Category Archives: 2 Stars

Review: RedDoorz Plus @ Thamrin

Akhir-akhir ini, saya lagi tertarik sama hotel-hotel budget atau midscale. Biasanya, hotel yang nawarin desain yang unik jadi properti yang menarik perhatian saya.  Di sisi lain, karena rate-nya lebih terjangkau, saya juga bisa nginap lebih lama di sana. Ya, itung-itung staycation lah lumayan.

Bulan September kemarin, saya harus ke Jakarta untuk urus e-paspor. Karena ngurusnya di Bandara Soekarno-Hatta, saya pilih akomodasi yang dekat dengan Stasiun Kereta Bandara Sudirman. Kawasan itu sebetulnya punya banyak pilihan hotel, dari hotel budget sampai hotel bintang 4 (kalau ke arah utara sedikit, kita bisa dapat pilihan hotel-hotel bintang 5 di kawasan Bundaran HI). Nah, akhirnya pilihan saya jatuh sama properti ini karena selain interior kamarnya yang ternyata bagus, saya dan RedDoorz juga masih punya promo menarik nih buat dibagiin ke kalian semua.

IMG_20190904_141022

RedDoorz Plus @ Thamrin berlokasi di Jl. Blora No. 23, Jakarta Pusat. Dari segi lokasi, hotel bintang dua ini deket banget sama Stasiun BNI City dan Stasiun Sudirman. Kira-kira, kalau jalan kaki sih cuman makan waktu 3-5 menit. Saya pilih hotel budget ini juga karena lokasinya dekat dari Stasiun BNI City. Selain itu, properti RedDoorz yang satu ini juga dekat dengan Stasiun MRT Dukuh Atas dan masuk ke kategori Plus. Wih, kalo ngomongin soal lokasi sih saya jujur aja senang banget. Everything is within a walking distance!

Dari luar keliatan kecil, ternyata RedDoorz Plus @ Thamrin ini gedungnya cukup tinggi (saya lupa berapa lantai, tapi kalau nggak salah 7-8 deh? Apa lebih ya? Yang jelas sih di atas 5 lantai). Selain lokasi, aspek lain yang bikin saya pilih properti ini adalah interior kamarnya. Harus saya akui, properti ini adalah salah satu properti RedDoorz yang interiornya unik dan bisa dibilang sih cukup Instagrammable. Fasilitasnya sih nggak banyak. Ada lobi yang merangkap communal area buat santai, makan minum, dan kerja. Satu lantai di atas lobi, saya perhatikan ada seperti restoran, tapi masih dibangun atau direnovasi. Meskipun demikian, buat urusan perut sih saya rasa gampang diatur karena di dekat hotel ada banyak restoran dan kafe. Saya malah selama nginap di sana beberapa kali ke Stasiun BNI City buat makan. Sempet juga malah joging dari hotel ke Bundaran HI, terus ke GI buat makan, dan baliknya jalan santai ke hotel.

Oh, ya! Saya menginap selama sekitar 3 malam dan pesan kamar tipe Deluxe. Biar lebih menghemat biaya, saya pake kode promo RedDoorz yang, beuh! Mantap betul! Nanti di akhir review, saya share deh kodenya biar kalian juga bisa pakai. Pengalaman menginapnya secara keseluruhan sih positif, walaupun ada satu dua hal yang bikin saya agak geregetan. Lengkapnya saya bahas di segmen berikutnya, ya!

Desain Kamar

Seperti yang saya bilang, salah satu alasan saya pilih RedDoorz Plus @ Thamrin ini adalah interior kamarnya. Saya cerita ke Mas Kiky, sales officer RedDoorz tentang properti ini dan ingin pesan kamar yang desainnya “kayak di Agoda” (karena saya refer dia ke Agoda). Akhirnya, saya dipesankan kamar tipe Deluxe dan menurut Mas Kiky sendiri, kamar yang ada muralnya itu tipe Deluxe.

Kamar saya berada di lantai tiga, dua lantai di atas lobi. Nah, meskipun saya udah minta kamar yang ada jendelanya (sobat crazy rich Asian saya, si Ipah udah pernah nginap di sana dan bilang bahwa nggak semua kamarnya itu punya jendela dengan view), saya tetap dapat kamar yang nggak ada jendelanya. What was worse, kamar saya posisinya di ujung banget. Ada sih jendela, tapi ketika dibuka, saya malah liatnya dinding dan mesin AC. Intinya sih, personal request saya nggak terpenuhi.

IMG_20190904_141022
IMG_20190904_141140
IMG_20190904_141122

Anyway, interior kamarnya sih sesuai ekspektasi dan gambar. No tipu-tipu, ya. Di atas headboard, memang ada mural yang keren dan Instagrammable. Furniturnya juga bergaya kontemporer/mid-century dengan warna-warna earthy yang hangat. Lantai kamar pakai parket warna maple. Skema interior kamar sendiri mencakup warna abu-abu dan krem/beige. Sebagai colour pop, warna merah digunakan pada beberapa elemen, seperti bantal, uphosltery, dan pintu. Ya, sesuai dengan nama propertinya, RedDoorz. Pintunya warnanya merah. Oh, ya! Saya juga senang karena di sini, pintunya sudah pake sistem card. Lebih aman rasanya.

Seperti yang bisa dilihat di foto, ada jendela di salah satu sisi kamar. Nah, ketika dibuka, ya seperti yang saya bilang. Saya lihatnya langsung dinding dan mesin AC. Selama menginap, saya nggak bisa lihat kabar atau keadaan di luar karena nggak ada view ke luar. Secara pribadi, saya kurang suka dengan kondisi ruangan yang nggak ada jendela dengan view karena rasanya lebih claustrophobic. Meskipun dari segi luas, kamar ini cukup besar, ketidakhadiran view ke luar bikin saya jadi lupa dimensi waktu (saya lebih ngeuh sama waktu ketika bisa lihat langit/kondisi di luar ruangan).

IMG_20190904_141039
IMG_20190904_141256
IMG_20190904_141209

Untuk fasilitas kamar, yang paling mendasar sih terpenuhi. Ada TV dengan kanal lokal dan internasional (nanti saya mau cerita tentang satu channel yang bikin saya dan temen-temen ketawa-ketawa tengah malem), meja kerja dan kursi, lemari pakaian, telepon, dan koneksi internet. Di atas meja kerja, ada telepon, nampan dengan dua botol air mineral (dikasih gratis setiap hari), dan lampu meja. Di atas cermin ada semacam rak dengan tanaman artifisial yang bikin kamar tambah cantik.

Nah, yang disayangkan adalah nggak ada kulkas di kamar. Walhasil, minuman saya pun nggak bisa didinginkan dan jadinya encer keesokan harinya karena dibiarkan di suhu ruangan. Salah satu side lamp juga nggak berfungsi (lampu yang di ujung kamar). Oh, ya! Tentang channel TV yang lucu itu, saya harus ceritakan. Saya lupa nama channel-nya apa, tapi yang jelas itu channel Indonesia (dan regional/lokal). Jadi, malam terakhir nginap di RedDoorz, saya pergi karaoke sama teman-teman. Nah, karena pulangnya kemalaman, akhirnya dua orang teman saya ikut nginep (dan kita jadi kayak ikan pindang dijemur tidurnya). Pas sampai kamar, sambil nyantai, kami ganti-ganti channel TV dan nemu satu channel yang acaranya mutar video-video musik. Namun, penonton bisa request lagu dan kirim salam via SMS, dan nanti pesannya akan ditampilkan di scrolling text di bagian bawah layar. Saya dan teman-teman ketawa ngakak baca pesan-pesan di scrolling text itu, mulai dari ngetawain gaya nulis pesannya, typo-nya, sampai curhatan pengirimnya. Saya nggak ingat nama channel-nya apa, tapi kalau kebetulan nginep di RedDoorz Plus @ Thamrin, coba aja telusuri sendiri.

Kamar Mandi

Pamor desain industrial dan mid-century memang belum mati. Untuk kamar mandi sendiri, penggunaan tile persegi panjang berwarna putih dengan pola running bonds memberikan sentuhan industrial. Ditambah lagi penggunaan lampu gantung berbahan metal di samping cermin. Nah, cerminnya sendiri juga sudah cantik dan IKEA banget.

IMG_20190904_141319
IMG_20190904_141347
IMG_20190904_141333

Area shower tampil mencolok dengan ubin warna merah yang dipasang dengan pola herringbone. Pemanas airnya masih pakai unit pemanas terpisah (bukan sentral). Area ini hanya dipisahkan oleh shower curtain, tanpa split level. Walhasil, ketika mandi air selalu meluap ke sisi kamar mandi yang lain. Buat yang terbiasa dengan kamar mandi kering, ini pasti jadi hal yang mengganggu. Buat saya pun begitu. Rasanya risi ketika lagi cukuran, dan lantainya basah karena air yang meluap dari area shower.

Fasilitas Umum

Nah, fasilitas umum di RedDoorz Plus @ Thamrin sebetulnya nggak banyak. Satu lantai di atas lobi, saya sempat cek ada seperti restoran, tapi tutup dan sedang renovasi (karena berdebu dan ada ladder). Di lobi sendiri, seating area-nya tidak besar, tetapi ada banyak meja dan kursi. Ada juga charging station dan vending machine. Saya lupa foto-foto area ini. Jadi, maaf ya belum ada dokumentasinya.

Di lantai lobi juga ada semacam ruang rapat yang dipakai untuk simpan barang-barang yang dititipkan tamu, seperti tas atau koper. Di depan hotel sendiri, ada money changer dan kios pengiriman barang (ekspedisi). Sebenarnya, memang nggak banyak fasilitas umum di sini, tapi ya, as expected from a hotel budget, you get what you pay for. Untuk bersantap sendiri, ada banyak pilihan tempat makan di sekitar hotel. Terlepas dari fasilitas umumnya, kalau sebatas mencari hotel budget di Jakarta sih, properti ini bisa dibilang sudah cukup.

Lokasi

Meskipun nggak banyak fasilitas umum yang ditawarkan, RedDoorz Plus @ Thamrin menonjolkan lokasi sebagai aspek unggulannya. Properti ini adalah salah satu hotel budget terdekat dari Stasiun Sudirman. What’s better, Stasiun BNI City hanya berjarak sekitar 5 menit dari hotel dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki (lewat pedestrian tunnel yang di malam-malam tertentu, suka dijadikan sebagai tempat street performer). Karena waktu itu saya harus ke bandara, tentunya lokasi hotel memudahkan saya untuk mencapai Stasiun KA Bandara dengan cepat. Nggak harus terburu-buru. Bisa lebih santai. Hotel ini juga dekat dari Stasiun MRT Dukuh Atas. Untuk saya sih, kalau udah dekat MRT, ke mana-mana akan gampang. Saya malah sempat joging dari hotel sampai Grand Indonesia, dan balik lagi.

Untuk bersantap, ada banyak pilihan di sekitar hotel. Ada juga beberapa minimarket yang saya lihat. Dari warung sampai kafe, opsinya cukup variatif. Saya rasa nggak akan susah deh kalau mau cari makan di dekat hotel. Kalau memang bingung, tinggal naik MRT dan turun di Stasiun MRT Bundaran HI untuk cari makan di Grand Indonesia, Plaza Indonesia, atau Sarinah.

Pelayanan

Segmen ini memuat pendapat saya mengenai pelayanan yang diberikan pihak hotel. Apa yang saya tulis bersifat subjektif dan bukan merupakan informasi umum, dan lebih merupakan pendapat pribadi. Experience yang saya alami bisa jadi berbeda dari apa yang orang lain alami. Tulisan dalam segmen ini tidak ditujukan untuk menjelek-jelekkan atau menurunkan reputasi hotel. Jika informasi yang saya tulis bersifat positif, semoga manajemen hotel bisa tetap menjaga kualitas layanannya. Jika bernada negatif, semoga bisa menjadi bahan perbaikan bagi pihak hotel. Ke depannya, saya akan sertakan segmen ini di ulasan-ulasan berikutnya. 

Bicara soal service di RedDoorz Plus @ Thamrin, berdasarkan yang saya alami bisa dibilang kualitasnya tidak spesial, tapi juga tidak benar-benar jelek. Memang ada beberapa kejadian yang bikin saya agak kesal. Kejadian pertama adalah ketika saya tanya lokasi KFC dan McDonald’s terdekat dari hotel. Saat itu, Mbak resepsionis yang bertugas bilang bahwa kedua gerai terdekat ada di Sarinah dan cukup jauh. Dia menyarankan saya untuk pakai GO-Jek atau Grab. Saya bilang bahwa sebetulnya bisa pakai MRT dan turun di Stasiun MRT Bundaran HI. Si Mbak keukeuh bahwa saya harus tetap jalan cukup jauh. Saya bilang jarak dari stasiun ke Sarinah nggak begitu jauh dan saya nggak masalah dengan jalan kaki. Yang saya nggak suka adalah si Mbak ini justru melemparkan tatapan meremehkan, seolah-olah bilang, “Try it if you can.” Mungkin ke depannya, jangan kayak begitu ya. Coba lebih ramah lah.

Masalah kedua yang saya alami terjadi di hari kedua menginap. Saat itu, saya harus ke bandara dan di sana seharian. Saat pulang, saya kaget karena kamar saya belum dibersihkan sama sekali. Padahal, di hari pertama, saya lihat ada staf yang sedang bersih-bersih kamar lain. Malam-malam saya tanya resepsionis hotel kenapa kamar saya belum dibersihkan, dan ternyata mereka lupa. Akhirnya, saya minta mereka bersihkan kamar saya besok dan sediakan dua botol air mineral baru. Setelah diminta, mereka baru mau membersihkan kamar. Ini hal yang mengecewakan buat saya karena saya nggak mengerti kenapa saya harus buat permintaan dulu, baru mereka mau bersihkan kamar. Apakah masalah privasi? Atau regulasinya seperti itu? Atau memang kamar saya dilewatkan? Apa pun alasannya, kejadian itu cukup mengesalkan.

Terlepas dari dua kejadian itu, interaksi saya dengan staf memang tidak banyak, kecuali pada hari berikutnya saat staf housekeeping datang dan merapikan kamar, sementara saya kerja. Selama membersihkan kamar, kami sempat mengobrol sambil sesekali nonton AFV di TV dan ketawa-ketawa. Sebagian staf cukup ramah dan helpful, dan ini sangat saya apresiasi.

Kesimpulan

Properti-properti RedDoorz hadir sebagai opsi hotel budget yang menawarkan penginapan dengan harga terjangkau, tetapi dengan kualitas yang masih terjaga. Namun, properti-properti itu juga punya “tingkatan” yang berbeda. Nah, RedDoorz Plus @ Thamrin ini bisa dibilang versi upgraded yang, kalau nggak lebih mewah, setidaknya lebih lengkap. Secara keseluruhan, pengalaman menginap di properti ini bisa dibilang positif. Dengan kombinasi harga yang ditawarkan dan lokasi yang super strategis, saya bisa pilih properti ini lagi kalau sedang butuh nginep lama di Jakarta, tanpa harus bikin dompet jebol. Rate-nya mulai dari kisaran 275 ribuan. Masih terjangkau, ‘kan?

Dari segi desain, kamar tipe Deluxe di sini juga menghadirkan suasana yang cukup cozy. Memang tidak ada jendela yang menghadap ke luar di kamar saya, tetapi dari segi ukuran kamar, desain interior, dan pemilihan furnitur, bisa dibilang saya cukup nyaman beristirahat dan kerja di kamar. Untuk ke-Instagrammable-annya, mungkin saya bisa bilang 8 out of 10 karena untuk level hotel budget di Jakarta, desain interior tipe Deluxe ini cukup eye-catching. Kamar mandinya pun cukup cantik, meskipun sayangnya nggak ada split level atau pemisah lain antara area shower dengan area kamar mandi yang lain. Seluruh lantai kamar mandi yang basah ini selain bikin risi, juga riskan, terutama kalau pakai electric shaver yang dicolok ke stopkontak.

Untuk pelayanan, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, ada plus minusnya. Harapan saya sih ke depannya para staf bisa lebih ramah dan nggak sampai lupa membersihkan kamar tanpa harus diminta atau diingatkan. Di luar itu sih, ya, everything was okay.

So, will I come back and stay there? I think I will. 

ADA HADIAH DARI A BOY IN A HOTEL ROOM!

Masih ingat nggak sih promo yang saya share di review RedDoorz sebelumnya? Promonya masih berlaku lho di tahun ini! Buat kalian yang ingin nginep di RedDoorz, nih manfaatkan diskon 25% dari A BOY IN A HOTEL ROOM!

Saat melakukan reservasi melalui aplikasi atau situs resmi RedDoorz, masukkan kode ini ya buat dapat diskon 25% dari saya:

HEYBOY

Lumayan, ‘kan diskon 25%? Eh, tapi ada ketentuan untuk promo ini:

  • Promo berlaku untuk semua properti RedDoorz di Indonesia (termasuk properti Plus dan Premium). Buat properti RedDoorz di luar negeri kayak Vietnam dan Singapura, maaf nih belum bisa 😞 (doakan semoga ada lagi ya kerja sama buat kode promo yang bisa dipakai di luar negeri)
  • Promo ini berlaku untuk pemakaian satu kali per satu akun. Jadi, kalau kamu udah pakai kode ini untuk akun kamu, kode ini nggak bisa dipakai untuk yang kedua kalinya, tapi temanmu bisa pakai kok selama dia belum pernah pakai kode ini.
  • Kode promo ini nggak case sensitive. Mau huruf kapital semua atau huruf kecil, bisa dipakai. Asal jangan ngetiknya alay macam “h3YboY” atau “H3YbOy”, apalagi “H3YTaYo”
  • Kode ini setara dengan diskon 25%.
  • Kode ini berlaku hingga Agustus 2020. Sekarang ini, memang lagi disarankan tidak bepergian atau berlibur karena virus outbreak masih panas-panasnya, tapi kalau kamu benar-benar harus pergi ke luar kota dan ingin menginap di RedDoorz, kamu bisa pakai kode promo itu. Semoga aja wabah COVID-19 ini segera berakhir, ya, supaya bisa cepat-cepat liburan lagi.
  • Kode hanya bisa dipakai untuk reservasi melalui situs web dan aplikasi resmi RedDoorz. Pemesanan via OTA nggak bisa pakai kode ini.

Pros & Cons

👍🏻 Pros 

  • Lokasinya super strategis. Dekat dari Stasiun KRL Sudirman, Stasiun BNI City, dan MRT Dukuh Atas. Restoran, kafe, dan minimarket juga banyak di sekitar hotel.
  • Desain interiornya cukup Insta-worthy, terutama buat yang senang gaya arsitektur seperti Industrial atau Scandinavian.
  • Untuk hotel budget, ukuran kamar cukup luas.
  • Dengan kombinasi lokasi strategis dan harga terjangkau, hotel ini jadi opsi yang menurut saya sih oke.

👎🏻 Cons

  • Tidak semua kamar punya view ke luar gedung. Kamar-kamar yang tertutup ini membangun kesan claustrophobic.
  • Tidak ada split level pemisah area shower dengan area kamar mandi yang lain.
  • Beberapa kejadian kurang menyenangkan terkait pelayanan bikin saya cukup kesal selama menginap.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌⚪️⚪️
Desain: 😆😆😆😆⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩🤩
Harga: 💰

Review: Summerbird Bed and Brasserie

Jujur, ya. Berkunjung ke hotel ini itu semacam keinginan yang dari lama dipendam akhirnya terkabul. Beberapa temen pernah nanya dan ngobrol soal akomodasi yang satu ini, tapi saya memang belum sempat datang. Akhirnya kemarin ini, saya book satu kamar di hotel yang lokasinya berseberangan sama SMP 1 Bandung. Meskipun lokasinya sebetulnya agak masuk-masuk ke jalan yang lebih kecil, ternyata hotel ini terkenal karena desain kamarnya yang Instagrammable.

a739ee04706dec993352e2d8eeb8900c
Fasad Summerbird Bed and Brasserie. Foto milik pihak manajemen hotel. 

Summerbird Bed and Brasserie adalah sebuah hotel yang berlokasi di Jalan Kesatriaan No. 11, Bandung. Akomodasi ini sebetulnya salah satu opsi hotel murah di Bandung berdesain kece yang saya masukkan ke thread khusus di Twitter (bisa dibaca di sini). Meskipun lokasinya bukan di jalan besar, hotel ini berada di pusat kota dan everything is within a walking distance!

Akomodasi bintang dua ini punya 28 kamar yang terbagi ke dalam tiga tipe: Standard, Superior, dan Deluxe. Nah, 28 kamar itu juga dibagi lagi ke dalam empat desain: French Tea, Vintage Chocolate Flavor, Rustic Coffee, dan Scandinavian. Dua desain pertama lebih feminin menurut saya, sementara the latter two lebih ke arah maskulin. Desain interior yang memikat bikin hotel ini jadi salah satu pilihan hotel unik di Bandung yang layak buat dikunjungi.

Dari segi fasilitas penunjang, hotel ini memang nggak menawarkan banyak pilihan. Ada kafe di lantai dasar yang disulap jadi restoran buat pengunjung hotel di pagi hari. Meskipun demikian, public spaces di hotel ini keren-keren, pas buat foto-foto. Bahkan hotel ini juga jadi lokasi pre-wedding photoshoot. Waktu saya ke sana, ada yang lagi foto-foto pre-wedding malahan.

Saat menginap kemarin, saya pesan kamar Superior dengan desain Rustic Coffee. Sebenarnya kemarin ini agak galau sih pas pilih antara Scandinavian dan Rustic Coffee, tapi akhirnya pilihan jatuh kepada si kopi karena akhir-akhir ini lagi agak bosan sama interior bergaya Scandinavian atau anything Ikea-ish. Ulasan lebih lanjut saya bahas di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Inilah waktunya untuk membuktikan dan merasakan secara langsung apa sih yang orang-orang omongin tentang Summerbird Bed and Brasserie ini. Sebagai orang yang suka sama desain interior, kamar-kamar di hotel butik tentunya menarik perhatian karena biasanya desainnya beda dan unik.

This slideshow requires JavaScript.

Dengan luas 16 meter persegi, kamar memang nggak terasa lapang. Jarak dari sisi tempat tidur dengan dinding pun nggak besar. Namun, kekurangan ruang ini disiasati dengan furnitur-furnitur yang simpel supaya nggak makan banyak tempat. Sayangnya, saya merasa nggak adanya lemari pakaian tertutup merupakan hal yang disayangkan. Sebagai gantinya, saya gantung jaket di pipa besi yang disulap jadi rangka gantungan baju.

Oke, sekarang kita bicara tentang desain. Meskipun namanya Rustic Coffee, saya justru merasa desain Industrial dan Utilitarian lebih menonjol, terutama lewat pemilihan dinding bata ekspos berwarna cokelat (pas sama embel-embel “coffee“), dan penggunaan balok beton dan pipa besi sebagai furnitur di kamar. Unsur Rustic sendiri bisa dilihat dari penggunaan headboard dan lemari kayu kecil di balok beton dengan tampilan distressed. Jadi, nggak bohong lah ketika kamar ini bertajuk Rustic Coffee.

Nuansa maskulin terasa kental di kamar ini, terutama dengan palet earthy colors dan material-material yang “garang”. Dinding belakang headboard dihias dengan mural Obsessive Coffee Disorder yang jadi background keren untuk foto Instagram pribadi saya. Pencahayaannya memang diatur untuk agak redup, tapi untungnya tidak sampai bikin suasana kamar jadi murky. Jendela di kamar saya ini bentuknya kecil memanjang dan berada di seperempat bagian teratas dinding. Nggak besar memang, tapi memberikan cukup ruang untuk masuk cahaya dari luar. Hanya saja, saya secara pribadi kurang suka kamar yang nggak punya jendela dengan view. Kesannya claustrophobic.

Kamar saya dilengkapi basic amenities seperti televisi, AC, coffee/tea maker, dan WiFi. Duh, itu sih hal-hal wajib lah ya. Sebagai bonus, saya ada foto si centil Grizz yang ingin tampil gaya di kamar ini.

This slideshow requires JavaScript.

Gemes, kan?

tenor
I love We Bare Bears

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, saya rasa penggunaan dinding kaca ini merupakan solusi yang cerdas untuk menyiasati kecilnya ruang di kamar. Adanya dinding kaca membuat kamar mandi dan ruang utama kamar terasa lebih luas, sambil tetap memisahkan kedua ruang dengan fungsi berbeda. Untuk menjaga privasi, ada blind di dalam kamar mandi.

img_20190122_144656

img_20190122_144700

Desain kamar mandi masih kohesif dengan desain utama kamar. Tampil simpel tapi elegan dalam balutan dinding keramik berdesain ala beton dan tegel bertekstur kayu, kamar mandi unit saya dilengkapi dengan wastafel, kloset, dan shower area yang cukup luas. Perlengkapan mandi yang disiapkan adalah handuk, dental kit, sampo, dan sabun.

Lemari kayu usang yang menyangga wastafel jadi focal point kamar mandi dan ternyata, di dalamnya nggak ada apa-apa. Saya kira di dalamnya ada hair dryer atau semacamnya. Selain itu, nggak ada objection untuk kamar mandi. Hanya saja, seandainya flow air dari shower lebih kencang, saya rasa kayaknya lebih enak. Lumayan kan kalau bisa pijat punggung. Oh ya, pencahayaan kamar mandi juga bagus dan terang, jadi nyaman lah pas mandi. Saya udah sebut beberapa kali di artikel-artikel sebelumnya kalau saya kurang suka kamar mandi yang redup.

Fasilitas Umum

Seperti yang saya bilang di paragraf pembuka, Summerbird Bed and Brasserie memang nggak punya banyak fasilitas penunjang untuk para tamu, tapi hotel ini punya Summerbird Brasserie dengan sajian kopi Arabika Sumedang sebagai primadonanya. Saya sendiri nggak suka kopi sebetulnya, tapi tampaknya si kopi ini memang layak dicoba. Kapan-kapan deh kalau ke sana lagi saya coba pesan.

Seating area di Summerbird Brasserie ini tersebar di tiga lantai yang bisa diakses melalui tangga atau lift. Setiap lantai menampilkan desain yang berbeda. Kafe di lantai satu dapat mengakomodasi 30 orang dengan desain shabby chic yang manis nan romantis. Banyaknya tanaman-tanaman dalam ruangan bikin suasana di kafe tambah sejuk.

This slideshow requires JavaScript.

Untuk kafe di lantai dua, interiornya mengadopsi perpaduan desain shabby chic dan “kearifan lokal” yang sepintas mengingatkan saya sama kopitiam Peranakan. Window shutters dipasang di dinding dan menjadi background yang cantik buat foto-foto. Seating area ini bisa mengakomodasi sekitar 25 orang.

This slideshow requires JavaScript.

 

Kalau seating area di lantai tiga, interiornya tampak lebih elegan dan classy. Mengusung desain vintage, kafe lantai tiga tampil cantik dengan furnitur khas French bistro, trellis kayu berwarna putih, dan tanaman rambat.

This slideshow requires JavaScript.

Koridor-koridor kamar dan bordes tangga juga menjadi spot foto yang Instagrammable. Salah satu spot yang menurut saya bisa jadi lokasi foto yang cantik adalah  bordes di tangga lantai satu menuju lantai dua. Di sana, ada kursi dan meja kecil dengan table lamp yang keliatan romantis di malam hari.

img_20190122_144402

img_20190122_144326

Oh, ya, lupa bilang. Reservasi kemarin ini sudah termasuk sarapan. Nah, di sini nggak ada prasmanan, tapi kita bisa pesan menu a la carte untuk sarapan. Pilihan saya jatuh ke nasi goreng dan jus jeruk. Porsinya menurut saya sih kecil, tapi rasanya decent lah. Jus jeruknya sendiri sih jatuhnya seperti jus kemasan kotak. Sejak awal ekspektasi saya memang nggak besar sih so there wasn’t anything surprising.

img_20190123_092403

 

Lokasi

Berlokasi di Jalan Kesatriaan, Summerbird Bed and Brasserie ini memberikan kemudahan buat pergi ke mana-mana. Minimarket dan mal bisa dicapai dengan jalan kaki. Dari hotel, ke Paskal 23 itu kira-kira memakan waktu sekitar 10 menit dengan berjalan kaki. Kalau perlu ke minimarket, tinggal jalan kaki kurang dari lima menit ke daerah di sekitar SMAN 6 Bandung. Di sana juga banyak tukang nasi goreng, lumpia basah, martabak, dan lain-lain.

Dari Stasiun Bandung ke hotel ini, mungkin hanya perlu sekitar 5 menit kalau pakai motor atau mobil. Kalau ke Bandara Internasional Husein Sastranegara, kira-kira waktu tempuhnya 10-15 menitan, tergantung kondisi lalu lintas.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 400 ribuan (berdasarkan Tripadvisor), akomodasi ini mungkin terbilang sedikit pricey kalau dibandingkan sama fasilitas yang ditawarkan. Namun, desain kamar dan hotel secara keseluruhan yang unik saya rasa sebanding dengan harganya, apalagi lokasinya juga strategis dan tetap memberikan ketenangan beristirahat, meskipun ada di pusat kota.

Soal desain, saya suka dengan interior kamarnya. Rustic, Industrial, dan Utilitarian; semuanya berpadu secara harmonis di kamar. Ukurannya memang agak kecil, tapi untungnya nggak sampai claustrophobic. Yang disayangkan sih lebih ke tidak adanya lemari pakaian yang tertutup, dan posisi dan bentuk jendela yang secara personal kurang saya sukai. So far, nggak ada objection untuk kamar.

Secara keseluruhan, Summerbird Bed and Brasserie memberikan pengalaman menginap yang nggak mengecewakan, terutama buat saya yang sejak dulu pengen nginep di sana. Nggak ada salahnya buat coba menginap di hotel ini, terlebih lagi kalau ingin istirahat di kamar yang kece dan Instagrammable.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Interior kamarnya keren-keren. Ada empat desain kamar yang ditawarkan. Untuk desain yang lebih feminin, pilih French Tea atau Vintage Chocolate Flavor. Untuk desain yang lebih maskulin, pilih Rustic Coffee atau Scandinavian.
  • Lokasinya strategis. Ke mana-mana deket. Ke mal tinggal jalan kaki 10 menitan. Mau jajan, ada banyak kaki lima di sekitar SMAN 6 Bandung (jalan kaki kurang dari lima menit).
  • Summerbird Brasserie memiliki tiga seating area di tiga lantai berbeda, dengan interior yang beda pula. Cocok buat ngumpul sama teman atau bahkan meeting sama klien.
  • Suasananya relatif tenang. Kalau ingin lebih tenang, bisa book kamar yang ada di lantai tiga.
  • Banyak spot fotonya. Pas lah buat yang suka foto-foto buat di-upload ke Instagram.

👎🏻 Cons

  • Rate-nya sedikit pricey, terutama kalau dibandingkan sama fasilitas umum untuk tamu. Untuk skala yang lebih besar, beberapa bed and breakfast di Bandung menawarkan desain kamar yang unik, tapi dengan harga yang lebih terjangkau.
  • Kamarnya terbilang agak sempit.
  • Posisi jendela di kamar saya kurang “pas” (kamar saya adalah kamar Rustic Coffee Superior dengan nomor kamar 207, eh atau 205 ya?). Mungkin bisa coba minta pihak hotel untuk siapkan kamar dengan posisi jendela yang lain saat reservasi.
  • Porsi sarapan paginya nggak besar. Ini masih bisa diakalin sama bubur gratis yang disediakan pihak hotel.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰💰

Review: Ibis Budget Asia Afrika

Halo semuanya! Ini merupakan post pertama dan juga ulasan hotel pertama di tahun 2019. Tahun 2018 udah lewat. Yang baik-baiknya silakan dikenang, yang buruknya dijadikan pelajaran saja. Sama halnya dengan kehidupan pribadi, saya sendiri punya harapan-harapan baru untuk blog ini. Selain traffic yang lebih ramai dan pembaca yang lebih banyak, harapan saya juga akan ada lebih banyak hotel yang di-review dan bisa kerjasama atau kolaborasi dengan pihak hotel. Sounds like a big dream ya? Tapi saya yakin meskipun dengan langkah-langkah kecil, usaha dan kerja keras pasti akan membuahkan hasil.

Di blog ini, tahun 2018 saya akhiri dengan review Ibis Budget Menteng. Nah, kali ini pun saya masih akan bahas tentang Ibis Budget. Kalau sebelumnya saya bahas Ibis Budget di Jakarta, sekarang saya pulang ke kampung halaman di Bandung. Saya pernah nginep di hotel ini dua kali dan bisa dibilang, pengalaman menginapnya nggak jauh berbeda.

exterior-view
Bangunan hotel Ibis Budget Asia Afrika. Foto milik ICE Portal.

Berlokasi di jalan Asia Afrika, Ibis Budget Asia Afrika merupakan hotel budget yang jadi salah satu opsi hotel murah di Bandung untuk para wisatawan . Akomodasi bintang dua ini beralamat lengkap di Jl. Asia Afrika nomor 128, Bandung. Berada di lokasi prima, hotel ini cuman sekitar 10 menit dari Tugu 0 KM Bandung dan Museum Konferensi Asia Afrika atau 15 menit ke kawasan Alun-Alun Bandung atau Jalan Braga, dan jarak itu bisa ditempuh dengan jalan kaki. Cocok lah buat yang suka jalan-jalan (literally jalan ya).

Hotel ini punya 164 kamar dengan satu tipe yang sama, yaitu Standard. Namun, yang membedakan adalah jenis tempat tidurnya dan kapasitas tamu. Di hotel ini, pilihan-pilihan tempat tidur yang tersedia adalah 2 single beds, 1 double bed, dan 1 double bed with bunkbed. Nah, opsi terakhir ini cocok buat trio backpackers. Saya sendiri belum pernah dapat kamar tipe itu, tapi kayaknya asyik ya tidur di ranjang susun gitu.

Dari segi fasilitas dan desain sih, Ibis Budget Asia Afrika nggak jauh beda dengan hotel-hotel Ibis Budget lainnya menurut saya. Tipikal Ibis Budget aja lah. Kalau dibandingkan dengan Ibis Budget Menteng yang sebelumnya saya bahas, hotel ini menerapkan palet warna berbeda untuk interior yang lebih saya sukai secara pribadi. Ulasan lengkapnya di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Bicara soal desain, interior kamarnya modern minimalis dan tampil cantik dalam palet warna putih dan lemon green. Warna putihnya sendiri memberikan kesan modern, sementara warna lemon green membangun nuansa ceria dan youthful. Mirip tembok kelas di TK sih jatohnya (in a positive way ya).

Dengan luas 13 meter persegi, kamar terasa banget sempitnya. Memang nggak sampai claustrophobic sih (thanks to the colour palette), tapi kalau kebetulan kita bawa banyak barang ke kamar, bakalan kerasa hareurin kalau dalam bahasa Sunda alias serba sempit.

IMG_20181019_142449
Interior kamar. Twin beds dan televisi

IMG_20181019_142454
Area wastafel di depan shower box

Kamar saya dilengkapi dengan fasilitas wajib seperti TV dan AC. Meja kerja ada di belakang wastafel yang desainnya semi-futuristic. Kalau perlu nyalakan lampu cermin wastafel, kita bisa sentuh (in my case, tekan agak keras) tombol hijau di cermin. Keren sih ala ala pencet panel kapal luar angkasa lah ya.

Penempatan meja belajar di belakang wastafel dan beam sebetulnya kurang bagus karena air dari wastafel gampang banget ciprat dan membasahi meja (sudah mengalami soalnya). Dua botol air mineral tersedia di kamar. Ini sih wajib ya. Kalau memang airnya habis, bisa isi ulang pakai galon yang ada di koridor luar.

Nggak ada closet di kamar karena memang space-nya pun kecil. Sebagai pengganti, ada gantungan baju di dekat tempat tidur. Oh ya, seperti hotel-hotel Ibis Budget kebanyakan, Ibis Budget Asia Afrika nggak menyediakan alat mandi (kecuali sabun dan sampo) dan slippers. Jadi seperti biasa saran saya adalah bawa sendiri dental kit, facial wash, dan pisau cukur.

IMG_20181019_142601
View dari kamar.

Pencahayaan ruangan cukup baik. Lampu end table digantikan oleh lampu dinding kecil yang dipasang di atas tempat tidur. View dari kamar juga bagus karena menghadap ke arah kawasan Alun-Alun Bandung (meskipun kehalangin gedung bank BCA). Sebagai saran, coba minta kamar yang view-nya ke arah barat karena skyline-nya menurut saya sih lebih cantik.

Kamar Mandi

Nah, untuk kamar mandi saya harus jujur bahwa saya nggak suka dengan penempatan dan konsepnya. Kurangnya space kamar juga berimbas pada kamar mandi. Kamar saya nggak punya space kamar mandi khusus. Shower box ditempatkan di dekat wastafel, tepat di samping tempat tidur. Area shower ini hanya dipisahkan oleh dinding kaca yang tingginya nggak full-height. Selain itu, nggak semua bagian dinding kacanya buram.

Penggunaan dinding kaca sendiri sebetulnya memberikan kesan kamar yang lebih luas. Hanya saja, the idea of lagi mandi diliatin sama temen sekamar is not good. Buat yang sekamar dengan lawan jenis, mungkin bakalan awkward sih ini. Well, sama teman yang satu gender pun pasti awkward sih. Mungkin kamar mandi untuk kamar tipe 1 double bed with bunkbed akan berbeda, mengingat nggak mungkin dong shower box dibiarkan berada satu area dengan space utama kamar, sementara ada ranjang susun di atasnya.

IMG_20181019_142515
Shower box, dengan shower tangan dan dispenser sabun/sampo.

IMG_20181019_142539
Kloset, di ruangan kecil terpisah

Di dalam shower box ada dispenser sabun dan sampo, serta shower tangan. Shower tangannya sendiri punya desain yang sebetulnya bagus karena ketika keran dibuka dan air mengalir, lampu warna-warni di kepala shower akan menyala. Saya pernah ngerasain ini waktu nginap pertama kali di Ibis Budget Asia Afrika. Sayangnya di kunjungan terakhir, lampunya sudah mati. Mungkin lampunya habis baterai apa gimana.

Untungnya, kloset tetap ada di ruangan tertutup yang terpisah. Buat saya, si “bilik merenung” ini ukurannya terlalu sempit. Bisa dibilang claustrophobic, meskipun dari segi pencahayaan sih cerah. Ruangan kloset ini dilengkapi tempat sampah, bidet, dan tisu. Sejujurnya, saya ngerasa kurang nyaman ketika buang air di sini. Mungkin karena terlalu sempit.

Fasilitas Umum

Meskipun masuk ke kategori hotel budget, Ibis Budget Asia Afrika punya fasilitas yang cukup mumpuni buat akomodasi di kelasnya. Di lantai lobi, ada restoran yang menyajikan makanan untuk sarapan. Ukurannya cukup luas, dengan furnitur warna-warni bergaya minimalis yang membangun suasana ceria. Di samping restoran, ada area duduk dengan pohon-pohon artifisial.

IMG_20181019_142226_HHT
Restoran hotel

IMG_20181019_142218
Restoran hotel

IMG_20181019_142213
Restoran hotel

Dalam kunjungan kedua, saya mengalami kejadian yang agak kurang menyenangkan dan merepotkan. Waktu itu, saya pesan makanan sore-sore pakai layanan antar. Karena ada restoran di lantai lobi, saya memutuskan untuk makan di restoran itu dan pakai piring dan sendok dari sana. Meskipun restoran lagi kosong dan nggak ada tamu, saya dilarang buat makan di restoran itu karena katanya restoran itu khusus buat yang mau beli menu makanan dari hotel. Tapi, saya diizinkan pinjam piring dan alat makan buat dibawa ke kamar. Buat saya sih policy macam gini merepotkan, terlepas dari apa pun alasan yang mereka punya. Rupanya hotel ini mengadopsi juga aturan “dilarang membawa makanan dari luar”.

Berada di CBD-nya Bandung, hotel ini menunjang kebutuhan produktivitas pengunjung dengan menghadirkan empat meeting room dengan ukuran terluasnya 188 meter persegi yang bisa menampung maksimal 100 orang. Seingat saya, ruang rapat ini ada di lantai-lantai teratas gedung (saya lupa lantai berapanya, tapi saya pernah iseng main ke lantai-lantai atas).

Lokasi

Buat para wisatawan, hotel ini bisa jadi opsi yang tepat karena jaraknya dekat dari kawasan Alun-Alun Bandung. Di kawasan itu sendiri ada open space luas dengan rumput sintetis, Masjid Raya Bandung, dan shopping street Dalem Kaum dan Kepatihan. Hotel ini juga hanya berjarak sekitar 5 menit kalau berkendara ke Museum Konferensi Asia Afrika dan Jalan Braga.

Lokasi hotel ini berada di Jalan Asia Afrika pre-Preanger. Ini artinya ada banyak gedung perkantoran di sekitar hotel dan suasananya pun relatif lebih tenang. Akses ke minimarket terdekat sekitar 10 menit dengan jalan kaki. Dari Stasiun Bandung, hotel ini bisa dicapai dengan berkendara selama sekitar 10 menit. Kalau dari Bandara Husein Sastranegara, kira-kira 20 menitan. Ya, tergantung kondisi lalu lintas sih pada akhirnya.

Kesimpulan

Dengan rate mulai dari 300 ribu rupiah per malam (berdasarkan Tripadvisor), Ibis Budget Asia Afrika bisa jadi opsi hotel murah di Bandung, terutama buat para backpacker. Lokasinya prima, memungkinkan kita buat pergi ke pusat kota Bandung dengan mudah. Di sisi lain, suasana di sekitar hotel pun relatif lebih tenang karena masih berada di kawasan CBD (Asia Afrika pre-Preanger).

Untuk tamu yang nggak rewel, ukuran kamar mungkin nggak jadi masalah, terutama kalau menginap sendirian. Hanya saja, dengan luas 13 meter persegi dan penempatan shower box yang terlalu “vulgar”, mungkin akan sedikit kurang nyaman sih. Desain interior kamar untungnya “menyegarkan”, dengan balutan warna putih dan lemon green yang ceria dan menggemaskan.

Fasilitas penunjang hotel juga cukup bagus untuk level budget hotel. Ada restoran hotel di lantai lobi dan empat meeting room untuk menunjang kebutuhan bisnis. Hanya saja, saya nggak suka dengan policy yang melarang saya untuk menghabiskan makanan pesanan lain di restoran hotel, hanya karena saya nggak beli makanan dari hotel. Mereka kasih pinjam alat makan memang, tapi dengan kondisi kamar yang sempit dan meja kerja yang kurang representatif, in-room dining bakalan ribet.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasinya strategis. Dekat ke pusat kota, terutama kawasan Alun-Alun Bandung dan Jalan Braga.
  • Meskipun di pusat kota, suasana di sekitar hotel relatif lebih tenang.
  • Rate-nya terjangkau. Cocok buat backpacker yang pengen nginep murah di private room (bahkan bisa menampung tiga orang kalau pilih tipe kamar 1 double bed with bunkbed).
  • Ada meeting room, cocok buat pebisnis yang ingin cari opsi hotel murah di Bandung.

👎🏻 Cons

  • Penempatan dan desain shower box kurang pas, bikin mandi rasanya kurang nyaman.
  • Beberapa fasilitas perlu diperbaiki (mis. lampu di kepala shower).
  • Ukuran kamar sempit, dan penempatan furnitur pun bikin kamar terasa makin kecil.
  • “Bilik merenung” terlalu tertutup dan terasa claustrophobic, bahkan ketika lampu dinyalakan.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😶⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

Review: Ibis Budget Menteng

Waktu libur Natal di Jakarta kemarin, saya sempat menginap satu malam di kawasan Menteng. Akhirnya setelah cukup lama menunggu liburan, yang dinanti datang juga. Hotel yang saya tempat untuk hari pertama di Jakarta ini ternyata memberikan akses mudah ke berbagai tempat makan dan kafe. Pembukaan ini nggak akan terlalu panjang dan aneh-aneh karena saya ingin langsung ke ulasan hotel.

exterior-view
Fasad Ibis Budget Menteng. Foto milik pihak hotel. 

Ibis Budget Menteng merupakan akomodasi bintang dua yang berlokasi di jalan HOS Cokroaminoto no. 79, Jakarta. Hotel ini berada tepat di samping Taman Menteng dan berseberangan dengan Menteng Central. Dari segi lokasi, hotel ini menawarkan akses mudah ke berbagai tempat makan, dari mulai warung pinggir jalan sampai bistro. Intinya sih kalau lapar, ada banyak pilihan tempat makan.

Hotel ini punya 135 kamar yang disebar di tiga lantai. Untuk tipenya sendiri hanya ada satu tipe, tapi yang membedakan hanya jenis kasurnya (double atau twin). Secara keseluruhan, Ibis Budget Menteng menawarkan fasilitas dan kamar standar, tipikal Ibis Budget lah (nggak jauh beda sama Ibis Budget Bandung). Hanya saja, lokasinya ini yang menurut saya bagus karena ke mana-mana deket. Ditambah lagi, kawasan ini relatif lebih tenang dengan lalu lintas yang nggak begitu padat.

Waktu menginap, kamar saya berada di lantai satu. Posisi kamar saya berada tepat di atas Starbucks, dengan jendela menghadap ke jalan HOS Cokroaminoto. Ekspektasi saya untuk hotel ini nggak neko-neko sebetulnya, meskipun ada beberapa hal yang disayangkan sih saat kunjungan. Ulasan lengkapnya saya kasih di segmen berikutnya ya!

Desain Kamar

Dari segi interior, Ibis Budget Menteng ini nggak banyak beda dengan hotel-hotel Ibis Budget lainnya. Satu tipe lah intinya karena memang satu line juga. Kamar saya berada di lantai satu jadi saya nggak perlu repot-repot naik turun lift atau eskalator. Hanya saja, buat mencapai kamar saya harus melewati koridor-koridor rumit yang rasanya kayak labirin. Ditambah lagi, suasana koridornya agak remang dan sepi. Agak-agak ngeri sih.

IMG_20181221_155620
Tempat tidur. Ukurannya standar lah ya.

IMG_20181221_155627
Meja kerja di bawah TV. Kalau mau nonton TV, kepalanya mesti nengadah. Pegel.

IMG_20181221_155647_HHT
Tak ada closet, gantungan pun jadi. 

Ukuran unit kamar terbilang cukup lapang untuk kamar Standard. Area kamar utama tampil youthful dengan dinding navy blue di belakang tempat tidur. Sebetulnya, pemilihan warna yang gelap ini memberikan kesan dingin pada kamar, terutama dengan pencahayaan yang ngga begitu terang. Namun, penggunaan lantai kayu menurut saya memberikan elemen hangat buat kamar, walaupun tetep sih suasana kamar masih kerasa dingin. Furniturnya sendiri standar Ibis Budget banget: minimalis, tapi fungsional. Full-height windows menghadap ke arah jalan raya. Kalau malem, lumayan sih bisa liat pemandangan jalan yang rame. Yang unik adalah ada railing di belakang kaca jendela. Mungkin railing ini dipasang supaya tamu nggak sampai kepeleset dan jatuh kena kaca, lalu jatuh ke bawah. Nggak tahu juga sih. Apa mungkin sebelumnya pernah ada insiden? Hopefully nggak ya.

IMG_20181221_155809
Area wastafel. No dental kit, no slippers. Kalau mau, harus beli.

Di dekat pintu keluar, ada wastafel dengan cermin. Di atas wastafel, tersedia dua botol air mineral. Udah, itu aja. Biasanya kan di atas wastafel ada dental kit atau shaving kit, tapi di Ibis Budget Menteng, kalau mau pakai dental kit, pengunjung harus beli sendiri. Untungnya saya sih bawa sendiri sikat gigi dan semacamnya, tapi buat pengunjung yang nggak bawa, this could be an inconvenience. Apa-apa harus beli jatohnya. Slippers juga loh.

Kamar Mandi

 

Penempatan wastafel di luar kamar mandi memberikan ruang yang lebih besar. Kamar mandi unit sendiri dilengkapi dengan kloset dan shower area yang dipisah oleh shower curtain.

IMG_20181221_155829_HHT
Kloset di kamar mandi

IMG_20181221_155840_HHT
Shower area. Lantainya licin dan kurang nyaman diinjek. 

Berbeda dari area utama di kamar, kamar mandi unit justru lebih cerah dengan tiled wall putih yang memberikan sentuhan industrial. Produk sabun plus sampo sudah tersedia di shower area. Secara pribadi, saya lebih suka pake produk sabun dan sampo terpisah. Sabun ya sabun, sampo ya sampo. Gitu.

Shower area dipisahkan oleh tirai. Keluaran air dari shower lumayan kencang, enak buat pijat bagian pundak. Hanya saja, saya sih kurang suka dengan penggunaan lantainya yang lebih cocok dipasang di dinding. Permukaan lantainya lebih licin jatohnya.

Fasilitas Umum

Ibis Budget Menteng punya satu restoran yang menyajikan makanan untuk sarapan. Posisi restoran ini ada di lantai lobi. Saya nggak sempat foto restorannya tapi menurut saya sih, tempatnya kurang nyaman karena jarak antara setiap meja terlalu dekat rasanya.

Di dekat lobi, ada lemari display yang menampilkan barang-barang yang dijual untuk pengunjung, seperti dental kit atau slippers. Ada juga boneka kanguru gemas. Tadinya mau beli sih tapi karena banyak pengunjung yang lagi mau check-in, jadi malu takutnya diliatin. Takut disangka nggak sadar umur.

tenor1

Oh ya, posisi kamar saya berada tepat di atas Starbucks. Kalau buka gorden, bisa keliatan tuh tulisan Starbucks. Di ground level ada beberapa restoran dan kafe. Dua kafe terdepan adalah Starbucks dan Liberica. Nah, Liberica ini ternyata punya live music performance kalau malam-malam. Dengan posisi kamar paling depan dan berada di atas ground level, bising dari luar kedengaran sampai kamar. Kalau kondisi lagi fit, saya nggak masalah sebetulnya. Hanya saja, waktu itu saya lagi agak sakit dan nggak bisa tidur akibat suara dari luar.

This slideshow requires JavaScript.

Lokasi

Aspek lokasi jadi salah satu keunggulan hotel ini. Berada di kawasan Menteng, Ibis Budget Menteng ini deket ke mana-mana. Di samping hotel ada Taman Menteng. Cocok lah buat ngadem atau jogging pagi-pagi. Di seberang hotel ada Menteng Central, shopping arcade yang juga punya beberapa restoran. Kalau mau jalan sedikit, ada Wendy’s. Nah, salah satu restoran yang saya kunjungi adalah Paloma Bistro yang berlokasi di lantai lobi Hotel Des Indes yang katanya bakalan dibuka Desember ini.

Kesimpulan

Melihat dari aspek lokasi, Ibis Budget Menteng cocok buat pengunjung yang butuh akses cepat ke mana-mana, terutama ke kawasan Bundaran HI. Di sekitar hotel ada banyak restoran dan kafe yang bisa dikunjungi, dari mulai warung pinggir jalan sampai bistro kece. Daerah sini juga relatif lebih tenang sih, dengan lalu lintas yang nggak begitu padat.

Untuk in-room amenities, hotel ini “ngirit”. Meskipun WiFi dan TV tersedia, dental kit dan semacamnya nggak dikasih secara gratis. Kalau mau pakai, ya harus beli. Saran saya sih mendingan bawa sendiri perlengkapan pribadi. Interior kamar ya standar lah. Minimalis nan fungsional. Suasana kamar cenderung dingin karena dindingnya berwarna navy blue, tapi balik lagi ke preferensi pribadi sih. Untuk kamar tidur, saya lebih suka suasana yang hangat.

Hadirnya dua kafe di ground level jadi kelebihan lain hotel ini. Mau ngopi? Tinggal turun ke ground floor. Hanya saja, perlu dipertimbangkan suara bising dari jalanan, terutama kalau kebagian kamar-kamar yang berada di bagian depan hotel.

Dengan rate mulai dari 350 ribu rupiah (berdasarkan Tripadvisor), Ibis Budget Menteng bisa jadi pilihan hotel murah di Jakarta dengan lokasi prima. Terlepas dari downside yang saya jelasin sebelumnya, hotel ini tetap memberikan kenyamanan beristirahat (in the end, saya tetep bisa tidur sih). Hanya saja, kalau finical dengan in-room amenities dan urusan kenyamanan yang lebih detail, mungkin ada pilihan hotel lain yang lebih baik.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Lokasi hotel prima. Ke mana-mana deket. Ada banyak restoran dan kafe di sekitar hotel. Di samping hotel juga ada Taman Menteng.
  • Rate-nya terjangkau untuk ukuran hotel di lokasi strategis.
  • Ukuran kamarnya cukup luas untuk tipe Standard. Mungkin karena furniturnya juga nggak banyak.

👎🏻 Cons

  • Kamar-kamar yang ada di depan punya view bagus, tapi berisik kalau lagi ada live music performance.
  • Bathroom amenities harus pada beli. Kurang praktis kalau lupa bawa perlengkapan pribadi.
Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌⚪️⚪️
Desain: 😆😆😆⚪️⚪️
Lokasi: 🤩🤩🤩🤩😶
Harga: 💰💰

 

Review: Kollektiv Hotel

Sering kerja dari Starbucks PVJ, jalan Sutami merupakan rute yang biasa saya lewati. Sekitar kuartal terakhir 2017, ada satu restoran baru di jalan Sutami yang namanya Hara. Saya sama teman-teman pernah Christmas dinner di sana, dan ternyata bangunan besar itu nggak hanya mencakup restoran, tetapi juga hotel bernama Kollektiv.

Karena Hara ini sering ramai banget pengunjung, saya jarang banget ke sana (parkir pun susah sebelum akhirnya ada tanah kosong nggak jauh dari kawasan bangunan hotel yang dijadikan sebagai tempat parkir). Walaupun penuh, jujur saya suka dengan desain interior si restoran. Setelah melihat foto-foto kamarnya dari Agoda dan Traveloka, saya jadi penasaran juga seperti apa, meskipun pada awalnya saya agak gimana karena tampaknya ukuran kamarnya terlalu kecil. Akhirnya setelah cukup penasaran berbulan-bulan, saya datang ke Kollektiv untuk nginap satu malam.

IMG_20181221_092333
Fasad Kollektiv. Foto milik pribadi

Kollektiv Hotel merupakan akomodasi bintang dua yang berlokasi di jalan Prof. Dr. Ir. Sutami nomo 62, Bandung.  Kalau dari arah Universitas Kristen Maranatha, kita tinggal pergi ke arah Setrasari menuju Karangsetra. Dari segi fasad, bisa kita lihat kalau hotel ini memanfaatkan kontainer-kontainer truk dan kapal besar dan mengubah fungsinya jadi ruang tinggal. Kontainer-kontainer ini dipadukan dengan jendela dan railing berdesain modern minimalis yang menghasilkan perpaduan yang mantul alias mantap betul bro.

Hotel ini berada di sebuah bangunan besar yang menyatu dengan restoran bernama Hara. Kamar-kamar hotel menempati lantai dua sampai empat bangunan, sementara restoran ada di lantai satu. Ada 39 kamar di hotel ini yang dibagi ke dalam dua tipe: Superior dan Deluxe. Kalau ingin lihat foto-foto kamar yang lain, bisa berkunjung ke Instagram page atau official website mereka.

Ketika menginap di Kollektiv, saya dapat kamar Superior yang berada di lantai empat. Kalau melihat dari segi kepercayaan, sebetulnya angka empat itu kan angka ketidakberuntungan, tapi ya sudah lah dinikmati aja karena memang saya juga ada personal request kamar di lantai yang tinggi. Meskipun pada awalnya saya sempat curiga bahwa ruangannya akan sempit ketika lihat foto-foto kamar, tetapi pas ke TKP pendapat saya berubah. In fact, I think I am in love with the hotel! Ulasan lengkapnya ada di segmen berikutnya ya.

Desain Kamar

Berdasarkan informasi di situs web resminya, Kollektiv Hotel memadukan unsur kayu dan besi untuk menciptakan desain industrial murni. Interior bergaya industrial ini kerasa kental di public spaces seperti koridor kamar dan restoran. Namun untuk kamar sendiri (terutama kamar yang saya tempati), desain Scandiavian dengan sedikit sentuhan mid-century justru lebih kentara kalau menurut saya secara pribadi.

IMG_20181220_170152
Twin-bed yang tampil sederhana tapi manis dalam dominasi warna putih
IMG_20181220_170108
Cermin dan counter di depan kamar mandi yang memanjang
IMG_20181220_170207_HHT
Area kerja, lengkap dengan reed diffuser beraroma lemongrass

Kamar Superior yang saya tempati berukuran mungkin sekitar 13-15 meter persegi dan memanjang. Kasur ditempatkan di atas semacam platform kayu yang tampak “melayang” karena fondasinya dibangun lebih menjorok ke dalam. Di belakang tempat tidur ada jendela dengan roller blind pinstripes yang unik. Posisi jendela kamar yang menghadap ke barat dan roller blind unik itu memberikan efek pencahayaan alami yang kuat ke kamar, terutama di sore hari. Nggak ada end table di tengah atau samping kasur dan menurut saya ini ide yang tepat mengingat space kamar cukup terbatas. Sebagai ganti lampu meja, ada dua downlight untuk menerangi area tempat tidur.

Dengan space terbatas, wastafel ditempatkan di luar kamar mandi. Counter table-nya sendiri adalah papan kayu memanjang berdesain minimalis. Di atasnya ada cermin yang juga memanjang mengikuti counter table dan dinding kaca kamar mandi yang berhadapan dengan wastafel. Kamar Superior nggak dilengkapi dengan lemari baju. Sebagai gantinya, ada tiang gantungan dengan beberapa hanger untuk menggantung jaket, baju, atau celana yang nggak dipakai.

Untuk study area, papan kayu tebal yang dipasang ke tembok berfungsi sebagai meja. Ada kursi berbahan rotan di depan meja kerja. Di atas meja kerja sendiri ada telepon, lampu meja minimalis, vas tembikar yang memuat remote controller TV dan AC, dan reed aromatherapy diffuser dengan keharuman lemongrass yang segar, tapi nggak sampai bikin enek.  Televisi sendiri digantung, membelakangi dinding kamar mandi.

IMG_20181220_170137
Study area dan televisi
IMG_20181220_170057
Kamar Superior

Kelengkapan kamar lainnya ada tea/coffee maker, sandal hotel, dan hair dryer. Bicara tentang space, yang sebetulnya agak saya sayangkan adalah tinggi dinding. Karena dinding kamar nggak begitu tinggi, rasanya dekat banget kepala dengan mulut AC. Walhasil, lumayan lah dingin kerasa. This is not good for someone who is perpetually cold.

Secara keseluruhan, perawatan furnitur dan in-room amenities bisa dibilang baik. Kursi masih empuk. Kasur masih bersih. Pokonya sih semuanya dalam keadaan decent.

Kamar Mandi

Untuk kamar mandi, areanya memang nggak besar, tapi nggak sampai bikin klaustrofobik. Kamar mandi hanya dipisahkan oleh dinding kaca, tapi setengah bagiannya sand-blasted jadi privasi masih terjaga. You can still do your business safely and privately lah somehow.

IMG_20181220_170220
Kloset kamar mandi
IMG_20181220_170233_HHT
Area shower
IMG_20181220_170244_HHT
Sabun dan sampo

“Bilik merenung”-nya dilengkapi dengan bidet dan tisu. Untuk shower area, yang saya sayangkan adalah nggak ada rainshower (tapi bisa dimaklumi mengingat space-nya pun nggak luas). Sebagai gantinya, keluaran air dari shower tangan bisa diubah ke pengaturan sprinkle yang halus, tapi tetap dengan semburan yang kencang.

Yang saya suka dari sabun dan sampo Kollektiv Hotel adalah aromanya. Setelah dimanjakan aroma lemongrass yang menyegarkan, sabun dan sampo di kamar ini ada aroma bergammot-nya kalau menurut saya. Mungkin lebih tepatnya mirip-mirip aroma earl grey tea sih. Wanginya lembut dan nggak intens memang jadi ya jangan berharap wanginya akan awet sampai kita ke luar kamar mandi. Handuk wajah, sikat gigi, dan pasta gigi ada di luar kamar mandi, di samping wastafel.

Fasilitas Umum

Seperti yang saya bilang sebelumnya, desain Scandinavian terasa lebih kental di kamar. Namun ketika melangkah ke luar kamar, kita baru bisa merasakan sentuhan industrial yang kentara. Koridor kamar dihias oleh railing dan tanaman rambat. Void besar di tengah-tengah bangunan menawarkan view ke sitting area atau lobi di lantai dasar yang juga berfungsi sebagai area makan restoran Hara.

Banyaknya tanaman rambat dan pohon tinggi yang ditanam di lantai satu membuat area hotel terasa sejuk dan rimbun. Elemen alam ini cocok dipadukan dengan dinding-dinding kontainer yang dicat dengan warna cokelat krem.

Hara

Salah satu fasilitas utama Kollektiv Hotel adalah restorannya. Dibuka untuk umum, Hara menghadirkan beragam sajian dan suasana yang nyaman dalam balutan interior bergaya rustic industrial. Restoran ini cukup luas dan mencakup juga outdoor sitting area dan rumah kaca.

Salah satu spot yang saya suka adalah sitting area dengan langit-langit setinggi empat lantai. Di area ini ada set sofa, kursi, dan meja bergaya mid-century. Karena menyambut libur Natal, ada juga pohon Natal di area ini yang tampil cantik dengan dekorasi-dekorasi Natal yang dominannya berwarna putih dan emas. Di depan sitting area ini adalah ruangan terpisah yang bisa digunakan sebagai bagian dari restoran atau semacam tempat rapat. Di ujung restoran juga ada area makan lain yang menawarkan view jalan Sutami.

IMG_20181221_092238
Greenhouse
IMG_20181221_092328
Fasad hotel

Ketika indoor seating area penuh, tamu bisa makan di outdoor seating area atau di dalam rumah kaca. Rumah kaca ini bisa digunakan untuk acara-acara semiformal kayak pesta ulang tahun atau semacamnya. Kalau cuaca lagi bagus, outdoor seating area ini pas dipilih untuk makan malam karena cantik dengan lampu-lampu dekoratif.

Dengan desain yang menawan seperti ini, nggak heran kalau Hara banyak pengunjungnya. Sayangnya, tempat parkir di depan bangunan utama sendiri nggak luas jadi ketika lagi ramai, mungkin akan susah buat dapat tempat parkir. Untungnya, ada tempat parkir tambahan di dekat kawasan Kollektiv Hotel.

Lokasi

Berdiri di jalan Prof. Dr. Ir. Sutami, hotel ini punya lokasi yang cukup dekat dari mal Paris van Java (kira-kira 10 menit lah kalau pakai mobil, tergantung kondisi lalu lintas). Kalau dari Maranatha, pakai mobil ya sekitar 5-10 menit.

Di dekat hotel sendiri ada banyak kafe dan tempat makan lain yang bisa dikunjungi, seperti Level atau Hankook Kwan. Di Setrasari Mall sendiri ada lebih banyak pilihan tempat makan dan kafe. Sayangnya, area jalan Sutami ini sering kali macet di wkatu-waktu  tertentu, terutama jam pulang kerja atau weekend. Meskipun demikian, kawasan ini cukup tenang jadi buat beristirahat sih nyaman lah.

Untuk kebisingan sendiri, ketika saya menginap suara-suara musik justru berasal dari Hara. Kebetulan saat itu lagi ada acara (sepertinya Christmas dinner) dan suaranya terdengar sampai kamar, walaupun memang diadakannya bukan pas jam tidur jadi ya nggak begitu mengganggu lah. Kamarnya pun cukup kedap suara kok.

Kesimpulan

Mengedepankan desain industrial dan memanfaatkan kontainer-kontainer sebagai ruang tinggal, Kollektiv Hotel menawarkan pengalaman menginap yang berkesan dan mengasyikkan. Proses check-in mudah dan cepat. Kondisi kamar juga baik dengan desain yang simpel, tapi menawan. Selain itu, hotel ini juga punya banyak spot Instagrammable yang layak buat jadi background foto.

Interior kamar lebih cenderung bergaya Scandinavian atau mid-century, dan menurut saya ini lebih nyaman. Meskipun ukurannya nggak begitu luas, kamar saya punya in-room amenities yang cukup lengkap, dari mulai tea/coffee maker sampai hair dryer. Untuk hotel bintang dua, hair dryer sepertinya jarang ada di kamar tipe Superior (sejauh ini sih saya jarang nemu hair dryer, bahkan di kamar tipe Superior hotel bintang tiga). Selain itu, aroma lemongrass yang menenangkan, serta sabun dan sampo beraroma earl grey tea bikin saya nyaman di kamar.

Meskipun nggak berada tepat di pusat keramaian, kawasan jalan Sutami sering kali macet di jam pulang kerja atau weekend. Untungnya, suasana hotel yang teduh dan rimbun jadi semacam oasis di tengah ingar bingar kota Bandung. Dengan rate mulai dari sekitar 450 ribu rupiah per malam (berdasarkan info dari Tripadvisor), Kollektiv Hotel bisa jadi pilihan Instagrammable yang menawarkan pengalaman menginap yang menenangkan, tanpa harus jauh-jauh pergi dari pusat kota. Buat kabur sejenak atau nginep sambil bawa kerjaan sih cocok deh.

Pros & Cons

👍🏻 Pros

  • Konsep containers turn hotel menjadi kelebihan Kollektiv. Public space didesain dalam gaya industrial, sementara kamar-kamarnya lebih mencerminkan gaya Scandinavian dengan sedikit sentuhan mid-century.
  • Banyak tanaman di dalam hotel yang bikin suasana jadi sejuk dan teduh.
  • Lokasinya berada di antara kawasan Sukajadi dan Surya Sumantri. Mau ke Paris van Java lumayan dekat. Mau makan di daerah Maranatha juga lumayan dekat.
  • Sampo dan sabun di kamar mandi punya aroma earl grey yang menenangkan. Di kamar juga ada reed aromatherapy diffuser dengan minyak lemongrass yang bisa ngilangin stres.
  • Banyak tempat Instagrammable di hotel, termasuk greenhouse di luar restoran.
  • Untuk ukuran makanan hotel, harga menu untuk in-room dining masih masuk akal dan agreeable.
  • Ada hair dryer di kamar.

👎🏻 Cons

  • Meskipun nggak sampai claustrophobic, kamar tipe Superior nggak begitu luas.
  • Kawasan jalan Sutami bisa macet parah pada jam pulang kerja atau weekend.
  • Area parkir hotel nggak besar, tapi ada tempat parkir tambahan nggak jauh dari hotel (agak inconvenient kalau harus bolak-balik dari hotel ke area parkir ini).
  • Suara atau musik dari restoran (ketika ada acara) bisa kedengaran sampai kamar, bahkan di kamar saya yang posisinya di ujung lantai empat.

Penilaian

Kenyamanan: 😌😌😌😌😶
Desain: 😆😆😆😆😶
Lokasi: 🤩🤩🤩⚪️⚪️
Harga: 💰💰💰