase di lobi).
  • Kolam renangnya berair hangat, cocok buat anak-anak atau siapa pun yang alergi dingin.
  • Untuk kamar-kamar di sisi kiri hotel, viewΒ kotanya lumayan bagus.
  • Hotel berlokasi dekat dari Paris van Java dan Taman Sukajadi.
  • Untuk pengalaman menginap di hotel dengan interior berdesain Parisian, rate-nya agreeable dan terbiang terjangkau.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Staf seharusnya lebih profesional dengan nggak lashing out ke sesama staf di depan pengunjung.
  • Lift terlalu kecil dan suasananya suram.
  • Maintenance kamar kurang bagus. Wallpaper dibiarkan terkelupas, furnitur yang rusak juga didiamkan, telepon di atas nightstand nggak berfungsi, tirai kamar mandi rusak, dan lubang drainase bathtub bocor.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😢βšͺ️
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†βšͺ️
Lokasi: 🀩🀩🀩😢βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Review: de Braga by ARTOTEL

Beberapa minggu yang lalu, saya berkesempatan untuk menginap di hotel ini. Kebetulan di hari kunjungan, ada Light Fest yang diadakan di sepanjang jalan Asia Afrika jadi bisa dibilang kunjungan saya lengkap deh dengan festival tersebut. Selain itu, karena dekat dari jalan Asia Afrika, bolak-balik dari hotel ke depan Museum Konferensi Asia Afrika juga nggak perlu jalan jauh.

de-braga-by-artotel
Fasad dan bangunan utama de Braga by ARTOTEL. Foto milik pihak manajemen.

de Braga by ARTOTELΒ berlokasi di jalan Braga no. 10, Bandung. Berada di kawasan jalan Braga pendek, lokasinya dekat banget dengan Museum Konferensi Asia Afrika (dan yang paling bikin saya senang, dekat banget dengan Starbucks Asia Afrika. Yay!). Sebelum menjelma jadi de Braga by ARTOTEL, di atas lahan yang ditempati hotel ini dibangun Sarinah, dan Sarinah ini masih sama dengan Sarinah yang di Jakarta. Di lantai lobi, Sarinah ini masih dipertahankan dalam bentuk satu toko kecil yang menjual barang-barang khas Indonesia, kayak kemeja batik, pernak-pernik etnik, dan semacamnya.

Dari segi eksterior, fasad asli bangunan Sarinah masih dipertahankan, hanya saja bangunannya dialih fungsikan jadi terrace cafΓ© yang memanjang. Di belakangnya, ada bangunan utama hotel dengan desain yang mengingatkan saya sama salah satu gedung bergaya modernistΒ tahun 60-an di New York. Ada semacam vibeΒ Villa Savoye desain Le Corbusier kalo menurut saya sih.

Akomodasi bintang empat ini memiliki 112 kamar yang terbagi ke dalam 3 tipe: Studio 25, Studio 35, dan Suite. Untuk fasilitas, hotel ini punya kolam renang, restoran, terrace cafΓ©, MEETSPACE, dan art space. Nah, kalau tentang fasilitas, saya sempat coba berenang di kolam renangnya. Untuk kamar, saya pilih Studio 25 yang, meskipun merupakan opsi kamar paling kecil, tapi masih bisa give something big for me. Ulasan lengkapnya di bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Berada di lantai 9, kamar saya berada di sisi selatan dengan jendela menghadap ke kawasan jalan Asia Afrika. Jendelanya besar, meskipun bukan berjenis floor-to-ceiling. Meskipun sedikit terhalangi hotel tetangganya, saya masih bisa mendapatkan view yang cantik dari kamar. Bahkan waktu ada Light Fest, karena cukup pusing dengan banyaknya orang yang nonton di sekitar jalan Asia Afrika, saya memutuskan untuk kembali ke hotel dan nonton festival dari kamar. Sambil duduk di samping jendela, saya bisa nonton festival dan ngemil biskuit. Nonton di bawah secara langsung pun agak rugi karena badan saya kecil, jadi kehalangin orang-orang yang lebih tinggi.

tenor
Aku ‘kan jadinya murka dalam hati

Nah, sekarang waktunya bahas desain kamar. Satu hal yang saya suka dari hotel ini adalah mereka bisa mengawinkan interiorΒ sleek modernΒ dengan sentuhan contemporary industrial dan art-deco. Ini semacam beberapa layerΒ bertumpuk-tumpuk, tapi sleek modern merupakan desain dasar kamarnya. Dua gaya lainnya jadi semacam pelengkap. Yang bikin kamar saya lebih artistik adalah adanya dua mural di dinding kamar, satu di belakang headboard, dan satu lagi di dinding sebelah tempat tidur. Pokoknya muralnya Instagram-material banget! Untuk pencahayaan, wall lights-nya berdesain simpel, berupa sphere berwarna putih dengan lampu berwarna kekuningan untuk memberikan kesan mewah di malam hari. Di atas meja belajar juga ada satu ceiling light dengan desain yang senada dengan wall lights.

IMG_20181021_121533
Interior kamar. Space-nya luas dan terasa sejuk.
IMG_20181021_121601
Dua mural di kamar. Unyu maksimal!
IMG_20181021_121540
Mural besar di atas headboard. Unyu maksimal!
IMG_20181021_121549
Televisi 42 inci dan meja kerja.

Palet warna kamar menggunakan warna putih sebagai warna utama yang memberikan kesan bersih dan sejuk. Pemilihan warna-warna monokrom seperti hitam, abu-abu, dan blue blackΒ memberikan kesan bold dan modern. Lantai kayu berwarna cokelat membangun nuansa yang lebih homy.Β For a colorful splash, ada mural warna-warni… karena hidup kalau monoton ‘kan nggak asik. You need some colors to make your life colorful, lah!

tenor31
Itu petuah dari Sehun ya. Harap diingat!

Bicara fasilitas kamar, ada televisi 42 inci lengkap dengan kanal-kanal lokal dan internasional, jaringan WiFi, dan AC. In-room amenities dasar sih sudah jelas ada jadi nggak perlu khawatir lah. Slippers juga tersedia dan desainnya lucu. Nah, di kamar juga ada mesin Nescafe Dolce Gusto Piccolo buat bikin kopi. Yang saya dapat adalah varian Espresso Intenso dan karena saya bukan penggemar berat kopi, saya tambahin krimer supaya rasanya lebih soft.

IMG_20181021_121834
Mesin Dolce Gusto Piccolo dan kopinya. Ngopi napa ngopi?!
Kamar Mandi

Kalau interior utama kamar mengusung sleek modern sebagai desain utama, kamar mandinya justru lebih kental dengan desainΒ rustic industrial, dipadukan dengan sentuhan art-deco. Agak nabrak ya? Nggak kok!

Interior kamar mandi tampak cantik dalam balutan tiles berdesain “bata ekspos” warna putih. Supaya kontras, lantainya berwarna abu-abu tua. Kesan mewah ditampilkan melalui wastafel dan cermin kamar mandi. Wastafelnya punya marble countertop, dan di atasnya ada cermin berbentuk segi empat dengan kerangka besi yang desainnya mengingatkan saya dengan The Great Gatsby. Ya, bisa dibilang desainnya Gatsby-esque lah kalau nggak sepenuhnyaΒ art-deco ala Gatsby.

IMG_20181021_121713
Area shower
IMG_20181021_121731
Marble sink dengan cerminΒ Gatsby-esque
IMG_20181021_121740
Bathroom amenities wajib

Handuk, tisu, dan alat-alat mandi lainnya sudah tersedia di kamar mandi. Untuk shower-nya, ada rainshower dan shower tangan. Aliran dan suhu airnya stabil jadi lumayan lah untuk ber-shower ketika galau. Kalau perlu mengeringkan rambut, ada hair dryer yang disimpan di dalam lemari pakaian, tepat di luar kamar mandi. Pencahayaannya juga decent karena, seperti yang saya sering bahas di artikel-artikel sebelumnya, saya nggak suka mandi di kamar mandi yang remang-remang karena rasanya muram.

tenor1
Aku nggak mau bermuram durja di bawah shower 😦
Fasilitas Umum

Buat melengkapi kebutuhan pengunjung, de Braga by ARTOTEL sudah dipersenjatai dengan beberapa fasilitas umum. Kalau mau ngopi, bisa ke terrace cafΓ© yang ada di lantai lobi. Menurut saya, kafe ini cantik banget dari segi desain dan posisi. Berada di samping trotoar, sambil ngopi ‘kan bisa sambil menikmati suasana jalan Braga pendek yang relatif lebih tenang dibandingkan jalan Braga panjang.

IMG_20181021_153342
Kafe ini juga bisa dikunjungi oleh umum kok.

Kalau mau sarapan, ada restoran yang posisinya berada di samping rooftop garden yang pas buat main atau nongkrong. Karena palet dasar interiornya adalah hitam putih, furnitur-furnitur bergaya kontemporer dengan warna cerah dan mural-mural cantik memberikan colorful splashΒ yang ceria buat menemani momen bersantap. Di luar restoran, ada area terbuka dengan rumput sintetis yang bisa jadi tempat yang pas untuk ngobrol bareng teman-teman di sore hari ketika matahari nggak begitu terik, atau main monopoli atau UNO.

This slideshow requires JavaScript.

Sebagai fasilitas hiburan slash olahraga, hotel ini punya kolam renang yang bisa diakses melalui pintu yang berada nggak jauh dari area restoran, tepatnya di dekat lift. Ukuran kolam renangnya cukup besar, hanya saja sayangnya dibatasi oleh dinding yang cukup tinggi sehingga saya nggak bisa melihat pemandangan daerah sekitar dengan mudah. Kalau mau lihat ke area jalan Braga pendek, saya harus jadi kayak anak-anak yang suka jinjit atau manjat tembok gitu. Padahal, view dari kolam renang sebetulnya bagus.

IMG_20181021_151606
Area kolam renang. Kursi dan recliner-nya nggak banyak.

Kedalaman kolam renang utama nggak melebihi 1,5 meter jadi buat yang mau belajar renang, masih aman lah (saya lihat banyak anak-anak kecil yang malah nyeburnya ke kolam renang utama). Kolam anaknya dipisahkan oleh semacam dinding pembatas yang di atasnya ada beberapa stepping stones warna krem. Ketika saya berenang, lagi ada beberapa pengunjung lain pula yang berenang. Sayangnya, karena kursi dan recliner buat pengunjung nggak banyak, pengunjung yang nggak kebagian harus simpan barang bawaannya di dekat planters. Selain itu, area kolam renang juga kekurangan spot teduh. Walhasil, produk elektronik kayak HP atau iPod akan terpapar cahaya matahari langsung kalau nggak dimasukkan ke tas (even dimasukkan pun tetap panas, berdasarkan pengalaman pribadi). Kamar mandi dan shower box untuk bilas bisa diakses melalui gang kecil yang ada di sisi timur kolam renang.

Selain fasilitas umum, beberapa public space di hotel ini juga artistik. Sesuai lah dengan embel-embel art-nya. Salah satu spot yang paling sering muncul di Instagram adalah tangga yang menghubungkan lantai restoran dengan lobi. Di lobi sendiri, ada beberapa instalasi seni, seperti wall art besar berwarna pink di samping lift.

This slideshow requires JavaScript.

Β Lokasi

Nah, bicara soal lokasi, de Braga by ARTOTEL ini menurut saya pilihan terdepan, terutama kalau ingin nginep di kawasan Asia Afrika atau Braga. Kalau ingin dapat view kawasan Asia Afrika, minta kamar yang ada di sisi selatan. Kalau di sisi utara, bisa dapat view kawasan jalan Braga dan sekitarnya. Kembali lagi ke preferensi pribadi sih.

Hotel ini cuman berjarak sekitar 5 menit dari Museum Konferensi Asia Afrika. Mau makan atau nongkrong di Braga? Jalan kaki sepuluh menit juga jadi. Oh ya, dengan jarak yang sama juga kita bisa main ke kawasan Alun-Alun dan Masjid Raya Bandung. Dari sana, kita bisa lanjut jalan ke shopping district Dalem Kaum dan Kepatihan.

Nggak jauh dari hotel, ada Pasar Barang Antik Cikapundung. Kalau kamu penggemar barang-barang antik, di sini ada berbagai macam barang nostalgic, dari mulai furnitur, mainan, sampai old records yang masih bisa diputar pakai gramofon!Β 

Kesimpulan

Kalau dari segi kamar, saya bisa bilang Studio 25 yang saya tempati ini semacam little engine that could do big things. Meskipun kelasnya paling kecil, tapi ukuran kamarnya ternyata luas dan in-room amenities-nya lengkap, terutama dengan kehadiran si Nescafe Dolce Gusto Piccolo. Desainnya pun cantik dan Instagrammable, apalagi kalau foto di atas tempat tidur dengan latar belakang mural yang unyu maksimal.

Bathroom amenities juga lengkap. Rainshower ada, shower tangan ada, jadi urusan mandi sih saya bisa bilang nyaman dan syahdu (karena ber-shower itu syahdu loh, terutama di malam hari dan pakai air hangat). View dari kamar juga keren. Saya suka banget.

Fasilitas penunjang di de Braga by ARTOTEL ini memuaskan, terutama kolam renang dan rooftop garden-nya. Meskipun terasa agak sempit karena dinding pembatasnya yang cukup tinggi, saya tetap bisa lihat view di sekitar kolam renang yang keren. Kekurangan tambahannya ya nggak banyak kursi dan recliner buat pengunjung jadi please expect some “hunger games” ya. Untuk rooftop garden-nya sendiri, saya suka karena tempat itu jadi semacam spot yang pas buat main dan ngobrol bareng teman-teman. Dari aspek lokasi, hotel ini memungkinkan saya buat beraktivitas di pusat kota Bandung, tanpa harus berkendara jauh.

Ada satu hal lagi yang saya suka dari hotel ini. Ketika pesan, saya biasanya kirimkan personal requests. Saat tiba, semua personal requests saya terealisasi: kamar di lantai tinggi, no-smoking room, big bed, jendela dengan pemandangan kota, dan early check-in dan late check-out. Saya tiba di hotel ini sekitar jam 12 dan awalnya hanya ingin titip barang, setelah itu makan siang sambil nunggu waktu check-in. Ternyata, kamarnya sudah siap dan udah boleh masuk ke kamar. Oh, betapa senangnya Sehun~

tenor
AYAFLUUUU~

Dengan harga mulai dari sekitar 550 ribu per malam (perhitungan rata-rata dari Tripadvisor dan Agoda), hotel bintang empat ini menawarkan pengalaman menginap yang menyenangkan. Interior kamar kontemporer yang keren, mural-mural ceria, dan lokasi premium membuat de Braga by ARTOTEL layak jadi pilihan kalau kamu ingin menginap di kawasan Braga atau Asia Afrika.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Interior kamar tampil unik dan keren dengan perpaduan desain modern, contemporary industrial, dan sedikit sentuhan art deco.
  • Setiap kamar dipercantik dengan mural yang Instagrammable.
  • Ada mesin Nestle Dolce Gusto Piccolo buat bikin kopi.
  • Lokasi ada di jantung kota Bandung. de Braga by ARTOTEL hanya sekitar 2 menit aja jalan kaki dari Museum Konferensi Asia Afrika dan kawasan jalan Braga. Kalau Alun-Alun dan Mesjid Raya sih jalan kaki palingan sekitar 5-10 menit.
  • Di samping restoran, ada area terbuka dengan rumput sintetis yang cocok buat ngobrol atau main sama teman dan keluarga.
  • Rate-nya terbilang terjangkau dan agreeable untuk hotel di kelasnya.
  • Personal request saya berhasil dipenuhi semua (hopefully the same thing goes for you as well ya).

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Area kolam renang kurang tempat duduk dan spot teduh.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😢
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Ά
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩😢
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Review: Belviu Hotel Bandung

Catatan: Nama properti sudah berganti dari Regata menjadi Belviu.Β 

Saya menginap di hotel ini sebetulnya udah beberapa bulan yang lalu, tapi baru sempat tulis review-nya sekarang. Kalau dulu, saya biasa lewati hotel ini ketika mau main ke CiWalk atau Dago dari kampus. Properti ini masih bisa dibilang cukup baru di kota Bandung, dan merupakan salah satu hotel kelas luxury. Yang saya suka dari hotel ini adalah lokasinya, fasilitas, dan harga πŸ€“

regata-hotel-bandung
Fasad Belviu Hotel. Foto milik manajemen hotel

Belviu Hotel berlokasi di jalan Prof. Dr. Setiabudhi nomor 35. Properti ini dulu menyandang nama Hotel Regata. Lokasinya sangat dekat dari Setiabudhi Supermarket dan eks-McDonald’s Setiabudhi. Ketika nginap di sini, saya bisa jalan kaki ke supermarket buat beli camilan, dan balik lagi ke hotel. Akomodasi bintang empat ini tampil cantik dengan fasad megah dan pilar-pilar bergaya ionic setinggi dua lantai yang menopang balkon di atasnya.

Hotel ini dilengkapi dengan restoran, lounge, karaoke, rooftop bar dan party pit, ballroom, ruang rapat, dan kolam renang. Nah, fasilitas terakhir ini saya suka banget karena saya bisa berenang sambil menikmati panorama kota Bandung dari ketinggian 11 lantai. Foto-foto yang diunggah para tamu di area kolam renang juga kece-kece, seperti yang bisa dilihat di akun Instagram resmi hotel.

Ada enam tipe kamar yang ditawarkan Belviu Hotel. Yang paling kecil adalah Superior, dan paling besar adalah President Suite Room. Ketika nginap, saya pesan kamar tipe Superior. Meskipun tipenya paling kecil, ternyata ukuran kamarnya nggak sekecil yang dibayangkan. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya sebut sebelumnya, saya menempati kamar tipe Superior. Lokasinya ternyata mojok dan view dari jendela pun kurang bagus 😞 Untungnya, kekecewaan saya terbayar semua dengan desain kamar yang cantik dan in-room amenities yang cukup lengkap.

IMG_20180917_114049
Double bed. Ukurannya cukup luas. Berantakan karena sudah dipakai tidur
IMG_20180917_114244
Televisi yang cukup besar dan area kerja di dekat jendela

Bicara soal desain, atmosfer mewah nan elegan bisa saya rasakan ketika masuk ke kamar ini. Warna-warna earthy mendominasi interior kamar, dari furnitur hingga dinding. Wall paneling terpasang di belakang headboard tempat tidur dan televisi, dan jadi semacam focal point kamar ini. Untuk wall paneling di belakang tempat tidur, ada ukirannya jadi tampak lebih classy. Dinding kamar dibalut warna krem yang satu frekuensi dengan warna-warna lainnya.

Untuk furnitur lain seperti kursi kerja, end table, meja kerja, dan lampu meja, desainnya masuk ke modern classic sebetulnya, tapi saya dapat semacam vibe Hollywood Regency, terutama dari lemari kabinet di samping meja kerja yang isinya adalah kulkas. Sayangnya, si kulkas tampaknya nggak dinyalakan sejak awal jadi mendinginkan minuman pun tiada gunanya. Kalau dilihat lagi, kamar ini mengingatkan saya sama rumah-rumah orang kaya yang sering ditampilkan di sinetron di tahun 2000-an awal. Mewah, tapi nggak sampai bling blingΒ yang menyilaukan mata.

IMG_20180917_112007_HHT
Lemari pakaian yang tertutup dan pintu menuju kamar mandi
IMG_20180917_111949
Area kerja. Cukup panas ternyata kalau sore-sore.

Untuk in-room amenities, kamar saya “dipersenjatai” dengan televisi layar datar (lengkap dengan kanal satelit), meja belajar, kulkas (sayangnya mati 😞), AC, dan WiFi. Internetnya bisa dibilang cukup cepat dan reliable untuk dipakai kerja. Oh ya, saya juga sempat pinjam setrika dan ironing board dari housekeeping, dan fasilitas ini bisa digunakan secara gratis. Saya juga suka dengan lemari yang tertutup karena kesannya kamar jadi rapi tanpa kelihatan gantungan-gantungan pakaian.

Kamar Mandi

Belviu Hotel memang menawarkan pengalaman menginap berkelas. Kamar mandi saya tampak mewah dengan balutan marmer dan pencahayaan yang cantik. Ukurannya memanjang dan cukup luas. Hanya saja ketika lantai basah, harus ekstra hati-hati karena lumayan licin.

IMG_20180917_112028
Area shower di belakang. Kamar mandi dilengkapi vanity mirror dan hair dryer
IMG_20180917_112040
Kloset di kamar mandi. Di dalam boks ada bathroom amenities seperti sikat gigi

Kabinet dengan marble countertop bikin kamar mandi tampak semakin mewah. Ditambah lagi kehadiran vanity mirror, buat pengunjung yang mau dandan kayaknya semakin dimanjakan. Perlengkapan mandi dasar seperti sikat gigi, pasta gigi, sabun, dan sampo sudah tersedia.

Di area shower sebetulnya ada dinding kaca yang menghadap ke kamar. Nah, untuk jaga privasi ada tirai yang bisa ditarik sampai bawah jadi jangan khawatir ketika nginap bareng teman, kita bisa tetap mandi dengan santai tanpa takut diintip. Sebetulnya kebutuhan dasar di kamar mandi sudah terpenuhi semua. Hanya saja, ada satu hal yang menurut saya kalau ada bakalan melengkapi kunjungan saya: rainshower!

Fasilitas Umum

Di awal tulisan, saya udah menyebutkan fasilitas-fasilitas yang tersedia di Belviu Hotel, tapi yang saya nikmati hanya tiga: lounge, restoran, dan kolam renang. Sebetulnya, saya juga sempat ke rooftop bar yang ada di dekat kolam renang, tapi berhubung cuaca sangat dingin pas malam hari, saya pindah ke lounge yang suasananya jauh lebih tenang, tapi sangat elegan.

regata-restaurant
Restoran hotel. Foto milik manajemen hotel
IMG_20180916_225605
Tequila Sunrise di lounge hotel

Lounge hotel berada di lantai dasar Belviu Hotel, nggak jauh dari lobi. Tempat ini cocok buat ngobrol-ngobrol bareng teman-teman sambil ngemil atau main darts, dan suasananya lebih tenang. Kalau ingin vibe yang lebih “hidup”, bisa ke rooftop bar atau party pit di lantai 11.Β  Menu minumannya nggak beda sebetulnya dan kalau malam-malam, minuman justru dibuat di rooftop bar. Jadi ketika saya pesan di lounge, bartender di lantai 11 buat minuman dan bawakan pesanan saya ke lounge. Aduh jadi ngerepotin 😢

tenor3
Maapin Sehun 😣

Untuk sarapan, menunya sih sebetulnya standar buffet hotel. Restorannya memanjang ke arah belakang, tapi nggak lantas terkesan sempit. Ada juga seating area semi-outdoor yang biasanya ditempati oleh para tamu yang ingin sambil ngerokok. Dari segi rasa, makanan dan minumannya decent. I had no complaint about it.

Nah, sekarang masuk ke fasilitas yang paling saya suka dari Belviu Hotel: kolam renang!

IMG_20180916_165229
Kolam renang hotel. View-nya bagus banget!

Panorama kota Bandung yang saya lihat dari area kolam renang ini cantik banget. Memang nggak menghadap ke arah pusat kota, tapi menara-menara apartemen dan hotel yang ada di kawasan Ciumbuleuit dan Dago Bawah tetap jadi pemandangan yang cantik buat dilihat, terutama di sore atau malam hari.

Sayangnya waktu saya berenang, airnya dingin. Nggak dingin banget memang, tapi ya segitu sih terbilang dingin, terutama di pagi hari. Untungnya sih cuaca cerah jadi saya nggak sampai menggigil. Handuk bisa diminta ke bartender atau pegawai yang bertugas di sekitar area kolam renang. Kalau mau makan, bisa pesan ke bar atau party pit. Di kolam renang juga ada ban besar yang bisa dipakai buat bersantai atau berfoto. Saya nggak sempat naik ke ban besar itu karena dipakai terus sama anak kecil.

Dan ada satu kekurangan lagi tentang kolam renang ketika saya ke sana. Airnya agak keruh, jadi ketika saya coba foto-foto di dalam air, hasil fotonya kurang jernih. Semoga kalau kapan-kapan ke sana lagi, airnya sudah lebih jernih lagi.

tenor1

 

Lokasi

Urusan lokasi, Belviu Hotel bisa jadi pilihan yang tepat kalau ingin cari akomodasi di kawasan Setiabudhi. Kalau perlu belanja, kita bisa ke Setiabudhi Supermarket yang bisa ditempuh dengan jalan kaki selama lima menit aja. Mau ke mal? Ada Cihampelas Walk atau Paris van Java yang berjarak sekitar 15 menit. Mau belanja pakaian? Tepat di sebelah bangunan hotel ada Rumah Mode yang selalu ramai dikunjungi tamu luar kota di akhir pekan.

Untuk bersantap, di sekitar hotel banyak restoran, kafe, bahkan pub yang bisa dikunjungi. Jalan sedikit ke seberang, ada The Kiosk. Sekitar 5 menit berkendara dari hotel, ada Yoshinoya, Seorae, dan Common Grounds. Giggle Box dan Saka Bistro juga nggak jauh dari hotel.

Kesimpulan

Mengusung status sebagai hotel bintang empat, Belviu HotelΒ menawarkan pengalaman menginap mewah yang mengesankan buat saya dengan biaya yang relatif terjangkau. Dengan rate mulai dari 600 ribuan (saya dapat rate sekitar segitu waktu itu dari Agoda), kita bisa dapat kamar yang cukup luas dengan interior modern classic yang bergaya dan fasilitas berkualitas.

Lokasi yang strategis jadi salah satu kelebihan hotel ini. Ke mana-mana bisa dibilang dekat, terutama ke kawasan belanja Cihampelas dan Dago. Selain itu, rooftop swimming pool dengan panorama kota Bandung dari ketinggian 11 lantai juga jadi daya tarik tersendiri. Meskipun ada beberapa hal yang tak terduga (seperti kulkas yang nggak nyala dan air kolam renang yang ternyata dingin), saya rasa desain kamar dan kualitas layanan yang ditawarkan masih bisa menutupi kekurangan tersebut. Terlebih lagi dengan rate yang nggak begitu mahal, Belviu Hotel bisa masuk daftar luxury affordable untuk hotel-hotel di Bandung.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Dengan desain modern classic dan sedikit sentuhan Hollywood Regency, rate-nya masuk akal dan justru bisa dibilang terjangkau.
  • Kamar mandi mewah dengan bathroom amenities yang cukup komprehensif.
  • Ada rooftop swimming poolΒ dan party pit yang menawarkan view kota Bandung dari ketinggian 11 lantai.
  • Lokasinya cocok buat para wisatawan; butik Rumah Mode ada tepat di sebelah hotel, Setiabudhi Supermarket bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 3 menit. Cihampelas Walk kira-kira sekitar 10 menit dari hotel kalau pakai mobil.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Lantai kamar mandinya licin banget pas basah, bahkan di luar shower area.
  • Area parkir hotel kurang besar kalau dibandingkan dengan jumlah kamar yang ada.
  • Air kolam renang pada saat kunjungan keruh.
  • Kulkas di kamar nggak nyala.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😢
Desain: πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜Ά
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Review: Morrissey Hotel Residences

Setiap kali nyari hotel di Jakarta, hotel ini selalu masuk di daftar teratas. Nah, berhubung dulu saya punya pengalaman nggak enak dengan kawasan Wahid Hasyim, saya kalau cari hotel jadi menghindari kawasan itu. Padahal, di jalan Wahid Hasyim ada banyak hotel-hotel dengan rate yang terjangkau dan kualitas yang baik. Sampai akhirnya pulang dari Kuala Lumpur kemarin, saya “nekat” bookΒ kamar di hotel ini.

morrissey-boutique-serviced
Morrissey Hotel Residences. Foto milik pihak manajemen.

Morrissey Hotel Residences berlokasi di jalan Wahid Hasyim nomor 70, Jakarta Pusat. Hotel ini dekat banget dengan jalan Jaksa dan kawasan kuliner jalan Sabang, meskipun saya nggak sempat wisata kuliner karena saat itu hujan deras banget. Akomodasi bintang empat ini punya 135 kamar yang semuanya dilengkapi dengan kitchenetteΒ dan living area jadi cocok lah buat masak-masak dan menjamu tamu.

Dari segi lokasi, hotel ini memang ada di kawasan yang enak ke mana-mana. Minusnya ya kadang kawasan sini macet (saya pernah ketinggalan kereta hanya karena macet super parah di jalan Wahid Hasyim). Dari hotel ke Grand Indonesia ini hanya sekitar 10-15 menit kalau pakai taksi. Ke Stasiun Gambir pun hanya sekitar 15 menitan dari hotel jadi pas banget buat yang datang ke Jakarta pakai kereta dan ingin cari hotel yang nggak begitu jauh dari stasiun. Saya pun nggak ketinggalan kereta lagi.

tenor5
Gak telat lagi wow

Meskipun di Tripadvisor, hotel ini masuk ke kelas luxury dan business, saya secara pribadi sih merasa hotel ini masuknya ke kelas distinctive. Desain interiornya cocok buat paraΒ young traveler, tapi nggak terlalu kekanak-kanakan buat para pebisnis (pas buat eksekutif muda Instagrammer kalau kata teman saya sih). Foto-foto kamar yang kecenya bisa dilihat di website resmi hotel atau profil Instagram-nya.

Oh ya, hotel ini juga punya restoran, kafe, pusat kebugaran, meeting room, banquet room, dan rooftop swimming poolΒ yang jadi tempat favorit saya. Foto-fotonya ada di segmen berikutnya ya.

Desain Kamar

Setelah melewati proses check-in yang nggak ribet (baguslah karena flight yang ditunda itu sangat menyebalkan dan melelahkan), saya segera menuju kamar yang ada di lantai lima. Oh ya, kamar saya ini tipenya studio executive (tapi pas cek di website resminya, kok tipe kamar saya nggak ada, malah adanya studio luxe?). Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, unit studio ini biasanya cukup sempit. Memang ada dapur, tapi ya nggak luas. Ya, macam studio apartment lah. Namun, begitu saya masuk ke kamar, saya kaget karena kamarnya jauh lebih luas dari dugaan. Bisa dibilang kamarnya luas banget!

img-20180902-180952-hht
Living area yang TV-nya ada di sudut diagonal 😦
img-20180902-182341-hht
Living area dekat kamar mandi
img-20180902-181241-hht
Sudut ini lumayan Instagrammable
img-20180902-181152-largejpg
Kitchenette. Pas buat masak dan bikin kopi buat begadang nonton bola

Sebelumnya, maafkan ya karena kelihatan kamarnya berantakan (maklum habis unpacking). Meskipun di foto kelihatannya kecil, sebetulnya unitnya luas. Kali ini sih, saya bisa latihan cover dance K-Pop, yoga, sampai SKJ. Interior bergaya rustic industrial memberikan nuansa youthful dan modern, dengan dominasi warna putih dan dinding bata ekspos yang cantik. Lantai kayunya berwarna cukup gelap, membangun elemen kontras yang pas dengan dindingnya. Pas lah buat foto-foto.

tenor6
Tapi bukan foto macam gini

Dapurnya cukup lengkap dengan microwave, kulkas, dan kompor induksi. Sayangnya, saya nggak bawa popcorn jadi nggak bisa ngemil-ngemil sambil nonton TV. Selain itu, TV-nya dipasang di dinding yang berseberangan dengan tempat tidur, jadi kalau mau nonton TV dari living area, badan kita harus menghadap diagonal (kurang nyaman jadinya). Namun, pencahayaan di living area-nya bagus banget. Selain Instagrammable, duduk di siniΒ  juga nyaman dan pas buat namatin novel.

Yang saya perhatikan, sebagian besar furnitur yang ada bergaya rustic minimalis, sementara ada juga furnitur yang ada sentuhan mid-century-nya.Β  Oh ya, ada patung anjing kecil lagi pipis juga di kamar dan dijadiin mainan sama saya dan teman-teman.Β  Foto lagi main sama patung anjing sengaja nggak di-upload ya karena takut jadi bahan hinaan publik. Nah, bodohnya saya adalah saya lupa foto area tidur. Walhasil, harus nyomot foto dari manajemen.

morrissey-boutique-serviced1
Tempat tidurnya besar dan nyaman. Saya lupa foto tempat tidurnya 😦 foto ini milik pihak manajemen dan ini unit yang beda

Satu hal yang saya kurang suka dari unit saya adalah jendela kamar. Ketika saya buka blinds, ternyata jendela kamar saya menghadap langsung ke area parkir. Meskipun cukup tinggi, tapi saya bisa lihat orang-orang di area parkir dengan jelas, dan mereka pun pasti demikian. Privasinya bisa dibilang jadi sedikit berkurang, terutama karena nggak ada sheer curtain.

tenor4
Kan malu 😦
Kamar Mandi

Setelah berkeringat dan sebelum tidur, mandi tentunya bikin badan lebih segar dan nggak bau. Masih mengusung desain interior yang sama–rustic industrial, kamar mandi di kamar saya memang nggak luas. Bahkan, si wastafel pun adanya di luar kamar mandi, di dekat living area.

img-20180902-181130-hht
Ketika sedih, ber-shower-lah

Meskipun demikian, kamar mandinya dilengkapi dengan alat-alat mandi. Kalau perlu hair dryer, perangkat ini juga ada kok di laci di bawah wastafel. Sabun, sampo, dan losionnya wangi teh hijau jadi segar banget. Ada dua shower di kamar mandi, shower pegang dan shower tempel. Buat yang hobi nyanyi, shower pegang cocok lah dipakai sebagai pengganti microphone. Kalau shower tempel, lebih pas buat yang ingin menggalau di kamar mandi atau menikmati pijat air panas di bahu.

Yang kurang saya suka dari kamar mandinya adalah pencahayaan. Seperti yang saya ceritakan di ulasan hotel sebelumnya, saya kurang suka dengan kamar mandi yang redup. Kesannya kayak sedih atau bermuram durja.

Fasilitas Lain

Meskipun hanya menginap satu malam, saya sempat menikmati dua fasilitas utama yang dimiliki hotel ini, restoran dan kolam renang. Restoran hotel berada di lantai dasar, tepat di depan lobi. Ada juga kafe di lantai lobi, tapi saya nggak sempat masuk.

img-20180903-092320-largejpg
Suasana restoran pada jam sarapan

Ketika sarapan, saya mendapatkan banyak pilihan makanan. Dari mulai bubur, roti, nasi, sampai sushi pun tersedia (agak aneh nggak sih sebetulnya sarapan pakai sushi?). Untuk minuman sih, seperti biasa ya ada teh, kopi, air mineral, dan jus. Scrambled egg-nya enak dan lembut menurut saya. Saladanya juga segar, walaupun sebenarnya saya ini susah makan sayur dan buah.

Space restorannya sendiri sebetulnya nggak begitu luas kalau saya pikir-pikir lagi, tapi karena langit-langitnya tinggi dan dikelilingi full-length windows, kesannya jadi lebih lapang dan cerah. Selain itu, adanya pohon-pohon artifisial membuat area restoran jadi lebih segar.

And.. this is my favourite part of the visit..

Kolam renang!

tenor7
Basah basah basah~

Kolam renang hotel berada di rooftop level dan menawarkan pemandangan kota yang cantik. Ketika saya ke sana, kebetulan sedang ada acara di ruang rapat jadi berenangnya nggak bisa agresif 😦

swimming
Kolam renang hotel. Foto milik pihak manajemen

Cuaca Jakarta kan terkenal panas, jadi berenang di sini cocok banget untuk menyegarkan tubuh. Ketika berenang, kebetulan banget hanya ada saya, teman-teman, dan dua orang tamu lain yang berenang. Suasananya jadi lebih tenang dan pas buat foto-foto, tanpa kenaΒ photobomb. Ukuran kolam renangnya sendiri memang nggak luas dan bentuknya memanjang, tetapi panjangnya cukup lah untuk renang satu lap.

img-20180903-100643-largejpg
Kolamnya nggak terlalu dalam, tapi enak buat foto-foto bawah air
img-20180903-100637-largejpg
Pemandangan kotanya bagus

Di area sini juga terdapat tempat bilas dan kamar mandi jadi kita bisa kembali ke kamar dalam keadaan kering dan nggak bau kaporit. Selain itu, di samping kolam renang juga ada fitness center. Yang habis olahraga bisa berenang dengan gampang setelahnya.

Kesimpulan

Dengan lokasi strategis dan fasilitas lengkap, Morrissey Hotel Residences bisa jadi pilihan yang tepat buat pengunjung yang ingin menginap di kawasan pusat kota dan masih dekat dengan stasiun. Selain itu, hotel ini juga berada cukup dekat dari jalan Jaksa dan kawasan kuliner jalan Sabang. Mal-mal besar seperti Grand Indonesia dan Plaza Indonesia pun hanya sekitar 15 menit dari hotel.

In-room amenities-nya lengkap dan berfungsi dengan baik. Dengan kehadiran kitchenette, pengalaman menginap jadi lebih mengasyikkan, terutama buat yang suka masak dan ingin menjamu tamu. Unit yang cukup luas pun bikin kita nggak merasa terkurung di dalam kamar (and actually, it was a pleasure to just stay in my room and read a novel). Desain kamarnya keren dan Instagrammable. Jujur saya jarang nginap di hotel dengan interior bergaya rustic industrial. Perasaannya kayak nginap di kafe πŸ˜†

Dengan fasilitas penunjang yang cukup lengkap dan kolam renang yang menawarkan pemandangan kota, hotel ini menawarkan pengalaman menginap slash liburan di pusat kota yang worth spending money. Meskipun dari segi harga memang nggak masuk kategori budget hotel (kisaran 900 ribu sampai 1,7 juta), buat yang ingin liburan semimewah sih hotel ini layak buat dilirik. Terutama dengan living area terpisah dan kitchenette, saya rasa hotel ini pas kalau kalian juga ingin meet up dengan teman-teman di kamar sambil ngopi dan ngemil.

Pros & Cons

πŸ‘πŸ»Β Pros

  • Desain interior kamar (dan hotel secara keseluruhan) bagus. Banyak banget tempat-tempat yangΒ Instagrammable.
  • Unit kamar dilengkapi kitchenette buat masak-masak.
  • Ada living area khusus di kamar untuk menjamu tamu.
  • Bathroom products-nya punya aroma yang menyegarkan.
  • Kasurnya besar, bahkan buat tiga orang pun cukup (tinggi saya dan teman-teman di kisaran 165-170 cm dengan tipe badan kurus-ideal).
  • Kolam renang semi-outdoor dengan atap menawarkan view yang bagus ke arah kawasan Bundaran HI. Enak buat berenang tanpa takut “gosong” akibat tersengat matahari.
  • Gym berada nggak jauh dari kolam renang.
  • Menu sarapannya bervariasi, ditambah lagi ada sushi (agak unusual buat sarapan tapi enak sih).
  • Lokasi hotel nggak jauh dari kawasan kuliner jalan Sabang.

πŸ‘ŽπŸ»Β Cons

  • Rate-nya terbilang cukup mahal.
  • Kawasan jalan Wahid Hasyim kalau macet kadang-kadang suka kebangetan. Selama kondisi lalu lintas lancar, ke mana-mana dekat sih kalau dari hotel.
  • Kolam renang berada tepat di depan meeting room atau hall serbaguna. Agak malu sih kalo kebetulan pas berenang ternyata lagi ada rapat atau acara di hall itu (which happened to me).
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌βšͺ️
Desain: πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„
Lokasi: 🀩🀩🀩🀩βšͺ️
Harga: πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°